Kementrian Lembaga: Komisi II DPR

  • KPU DKI Ikut Pusat soal Pelantikan Gubernur-Wagub Hasil Pilkada 2024 Diundur Maret 2025

    KPU DKI Ikut Pusat soal Pelantikan Gubernur-Wagub Hasil Pilkada 2024 Diundur Maret 2025

    JAKARTA – Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Doddy Wijaya mengaku pihaknya menyerahkan keputusan waktu pelantikan Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta pemenang Pilkada 2024 kepada pemerintah pusat.

    Hal ini berkaitan dengan kabar waktu pelantikan kepala daerah yang diundur dari sebelumnya bulan Februari menjadi Maret 2025.

    Sejauh ini, keputusan yang masih berlaku adalah Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Dalam Perpres 80/2024, pelantikan gubernur-wakil gubernur masih ditetapkan pada 7 Februari.

    “Sepenuhnya kami serahkan ke pemerintah pusat. Terkait dengan Perpres 80 sampai hari ini masih mengatur pelantikan serentak tanggal 7 Februari,” kata Doddy kepada wartawan, Minggu, 5 Januari.

    Jika nanti pemerintah menetapkan adanya perubahan waktu pelantikan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024 lewat revisi perpres, KPU DKI tentu akan mengikuti dan menyesuaikannya.

    “Perpres 80 kan masih belum dicabut dan pelantikan kan domainnya pemerintah pusat, bukan acara KPU. Jadi, tentu kami serahkan ke pemerintah pusat. Apakah sampai sejauh ini Keppres 80 atau ke depan mau ada revisi, tentu kami serahkan ke pemerintah pusat,” urainya.

    Pelantikan kepala daerah terpilih dari Pilkada Serentak 2024 yang semula dijadwalkan pada Februari 2025 akan diundur menjadi Maret 2025.

    Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda mengaku pelantikan diundur karena Mahkamah Konstitusi (MK) akan menyelesaikan seluruh perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dari Pilkada Serentak 2024, pada 13 Maret 2025.

    “Dan MK baru akan mengeluarkan seluruh surat yang menyatakan tidak ada sengketa kepada seluruh gubernur, walikota terpilih setelah PHPU itu selesai di MK,” kata Rifqinizamy, Kamis, 2 Januari.

    Menurutnya kepala daerah terpilih yang tidak bersengketa di MK harus menunggu selesainya PHPU daerah lainnya di MK agar pelantikan dilaksanakan secara serentak.

    “Itulah prinsip dasar pilkada serentak. Karena itu yang tidak sengketa pun harus menunggu selesainya yang bersengketa di MK,” kata dia.

    Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 tentang tata cara pelantikan kepala daerah, pelantikan gubernur dan wakil gubernur terpilih dari Pilkada Serentak 2024 dijadwalkan digelar pada 7 Februari 2025.

    Sedangkan pelantikan bupati dan wakil bupati terpilih, wali kota dan wakil wali kota terpilih, dari hasil Pilkada Serentak 2024, dijadwalkan digelar pada 10 Februari 2025.

  • Wacana Pelantikan Kepala Daerah Diundur Maret 2025, Ini Respons KPU Jakarta

    Wacana Pelantikan Kepala Daerah Diundur Maret 2025, Ini Respons KPU Jakarta

    loading…

    KPU Jakarta akan mengikuti keputusan pemerintah apabila pelantikan kepala daerah terpilih akan diundur menjadi Maret 2025. FOTO ILUSTRASI/DOK.SINDOnews

    JAKARTA – Ketua Divisi Teknis KPU Jakarta Doddy Wijaya akan mengikuti keputusan pemerintah apabila pelantikan kepala daerah terpilih akan diundur menjadi Maret 2025. Ia mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya pada pemerintah ihwal keputusan pelantikan kepala daerah terpilih.

    Pernyataan ini menanggapi Doddy sekaligus merespons rencana pemerintah akan mengundurkan pelantikan kepala daerah terpilih 2024 pada Maret 2025. Sedianya, jadwal pelantikan kepala daerah dijadwalkan pada 7 Februari 2025 dan bupati dan wali kota terpilih pada 10 Februari 2025.

