Kementrian Lembaga: Komisi II DPR

  • HGU 190 Tahun IKN Dibatalkan MK, Prabowo Didorong Terbitkan Perppu

    HGU 190 Tahun IKN Dibatalkan MK, Prabowo Didorong Terbitkan Perppu

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf menilai Presiden Prabowo Subianto perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan jangka waktu penggunaan lahan mencapai 190 tahun untuk HGU di Ibu Kota Nusantara (IKN).

    Dia mengatakan bahwa putusan MK itu bersifat final dan mengikat yang berarti harus ada perubahan terhadap Undang-Undang IKN. Namun, kata dia, Perpu diperlukan untuk menyesuaikan pasal-pasal tertentu yang terdapat perubahan sesuai putusan MK.

    “Karena dengan Perppu tidak harus melakukan perubahan undang-undang hanya pasal tertentu yang di-Perppu-kan. Karena untuk merevisi undang-undang membutuhkan proses yang panjang,” kata Dede di Jakarta, Jumat (21/11/2025).

    Dia pun menilai, memang bagaimanapun tidak boleh ada lembaga nonpemerintah yang menguasai lahan sampai terlalu lama. Dia mengatakan penguasaan lahan yang terlalu lama justru bisa diklaim sebagai hak milik.

    “Memang di IKN ini ada tawaran 190 tahun. Itu bisa tiga generasi anak cucu, sama saja menguasai lahan,” katanya.

    Selain itu, dia menilai bahwa penguasaan lahan yang terlalu lama itu bisa menyalahi Undang-Undang Pokok Agraria. Penguasaan lahan yang terlalu lama, kata dia, akan membuat negara menjadi lemah, karena dikuasai pihak ketiga.

    “Banyak kasus kasus serupa seperti lahan perkebunan, kehutanan yang dikuasai terlalu lama dan akhirnya diklaim itu, kan berganti rezim berapa kali tuh 190 tahun,” katanya.

    Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan skema dua siklus pemberian hak atas tanah di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang sebelumnya memungkinkan jangka waktu penggunaan lahan mencapai 190 tahun untuk HGU serta 160 tahun untuk HGB dan hak pakai.

    Putusan tersebut mengabulkan sebagian permohonan perkara Nomor 185/PUU-XXII/2024 yang diajukan Stepanus Febyan Babaro dan Ronggo Warsito, yang menguji konstitusionalitas Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) dalam UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas UU IKN.

    MK menyatakan pengaturan dua siklus jangka waktu HGU, HGB, dan hak pakai tidak sejalan dengan prinsip penguasaan negara atas tanah sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    Dengan putusan ini, pengaturan hak atas tanah di IKN harus kembali mengikuti ketentuan nasional dengan mekanisme evaluasi yang jelas dan terukur.

  • Komisi II DPR Bakal Kaji UU IKN Buntut Putusan MK soal Hak Tanah

    Komisi II DPR Bakal Kaji UU IKN Buntut Putusan MK soal Hak Tanah

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima mengatakan pihaknya akan mengevaluasi seluruh ketentuan terkait IKN Nusantara buntut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan pemberian HGU 190 tahun. Aria Bima mengatakan putusan MK bersifat final dan mengikat.

    “Komisi II akan mengevaluasi kembali bersama Menteri ATR BPN untuk melihat kembali, mengkaji seluruh peraturan yang terkait undang-undang maupun peraturan pemerintah dan peraturan menteri, termasuk Undang-Undang IKN,” kata Aria Bima di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (21/11/2025).

    Aria Bima mengatakan, tak bisa lagi membuat kekhususan masa sewa maupun masa berlaku HGB dan HGU di IKN jika tak memenuhi prasyarat yang ditetapkan MK. Namun, dia menyoroti perlunya kepastian pemberlakuan putusan MK.

    “Intinya jangan sampai terjadi konstruksi antara yang existing maupun yang ke depan. Tentu ada cara-cara mensikapi keputusan Mahkamah Konstitusi itu dengan realitas yang ada, karena realitas itu adalah akibat dari ketentuan undang-undang yang sudah ada,” ujarnya.

    Aria Bima mengatakan langkah penyesuaian aturan harus dilakukan tanpa menimbulkan kepanikan di kalangan investor. Selain itu, juga baik di kalangan swasta maupun BUMN.

    “Karena semua kita persandingkan. Mulai harga gas, labor cost, juga tentang termasuk menyangkut pertanahannya, ini kan kita akan sandingkan,” sambungnya.

    Aria Bima menyebut salah satu opsi yang dapat dikaji dalam menyikapi putusan MK ialah mempertahankan masa berlaku hak seperti sekarang. Namun dengan pola perpanjangan yang mengikuti batasan MK, seperti perpanjangan setiap 30 atau 60 tahun dengan prioritas bagi pemegang hak yang sudah ada.

    Sebagai informasi, MK telah memutuskan pembatalan pada ketentuan pemberian hak atas tanah (HAT) bagi para investor di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (UU IKN).

    Dalam beleid tersebut, awalnya ditetapkan para investasi mendapatkan hak atas tanah berupa Hak Guna Usaha (HGU) hingga 190 tahun dan diberikan melalui dua siklus. Dalam pemberian satu siklus HGU diberikan paling lama 35 tahun, perpanjangan hak paling lama 25 tahun, dan pembaruan hak paling lama 35 tahun.

    “Putusan MK tidak menghambat investasi. Yang dikoreksi adalah durasi hak, bukan kepastian berusaha,” ujar Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, dalam keterangannya, dikutip Minggu (16/11).

