Kementrian Lembaga: Komisi II DPR

  • Kemenkeu jamin dukungan pendanaan untuk DOB Papua

    Kemenkeu jamin dukungan pendanaan untuk DOB Papua

    Dana Otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) untuk seluruh DOB Papua pada periode 2023 hingga 2025 mencapai Rp22,4 triliun

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan menjamin dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendanaan pembangunan daerah otonomi baru (DOB) di wilayah Papua, baik melalui belanja kementerian/lembaga (K/L) maupun transfer ke daerah (TKD).

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam Raker Panja Komisi II DPR RI di Jakarta, Rabu, mengatakan pelaksanaan DOB dalam tiga tahun terakhir telah berdampak pada pembangunan jalan dan jembatan, fasilitas pendidikan dan kesehatan, hingga program pemberdayaan ekonomi masyarakat.

    Untuk tahun anggaran 2024, alokasi Belanja K/L bagi infrastruktur pemerintahan DOB disalurkan melalui DIPA Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp1,28 triliun.

    Sedangkan total TKD yang mencakup Dana Otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) untuk seluruh DOB Papua pada periode 2023 hingga 2025 mencapai Rp22,4 triliun.

    Anggito menyebut dukungan pendanaan terhadap DOB Papua disusun dengan mempertimbangkan indikator luas wilayah, jumlah penduduk, kondisi sosial, fiskal, ekonomi, serta kebutuhan infrastruktur.

    Pemerintah pun terus melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap dukungan pendanaan DOB, termasuk aspek penyaluran dan efektivitas anggaran.

    “Pemerintah dan khususnya Bapak Presiden Prabowo Subianto dan kabinet, ingin melakukan suatu perbaikan, baik itu anggaran K/L maupun anggaran TKD,” ujar dia.

    Wamenkeu Anggito menyatakan pemerintah telah merumuskan sejumlah langkah perbaikan yang melibatkan koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk mengelola Dana Otsus di empat DOB Papua.

    Melalui langkah pembinaan, pendampingan teknis, dan penguatan sistem informasi pengelolaan Dana Otsus yang terintegrasi dan berbasis interoperabilitas, pemerintah berharap tata kelola semakin prudent, transparan dan cepat.

    Dengan demikian, pemanfaatan Dana Otsus diharapkan dapat lebih optimal dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Papua di wilayah DOB.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pulau Dijual di Situs Internasional, Nusron: Ini Bukan Sekadar Ulah Orang Iseng

    Pulau Dijual di Situs Internasional, Nusron: Ini Bukan Sekadar Ulah Orang Iseng

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengaku heran dengan empat pulau di Kabupaten Kepulauan Anambas yang dijual di situs properti internasional.

    Keheranannya ini dia beberkan langsung dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi II DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selas kemarin.

    “Saya pakai logika sederhana. Yang berhak menjual itu adalah yang mempunyai barang. Loh ini yang punya barang ini gak menjual. Kok ada? Isu jual-beli ini, ini aneh menurut saya,” bebernya.

    Oleh karena itu, politisi Golkar ini menyebut Kementeriannya sangat berhati-hati dalam menyikapi kasus ini. Bahkan, menurutnya, kasus ini tidak terpisahkan dengan konteks geopolitik.

    “Karena dilalah kok yang ditawarkan kok adalah kawasan-kawasan yang ‘krusial’. Contohnya Anambas ini berdempetan dengan Laut Cina. Kemudian Pulau Sumbawa berdempetan dengan Australia, dan sebagainya,” ucap dia.

    Sebab itu, dalam konteks ini Nusron memandang pihak yang menawarkan empat pulau di Anambas itu bukan sekadar orang iseng, terlebih platform online-nya berada di luar negeri.

    “Ini saya yakin dalam konteks ini tidak sekadar orang iseng atau orang yang main-main di dalam online itu, karena ini adalah online yang ada di luar negeri. Saya yakin ini tentunya ada kaitan geopolitik. Yang itu tidak mungkin bisa saya sampaikan di sini,” tuturnya.

    Adapun, dalam paparannya juga Nusron berujar bahwa sudah terbit Perda Kabupaten Kepulauan Anambas Nomor 3 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2023–2043. 