    “Tentu ini domainnya pemerintah pusat. Kalau nanti akan ada revisi atau perbaikan dari Kepres 80 tentu kami akan mengikuti. Jadi sepenuhnya kami serahkan ke pemerintah pusat,” kata Doddy saat ditemui wartawan di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, Minggu (5/1/2025).

    Lebih lanjut, Doddy mengatakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 tahun 2024 masih mengatur bahwa pelantikan kepala daerah terpilih akan digelar pada 7 Februari 2025 dan bupati dan wali kota terpilih pada 10 Februari 2025.

    “Sejauh ini kan Perpres 80 masih menyatakan untuk pelantikan serentak di tanggal 7 Februari ya,” ucap Doddy.

    Kendati Perpres tersebut belum dicabut, Doddy berkata, pihaknya mengikuti keputusan Pemerintah perihal pelantikan kepala daerah terpilih 2024.

    “Jadi tentu kami serahkan ke pemerintah pusat. Apakah sampai sejauh ini Perpres 80 atau kan nanti ke depan mau ada revisi tentu kami serahkan ke pemerintah pusat,” tandasnya.

    Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda membenarkan kabar bahwa jadwal pelantikan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024 akan diundur ke Maret 2025. Diketahui, sebelumnya telah diatur bahwa pelantikan digelar pada Februari 2024.

    Rifqi menjelaskan diundurnya jadwal pelantikan ini berkaitan dengan proses Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Kepala Daerah yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).

    “Betul, karena MK baru akan menyelesaikan seluruh perselisihan pemilu itu 13 Maret 2025,” kata Rifqi kepada wartawan, Kamis (2/1/2025).

    (abd)

  • Politik sepekan, respons Jokowi hingga pelantikan kepala daerah mundur

    Politik sepekan, respons Jokowi hingga pelantikan kepala daerah mundur

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa penting dan menarik terjadi selama sepekan dalam kancah politik Indonesia, mulai dari Jokowi merespons soal sebutan dirinya sebagai pimpinan terkorup hingga pelantikan kepala daerah diundur Maret agar serentak.

    Berikut rangkuman beritanya:

    Jokowi tanggapi soal sebutan pimpinan terkorup

    Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menanggapi soal sebutan pimpinan terkorup yang dirilis oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).

    “Terkorup? Terkorup apa? Yang dikorupsi apa?” katanya.

    Baca selengkapnya di sini.

    Presiden perintahkan setop impor beras, garam, gula, jagung

    Presiden RI Prabowo Subianto saat memimpin rapat terbatas dengan beberapa menterinya di Istana Negara, Jakarta, memerintahkan jajaran menterinya untuk menyetop impor beras, garam, gula konsumsi, dan jagung pada tahun 2025.

    “Alhamdulillah, tadi dalam ratas (rapat terbatas) yang pertama, kita sudah memutuskan, tidak impor beras, Pak Mentan ya, tahun depan, tidak (impor). Tidak impor beras, kemudian jagung, gula untuk konsumsi, dan garam,” kata Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan.

    Baca selengkapnya di sini.

    Pemerintah pelajari putusan MK soal “presidential threshold”

    Pemerintah sedang mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghapusan ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.

    Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan pembelajaran diperlukan lantaran MK belum menyatakan waktu pemberlakuan putusan tersebut.

    Baca selengkapnya di sini.

    Panglima pastikan oknum TNI pelaku penembakan ditindak tegas

    Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto memastikan oknum TNI yang jadi pelaku penembakan di rest area tol kawasan Tangerang akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.

    “Akan segera diproses lebih lanjut apabila terbukti bersalah akan di tindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” kata Agus.

    Baca selengkapnya di sini.

    Komisi II DPR: Pelantikan kepala daerah diundur Maret agar serentak

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf mengatakan bahwa pengunduran waktu pelantikan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih pada Pilkada 2024 dari Februari menjadi Maret 2025 agar pelaksanaannya serentak.