    Menurutnya, putusan MK menegaskan pemberian HGU, HGB, dan Hak Pakai di IKN tidak dapat menggunakan skema dua siklus 95 tahun, dan harus kembali mengikuti batasan nasional dengan mekanisme evaluasi yang jelas dan terukur.

    Nusron menilai, ketetapan ini sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 mengenai prinsip penguasaan negara atas sumber daya alam. Ia juga menegaskan, keputusan MK justru memperkuat posisi negara sekaligus memberikan kepastian hukum bagi investasi dan pembangunan IKN.

    Menurutnya, putusan tersebut konsisten dengan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pembangunan IKN yang adil, transparan, modern, dan tetap berlandaskan konstitusi. Seiring dengan keputusan tersebut, proses pemberian HAT yang telah berjalan akan dilanjutkan dengan penyesuaian.

    (amw/gbr)

  • Usung Semangat Kepahlawanan, Bawaslu Jatim Tutup Rangkaian Penguatan Kelembagaan

    Usung Semangat Kepahlawanan, Bawaslu Jatim Tutup Rangkaian Penguatan Kelembagaan

    Surabaya (beritajatim.com) – Bawaslu Jatim resmi menutup rangkaian penguatan kelembagaan bersama Komisi II DPR RI yang dimulai 19 Agustus 2025, pada Kamis, 20 November 2025 di Surabaya.

    Serangkaian penguatan kelembagaan diselenggarakan 40 kali di 38 titik, melibatkan 2.850 peserta, 152 narasumber dari akademisi, pemantau dan penyelenggara pemilu.

    Ketua Bawaslu Jawa Timur, A. Warits menyampaikan bahwa proses
    panjang penguatan kelembagaan merupakan komitmen Bawaslu Jatim untuk terus belajar, memperbaiki tata kelola, dan meningkatkan kapasitas pengawasan di tengah tantangan pemilu yang semakin kompleks.

    “Bawaslu Jawa Timur tidak berhenti belajar dan memperkuat diri. Ini adalah investasi besar untuk kesiapan pengawasan pemilu di masa yang akan datang,” ujarnya.

    Menurut Warits, penguatan kelembagaan terselenggara dengan dukungan penuh Komisi II DPR RI yang telah memberikan ruang dialog, fasilitasi, serta penguatan terkait berbagai aspek regulatif dan kelembagaan. Dukungan tersebut dinilai menjadi bagian penting dalam meningkatkan kualitas kelembagaan Bawaslu Jatim.

    Secara simbolis penguatan kelembagaan dibuka dan ditutup di Surabaya. “Ketika kita bicara penguatan kelembagaan, pada dasarnya kita membicarakan semangat para pahlawan: keberanian berubah, integritas dalam bekerja, dan komitmen memberi yang terbaik bagi bangsa,” ungkapnya.

    Menurut Warits, walau rangkaian penguatan kelembagaan bersama
    Komisi II DPR RI telah selesai, namun penguatan kelembagaan internal akan terus dilakukan.

    Penguatan yang Warits maksud berfokus pada delapan bidang stategis. Antara lain, penguatan tata kelola dan manajemen internal, literasi demokrasi, hubungan dan eksistensi kelembagaan, layanan PPID dan hukum, pengolahan data, akuntabilitas keuangan, modernisasi birokrasi dan peningkatan kinerja kelembagaan.

    “Delapan bidang ini bukan pekerjaan kecil. Ini adalah kerangka besar
    modernisasi Bawaslu Jawa Timur. Dan apabila kedelapan bidang ini terus kita rawat bersama, maka kita bukan saja memperbaiki ‘cara bekerja’, tetapi juga membentuk budaya baru dalam organisasi kita,” tambahnya.

    Lebih jauh, Warits menganalisis bahwa tantangan ke depan semakin kompleks, mulai dari disinformasi dan misinformasi, dinamika kampanye digital, polarisasi politik, hingga penggunaan teknologi baru seperti kecerdasan buatan.

    Oleh sebab itu, penguatan kelembagaan dianggap sebagai fondasi penting menghadapi perubahan-perubahan tersebut.

    “Pengawasan pemilu tidak bisa lagi bertumpu pada mekanisme lama. Kita harus adaptif, berbasis data, dan memiliki SDM yang terlatih dan memperkuat kelembagaan kita,” tegasnya.

    Selain itu, pihaknya berkomitmen mengembangkan literasi politik dan
    demokrasi berbasis catatan peristiwa pemilu. Mengingat bahwa Bawaslu Jatim memiliki kekayaan data berupa jutaan Form A, laporan hasil pengawasan, serta dokumentasi temuan lapangan yang dinilai sangat berharga.

    “Literasi politik yang paling kuat adalah literasi yang berbasis pengalaman nyata. Ketika kita membangun literasi politik berbasis catatan peristiwa pemilu, itu berarti kita menghidupkan kembali pengalaman lapangan. Kita memberikan pengetahuan berbasis data. Kita memberikan pembelajaran yang lebih konkret kepada masyarakat. Dan tentu membantu membangun pemilih yang lebih cerdas serta demokrasi yang lebih sehat,” tambahnya.

    Langkah ini akan memperluas manfaat pengetahuan pemilu tidak hanya bagi lembaga, tetapi juga masyarakat, akademisi, peneliti, dan terutama generasi muda Indonesia.

    “Penguatan kelembagaan bukanlah program temporer. Ini merupakan
    budaya kerja yang harus dirawat setiap hari. Konsistensi, integritas, serta keberanian berinovasi menjadi kunci untuk menjaga kualitas pengawasan di seluruh tingkatan,” pungkasnya. (tok/ian)

  • Kolaborasi DPR, Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya Hasilkan Solusi Terbaik untuk Warga Surabaya

    Kolaborasi DPR, Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya Hasilkan Solusi Terbaik untuk Warga Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak bersyukur persoalan sengketa tanah warga Surabaya yang terblokir BPN karena adanya klaim aset Pertamina akhirnya membuahkan hasil.

