Kementrian Lembaga: Komisi II DPR

  • Antisipasi Caleg ‘Kutu Loncat’, Peneliti Puskapol UI Dorong Partai Evaluasi Perekrutan & Kaderisasi – Halaman all

    Antisipasi Caleg ‘Kutu Loncat’, Peneliti Puskapol UI Dorong Partai Evaluasi Perekrutan & Kaderisasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Delia Wildianti, mendorong partai politik (parpol) mengevaluasi proses rekrutmen calon anggota legislatif (caleg).

    “Sistem rekrutmen kita di dalam sistem proporsional terbuka harus dievaluasi,” kata Delia dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi II DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2025).

    Menurut Delia, dalam beberapa kasus, seorang caleg tiba-tiba mendapatkan nomor urut, padahal bukan kader murni.

    “Nah di sini kami merekomendasikan di dalam proses rekrutmen, kaderisasi, seorang caleg itu harus melewati tahapan-tahapan rekrutmen dan kaderisasi tersebut,” ujarnya.

    Dia menegaskan bahwa proses rekrutmen caleg harus dievaluasi agar tidak ada istilah caleg “kutu loncat”.

    “Sehingga tidak ada istilahnya caleg kutu loncat gitu ya, tiba-tiba caleg masuk di dalam partai politik padahal tidak punya gagasan, tidak punya Ideologi partai, tidak tahu mau mengembangkan seperti apa,” tegas Delia.

    Selain itu, Delia mendorong pentingnya bagi caleg untuk menampilkan riwayat hidupnya di situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

    Menurutnya, hal tersebut penting untuk keterbukaan kepada masyarakat, apalagi sistem proporsional terbuka.

    “Seharusnya selalu ditampilkan karena itu adalah bentuk transparansi calon sepanjang data ditampilkan tidak melanggar data pribadi,” ungkap Delia.

  • Calon ASN 2024 dan Tenaga Non ASN Segera Diangkat

    Calon ASN 2024 dan Tenaga Non ASN Segera Diangkat

    Bisnis.com, JAKARTA–Pemerintah dan Komisi II DPR RI sepakat mempercepat penataan non ASN hingga tuntas menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja alias PPPK.

    Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini mengatakan pengangkatan pegawai non-ASN menjadi PPPK akan dilakukan mulai tahun 2026 sesuai dengan amanat UU No 20 Tahun 2023 tentang ASN.

    “Kami percaya pengadaan CASN itu harus disertai dengan penataan yang terstruktur dan menyeluruh untuk memastikan kualitas birokrasi yang lebih baik,” tutur Rini di Jakarta, Rabu (5/3/2025).

    Selain itu, dia mengatakan pemerintah dan DPR juga telah menyepakati pelaksanaan pengangkatan Calon ASN Tahun 2024. Dia mengemukakan pengangkatan CPNS akan dilakukan mulai bulan Oktober 2025 dan pengangkatan PPPK pada Maret pada tahun berikutnya. 

    “Komisi II DPR meminta Kementerian PANRB dan BKN memastikan tidak ada lagi pengangkatan tenaga non-ASN di instansi pusat maupun instansi daerah sesuai amanat pasal 66 UU No.20 Tahun 2023 tentang Aparat Sipil Negara,” katanya.

    Seperti diketahui, Pemerintah kini tengah menyelenggarakan seleksi CASN di tahun 2024 dengan formasi 248.970 untuk CPNS dan 1.017.111 untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) (Data per Januari 2025). 

    Seleksi CPNS telah dilakukan mulai Agustus 2024, PPPK Tahap 1 mulai September 2024, dan PPPK Tahap 2 pada Januari 2025.

  • Pemerintah dan DPR Sepakati Batas Waktu Penyelesaian Pegawai Non-ASN

    Pemerintah dan DPR Sepakati Batas Waktu Penyelesaian Pegawai Non-ASN

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi II DPR dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyepakati batas waktu penyelesaian pegawai non-ASN. Mereka menyepakati pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada Maret 2026. Sementara calon PNS (CPNS) akan diangkat pada Oktober 2025.