    Dede Yusuf mengatakan bahwa seluruh sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pilkada oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan tuntas pada bulan Maret 2025. Dengan demikian, pelantikan perlu digelar setelah semua tahapan selesai, termasuk proses PHPU itu.

    Baca selengkapnya di sini.

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • PKB Ingin Usung Kader di Pilpres Usai MK Hapus Presidential Threshold

    PKB Ingin Usung Kader di Pilpres Usai MK Hapus Presidential Threshold

    Jakarta, CNN Indonesia

    Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) membuka peluang untuk mengusung kadernya sendiri dalam Pilpres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

    “Pasti, pasti [Berpotensi memajukan kader PKB]. Semua menyambut cairnya demokrasi,” kata Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin ketika ditanyai kans mengusung kader usai putusan MK itu, Istana Bogor, Jumat (3/1).

    Meski begitu, ia menyebut hal itu masih sangatlah panjang, di mana yang terdekat pemilihan presiden baru akan digelar sekitar lima tahun lagi pada 2029.

    Ia pun menyinggung rekam jejaknya yang merupakan cawapres di Pilpres 2024 lalu. Kemarin, ia maju mendampingi Anies Baswedan.

    “Kemarin juga bisa maju, kemarin juga maju. nanti maju ya belum tahu, masih panjang, trauma enggak itu? trauma kalah,” ujar dia.

    Ia pun menyatakan seluruh pihak harus tunduk terhadap putusan MK. Cak Imin menegaskan putusan MK itu bersifat final dan mengikat.

    “Problem-nya adalah ada 1 bab di situ dari putusan itu mengembalikan ke pembuat UU. Nanti ya tergantung fraksi-fraksi di DPR,” ucap Cawapres yang mendampingi Capres Anies Baswedan pada Pilpres 2024 lalu.

    Sementara itu, merespons putusan MK, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB, Indrajaya mengusulkan agar hanya partai di parlemen yang bisa mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    “Bisa juga dibuat aturan melalui revisi UU Pemilu yang mengatur adanya pembatasan parpol yang bisa mengusung pasangan calon presiden/wakil presiden adalah parpol yang lolos ambang batas minimal parliamentary threshold 4 persen atau parpol yang bertengger di Senayan,” kata Indra dalam keterangannya, Sabtu (4/1).

    Menurut Indra, alternatif lain yang bisa digunakan agar syarat pencalonan tetap diperketat misalnya dengan syarat pendirian partai politik. Ke depan, dia ingin syarat pendirian partai lebih diperketat setelah presidential treshold dihapus.

    “Bisa juga misalkan ada konvensi internal atau antarpartai, dan pembatasan pilpres satu putaran atau dua putaran seperti di Pilkada DKJ,” katanya.

    Selain itu, pembatasan juga bisa dilakukan dengan menyaratkan agar capres atau cawapres harus merupakan kader partai dan pernah menjadi pejabat negara.

    “Syarat yang memikat parliamentary threshold 4 persen terbukti efektif membatasi parpol di Senayan. Jadi parpol non parlemen harus bersabar. Pak Anies Baswedan pun misalnya, kalau mau nyapres ya harus gabung dengan partai yang ada di Senayan,” urainya.

    Menurut Indra ada beberapa negara yang pilpresnya tanpa presidential treshold. Negara-negara itu umumnya menganut sistem presidensial seperti Amerika Serikat, Brasil, Peru, Meksiko, hingga Kolombia.

    Dia pun meyakini, meski PT ditiadakan, tidak semua parpol akan mencalonkan presiden atau wakil presiden. Menurutnya, jika ada pembatasan pencalonan hanya untuk parpol yang bertengger di Senayan maka kemungkinan paling banyak hanya akan ada empat pasangan calon.

    “Saya pesimistis ada parpol yang berani mengusung paket capres-cawapres sendiri,” urainya.

    Presidential threshold yang diatur dalam UU Pemilu kini dinyatakan inkonstitusional oleh MK dalam putusannya.