    Keempat pulau di Anambas itu yakni Pulau Ritan, Pulau Tokongsendok, Pulau Mala, dan Pulau Nako masuk dalam kawasan pariwisata.

    “Jadi kalau masuk kawasan pariwisata, ini sebetulnya masuknya di APL, bukan masuk di hutan. Dan yang satu pulau sudah ada sertifikatnya lengkap, yang lainnya belum lengkap,” pungkasnya.

  • Nusron Wahid Sebut Ada Pulau-pulau Kecil di Bali dan NTB Dikuasai Warga Asing – Page 3

    Nusron Wahid Sebut Ada Pulau-pulau Kecil di Bali dan NTB Dikuasai Warga Asing – Page 3

    Selain itu, Nusron Wahid mengatakan, sebanyak 15.977 pulau kecil di Indonesia belum bersertifikat. Namun, 1.349 pulau kecil lainnya telah memiliki sertifikat.

    “Data pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil yang sudah bersertifikat ada 1.349 atau 7,77 persen. Pulau (kecil) yang belum bersertifikat ada 15.977 atau 92,12 persen,” kata Nusron dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/7).

    “Pulau yang belum teridentifikasi masih ada 17 pulau,” sambungnya.

    Nusron Wahid menyebut, sebanyak 7.413 atau 42,65 persen pulau termasuk dalam kawasan hutan. Lalu, sebanyak 9.007 atau 51,8 persen pulau akan masuk dalam rencana tata ruang.

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 juncto UU Nomor 1 Tahun 2024, disebutnya pulau kecil ialah pulau yang memiliki luas kurang dari 2.000 km persegi beserta kesatuan ekosistemnya. Sedangkan, kata dia, pulau besar memiliki luas lebih dari 2.000 km persegi.

    “Jumlah pulau kecil di Indonesia ada 17.343 atau 99,78 persen. Pulau kecil terluar ada 111 pulau tersebar pada 22 provinsi. 87 pulau sudah ada bidang tanah yang terdaftar. 24 pulau belum ada bidang tanah yang terdaftar,” kata Nusron.

    Nusron menjelaskan, terdapat dua kemungkinan jika pulau-pulau belum memiliki bidang tanah terdaftar. Di antaranya, bersangkutan masuk kawasan hutan dan area penggunaan lain (APL).

    “Kemungkinan pertama adalah yang bersangkutan masuk kawasan hutan, sehingga memang tidak mungkin untuk bisa disertifikatkan karena rezimnya ada di rezim kehutanan,” ujar Nusron.

    “Kemudian kalau dia itu APL, belum ada yang menguasai. Berarti tanah tersebut masih tanah negara bebas, tergantung pada siapa isu kepemilikan,” pungkasnya.

     

    Reporter: Nur Habibie

    Sumber: Merdeka.com

  • Raker dengan DPR RI, Menteri Rini Jelaskan FWA ASN: Dilakukan Sesuai Kesiapan dan Kebutuhan Organisasi

    Raker dengan DPR RI, Menteri Rini Jelaskan FWA ASN: Dilakukan Sesuai Kesiapan dan Kebutuhan Organisasi

    Raker dengan DPR RI, Menteri Rini Jelaskan FWA ASN: Dilakukan Sesuai Kesiapan dan Kebutuhan Organisasi
    Penulis
    KOMPAS.com
    – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2023 tentang Hari dan Jam Kerja
    ASN
    mengatur bahwa aparatur sipil negara (ASN) dapat melaksanakan tugas secara fleksibel, baik dari sisi lokasi maupun waktu.
    Menindaklanjuti amanat tersebut, terbit Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan ASN Secara Fleksibel di Instansi Pemerintah.
    Peraturan itu menjadi pedoman teknis untuk mempermudah instansi pemerintah dalam menerapkan
    fleksibilitas kerja
    secara terukur, berbasis kinerja, dan tetap menjaga kualitas pelayanan publik.
    Hal tersebut disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)
    Rini Widyantini
    dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Senin (30/6/2025).