    Kesepakatan ini diambil dalam rapat kerja (raker) Komisi II DPR dengan Kementerian PANRB dan BKN di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2025).

    “Dalam rangka percepatan penataan CPNS dan PPPK untuk formasi 2024, Komisi II DPR meminta kementerian PANRB dan BKN menyelesaikan pengangkatan CPNS pada Oktober 2025 dan pengangkatan PPPK pada Maret 2026,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Bahtra Banong saat membacakan kesimpulan raker tersebut.

    Komisi II DPR, kata Bahtra, juga meminta Kementerian PANRB memastikan proses seleksi CPNS dan PPPK yang akan datang, dilakukan sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dia juga mengingatkan agar Kementerian PANRB dan Kementerian Keuangan memberikan sanksi tegas kepada kepala daerah 2025-2030 yang masih melakukan pengangkatan pegawai non-ASN atau sebutan lain.

    “Komisi II DPR meminta Kementerian PANRB berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk melarang dan memberikan sanksi kepada kepala daerah periode 2025-2030 yang melakukan pengangkatan tenaga non-ASN atau sebutan lain, baik melalui belanja pegawai maupun belanja barang dan jasa,” tandas Politisi Partai Gerindra tersebut.

    Bahtra mengungkapkan, penataan pegawai non-ASN merupakan afirmasi kebijakan terakhir pemerintah. Karena itu, kata dia, Komisi II DPR meminta Kementerian PANRB dan BKN memastikan tidak ada lagi pengangkatan pegawai non-ASN di instansi pusat maupun instansi daerah sebagaimana amanat Pasal 66 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara dan peraturan pelaksanaannya. 

    “Intinya adalah kami di Komisi II DPR berkomitmen untuk terus mengawal agar penataan tenaga non-ASN ini segera selesai,” tegas Bahtra.

    Penataan pegawai non-ASN yang sudah berlangsung sejak 2005 akan diselesaikan secara sistematis. Hal ini untuk memberikan kejelasan dan kepastian bagi mereka yang selama ini berkontribusi besar dalam menjalankan tugas pemerintahan baik di kementerian, lembaga maupun yang ada di daerah di provinsi dan kabupaten/kota.

    Pada kesempatan itu, Menteri PANRB Rini Widyantini mengungkapkan pemerintah berkomitmen untuk mempercepat penataan pegawai non-ASN hingga tuntas. Komitmen tersebut, kata dia, sejalan dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

    “Pemerintah dan DPR komitmen menyelesaikan penataan pegawai non-ASN dengan pendekatan komprehensif. Kami percaya pengadaan CASN harus disertai penataan yang terstruktur dan menyeluruh untuk memastikan kualitas birokrasi yang lebih baik,” kata Rini.

    Pemerintah telah melaksanakan seleksi CASN 2024 dengan formasi 248.970 untuk CPNS dan 1.017.111 untuk PPPK, sesuai data per Januari 2025. Seleksi CPNS dimulai pada Agustus 2024, PPPK tahap 1 pada September 2024, dan PPPK Tahap 2 pada Januari 2025. 

    Pada 2024 lalu, pemerintah menetapkan formasi terbesar untuk PPPK sepanjang sejarah, yang merupakan bagian dari upaya menyelesaikan penataan pegawai non-ASN di berbagai instansi pemerintah.