    MK berpendapat Pasal 222 UU Pemilu tak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil sebagaimana termaktub pada Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

    Menko bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan putusan MK itu final dan mengikat.

    Ia menyebut pemerintah menghormati dan terkiat atas putusan MK tersebut tanpa dapat melakukan upaya hukum apa pun.

    “Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” kata Yusril melalui keterangan tertulis, Jumat (3/1).

    Yusril yang juga pakar hukum tata negara itu melihat ada perubahan sikap MK atas norma Pasal 222 UU Pemilu dibanding putusan-putusan sebelumnya. Pasal ini memang salah satu pasal yang sering diajukan gugatan uji materi ke MK.

    “Namun, apa pun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis,” ucap Yusril.

    (thr, mnf/kid)

    [Gambas:Video CNN]

  • Dede Yusuf Jamin Syarat Capres Bakal Diperketat Usai PT 20% Dihapus MK

    Dede Yusuf Jamin Syarat Capres Bakal Diperketat Usai PT 20% Dihapus MK

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf mengatakan pihaknya siap membahas rekayasa konstitusional agar calon presiden-wakil presiden tak terlalu banyak usai presidential threshold (PT) 20% dihapus. Dia menjamin DPR melibatkan berbagai unsur.

    “Ya ini memang dari kemarin sudah kami sampaikan bahwa rekayasa konstitusional ataupun ‘constitutional engineering’. Itu tentu harus melibatkan berbagai stakeholder, dari perwakilan masyarakat, akademisi, dari civil society, dari government dan tidak kalah pentingnya adalah dari partai politik,” kata Dede kepada wartawan, Jumat (3/1/2025).

    Dia mengatakan partai politik merupakan peserta Pemilu yang dapat mengusung capres-cawapres. Sehingga, menurutnya, pendapat parpol sangat penting untuk menyusun aturan terkait syarat capres-cawapres.

    “Karena bagaimanapun juga pesertanya adalah bagian daripada partai politik itu sendiri, sehingga kita juga harus mengedepankan masukan-masukan dari partai-partai politik,” ujarnya.

    Politikus Demokrat ini menyebut pihaknya akan mengkaji kemungkinan jumlah minimal dan maksimal pasangan capres-cawapres. Dia mengatakan pembentuk undang-undang harus memikirkan efektivitas dan urusan anggaran untuk Pemilu.

    “Soal nanti berapa banyaknya calon apakah ada minimalnya atau maksimalnya tentu kita harus cari mana yang lebih efektif dan efisien tentunya. Baik dari sisi anggaran negara ataupun efektivitasnya,” ucapnya.

    “Persyaratan calon pun juga harus kita perketat tidak serta-merta orang yang punya duit triliunan langsung bisa ikutan begitu saja, jadi harus ada track record pengalaman dan prestasi-prestasi lainnya terutama di bidang politik dan pemerintahan dan konkretnya nanti kita akan rumuskan pada saat kita melakukan revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilpres ini,” ujarnya.

    Pernyataan MK

    Sebelumnya, MK mengusulkan adanya rekayasa konstitusional oleh DPR dan pemerintah saat merevisi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Hal itu dilakukan untuk mencegah potensi pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terlalu banyak usai dihapusnya ambang batas syarat pengusulan calon presiden.

    Saldi mengatakan pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan hak konstitusional semua partai politik peserta pemilu. Namun, dalam revisi UU Pemilu nantinya, diharapkan dapat mengatur mekanisme pencegahan lonjakan jumlah pasangan calon berlebihan, sehingga pemilu tetap efektif.

    “Dalam revisi UU 7/2017, pembentuk undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak sehingga berpotensi merusak hakikat dilaksanakannya pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat,” ujar Saldi.

    (maa/haf)

  • Presidential Threshold Dihapus, Bagaimana Kuantitas & Kualitas Capres?