    Hal tersebut disampaikan Wagub Emil saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Komisi II DPR RI, Dirut PT Pertamina Simon Aloysius Mantiri dan jajaran Kementerian ATR/BPN, anggota Forum Aspirasi Tanah Warga (FATWA) pada Rabu (19/11/2025).

    “Pak Dirut sampai terharu mendengar perjuangan dari warga selama ini, karena masalah ini muncul sebelum beliau menjabat. Beliau berkomitmen untuk ini semua diklirkan,” kata Wagub Emil.

    “Kami akan koordinasi juga dengan Menko AHY dan Gubernur Khofifah karena beliau memberikan amanah untuk mengawal masalah ini,” imbuhnya.

    Ke depannya, lanjut Emil, akan dilakukan koordinasi bersama Pemkot Surabaya dan pihak Kejaksaan untuk menindaklanjuti solusi cepat agar memberikan kepastian kepada masyarakat.

    “Tinggal proses administrasi tapi bukan berarti tidak ada kepastian. Tadi disepakati adalah menggunakan analisa hukum bukan proses hukum. Ini analisa hukum hanya sebagai telaah,” lanjutnya.

    Untuk itu, Wagub Emil menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah menyukseskan perjuangan warga Surabaya.

    “Alhamdulillah perjuangan bersama Walikota Surabaya Eri Cahyadi dan teman-teman FATWA bisa membawa kabar gembira kepada warga Surabaya yang telah berjuang selama puluhan tahun,” kata Wagub Emil.

    “Yang terpenting adalah urusan warga beres. Insya Allah PT Pertamina akan menyelesaikan masalah ini secepatnya dan warga Surabaya mendapat kabar gembira,” pungkasnya. [tok/suf]

  • Pelepasan Aset Dinilai Jadi Jalan Keluar Sengketa Tanah Eigendom Verponding Surabaya

    Pelepasan Aset Dinilai Jadi Jalan Keluar Sengketa Tanah Eigendom Verponding Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Sengketa kepemilikan tanah warga di tiga kecamatan Surabaya—Dukuh Pakis, Sawahan, dan Wonokromo—yang sejak lama diklaim sebagai aset Eigendom Verponding milik PT Pertamina (Persero), akhirnya mulai menemukan titik terang.

    Komisi II DPR RI memastikan bahwa instrumen penyelesaian paling memungkinkan adalah pelepasan aset melalui Menteri Keuangan (Menkeu), setelah menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Selasa (18/11/2025). Rapat ini melibatkan perwakilan warga, Pemkot Surabaya, dan Kementerian ATR/BPN.

    Pimpinan Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menjelaskan bahwa persoalan Eigendom yang
    berlangsung lebih dari satu dekade ini berdampak pada 12.500 persil tanah warga di lima kelurahan. Warga pemilik sertifikat hak milik maupun mereka yang mengurus hak baru tidak bisa melanjutkan administrasi karena adanya pemblokiran oleh Kantor Pertanahan Kota Surabaya I sejak 2010.

    “Kantor Pertanahan Kota Surabaya I melakukan pemblokiran sejak tahun 2010 dalam hal kepengurusan administrasi pertanahan, sehingga satu, warga yang mempunyai sertifikat hak milik tidak bisa melakukan balik nama dan proses hukum lainnya,” kata Rifqinizamy Karsayuda dalam RDPU yang disiarkan melalui kanal YouTube Komisi II DPR RI, dilihat beritajatim.com, Rabu (19/11/2025).

    Ia menegaskan bahwa penyelesaian ini bersifat mendesak karena menyangkut lebih dari sekadar aspek administratif. “Komisi II DPR RI menilai bahwa sengketa dan konflik pertanahan seperti ini tidak hanya merupakan permasalahan hukum dan permasalahan administrasi semata, tetapi menyangkut wibawa negara menyangkut harga diri kita sebagai negara hukum, menyangkut keadilan sosial serta hak atas tanah dan ruang hidup masyarakat,” urainya.

    Dalam forum tersebut, Komisi II meminta Kementerian ATR/BPN memaparkan duduk perkara dan memberikan rumusan solusi yang paling memungkinkan. Juru Bicara Kementerian ATR/BPN, Dalu Agung Darmawan, menyampaikan bahwa terdapat dua opsi penyelesaian, yakni melalui Undang-Undang (UU) Perbendaharaan Negara atau Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Reforma Agraria.

    Namun, Dalu secara tegas merekomendasikan opsi pertama. Ia menjelaskan bahwa pelepasan aset oleh PT Pertamina (Persero) melalui Menkeu merupakan mekanisme yang paling relevan. “Dilepas. Jadi harus ada pelepasan dari PT Pertamina Persero melalui Menteri Keuangan sesuai Undang-Undang Perbendaharaan,” ucap Dalu.

    Ia juga memastikan bahwa seluruh dokumen warga yang selama ini terhenti prosesnya dapat kembali diproses setelah aset dilepas. “Kami akan melakukan proses-proses selanjutnya,” terang Dalu.

    Dia juga menegaskan, pihaknya bisa memproses keseluruhan dokumen tanah yang jumlahnya mencapai 12.500 persil.

    Kepastian ini disambut baik Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. Ia mengingatkan bahwa warganya telah menempati tanah tersebut sejak 1940 dan rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sehingga sudah sepantasnya hak mereka dipulihkan. Eri juga memastikan Pemkot Surabaya siap mendampingi seluruh warga hingga proses tuntas.