  • Menpan RB Ungkap Alasan Pengangkatan CASN 2024 Ditunda

    Menpan RB Ungkap Alasan Pengangkatan CASN 2024 Ditunda

    Menpan RB Ungkap Alasan Pengangkatan CASN 2024 Ditunda
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Rini Widyantini mengumumkan penundaan pengangkatan calon aparatur sipil negara (ASN).
    Menurut Rini, hal ini diputuskan usai mencermati hasil pengadaan CASN yang digelar tahun 2024.
    “Dengan mempertimbangkan kebutuhan penataan dan penempatan ASN untuk mendukung program prioritas pembangunan,” ucap Rini dalam rapat bersama Komisi II DPR, Jakarta, Rabu (5/3/2025).
    “Dan menjawab secara tuntas berbagai tantangan yang muncul dalam proses pengadaan CASN, penataan ASN nasional secara menyeluruh,” sambungnya.
    Salah satu alasannya, jadwal pengangkatan disesuaikan karena adanya usulan penundaan seleksi oleh beberapa daerah.
    “Dan adanya usulan penundaan seleksi oleh beberapa daerah,” kata dia.
    Oleh karenanya, Menpan RB mengusulkan penyesuaian jadwal pengangkatan CASN sebagai pegawai.
    Setelah disesuaikan, Menpan RB dan Komisi II DPR memutuskan pengangkatan calon pegawai negeri sipil (PNS) digelar Oktober 2025.
    Sedangkan, pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada Maret 2026.
     
    “Pemerintah mengusulkan dilakukan penyesuaian jadwal pengangkatan CASN sebagai pegawai ASN dengan perkiraan pengangkatan pada akhir 2025 atau di awal 2026,” ungkapnya.
    Di sisi lain, ia akan memastikan semua pelamar yang lolos seleksi ASN akan tetap diangkat.
    “Memastikan bagi pelamar yang telah mengikuti dan dinyatakan lulus seleksi CASN tetap diangkat sebagai pegawai ASN,” katanya.
    Saat dikonfirmasi selepas rapat, Rini mengeklaim pihaknya bukan menunda pengangkatan CASN.
    “Bukan ditunda sebenarnya, tapi mau menyelesaikan supaya semuanya bisa terangkat,” kata Rini singkat.
    Menurut dia, keputusan ini sudah disepakati bersama Komisi II DPR.
    Dia pun membantah alasan penundaan pengangkatan ini dikarenakan efisiensi anggaran.
    “Bukan. Bukan karena efisiensi, kan masih banyak. Nanti kita masih menyelesaikan yang belum mengumumkan dan sebagainya,” ungkap Rini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pakar sebut perlu penataan rekrutmen tenaga penyelenggara pemilu

    Pakar sebut perlu penataan rekrutmen tenaga penyelenggara pemilu

    “Jadi kita perlu cari ke depan penataan kembali, jadi bagaimana kita mendapatkan, merekrut mereka, mendapatkan yang betul-betul profesional, berintegritas dan juga mandiri,”

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) Hadar Nafis Gumay mengatakan diperlukan penataan terkait proses rekrutmen tenaga penyelenggara pemilu guna menjaring tenaga yang profesional dan berintegritas dalam perbaikan sistem pemilu di tanah air.

    “Jadi kita perlu cari ke depan penataan kembali, jadi bagaimana kita mendapatkan, merekrut mereka, mendapatkan yang betul-betul profesional, berintegritas dan juga mandiri,” kata Hadar saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi II DPR RI bersama sejumlah pakar terkait pandangan dan masukan terhadap sistem politik dan sistem pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3).

    Hal itu disampaikannya merespons pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah sebagaimana yang diperintahkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

    “PSU kita di dalam keadaan yang jumlahnya demikian banyak dan sebagian besar itu sebetulnya menunjukkan ketidakberesan penyelenggara pemilunya,” ujarnya.

    Dia lantas berkata, “Itu ada biaya besar yang harus ditanggung, harus digunakan, dan seharusnya ini (PSU) tidak terjadi kalau memang kita punya penyelenggara pemilu yang memang baik.”

    Untuk itu, dia mengatakan agar proses seleksi tenaga penyelenggara pemilu harus dipastikan terbuka, terukur, dan bebas dari kepentingan politik.

    Dia juga memandang penting pula untuk mempertimbangkan tenaga penyelenggara pemilu diisi oleh orang-orang yang memiliki kematangan usia.

    “Kalau mereka adalah orang-orang yang sudah lebih matang, seharusnya mereka dalam bekerja untuk wasit-wasit penyelenggara pemilu itu tidak akan melihat atau memanfaatkan faktor itu,” ucapnya.