    Presidential Threshold Dihapus, Bagaimana Kuantitas & Kualitas Capres?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pengamat dan peneliti berharap pembuat undang-undang yakni pemerintah bersama DPR memerhatikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

    Sebelumnya MK mengabulkan permohonan empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta–Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna–menguji materi tentang presidential threshold, Pasal 222 UU Pemilu. Dalam putusan 62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan pasal presidential threshold inkonstitusional, Kamis (2/1).

    Menurut pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, pembentuk undang-undang harus mengatur lebih lanjut di revisi UU pemiu agar partai politik tak asal-asalan mengusulkan paslon peserta pilpres. Salah satunya, kata dia, undang-undang itu harus menekankan kepada setiap partai politik untuk menerapkan sistem rekrutmen dan seleksi yang ketat buat menentukan calon yang diusung di pilpres.

    “Parpol harus memastikan bahwa calon yang diusung lahir dari proses rekrutmen yang demokratis. Misalnya calon diputuskan melalui pemilihan atau keputusan internal partai yang dilakukan secara inklusif dan demokratis. Apalagi sekadar diputuskan oleh elite-elite partai secara eksklusif. calon yang diusulkan bukan sebatas karena punya popularitas dan isi tas saja,” katanya kepada CNNIndonesia.com via aplikasi pesan, Jumat (3/1).

    “Hal itu bisa dilakukan apakah dengan model primary election atau pemilu pendirian di masing-masing partai yang harus diikuti oleh kader partai untuk bisa dicalonkan partai di pilpres,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, dia mengatakan syarat yang ada di undang-undang pemilu saat ini atau eksisting sudah cukup. Hal yang paling penting katanya adalah kemampuan kepemimpinan dan kematangan politik yang diuji melalui proses bersama partai politik tempatnya bernaung. 

    “Saya lebih setuju jika calon harus memenuhi persyaratan harus berstatus sebagai kader partai politik minimal 5 (lima) tahun sebelum dibukanya pendaftaran pasangan calon oleh KPU. Hal itu mencegah kutu loncat atau petualang politik yang sekadar aji mumpung, namun tanpa ditopang oleh pengalaman dan kapasitas politik yang memadai,” tuturnya merespons pertanyaan risiko membludaknya bakal calon peserta yang diajukan parpol untuk pilpres.

    Selain itu, dalam unggahannya di akun X, menurut Titi, jika mencermati Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024 dengan menyeluruh, MK juga menghendaki agar tidak ada “‘aksi borong partai’ untuk kepentingan dominasi pencalonan pilpres. Pasalnya, kata dia, semangat putusan MK ini adalah keragaman pilihan bagi pemilih.

    “Karena itu, pembentuk UU harus merumuskan formula agar keragaman pilihan itu bisa diwujudkan. Apakah misalnya dengan memberlakukan ambang batas maksimal pembentukan koalisi pencalonan oleh gabungan partai politik peserta pemilu atau formula lain lebih tepat,” ujarnya di unggahan yang CNNIndonesia.com telah diizinkan untuk mengutipnya.

    [Gambas:Twitter]

    Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai putusan MK yang diketuk awal 2025 ini menunjukkan harapan baru untuk perbaikan sistem demokrasi dan negara hukum. Menurut YLBHI, selama satu dekade terakhir, demokrasi dan negara hukum terus mengalami regresi dan pembusukan, putusan ini diharapkan mampu mengikis dominasi oligarki yang selama ini merusak sistem politik dan Pemilu Presiden serta membelenggu demokrasi hukum dan ekonomi.

    “Putusan ini tidak membongkar sepenuhnya problem politik yang tidak berpihak pada kewargaan dan demokrasi yang substantif. Meskipun demikian, putusan penghapusan ambang batas pencalonan presiden ini, mestinya dapat menjadi pintu masuk untuk memperbaiki sistem kepartaian maupun politik indonesia menuju sistem demokrasi dan politik yang lebih partisipatif dan demokratis sesuai mandat konstitusi,” demikian siaran pers YLBHI.