    “Kami siap untuk selalu mendampingi teman-teman. Sehingga nanti apapun yang diwajibkan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) kami akan melakukan pendampingan,” tegasnya.

    RDPU yang dipimpin Rifqinizamy Karsayuda ini turut dihadiri Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir, Sekretaris Jenderal ATR/BPN, Wakil Gubernur Jawa Timur, Wali Kota Surabaya, anggota DPRD Surabaya, Kepala Kanwil BPN Jatim, Kepala Kantor Pertanahan Surabaya I, Staf Khusus Menteri ATR/BPN, serta perwakilan warga yang tergabung dalam Forum Aspirasi Tanah Warga (Fatwa). [rma/beq]

  • Hadiri RDP dan RDPU Sengketa Tanah Surabaya di Senayan, Wagub Emil Tegaskan Pemprov Jatim Siap Kawal Secara Aktif

    Hadiri RDP dan RDPU Sengketa Tanah Surabaya di Senayan, Wagub Emil Tegaskan Pemprov Jatim Siap Kawal Secara Aktif

    Jakarta (beritajatim.com) – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menghadiri agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa (18/11/2025). Rapat ini membahas permasalahan sengketa tanah yang terjadi di Surabaya.

    Hadir dalam kegiatan ini Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir, Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Pudji Prasetijanto Hadi, Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Walikota Surabaya Eri Cahyadi, anggota Komisi II DPR RI dan koordinator umum Forum Aspirasi Tanah Warga (FATWA).

    Dalam kesempatan tersebut, membahas terkait permasalahan pertanahan di Surabaya. Polemik berawal dari sengketa tanah bekas Eigendom Verponding No.1278 antara Pertamina dengan warga pemegang hak yang telah menempati puluhan tahun. Diketahui, PT Pertamina mengklaim 110 Ha sebagai aset berdasarkan dokumen historis (Akta 1961, HOAs 1965).

    Lokasi terdampak berada di empat Kelurahan yakni Dukuh Pakis, Gunung Sari, Pakis dan Sawunggaling yang berada di Kecamatan Dukuh Pakus, Sawahan dan Wonokromo.

    Berdasarkan hasil rapat, Komisi II DPR RI akan melakukan mekanisme non-litigasi bersama Kementerian ATR/BPN, PT Pertamina, Badan Pengelola BUMN dan Kementerian Keuangan RI untuk proses pelepasan aset tanah untuk kemudian diserahkan kepada masyarakat yang telah memanfaatkannya secara sah.

    “Semua anggota rapat sepakat bahawa tanah sengketa ini adalah sah tanah milik warga. Kemudian dari semua pilihan yaitu pelepasan aset 12.500 bidang tanah kepada 100 ribu warga yang sudah berdekade-dekade membayar PBB,” kata Wagub Emil.

    Emil mengapresiasi langkah yang dilakukan Komisi II DPR RI bersama Pemkot Surabaya dalam memperjuangkan keadilan bagi ratusan ribu warga di 4 kecamatan Surabaya tersebut.

    “Tanggal 10 Oktober 2025 kemarin dilakukan Rakor Tim Satgas Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan, itu adalah momen yang sangat penting untuk kami menggelorakan semangat perjuangan seluruh warga agar mendapatkan keadilan terhadap tanah yang mereka tempati turun temurun,” lanjutnya.

    “Kami menganggap bahwa ini tidak kalah pentingnya dengan kasus mafia tanah,” tambahnya.

    Emil menambahkan, ini adalah momentum menegaskan keadilan bagi 100 ribu jiwa dengan sengketa lahan total 12.500 bidang. Itu sebabnya, rapat ini dinilainya sangat penting untuk mengakselerasi dalam koordinasi penyelesaian permasalahan ini.

    “Pemprov Jatim siap mendampingi dan mengawal bersama Pemkot Surabaya secara aktif. Kami bersyukur sekali DPR RI di level pimpinan sangat concern sekali terhadap hal ini. Kami siap mengikuti arahan dari DPR RI,” imbuhnya. [asg/beq]

  • DPR Mulai Matangkan Formula Penyelesaian Tanah Eigendom Verponding untuk 100 Ribu Warga Surabaya

    DPR Mulai Matangkan Formula Penyelesaian Tanah Eigendom Verponding untuk 100 Ribu Warga Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Harapan baru muncul bagi sekitar 100 ribu warga Surabaya yang puluhan tahun tinggal di atas tanah berstatus eigendom verponding (EV). Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI menjadi momentum penting setelah DPR RI, Pemkot Surabaya, dan kementerian terkait mulai membahas formula penyelesaian yang dinilai paling adil bagi semua pihak.

    Wakil Ketua DPRD Surabaya, Arif Fathoni, menyampaikan bahwa perjuangan warga di lima kelurahan dan tiga kecamatan mulai menemukan titik terang berkat kolaborasi warga, Wali Kota Surabaya, dan Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir.

    “Perjuangan warga di lima kelurahan dan tiga kecamatan akhirnya mendapat secercah harapan berkat kolaborasi warga, wali kota, dan Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir,” ujarnya saat dihubungi beritajatim.com, Rabu (19/11/2025).

    Fathoni menjelaskan bahwa DPR RI kembali menggelar pertemuan lanjutan pada siang ini untuk mematangkan hasil RDP sebelumnya. Pertemuan tersebut rencananya mengundang Wakil Ketua DPR RI, Wali Kota Surabaya, pimpinan Komisi II dan Komisi VI, Kementerian ATR/BPN, serta jajaran Pertamina.

    “Nanti jam 13.00 Wakil Ketua DPR RI juga akan mengundang warga, wali kota, pimpinan Komisi II dan VI, Kementerian ATR/BPN, dan Pertamina, guna tindak lanjut RDP kemarin,” katanya.