    Termasuk, lanjut dia, memastikan kuota 30 persen keterwakilan perempuan ada di setiap level penyelenggara pemilu.

    Selain itu, Hadar menilai perlu mempertimbangkan ulang keberadaan penyelenggara pemilu yang bersifat permanen. Menurut dia, apabila jarak keserentakan pemilu tidak berjauhan maka tidak perlu memiliki penyelenggara pemilu yang permanen di daerah.

    “Jadi itu bisa dikurangi jumlahnya, dan tidak perlu dibuat permanen kalau memang jarak antara satu kelompok pemilu yang serentak dengan satu kelompok pemilu yang lain atau pilkada itu berdekatan,” tuturnya.

    Dia pun menekankan bahwa kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan pemilu akan sangat bergantung pada penyelenggaranya.

    “Bahkan ada banyak yang bilang, sebagian besar atau 50 persen pemilu itu sudah kita bisa dapatkan sebagai satu pemilu yang baik kalau penyelenggaranya itu juga bekerja dengan baik, sesuai dengan aturan yang berlaku,” paparnya.

    Terlebih, ujarnya lagi, Indonesia memiliki lembaga penyelenggara pemilu yang terbilang lengkap, mulai dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hingga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

    “Kita punya penyelenggara yang sangat lengkap, dan itu sangat besar, otoritasnya juga luar biasa besar. Ada KPU, ada Bawaslu, dan ada DKPP, tetapi pertanyaannya kok pemilu kita ini bermasalah terus? Jadi ini sesuatu yang harus kita cari jawabannya. Jangan-jangan memang ada persoalan dari penyelenggaranya,” ucap dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Biaya Pemungutan Suara Ulang dari Mana? Ini Penjelasannya

    Biaya Pemungutan Suara Ulang dari Mana? Ini Penjelasannya

    Jakarta, Beritasatu.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sebanyak 24 daerah harus melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Keputusan ini diambil setelah ditemukan berbagai permasalahan yang dinilai mempengaruhi hasil suara, sehingga proses demokrasi di daerah-daerah tersebut harus diperbaiki demi menjamin keadilan dan transparansi dalam pemilu.  

    Dengan adanya PSU, tentu membutuhkan biaya untuk pelaksanaanya. Lantas, darimana sebenarnya biaya untuk pemungutan suara ulang ini? Dilansir dari berbagai sumber, berikut penjelasannya!

    Dari Mana Biaya Pemungutan Suara Ulang?

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan, bahwa dana untuk PSU berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Namun, dalam keadaan tertentu, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) juga dapat digunakan jika terdapat kebutuhan mendesak.

    Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota Menjadi Undang-Undang. Untuk memastikan kelancaran pendanaan PSU, Komisi II DPR RI juga berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Keuangan.

    Tantangan dalam Penganggaran PSU

    Salah satu kendala utama dalam pelaksanaan PSU adalah potensi keterlambatan dalam penganggaran. Jika hal ini terjadi, maka bisa menjadi penghalang dalam pelaksanaan PSU. 

    Oleh karena itu, pemerintah daerah diharapkan memiliki komitmen yang kuat terhadap keputusan MK dengan memberikan dukungan anggaran, terutama bagi daerah yang memiliki keterbatasan dana. Tanpa dukungan dari pemerintah daerah, PSU tidak akan terlaksana dengan optimal.

    Dalam pelaksanaan Pilkada 2021, pemerintah daerah diminta untuk mengalokasikan dana dalam APBD sesuai dengan permintaan dari penyelenggara dan pihak keamanan. 

    Sebelum menganggarkan dana tambahan, pemda perlu meninjau laporan penggunaan hibah dari Pilkada 2020 untuk mengetahui apakah masih terdapat sisa anggaran yang bisa dimanfaatkan. Jika terdapat sisa dana, maka penyelenggara PSU dapat menggunakannya kembali untuk mengurangi beban anggaran baru.