    Fleksibilitas kerja
    bersifat opsional, bukan kewajiban. Fleksibilitas dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan kesiapan teknologi informasi,” jelas Rini melalui siaran persnya, Selasa (1/7/2025).
    Rini menjelaskan, penyusunan Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025 telah melalui proses panjang, termasuk survei dan uji coba di beberapa instansi serta diskusi lintas kementerian.
    Studi yang pernah dilakukan pakar pada 2020 menunjukkan bahwa fleksibilitas kerja membantu meningkatkan kepuasan kerja, menurunkan stres, dan berdampak positif pada pencapaian tujuan organisasi.
    Sebelum terbitnya Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025, fleksibilitas kerja ASN telah diterapkan dalam kondisi khusus seperti pandemi Covid-19, arus mudik, dan kegiatan kenegaraan.
    Pascapandemi, fleksibilitas kerja ASN tetap diterapkan di berbagai instansi seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan pemerintah daerah dengan skema
    work from office
    (WFO),
    work from home
    (WFH),
    co-working space
    , dan
    shift
    kerja.
    Pelayanan publik
    tetap berjalan, terutama pada unit layanan 24 jam seperti rumah sakit dan pemadam kebakaran.
    “Penerapan fleksibilitas kerja dilakukan secara efektif dengan kriteria, pengawasan, dan dukungan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang memadai,” tutur Rini.
    Fleksibilitas kerja mencakup fleksibilitas lokasi kerja dan/atau fleksibilitas waktu kerja. Penerapannya tidak dapat diberikan kepada semua tugas atau semua pegawai secara serta-merta, melainkan harus memenuhi kriteria yang jelas.
    Fleksibilitas kerja juga bukan berarti memberikan kelonggaran kepada ASN untuk bekerja dengan santai.
    Pengawasan dan penilaian ketat serta terukur tetap dilakukan bagi pegawai yang menjalankan fleksibilitas kerja.
    “Karena itu, peran pimpinan dan dukungan teknologi informasi menjadi kunci agar pelaksanaan berjalan efektif dan terukur,” ujar Rini.
    Tujuan utama fleksibilitas kerja adalah meningkatkan kinerja organisasi dan individu tanpa mengurangi kualitas pelayanan publik.
    Oleh karena itu,
    Kementerian PANRB
    terus memantau dan mengevaluasi kinerja pelayanan publik, akuntabilitas instansi, dan kepuasan masyarakat sebagai bagian dari penilaian reformasi birokrasi.
    Selain terkait fleksibilitas kerja ASN, dalam raker dan RDP dengan Komisi II DPR RI, Rini juga memaparkan kebijakan pengadaan CASN serta pola karier ASN.
    “Kami percaya sinergi dan kemitraan antara Kementerian PANRB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Komisi II DPR RI merupakan kunci penting untuk memastikan kebijakan pengelolaan ASN dapat dilaksanakan secara objektif, transparan, dan berbasis sistem merit,” imbuh Rini.
    Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima mendukung fleksibilitas kerja ASN melalui kebijakan
    flexible working arrangement
    (
    FWA
    ) sebagai bagian dari reformasi birokrasi.
    Namun, penerapan FWA ASN harus dilakukan dengan syarat tidak menurunkan kualitas
    pelayanan publik
    dan disertai mekanisme pemantauan kinerja yang terukur.
    “FWA ini penting dan revolusioner, tetapi bukan hal yang mutlak bagi kawan-kawan ASN. FWA adalah bentuk penghargaan kepada ASN yang selama ini sudah bekerja dengan baik atas kinerja dan profesionalitas mereka di lingkup kerjanya masing-masing,” pungkas Aria. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemarin, Prabowo resmikan Wisma Danantara hingga rapat soal geopolitik

    Kemarin, Prabowo resmikan Wisma Danantara hingga rapat soal geopolitik

    Jakarta (ANTARA) – Beragam peristiwa politik terjadi di Indonesia, Senin (30/6), mulai dari Presiden Prabowo Subianto meresmikan Wisma Danantara hingga Komisi I DPR RI mengadakan rapat kerja dengan Menteri Luar Negeri Sugiono guna membahas kondisi konflik geopolitik saat ini.

    Berikut ini lima berita politik menarik pilihan ANTARA.

    1. Diresmikan Prabowo, Wisma Danantara jadi “rumah” pengelolaan investasi

    Presiden Prabowo Subianto meresmikan Wisma Danantara Indonesia di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Senin, menjadikan gedung tersebut sebagai “rumah besar” pengelolaan investasi negara.