    Ia berharap proses panjang ini segera menemukan jalan tengah yang tidak merugikan siapa pun. Prinsip kepastian hukum tetap menjadi dasar utama, namun hubungan antarlembaga negara juga harus dijaga.

    “Saya berharap sudah ada formula penyelesaian yang happy ending bagi semua pihak,” ujarnya.

    Salah satu poin penting dalam RDP sebelumnya adalah permintaan Komisi II kepada Kementerian ATR/BPN agar segera menyelesaikan klaim eigendom verponding dan mempercepat proses perolehan hak tanah warga. DPR menekankan pentingnya BPN Surabaya 1 menjalankan seluruh mekanisme tersebut tanpa hambatan administratif.

    “Komisi II meminta Kementerian ATR/BPN menyelesaikan persoalan klaim dan menindaklanjuti proses perolehan hak atas tanah itu,” kata dia.

    Fathoni menambahkan bahwa Adies Kadir dan Wali Kota Surabaya sejak awal menangani persoalan ini dengan prinsip kepemimpinan Jawa menang tanpa ngasorake. Pendekatan ini dianggap penting karena konflik agraria tersebut melibatkan institusi negara yang harus menjaga kehormatan masing-masing.

    “Konflik agraria ini melibatkan sesama institusi pemerintahan, jadi formulanya bagaimana hak warga tidak terhalangi namun Pertamina juga tidak melanggar hukum di masa mendatang,” jelasnya.

    Menurutnya, pengawalan DPR RI membuka lebih banyak opsi penyelesaian yang sistematis dan mampu menghindari sengketa berkepanjangan. Mekanisme legislasi dinilai memberi ruang penyelesaian yang lebih stabil dan komprehensif.

    “Dengan isu ini dibawa ke DPR RI, ada banyak jalan penyelesaian yang husnul khotimah bagi semua pihak,” tambah Fathoni.

    DPRD Surabaya berkomitmen mengawal penuh rekomendasi DPR RI agar tidak berhenti di atas kertas. Fathoni menegaskan bahwa BPN Surabaya 1 harus menjalankan semua keputusan secara menyeluruh demi kepastian hak warga.

    “Kami bersama Pemkot Surabaya akan mengawal agar rekomendasi DPR RI dijalankan penuh oleh BPN Surabaya 1 sehingga hak warga tidak dirugikan,” pungkasnya. [asg/beq]