    Opsi Pendanaan jika Anggaran Tidak Mencukupi

    Apabila pemda belum menganggarkan dana PSU sesuai keputusan MK, maka dana tersebut dapat dialokasikan melalui pos belanja tidak terduga (BTT) dalam APBD. Jika dana dalam pos BTT tidak mencukupi, pemda dapat melakukan perencanaan ulang terhadap program-program lain yang tidak mendesak, seperti perjalanan dinas, biaya rapat, serta pengeluaran lainnya yang tidak bersifat prioritas.

    Selain itu, pemda juga dapat menggunakan kas daerah yang tersedia untuk menutupi kebutuhan PSU. Jika semua sumber ini masih belum mencukupi, langkah terakhir adalah koordinasi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat guna mencari solusi terbaik dalam pendanaan PSU.

    Tantangan Lain dalam Pelaksanaan PSU

    Selain masalah anggaran, pelaksanaan PSU juga menghadapi berbagai tantangan lainnya. Beberapa di antaranya adalah kesiapan logistik, distribusi surat suara, serta koordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) untuk memastikan keamanan dan kelancaran proses pemungutan suara ulang. Oleh karena itu, Komisi II DPR RI meminta KPU untuk memastikan seluruh detail teknis telah dipersiapkan dengan baik agar PSU tidak menimbulkan permasalahan baru.

    Selain itu, partisipasi masyarakat dalam pemungutan suara ulang juga menjadi faktor penting. KPU dan pihak terkait perlu melakukan sosialisasi secara masif agar masyarakat memahami hak dan kewajiban mereka dalam menggunakan hak pilih.

  • Menteri PANRB sebut pengangkatan CPNS jadi Oktober 2025

    Menteri PANRB sebut pengangkatan CPNS jadi Oktober 2025

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini mengatakan bahwa jadwal pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) disesuaikan menjadi Oktober 2025.

    Dia menyebut bahwa hal tersebut bukan penundaan, melainkan agar semua CPNS bisa diangkat secara bersamaan. Menurut dia, hal tersebut mempertimbangkan kebutuhan penataan serta penempatan ASN untuk mendukung program prioritas pembangunan.

    “Kan baru diputuskan barusan, DPR sama pemerintah sudah sepakat untuk semuanya akan diselesaikan. Oktober CPNS,” kata Rini usai rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

    Dia pun memastikan bahwa penyesuaian pengangkatan CPNS itu bukan karena adanya kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah. Karena, kata dia, pihaknya perlu menyelesaikan pengumuman-pengumuman terkait CPNS di berbagai instansi.

    “Memastikan bagi pelamar yang telah mengikuti dan dinyatakan lulus seleksi CASN tetap diangkat sebagai pegawai ASN,” kata dia.

    Dia mengatakan bahwa penyesuaian itu mempertimbangkan untuk menjawab secara tuntas berbagai tantangan yang muncul dalam proses pengadaan CASN hingga penataan ASN nasional secara menyeluruh. Selain itu, ada juga usulan penundaan seleksi oleh beberapa daerah.

    Setelah melewati tahapan pengadaan CASN tahun 2024, dia mencatat ada beberapa hal yang perlu dievaluasi yaitu terkait adanya beberapa instansi yang menunda penyelesaian dan pengadaan CPNS.

    “Yang kedua adalah usulan formasi yang disampaikan pemerintah itu tidak optimal, jadi tidak sesuai dengan data kami,” kata dia.

    Kemudian, kata dia, instansi yang tidak mengusulkan formasi sesuai kualifikasi pendidikan dan jabatan bagi pelamar yang sudah terdata di dalam database BKN.

    Selain itu, ada juga pelamar yang mendaftar pada unit kerja yang tidak sesuai dengan data yang bersangkutan.

    “Sebagaimana telah kami sampaikan bahwa fokus CASN adalah penyelesaian penataan pegawai non-ASN,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Puskapol rekomendasikan pemilu serentak dipisah nasional dan lokal

    Puskapol rekomendasikan pemilu serentak dipisah nasional dan lokal

    Jakarta (ANTARA) – Peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Delia Wildianti merekomendasikan agar pelaksanaan pemilu serentak di Indonesia dipisahkan menjadi pemilu serentak nasional dan pemilu serentak lokal.