    Sebagaimana keterangan yang diterima, Senin, peresmian tersebut digelar secara sederhana, menandai babak baru kiprah Danantara Indonesia sebagai Lembaga Pengelola Investasi Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025.

    Selengkapnya baca di sini.

    2. Komisi I DPR dan Menteri Luar Negeri bahas konflik geopolitik

    Komisi I DPR RI mengadakan rapat kerja dengan Menteri Luar Negeri Sugiono guna membahas kondisi konflik geopolitik yang akhir-akhir ini memanas serta upaya perlindungan dan pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) di daerah rawan konflik.

    Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono mengatakan bahwa pembahasan itu sangat krusial dan bisa berdampak langsung kepada kepentingan nasional dan keselamatan jutaan rakyat Indonesia.

    Selengkapnya baca di sini.

    3. Komisi II DPR bahas tata kelola birokrasi dengan sejumlah mitra kerja

    Komisi II DPR RI menggelar rapat yang membahas tiga hal penting terkait tata kelola birokrasi di Indonesia dengan sejumlah mitra kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

    Rapat tersebut dilangsungkan Komisi II DPR RI bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini; Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Zudan Arif Fakrulloh; Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik; hingga para kepala daerah yang mengikuti rapat secara daring.

    Selengkapnya baca di sini.

    4. Ketua Komisi II DPR nilai putusan MK soal pemilu dipisah kontradiktif

    Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memisahkan model pemilu, antara pemilu nasional dan pemilu lokal bersifat kontradiktif dengan putusan sebelumnya.

    “Putusan MK ini kita bandingkan dengan putusan MK sebelumnya terkesan kontradiktif, karena sebelumnya pada 2019 MK memberikan putusan yang dalam pertimbangan hukumnya, memberikan guidance kepada pembentuk undang-undang untuk memilih satu dari enam model keserentakan pemilu,” kata Rifqinizamy di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Selengkapnya baca di sini.

    5. Kepala PCO: Penulisan sejarah tak mungkin rangkum semua kejadian

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menilai penulisan sejarah Indonesia, yang saat ini berjalan, tidak mungkin merangkum seluruh kejadian.

    Dia beralasan ada sejumlah pertimbangan yang menjadi dasar para sejarawan untuk memilih peristiwa-peristiwa tertentu masuk dalam kompendium buku sejarah nasional.

    Selengkapnya baca di sini.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pernyataan Lengkap NasDem Sebut MK Langgar UUD “45 karena Pisahkan Pemilu

    Pernyataan Lengkap NasDem Sebut MK Langgar UUD “45 karena Pisahkan Pemilu

    Pernyataan Lengkap NasDem Sebut MK Langgar UUD 45 karena Pisahkan Pemilu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai
    Nasdem
    menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (
    MK
    ) terkait
    pemisahan pemilu
    adalah melanggar konstitusi serta mencuri kedaulatan rakyat. Begini pernyataan lengkap
    NasDem
    .
    Pernyataan sikap partai ini disampaikan di Nasdem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025) malam.
    Pernyataan sikap ini disampaikan oleh Anggota Majelis Tinggi
    Partai Nasdem
    Lestari Moerdijat, yang disaksikan oleh sejumlah kader Nasdem.
    Adapun kader-kader yang hadir meliputi Ketua Fraksi NasDem DPR Victor Laiskodat, Ketua Fraksi NasDem MPR Robert Rouw, hingga Ketua Dewan Pakar NasDem Peter F Gontha.
    Ada pula Ketua Komisi II DPR RI yang merupakan kader Nasdem, Rifqinizamy Karyasuda.
    DPP Partai Nasdem menilai putusan tersebut
    inkonstitusional
    sehingga mencuri kedaulatan masyarakat.