  • 5
                    
                        Benang Kusut Persoalan PPPK Jadi PNS
                        Nasional

    5 Benang Kusut Persoalan PPPK Jadi PNS Nasional

    Benang Kusut Persoalan PPPK Jadi PNS
    Mahasiswa Magister FIA UI
    TUNTUTAN
    untuk mengangkat tenaga kontrak – dahulu tenaga honorer, saat ini Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) – menjadi tenaga tetap (Pegawai Negeri Sipil) adalah kisah yang tidak ada habisnya dalam birokrasi kita.
    Belakangan, isu ini kembali mencuat tatkala DPR RI membuka wacana peralihan status PPPK menjadi PNS dalam revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 (
    Kompas.com
    , 31/10/25).
    Telah menjadi rahasia umum bahwa mandeknya penyelesaian penataan tenaga honorer berakar dari praktik nepotisme serta politik balas budi dalam proses rekrutmen tenaga non-ASN.
    Fenomena ini sebelumnya juga disinggung oleh Rini Widyantini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR RI (5/3/2025).
    Ia menyampaikan bahwa pegawai non-ASN muncul salah satunya akibat ketidakdisiplinan instansi di dalam rekrutmen terutama karena Pilkada. Kepala daerah cenderung melakukan perekrutan tenaga honorer sebagai imbas dari proses pemenangan Pilkada. Hal ini juga berlaku kepada kementerian/lembaga dalam skala lebih kecil.
    Dalam kesempatan sama, Rini juga menyoroti bahwa “pelarangan rekrutmen tenaga honorer pada peraturan yang lalu tidak dilengkapi dengan sanksi yang kuat”.
    Akibatnya, seperti menimba air dengan ember bocor, meskipun telah dilakukan berbagai upaya penataan dan pengangkatan tenaga honorer secara bertahap menjadi pegawai tetap, praktik rekrutmen tenaga honorer baru terus berulang di waktu yang sama.
    Pemerintah sebenarnya telah berulang kali berupaya menyelesaikan problematika penataan tenaga honorer melalui berbagai kebijakan dan regulasi.
    Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2005 yang mengatur mekanisme pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS secara bertahap.
    Namun, regulasi tersebut belum sepenuhnya mampu menyelesaikan persoalan tenaga honorer sehingga menjadi warisan bagi pemerintahan berikutnya.
    Pada era Jokowi, kebijakan penataan tenaga non-ASN dilakukan melalui UU Nomor 20 Tahun 2023 yang secara tegas, dalam pasal 66, menyatakan bahwa penataan pegawai non-ASN atau sebutan lainnya wajib diselesaikan paling lambat Desember 2024, serta melarang instansi pemerintah untuk mengangkat pegawai non-ASN.
    Sebagai tindak lanjut dari amanat undang-undang tersebut, Kementerian PAN-RB kemudian merumuskan kebijakan rekrutmen PPPK yang diperuntukkan hanya untuk tenaga non-ASN yang telah bekerja di instansi pemerintah.
    Meskipun penataan tenaga non-ASN melalui pengangkatan menjadi PPPK telah terlaksana, kebijakan ini justru memunculkan permasalahan baru di kemudian hari.
    Hal tersebut disebabkan oleh manajemen PPPK yang belum memiliki jenjang karier, jaminan pensiun, serta mekanisme mutasi kerja yang setara dengan PNS.
    Kondisi ini menimbulkan rasa ketidakadilan di kalangan PPPK dan mendorong munculnya tuntutan agar status mereka dapat diubah secara otomatis menjadi PNS.
    Tuntutan tersebut tercermin dalam petisi berjudul “Jadikan PPPK Menjadi PNS Demi Keadilan dan Kepastian Karier” di platform Change.org, yang hingga artikel ini ditulis telah ditandatangani oleh 13.547 orang.
    Berlawanan dengan petisi tersebut, muncul pula “Petisi Tolak Pengalihan PPPK Menjadi PNS di Indonesia” yang sudah sudah memperoleh 12.232 tanda tangan.
    Reformasi birokrasi yang bergulir sejak era reformasi telah melahirkan prinsip
    meritokrasi
    dalam penyelenggaraan manajemen ASN. Namun, tanpa keberanian dan komitmen politik yang kuat, sistem merit hanya akan menjadi jargon kosong.
    Perjalanan panjang kebijakan penataan tenaga honorer yang telah dilakukan sejak 2005, tapi masih menyisakan polemik hingga hari ini, menunjukkan pemerintah belum sepenuhnya mengambil langkah berani.
    Selama ini, pemerintah cenderung memilih solusi jangka pendek guna menghindari gejolak politik, ekonomi, dan sosial.
    Hal ini tampak dari berbagai kebijakan yang justru menurunkan standar kompetensi dalam proses rekrutmen ASN melalui jalur khusus tenaga non-ASN.
    Misalnya, penetapan formasi afirmasi sehingga seleksi hanya menjadi formalitas; peniadaan
    passing grade;
    hingga penerbitan regulasi baru yang berulang untuk melonggarkan aturan.
    Kondisi ini seakan menunjukkan tunduknya kebijakan pemerintah pada jerat kepentingan di balik pengangkatan tenaga non-ASN.
    Padahal, jika pemerintah berkomitmen mewujudkan visi tata kelola pemerintahan kelas dunia, maka dibutuhkan keberanian untuk menerapkan rekrutmen berbasis kompetensi melalui proses seleksi yang objektif dan kompetitif.
    Kita patut mengambil pelajaran dari Vietnam tentang bagaimana mengambil kebijakan yang berani demi tujuan jangka panjang.
    Pada 2025, pemerintah Vietnam melakukan reformasi besar-besaran dengan memangkas sekitar 15–20 persen aparatur negara.
    Menurut Pemerintah Vietnam, badan atau lembaga negara tidak boleh menjadi tempat berlindung yang aman bagi para pejabat yang tidak kompeten. (
    Kompas.id
    , 18/2/2025)
    Restrukturisasi birokrasi besar-besaran tersebut diperkirakan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap ekonomi politik Vietnam. (Nguyen Khac Giang, 2025).
    Meskipun sistem politik Vietnam berbeda dengan Indonesia yang menganut sistem multi-partai, komitmen dan keseriusan pemerintah Vietnam dalam meningkatkan efisiensi pemerintahan serta mengurangi hambatan birokrasi patut menjadi contoh yang layak ditiru, mengingat dampaknya yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
    Pemerintah perlu melakukan kajian komprehensif terhadap keberlanjutan skema PPPK dalam sistem kepegawaian nasional.
    Konsep PPPK yang saat ini dijalankan telah melenceng jauh dari desain awalnya, yang sejatinya dimaksudkan sebagai mekanisme untuk merekrut talenta unggul dari luar pemerintahan melalui sistem kontrak yang fleksibel.
    Momentum revisi UU ASN perlu dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menata kembali manajemen kepegawaian.
    Jika pemerintah ingin mempertahankan keberadaan PPPK dalam kerangka UU ASN, maka diperlukan desain ulang terhadap skema PPPK, terutama dari aspek pengadaannya yang berbasis pada kebutuhan jabatan tertentu yang sesuai dengan karakteristiknya — bukan melalui rekrutmen massal yang menyamaratakan seluruh jabatan dapat diisi oleh PPPK seperti dilakukan saat ini.
    Paling penting, pelaksanaan rekrutmen PPPK harus dikembalikan pada filosofi awal untuk menarik talenta profesional dari luar instansi pemerintah.
    Selanjutnya, untuk memastikan terpenuhinya prinsip keadilan, desain manajemen PPPK yang baru turut memasukkan aspek pemberian jaminan pensiun serta peluang pengembangan karier yang disesuaikan dengan karakteristik kepegawaian PPPK.
    Sebaliknya, apabila pemerintah ingin menerapkan sistem kepegawaian tunggal yang hanya mengenal PNS, maka kebijakan tersebut harus diiringi dengan komitmen dan kedisiplinan tinggi dalam penyelenggaraan seleksi PNS yang berbasis sistem merit.
    Ide mengangkat PPPK menjadi PNS tanpa tes merupakan bentuk pengabaian terhadap sistem merit yang telah dibangun dengan susah payah.
    Pemerintah harus berani mengambil langkah tegas dengan menerapkan standar kompetensi yang jelas, sekaligus memastikan adanya mekanisme seleksi yang dapat menilai secara adil pengalaman berharga PPPK yang selama ini telah berkontribusi terhadap kinerja organisasi.
    Pemerintah dapat mengadaptasi langkah strategis yang telah ditempuh oleh Vietnam dalam upaya memangkas
    red tape
    dan menciptakan birokrasi yang lincah, yakni dengan berani mengurangi pegawai yang tidak memiliki kompetensi atau tidak menunjukkan kinerja memadai.
    Apabila terdapat PPPK yang tidak lulus seleksi, maka pemerintah harus berani mengambil keputusan untuk memberhentikan pegawai tersebut secara profesional, tanpa memandang pengaruh politik yang mungkin mendukungnya.
    Sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi PPPK yang telah lama mengabdi, tapi belum lulus seleksi, guna menghindari gejolak berkepanjangan, pemerintah dapat menyediakan pemberian pesangon yang layak.
    Kebijakan seperti ini jauh lebih menguntungkan dalam jangka panjang dibandingkan mempertahankan pegawai yang tidak memenuhi kriteria maupun standar kompetensi.
    Proses rekrutmen merupakan tahap awal yang menentukan kualitas birokrasi. Pasalnya, manajemen kepegawaian mencakup siklus panjang mulai dari perencanaan kebutuhan, rekrutmen, pengembangan kompetensi, pemberian kompensasi baik finansial maupun nonfinansial, hingga pemenuhan hak atas jaminan pensiun.
    Kesalahan dalam proses rekrutmen akan berdampak fatal – bukan hanya menurunkan kinerja organisasi, tetapi juga membebani anggaran negara yang seharusnya dapat dialokasikan untuk kepentingan publik yang lebih produktif.
    Persis seperti apa yang dikatakan oleh Jim Collins dalam bukunya
    Good to Great
    (2014), orang yang tepat merupakan aset terpenting organisasi.
    Transformasi menuju organisasi yang hebat dimulai dengan upaya mencari dan menempatkan orang yang tepat. Sebab, sisi yang hebat sekalipun akan menjadi sia-sia tanpa kehadiran orang-orang hebat di dalamnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sengketa Lahan Jusuf Kalla, Anggota DPR: Mantan Wapres Saja Jadi Korban, Apalagi Rakyat Kecil