    “Kami mempertimbangkan rekomendasi untuk mempertimbangkan solusi alternatif desain keserentakan pemilu dengan mengacu pada putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019, yakni model keserentakan pemilu yang memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal,” kata Delia saat rapat dengar pendapat umum Komisi II DPR RI bersama sejumlah pakar terkait pandangan dan masukan terhadap sistem politik dan sistem pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

    Dia menjelaskan pemisahan itu mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVII/2019 terkait desain pemilihan umum serentak di Indonesia.

    “Putusan MK Nomor 55 ini juga justru memberikan banyak varian yang itu tetap konstitusional, dan ini adalah salah satu varian yang berada di dalam putusan MK tersebut,” ujarnya.

    Delia menjelaskan bahwa pemilu serentak nasional terdiri atas pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, dan DPD RI. Sedangkan pemilu serentak lokal terdiri atas pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

    Menurut Delia, pemisahan pemilu serentak nasional dan pemilu serentak lokal dapat mencapai tujuan yang diharapkan dari esensi penyelenggaraan pemilu secara serentak.

    “Ini juga untuk memperkuat sistem presidensial kita di tingkat nasional dan daerah,” katanya.

    Pada awal rapat, Delia memaparkan bahwa keserentakan pada Pemilu 2024 membawa kekurangan bagi jalannya pelaksanaan pileg karena fokus utama lebih ditujukan pada pilpres.

    “Karena calon tidak hanya berkampanye untuk mereka sendiri, tetapi juga harus mengampanyekan calon presiden. Jadi, ketika bukan bagian dari partai yang berkuasa akan semakin sulit,” paparnya.

    Di sisi lain, dia juga mengatakan bahwa pemilu serentak justru meningkatkan praktik pembelian suara (vote buying) dan politik uang (money politics).

    “Money politics atau biaya politik di Indonesia sangat mahal, pemilu menjadi sangat barbar dan itu dirasakan bukan hanya oleh kami yang melihat, tetapi peserta pemilu justru turut merasakan bagaimana barbarnya, tingginya biaya politik untuk mencalonkan diri. Sebagai caleg kabupaten/kota saja misalnya, Rp5 miliar atau bahkan lebih,” ucap dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • 4
                    
                        Menpan-RB Bantah Pengangkatan CPNS dan PPPK Ditunda, tapi Disesuaikan
                        Nasional

    4 Menpan-RB Bantah Pengangkatan CPNS dan PPPK Ditunda, tapi Disesuaikan Nasional

    Menpan-RB Bantah Pengangkatan CPNS dan PPPK Ditunda, tapi Disesuaikan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (
    Menpan-RB
    )
    Rini Widyantini
    membantah bahwa pengangkatan calon aparatur sipil negara (
    CASN
    ) ditunda.
    Menurut Rini, jadwal pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (
    PPPK
    ) hanya disesuaikan.
    “Bukan ditunda sebenernya tapi mau menyelesaikan supaya bisa semuanya bisa terangkat,” kata Rini usai rapat di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (5/3/2025).
    Rini pun menegaskan bahwa penyesuaian jadwal pengangkatan CASN ini bukan karena efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah.
    “Bukan. Bukan karena efisiensi kan masih banyak, nanti kita masih menyelesaikan yang belum mengumumkan dan sebagainya,” ujarnya.
    Rini lantas menegaskan bahwa keputusan penyesuaian ini sudah disepakati bersama Komisi II DPR RI.
    Pemerintah dan DPR pun akan memastikan pelamar yang telah mengikuti dan dinyatakan lulus seleksi CASN tetap diangkat sebagai pegawai.
    Dalam keputusan rapat, CPNS akan diangkat pada Oktober 2025. Sedangkan PPPK diangkat pada Maret 2026.
    “Iya. Tadi DPR sama kita sudah sepakat. Semuanya akan diangkat yang sudah masuk ya,” kata Rini.
    Dalam paparannya di hadapan Komisi II DPR RI, Rini menjelaskan bahwa alasan penyesuaian pengangkatan dilakukan setelah pihaknya mempertimbangkan hasil pengadaan CASN.
    Salah satunya, lantaran ada daerah yang mengusulkan penundaan seleksi CASN.
    “Kami laporkan rencana tindak lanjut bahwa dengan mempertimbanhkan kebutuhan penataan dan penempatan ASN untuk mendukung program prioritas pembangunan dan menjawab secara tuntas berbagai tantangan yang muncul dalam proses pengadaan CASN, penataan ASN nasional secara menyeluruh, dan adanya usulan penundaan seleksi oleh beberapa daerah,” ujarnya menjelaskan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wamendagri minta pemda laporkan kesiapan anggaran PSU Jumat ini