    YLBHI menyatakan sebelum putusan yang dimohonkan empat mahasiswa UIN Suka, sebelumnya, terdapat 36 permohonan yang diajukan ke MK terkait pasal presidential threshold. Namun, semuanya tak pernah dikabulkan MK dengan berbagai dalih termasuk kedudukan hukum (legal standing). YLBHI menduga ada cengkeraman oligarki dan politik penguasa yang tak menghendaki demokratisasi berjalan dengan baik. Walhasil, sambungnya, tidak memberikan Independensi kepada hakim MK dalam memeriksa dan mengadili permohonan penghapusan praktik presidential threshold.

    “Saat ini yang perlu diwaspadai adalah perubahan berbagai undang-undang terkait politik dan kepemiluan. kita masih ingat, bagaimana partai-partai politik di DPR secara serampangan menafsir Putusan MK seenaknya, seperti yang pernah terjadi pada Undang-Undang Pilkada yang lalu,” katanya.

    MK pun mendesak DPR dan pemerintah mematuhi putusan MK itu, dan segera merevisi regulasi terkait sistem politik yang sejalan dengan nafas dalam putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 ini untuk memperkuat perlindungan hak politik dan kedaulatan rakyat dalam demokrasi dan negara hukum Indonesia.

    YLBHI pun menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawal Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024.

    Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB, Indrajaya mengusulkan agar proses pendaftaran partai politik kini harus diperketat. Menurut dia, hal itu penting agar jumlah pasangan calon presiden tetap dibatasi.

    Menurut Indra, pembatasan juga bisa dilakukan misalnya dengan memberikan aturan lewat revisi Pemilu agar partai yang bisa mengusung calon presiden adalah partai yang lolos parlemen.

    “Bisa juga misalkan ada konvensi internal atau antar partai, dan pembatasan pilpres satu putaran atau dua putaran seperti di Pilkada DKI,” kata Indra, Jumat.

    Keputusan MK tentang penghapusan presidential threshold itu dalam perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang putusan, Kamis (2/1).

    MK mengabulkan gugatan yang dilayangkan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna.

    Dengan putusan itu, setiap partai politik memungkinkan untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.

    Namun, untuk mencegah jumlah pasangan calon presiden yang terlalu banyak, MK merekomendasikan rekayasa konstitusional, salah satunya meminta agar partai bergabung dalam koalisi selama gabungan koalisi itu tak mendominasi.

    (kid/gil)

    [Gambas:Video CNN]

  • Putusan MK Hapus Presidential Threshold Jadi Materi Revisi UU Pemilu

    Putusan MK Hapus Presidential Threshold Jadi Materi Revisi UU Pemilu

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 20% kursi DPR, akan menjadi salah satu materi dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu). Menurut Zulfikar, sebagai lembaga pembentuk undang-undang, DPR dan pemerintah wajib menjalankan putusan MK yang bersifat final dan mengikat.

    “Kita sebagai pembentuk undang-undang, namanya putusan dan di dalam UU MK itu sendiri dinyatakan putusannya final dan mengikat. Nanti kita akan lihat di dalam pembahasan UU Pemilu berikutnya. Mudah-mudahan, kita bisa patuhi semua dan harapannya bisa ikuti karena UU MK bilangnya putusannya final dan mengikat,” ujar Zulfikar saat dihubungi Beritasatu.com, Jumat (3/1/2025).

    Zulfikar mengatakan, dengan putusan MK menghapuskan presidential threshold, maka pasangan calon presiden dan wakil presiden bakal banyak seusai dengan jumlah partai politik peserta pemilu. Menurut dia, kondisi tersebut membuka peluang lebar pilpres selalu berlangsung duaputaran.

    “Kalau seperti itu putusannya, kemungkinan, berapa pun partai politik peserta pemilu nanti entah 2029 atau di 2034, itu kan bisa mencalonkan presiden dan wakil presidennya. Kalau seperti itu, pilpres pasti selalu 2 putaran terus,” ungkap dia.

    Menurut Zulfikar, DPR dan pemerintah bakal melakukan rekayasa konstitusional sebagaimana amanat putusan MK untuk mencegah munculnya banyak capres-cawapres menghilangkan substansi demokrasi. Dia menilai rekayasa konstitusional tersebut akan dibahas secara serius oleh pemerintah dan DPR dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat.