    Sengketa Lahan Jusuf Kalla, Anggota DPR: Mantan Wapres Saja Jadi Korban, Apalagi Rakyat Kecil

    Sengketa Lahan Jusuf Kalla, Anggota DPR: Mantan Wapres Saja Jadi Korban, Apalagi Rakyat Kecil
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota Komisi II DPR Azis Subekti menyoroti sengketa lahan antara PT Hadji Kalla, perusahaan milik Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK), dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, di mana pengadilan memenangkan GMTD.
    Azis mengatakan, kasus
    sengketa tanah
    seluas 16,4 hektar di Makassar itu kembali membuka mata publik bahwa isu
    mafia tanah
    dan carut-marut administrasi pertanahan di masa lalu bukan sekadar isu, tetapi kenyataan pahit yang bisa menimpa siapa saja.
    “Kalau seorang mantan Wakil Presiden saja bisa menjadi korban salah kelola administrasi pertanahan, apalagi rakyat kecil yang tidak punya akses kuasa dan jaringan,” ujar Azis dalam keterangannya, Jumat (14/11/2025).
    Azis menjelaskan, ramainya pemberitaan mafia tanah selama ini menegaskan adanya persoalan serius dalam tata kelola pertanahan, termasuk dugaan keterlibatan oknum-oknum internal di lembaga pertanahan pada masa lalu.
    Menurut dia, penerbitan sertifikat ganda, data yang tumpang tindih, hingga proses administrasi yang tidak transparan telah melahirkan ketidakpastian hukum yang merugikan warga negara serta menggerus kepercayaan publik terhadap negara.
    “Kasus sertifikat ganda yang menimpa Pak
    Jusuf Kalla
    berasal dari produk administrasi lama BPN. Ini bukan kasus tunggal. Data nasional mencatat sedikitnya 11.083 sengketa tanah, 506 konflik, dan 24.120 perkara tanah pada 2024, dengan tingkat penyelesaian baru sekitar 46,88 persen. Sampai bulan Oktober 2025, Kementerian ATR/BPN mencatat 6.015 kasus pertanahan yang diterima dan 50 persen sudah diselesaikan,” ujar Azis.
    Itu artinya, kata Azis, lebih dari separuh masalah pertanahan masih menggantung dan berpotensi menjadi sumber ketidakpastian hukum maupun konflik sosial di masa depan.
    Politikus Partai Gerindra ini menyampaikan, yang lebih memprihatinkan, rakyat kecil justru berada di posisi paling rentan.
    Dia memaparkan bahwa sepanjang 2024, terdapat sekitar 2.161 kasus pertanahan yang melibatkan masyarakat kecil.
    Bila seorang mantan Wapres saja bisa menjadi korban malaadministrasi,brisiko bagi petani, nelayan, dan warga biasa jauh lebih besar.
    “Banyak dari mereka tidak memiliki kemampuan hukum, akses informasi, atau jaringan politik untuk memperjuangkan haknya. Di sinilah negara harus hadir secara aktif, bukan pasif,” kata anggota Pansus Penyelesaian Konflik Agraria DPR itu.
    Azis pun menekankan bahwa kasus sengketa tanah di Makassar yang menyebabkan Jusuf Kalla merasa dirugikan akibat malaadministrasi oknum BPN harus dijadikan pelajaran penting.
    Dia menilai ini adalah momentum untuk membenahi total keterbukaan administrasi dan sistem pemberian hak atas tanah, dari hulu hingga hilir.
    “Tidak boleh lagi ada ruang abu-abu yang memungkinkan terjadinya sertifikat ganda, manipulasi data, maupun praktik percaloan yang merugikan warga negara,” kata Azis.
    Azis mendesak Kementerian ATR/BPN perlu membuka ruang seluas-luasnya bagi penanganan kasus serupa yang melibatkan rakyat kecil.
    “Negara harus hadir, bukan hanya dengan menyelesaikan kasus besar yang menjadi sorotan media, tetapi juga dengan menuntaskan ribuan kasus senyap yang menjerat rakyat kecil di berbagai daerah,” ucap Azis.
    Azis pun mendukung penuh langkah tegas Menteri ATR/BPN Nusron Wahid untuk membersihkan institusi dari oknum yang bermain dalam urusan tanah dan mempercepat reformasi sistem administrasi pertanahan.
    Menurut dia digitalisasi data, transparansi proses pelayanan, mekanisme pengawasan yang kuat, serta akses informasi yang mudah bagi publik harus dipercepat.
    “Kasus yang menimpa Pak Jusuf Kalla ini harus menjadi titik balik. Negara tidak boleh kalah oleh mafia tanah. Tanah di Indonesia harus kembali pada fungsi mulianya: memberi kepastian hidup yang adil bagi seluruh rakyat, dari tokoh bangsa hingga rakyat paling kecil sekalipun,” imbuhnya.
    Sebelumnya, JK meluapkan kekesalannya atas sengketa lahan antara Hadji Kalla dengan Gowa Makassar Tourism Development (GMTD).
    Ia menuding ada praktik mafia tanah dalam kasus tersebut.
    JK menilai, eksekusi lahan oleh Pengadilan Negeri (PN) Makassar yang dilakukan dua hari sebelumnya tidak sah secara hukum.
    Pernyataan itu disampaikan langsung oleh JK saat meninjau lokasi sengketa di Jalan Metro Tanjung Bunga, Tamalate, Makassar, pada Rabu (5/11/2025) pagi.
    Menurut JK, lahan seluas 16,4 hektar tersebut telah dimiliki Hadji Kalla sejak tahun 1993.
    Namun, pengadilan justru memenangkan pihak GMTD.
    “Kalau begini, nanti seluruh kota (Makassar) dia akan mainkan seperti itu, merampok seperti itu. Kalau Hadji Kalla saja dia mau main-main, apalagi yang lain,” kata JK.
    “Padahal, ini tanah saya sendiri yang beli dari Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa. Ini kan dulu masuk Gowa ini. Sekarang masuk Makassar,” sambung dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemarin, rangkap jabatan Polri hingga sengketa pertanahan daerah