    Wamendagri minta pemda laporkan kesiapan anggaran PSU Jumat ini

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk meminta pemerintah daerah (pemda) melaporkan kesiapan anggaran pemungutan suara ulang (PSU) ke Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) paling lambat Jumat (7/3) mendatang.

    Hal tersebut disampaikan Ribka saat memimpin Rapat Kesiapan Pendanaan Pilkada pada Daerah yang Melaksanakan PSU secara hybrid dari Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Jakarta, Rabu (5/3). Hasil laporan itu selanjutnya akan dibahas dalam rapat dengan Komisi II DPR RI pada Senin (10/3) mendatang.

    “Dapat kami sampaikan bahwa kami akan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada hari Senin, sehingga pada hari Senin tersebut, semua daerah harus sudah kami dapatkan kepastian tentang penyediaan APBD atau keuangan daerah untuk persiapan PSU. Yang pertama untuk KPU, kemudian yang kedua Bawaslu, ketiga untuk pihak keamanan dalam hal ini TNI-Polri,” kata Ribka dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Adapun daerah yang akan melaksanakan PSU meliputi provinsi, kabupaten, dan kota. Di tingkat provinsi, ada Provinsi Papua.

    Sementara di tingkat kabupaten, ada Kabupaten Siak, Barito Utara, Bengkulu Selatan, Pasaman, Serang, Tasikmalaya, Magetan, Empat Lawang, Kutai Kartanegara, Gorontalo Utara, Bangka Barat, Buru, Mahakam Ulu, Pesawaran, Banggai, Pulau Taliabu, Kepulauan Talaud, Parigi Moutong, Bungo, dan Boven Digoel. Sedangkan di tingkat kota, ada Kota Sabang, Banjarbaru, dan Palopo.

    Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memerintahkan PSU di 24 daerah setelah memutuskan sengketa hasil Pilkada 2024.

    Putusan tersebut diumumkan dalam sidang pleno yang berlangsung pada hari Senin (24/2), dengan seluruh sembilan hakim konstitusi telah menuntaskan pembacaan keputusan atas 40 perkara yang diperiksa secara lanjut.

    Berdasarkan laman resmi Mahkamah Konstitusi RI, dari seluruh perkara tersebut, MK mengabulkan 26 permohonan, menolak 9 perkara, dan tidak menerima 5 perkara lainnya.

    Dengan berakhirnya sidang ini, MK dinyatakan telah menyelesaikan seluruh 310 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah 2024.

    Dari 26 permohonan yang dikabulkan, sebanyak 24 perkara menghasilkan keputusan untuk menggelar PSU. KPU di daerah terkait wajib menjalankan putusan ini sesuai dengan instruksi MK.

    Selain itu, MK juga mengeluarkan dua putusan tambahan. Pertama, pada Perkara Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang berkaitan dengan Kabupaten Puncak Jaya, MK memerintahkan KPU untuk melakukan rekapitulasi ulang hasil suara.

    Kedua, pada Perkara Nomor 274/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait Kabupaten Jayapura, MK menginstruksikan adanya perbaikan penulisan pada keputusan KPU mengenai penetapan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2024.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025