    Yang terpenting, kata Zulfikar, sekarang ini adalah perlu adanya kesadaran partai politik untuk merekrut bakal calon pemimpin yang berkualitas ke depannya. Termasuk, tetap memikirkan berkoalisi atau bekerja sama sejak awal dengan parpol lain, meskipun normalnya memberikan ruang untuk mencalonkan paslon masing-masing.

    “Kita berharap pada kedewasaan partai politik kita. Walaupun normanya memberikan ruang yang besar kepada partai politik untuk bisa mengusulkan paslonnya sendiri-sendiri, tetapi partai politik ini punya kesadaran tinggi, karena partai politik yang menentukan konstelasi politik ke depan,” pungkas dia.

    Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20% kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

    “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo saat pembacaan putusan MK atas perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia dkk, di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    MK juga menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    “Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” katanya.

  • Ancang-ancang Revisi UU Pemilu usai MK Hapus Presidential Threshold 20%

    Ancang-ancang Revisi UU Pemilu usai MK Hapus Presidential Threshold 20%

    Bisnis.com, JAKARTA —  Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Said Abdullah akan mendorong putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pedoman untuk merevisi Undang-Undang (UU) Pemilu.

    Adapun, kata Said, amanat atau perintah MK terhadap pembentuk UU ini muncul setelah adanya putusan yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) minimal 20%.

    “Dalam hal ini pemerintah dan DPR untuk mengatur dalam Undang-Undang, agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak, yang berpotensi merusak hakekat Pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat,” katanya saat dikonfirmasi Bisnis, pada Kamis (2/1/2025).

    Dilanjutkan dia, MK dalam pertimbangannya itu pun meminta pembentuk UU untuk melakukan rekayasa konstitusional dengan tetap memperhatikan beberapa hal.

    Pertama, jelasnya, semua partai politik boleh dan berhak mengusulkan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres), pengusulan itu tidak didasarkan pada persentase kursi DPR atau suara sah nasional.

    “Namun pengusulan pasangan capres dan cawapres itu dapat dilakukan gabungan partai, dengan catatan tidak menyebabkan dominasi partai atau gabungan partai yang menyebabkan terbatasnya pasangan capres dan cawapres,” urai Said.

    Kedua, Said menerangkan bahwa MK juga memerintahkan agar pembuat UU dapat melibatkan partisipasi semua pihak, termasuk partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR.

    “Atas pertimbangan dalam putusan amar di atas, tentu kami akan menjadikannya sebagai pedoman nanti dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu antara pemerintah dan DPR,” pungkasnya.

    Senada, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda turut mengamini bahwa pemerintah dan DPR akan menindaklanjuti putusan MK dalam pembentukan norma baru di UU Pemilu terkait dengan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.

    Lebih lanjut, Rifqi memandang bahwa putusan MK ini sebagai babak baru bagi demokrasi konstitusional Indonesia, karena peluang mencalonkan presiden dan wakil presiden bisa lebih terbuka dan diikuti oleh banyak pasangan calon.

    “Apapun itu, MK keputusannya adalah final and binding [mengikat] karena itu kita menghormati dan kita berkewajiban untuk menindaklanjutinya,” pungkasnya.

  • Komisi II DPR akan bahas ketentuan jumlah capres akibat putusan MK

    Komisi II DPR akan bahas ketentuan jumlah capres akibat putusan MK

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan bakal membahas ketentuan jumlah pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden akibat adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan atau “Presidential Treshold”.

    Jangan sampai, kata dia, jumlah pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terlalu banyak akibat putusan tersebut, hingga justru menyebabkan kontraproduktif bagi kualitas demokrasi di Indonesia.

    “Kami memahami keputusan MK itu bersifat final and binding, final dan mengikat. Kami akan membicarakannya dengan pemerintah terkait dengan tindak lanjut putusan MK,” kata Rifqinizamy saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

    Menurut dia, inti dari putusan MK itu berisi dua hal, yaitu mengenai penghapusan “Presidential Treshold” atau ambang batas pencalonan menjadi 0 persen, dan mempersilakan DPR dan Pemerintah untuk membentuk norma baru.