    Kemarin, rangkap jabatan Polri hingga sengketa pertanahan daerah

    Jakarta (ANTARA) – Beragam berita hukum telah diwartakan Kantor Berita Antara. Berikut kami rangkum lima berita politik terpopuler kemarin yang layak dibaca kembali sebagai sumber informasi untuk mengawali pagi Anda.

    Dasco: DPR segera kaji putusan MK soal Polri mundur dari jabatan sipil

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa DPR RI segera mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal anggota Polri yang harus mundur atau pensiun dini jika ingin duduk di jabatan sipil.

    Secara pribadi, dia mengatakan baru akan mempelajari putusan tersebut. Secara kebetulan, dia pun bertemu dengan Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej di kompleks parlemen.

    “Saya baru mau pelajari, kebetulan ada Wakil Menteri Hukum. Jadi, secara jelasnya di pertimbangan dan lain-lain kita masih pelajari,” kata Dasco di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Selengkapnya klik di sini.

    Pemkot Surabaya terima penyerahan aset waduk senilai Rp176 miliar

    Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerima penyerahan aset berupa waduk seluas 21.832 meter persegi dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur senilai Rp176 miliar di Surabaya, Kamis.

    Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di Surabaya mengatakan selama bertahun-tahun waduk yang berada di depan Kampus UNESA, Lidah Wetan itu, tidak bisa dikelola oleh Pemkot Surabaya karena status kepemilikannya dikuasai pihak lain.

    “Yang namanya waduk yang bertahun-tahun tidak bisa kita apa-apakan karena ini menjadi milik orang lain. Alhamdulillah berkat Kejaksaan Tinggi Jawa Timur maka waduk ini menjadi milik Pemerintah Kota Surabaya kembali,” ujar Wali Kota Eri Cahyadi.

    Selengkapnya klik di sini.

    Komisi III DPR setujui RUU KUHAP rampung dibawa ke rapat paripurna

    Komisi III DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah rampung dibahas untuk dibawa ke tingkat rapat paripurna.

    “Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah apakah naskah RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II yaitu pengambilan keputusan atas RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang akan dijadwalkan pada rapat paripurna DPR RI terdekat, setuju?,” kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang dijawab setuju oleh para Anggota DPR RI yang hadir di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Selengkapnya klik di sini.

    Komisi II DPR apresiasi langkah Presiden rehabilitasi guru di Luwu Utara

    Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Indrajaya, mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto atas keputusan merehabilitasi dua guru SMA di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Abdul Muis dan Rasnal yang sebelumnya diberhentikan dari status Aparatur Sipil Negara (ASN).

    “Presiden telah menunjukkan keberpihakannya kepada para guru yang bekerja dengan tulus demi kemajuan pendidikan bangsa,” ujar Indrajaya dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis

    Selengkapnya klik di sini.

    Kemendagri fasilitasi daerah tangani sengketa dan konflik pertanahan

    Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan memfasilitasi pemerintah daerah (Pemda) dalam penyelesaian permasalahan dan sengketa pertanahan.

    Direktur Kawasan, Perkotaan, dan Batas Negara Ditjen Bina Adwil Amran mengatakan Kemendagri berperan memfasilitasi penyelesaian permasalahan tersebut, sementara upaya penyelesaiannya menjadi kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

    “Perlu diingat bahwa kami bukan yang menyelesaikan permasalahan (pertanahan), tetapi yang memfasilitasi, sama juga dengan teman-teman pemerintah daerah,” kata Amran dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Selengkapnya klik di sini.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.