    Nasdem pun beranggapan bahwa
    putusan MK
    seolah mengambil tanah legislasi.
    “Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyangkut pemisahan skema pemilihan umum, Dewan Pimpinan Pusat
    Partai NasDem
    menyampaikan bahwa terdapat problematik ketatanegaraan yang dapat menimbulkan ketidakpastian bernegara,” kata Lestari memulai pernyataan sikap.
    Berikut adalah 10 poin yang disampaikan Lestari Moerdijat mewakili DPP Partai NasDem:
    1. Kewenangan MK dalam UUD NRI 1945 Pasal 24C Ayat (1) menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”
    2. Pelaksanaan putusan MK dapat mengakibatkan krisis konstitusional bahkan deadlock konstitutional. Sebab, apabila putusan MK dilaksanakan justru dapat mengakibatkan pelanggaran konstitusi. Pasal 22E UUD NRI 1945 menyatakan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali [ayat (1)]. Kemudian, pemilu (sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut) diselenggarakan untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD [ayat (2)]. Dengan demikian, ketika setelah 5 tahun periode DPRD tidak dilakukan pemilu DPRD maka terjadi pelanggaran konstitusional.
    3. MK memasuki dan mengambil kewenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah). MK telah menjadi negative legislator sendiri yang bukan kewenangannya dalam sistem hukum yang demokratis dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi.
    4. MK melanggar prinsip kepastian hukum, yakni prinsip hukum yang tidak mudah berubah, bahwa putusan hakim harus konsisten. Dari sini jelas menegaskan pentingnya kepastian hukum dan stabilitas dalam sistem hukum, dan putusan hakim yang tidak konsisten dan berubah-ubah dapat menyebabkan ketidakpastian dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum; ini sebagai moralitas internal dari sistem hukum.
    5. Pemisahan skema pemilihan Presiden, DPR RI, DPD RI dengan Kepala Daerah dan DPRD adalah melanggar UUD NRI 1945 dan karenanya putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan putusan inkonstitusional. Hal ini bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali. Perlu untuk dipahami bahwa pemilihan anggota DPRD dan Kepala Daerah merupakan bagian dari rezim pemilu. Penegasan DPRD sebagai rezim pemilu dijelaskan dalam Pasal 22E UUD NRI 1945, sedangkan pilkada sebagai rezim pemilu ditegaskan dalam Putusan MK 95/2022, sehingga secara konstitusional, pemilu harus dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda.
    6. MK, dalam kapasitas sebagai guardian of constitution, tidak diberikan kewenangan untuk mengubah norma dalam UUD, sehingga putusan MK terkait pergeseran pemilihan kepala daerah dan DPRD melampaui masa pemilihan 5 tahun adalah inkonstitusional dan bertentangan dengan Pasal 22B UUD NRI 1945.
    7. Bahwa perpanjangan masa jabatan anggota DPRD setelah selesai periode 5 tahun, akan menempatkan para anggota DPRD tersebut bertugas dan menjabat tanpa landasan demokratis, padahal jabatan anggota DPRD adalah jabatan politis yang hanya dapat dijalankan berdasarkan hasil pemilu sebagaimana Pasal 22E UUD NRI 1945. Artinya, berdasarkan konstitusi, tidak ada jalan lain selain pemilu yang dapat memberikan legitimasi seseorang menjadi anggota DPRD. Menjalankan tugas perwakilan rakyat tanpa mendapatkan legitimasi dari rakyat melalui pemilu adalah inkonstitusional.
    8. Perubahan sistem pemilu berdasarkan putusan MK yang mengambil posisi positive legislator ini harus dirunut sejak putusan MK yang memerintahkan pilpres dan pileg serentak, yang pertimbangannya bukan didasarkan tafsir konstitusional yang berdasarkan risalah pembahasan terkait pelaksanaan pemilu dengan 5 kotak, termasuk kotak DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Namun, dalam putusan MK kali ini, MK menegasikan pertimbangan pemilu 5 kotak yang didasarkan pada tafsir konstitusionalitas MK sendiri, dengan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah. Oleh karena itu, krisis konstitusional ini harus dicarikan jalan keluarnya agar semua kembali kepada ketaatan konstitusi, di mana konstitusi memerintahkan pemilu (pileg dan pilpres) dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, tanpa ada perintah sistem pemilu seperti apa yang harus dijalankan, sehingga pilihan sistem penyelenggaraan pemilu harus kembali menjadi open legal policy sesuai yang dimaksudkan oleh konstitusi itu sendiri.
    9. MK tunduk pada batas kebebasan kekuasaan kehakiman dan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan norma baru, apalagi membuat putusan mengubah norma konstitusi UUD NRI 1945. Dengan keputusan ini, MK sedang melakukan pencurian kedaulatan rakyat.
    10. Partai NasDem mendesak DPR RI untuk meminta penjelasan MK dan menertibkan cara MK memahami norma Konstitusi dalam mengekspresikan sikap kenegarawanannya yang melekat pada diri para hakimnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MK Putuskan Pemilu Nasional Dipisah dengan Daerah, Rifqi Nilai Ada yang Kontradiktif

    MK Putuskan Pemilu Nasional Dipisah dengan Daerah, Rifqi Nilai Ada yang Kontradiktif

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pelaksaan pemilu nasional dan pemilu daerah dipisahkan, terus menuai perbincangan menarik dari berbagai kalangan.

    Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda atau Rifqi menyebut, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 135/PUU-XXII/2024 sebenarnya kontradiktif dengan ketetapan yang pernah dibuat lembaga tersebut.

    “Saya kira putusan MK itu juga kalau dibandingkan dengan putusan MK sebelumnya terkesan kontradiktif,” kata Rifqi menjawab pertanyaan awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/6).

    Ketua DPP NasDem itu mengatakan putusan nomor 135 bertolak belakang dengan ketetapan MK nomor 55/PUU-XVII/2019.

    Menurut Rifqi, MK dalam putusan 55 membuat pertimbangan hukum ke pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah untuk memilih satu dari enam model keserantakan pemilu.

    “Nah, yang satu dari enam model keserentakan pemilu itu sendiri sudah dilaksanakan pada pemilu 2024 yang lalu,” ujar dia.

    Namun, kata Rifqi, MK pada 2025 tidak memberi peluang bagi pembentuk aturan menetapkan model keserentakan pemilu.

    “Mk sendiri yang kemudian menetapkan salah satu model ini,” katanya.

    Rifqi mengatakan Komisi II belum bisa menentukan sikap resmi terkait putusan MK nomor 135.

    Terlebih lagi, kata dia, MK dalam putusan itu menyatakan pemilihan secara demokratis dimaknai pemungutan suara langsung.

    Sementara itu, Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945 menyatakan pemilihan kepala daerah dipilih secara demokratis. “Nanti sikap resminya tentu akan disampaikan secara resmi oleh pimpinan DPR,” ujar Rifqi.

  • Repons PKS usai MK Putuskan Pemilu dan Pilkada Terpisah

    Repons PKS usai MK Putuskan Pemilu dan Pilkada Terpisah

    Bisnis.com, Jakarta — PKS akan mendorong revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada menyusul adanya putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan daerah.

    Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Jazuli Juwaini meminta semua pihak untuk menghormati putusan MK yang sudah final dan mengikat terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah.

    Menurut Jazuli, proses revisi tersebut harus dilakukan secara hati-hati, cermat, dan partisipatif, karena menyangkut desain besar demokrasi bangsa, termasuk aspek teknis penyelenggaraan dan pengisian masa jabatan kepala daerah serta anggota DPRD pada masa transisi.

    “Putusan ini membawa implikasi yang perlu ditindaklanjuti dengan perubahan regulasi, tidak hanya soal waktu pelaksanaan, tetapi juga menyangkut kesiapan dari regulasi, kelembagaan penyelenggara, hingga kepastian hukum bagi jabatan-jabatan publik di daerah selama masa jeda 2029–2031,” tuturnya di Jakarta, Senin (30/6).

    Dia mengemukakan revisi UU nantinya tidak hanya sebatas penyesuaian teknis, tetapi juga momentum untuk memperkuat kualitas demokrasi, partisipasi rakyat, dan efektivitas tata kelola pemilu agar lebih efisien, transparan, dan akuntabel.

    “DPR dan pemerintah serta penyelenggara pemilu akan bekerja sama memastikan transisi ini berjalan mulus, konstitusional, dan tetap menjamin hak pilih rakyat serta stabilitas pemerintahan di pusat dan daerah,” katanya.

    Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi mengubah skema waktu pelaksanaan Pemilu menjadi dua tahap: Pertama, Pemilu Serentak Nasional yaitu Presiden, DPR, dan DPD tetap dilaksanakan pada tahun 2029. 

    Kedua, Pemilu Daerah Pilkada dan Pemilihan Anggota DPRD digeser dua tahun kemudian pada tahun 2031, dan disatukan pelaksanaannya.