    Dia mengatakan rekayasa konstitusi diperlukan agar norma yang dirancang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait syarat pencalonan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tak menimbulkan liberalisasi demokrasi atas sistem presidensial yang kini terjadi.

    Pembahasan antara DPR dan Pemerintah tentang ketentuan jumlah calon presiden itu akan digelar setelah masa reses di awal tahun 2025. Masa Reses I Tahun Sidang 2024-2025 DPR RI telah dimulai sejak tanggal 6 Desember 2024 hingga berakhir pada 20 Januari 2025.

    Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/12).

    Adapun pasal yang dihapus itu berisi tentang syarat pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi di DPR RI, atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu anggota legislatif (pileg) sebelumnya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pelantikan Kepala Daerah Pilkada 2024 Diundur ke Maret 2025, Ini Alasannya!

    Pelantikan Kepala Daerah Pilkada 2024 Diundur ke Maret 2025, Ini Alasannya!

    Jakarta (beritajatim.com)– Pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 resmi diundur. Awalnya dijadwalkan berlangsung pada Februari 2025, pelantikan tersebut kini dipastikan baru akan dilakukan pada Maret 2025. Penundaan ini disebabkan oleh proses penyelesaian sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

    Alasan Penundaan Pelantikan

    Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi dijadwalkan menyelesaikan seluruh Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada 2024 hingga 13 Maret 2025. Baru setelah itu, MK akan mengeluarkan surat keterangan bahwa tidak ada sengketa yang menghalangi pelantikan kepala daerah terpilih.

    “MK baru akan mengeluarkan seluruh surat yang menyatakan tidak ada sengketa kepada gubernur, wali kota, dan bupati terpilih setelah PHPU selesai di MK,” ungkap Rifqinizamy melansir portal resmi NU Online.

    Ia menambahkan bahwa meskipun terdapat wilayah tanpa sengketa, pelantikan tetap harus menunggu proses penyelesaian di MK selesai. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar Pilkada serentak, di mana pelantikan dilakukan secara bersamaan di seluruh Indonesia.

    Perubahan Jadwal Pelantikan

    Penundaan ini juga melibatkan penetapan ulang jadwal oleh Presiden Prabowo Subianto melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) yang baru. Sebelumnya, pelantikan gubernur dan wakil gubernur terpilih dijadwalkan pada 7 Februari 2025 berdasarkan Perpres Nomor 80 Tahun 2024. Sedangkan pelantikan bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota terpilih dijadwalkan tiga hari setelahnya, yaitu 10 Februari 2025.

    Namun, dengan adanya perubahan ini, jadwal baru pelantikan kepala daerah akan diumumkan dalam waktu dekat. “Bentuknya Perpres, bukan PKPU (Peraturan KPU). Jadi, keputusan ini berada di level Presiden,” jelas Rifqinizamy.

    Penundaan pelantikan ini menjadi langkah strategis untuk memastikan tidak ada konflik hukum yang belum terselesaikan. Meski demikian, masyarakat dan para kepala daerah terpilih di wilayah tanpa sengketa diharapkan dapat bersabar menunggu proses penyelesaian di MK.

    Dengan pelantikan yang serentak, pemerintah berharap dapat menjaga keadilan dan konsistensi dalam pelaksanaan pemerintahan di seluruh Indonesia. Selain itu, keputusan ini menjadi bagian dari upaya menjaga stabilitas politik dan administrasi negara.

    Pengunduran jadwal pelantikan kepala daerah Pilkada 2024 merupakan bagian dari upaya memastikan proses hukum berjalan sesuai aturan. Presiden Prabowo akan segera menetapkan jadwal baru melalui Perpres, dengan pelantikan diperkirakan berlangsung setelah 13 Maret 2025. Masyarakat diimbau untuk terus mengikuti informasi terbaru terkait perkembangan jadwal ini. [aje]