  • DPR Pertanyakan Posisi MK usai Putuskan Pisah Pemilu dan Pilkada

    DPR Pertanyakan Posisi MK usai Putuskan Pisah Pemilu dan Pilkada

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda mempertanyakan posisi Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu. Menurutnya, ada norma yang dilampaui MK.

    Dia menjelaskan MK itu dilahirkan sebagai negative legislature, sehingga posisinya hanya memberikan pandangan terhadap satu norma undang-undang apakah konstitusional atau inkonstitusional terhadap Undang-Undang Dasar (UUD).

    Kemudian, legislator NasDem ini menjabarkan bila norma undang-undang itu inkonstitusional maka akan diserahkan kepada presiden atau pemerintah dan DPR, supaya norma yang inkonstitusional itu disempurnakan.

    “Nah sekarang MK itu memposisikan diri sebagai positive legislature. Jadi bukan hanya mengatakan bahwa ini inkonstitusional, tapi dia bikin norma sendiri,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).

    Rifqi khawatir bilamana ini terus terjadi maka ke depannya Indonesia tidak akan pernah bisa menghasilkan satu demokrasi konstitusional dan negara hukum yang baik.

    Dia juga mengeluhkan bila semisalnya nanti pihaknya sudah merevisi Undang-Undang Pemilu dan UU-nya belum dilaksanakan, tahu-tahu ada judicial review (uji materiil) dan diterbikan lagi norma baru.

    “Nah kalau seperti ini terus Menurut pandangan saya Kita tidak bisa saling menghargai antar lembaga negara. Karena itu kemudian izinkan sekali lagi DPR dan Pemerintah melakukan pencermatan yang sangat serius terhadap putusan MK terbaru ini,” ujarnya.

    Menurutnya, bisa jadi ini menjadi pintu masuk bagi semua pihak untuk melihat lebih jauh bagaimana proses pembentukan hukum nasional Indonesia ke depannya.

  • DPR Belum Bisa Sikapi Putusan MK Terbaru soal Pemilu

    DPR Belum Bisa Sikapi Putusan MK Terbaru soal Pemilu

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menyampaikan bahwa DPR RI belum bisa memberikan sikap resmi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu.

    Legislator NasDem ini menyebut berdasarkan hasil rapat dengan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan jajaran menteri serta lembaga negara terkait, disepakati bahwa akan mengkaji lebih dalam putusan MK tersebut.

    “DPR belum memberikan sikap resmi, izinkan kami melakukan penelaahan secara serius terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, yang saya kira putusan Mahkamah Konstitusi itu juga kalau kita bandingkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya terkesan kontradiktif,” ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).

    Dia menjelaskan pada 2019 lalu MK melalui putusan Nomor 55 dalam pertimbangan hukumnya memberikan kewenangan (guidance) kepada pembentuk undang-undang untuk memilih 1 dari 6 model keserentakan pemilu. Adapun, salah satunya sudah dilaksanakan pada Pemilu tahun 2024 kemarin.

    “Tetapi kemudian pada tahun 2025 ini Mahkamah Konstitusi tiba-tiba dalam tanda kutip bukan memberikan peluang kepada kami pembentuk undang-undang, untuk kemudian menetapkan 1 dari 6 model itu di dalam revisi undang-undang pemilu yang baru, tetapi Mahkamah Konstitusi sendiri yang kemudian menetapkan salah satu model ini,” jelasnya.

    Rifqi melanjutkan, jika memang harus menormakan sejumlah ketentuan terkait dengan dua model pemilu putusan MK itu, maka berpotensi juga memberi tafsir bahkan melanggar konstitusi.

    Salah satu contoh, ujarnya, ketentuan terkait pemilihan gubernur, bupati, wali kota dalam ketentuan Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 disebutkan mereka dipilih secara demokratis.

    “Tapi kemudian MK men-state dalam putusannya harus dipilih secara langsung melalui metode pemilu, sementara maka makna dari demokratis itu bisa direct demokrasi dan indirect demokrasi,” ujarnya.

    Oleh karena itu, imbuhnya, pihaknya akan melihat risalah amandemen konstitusi dahulu terkait makna tersebut. “Karena itu DPR akan melihat lebih jauh original content atau risalah pada saat ketentuan pasal 18 ini dibentuk dulu pada saat amandemen konstitusi yang kedua, kalau tidak salah tahun 2000 yang lalu,” bebernya.