Yusril: Kita Negara Kepulauan Besar, tapi “Coast Guard” Kita Lemah Dibanding Tetangga
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
Yusril Ihza Mahendra
mengakui bahwa penjaga
keamanan laut
Indonesia masih sangat lemah.
Hal itu disampaikan Yusril saat menjelaskan alasan pentingnya penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU)
Keamanan Laut
.
“Kita sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia ya. Tapi,
coast guard
kita sangat lemah, dibandingkan dengan negara-negara tetangga, dan itu juga perhatian kita bersama,” ujar Yusril, di Gedung
DPR RI
, Selasa (11/2/2025).
Yusril mencontohkan banyaknya kasus di wilayah perairan Natuna yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Dari situ, dia merasa bahwa penjaga keamanan laut Indonesia tak sekuat negara lain.
“Banyak sekali terjadi kasus di sekitar perairan Natuna, di mana di situ ada
coast guard
dari China, Vietnam, Malaysia, negara-negara lain. Tapi, dibandingkan dengan mereka,
coast guard
kita ternyata lemah,” ungkap Yusril.
Menurut Yusril, lemahnya keamanan tersebut tidak terlepas dari banyak lembaga yang bertugas menjaga keamanan laut, tetapi kewenangan yang saling tumpang tindih.
Atas dasar itu, Yusril menekankan perlunya melakukan pembenahan lembaga yang berwenang dalam keamanan laut lewat regulasi baru.
“Dan saya kira memang harus segera kita benahi dari segi kelembagaan dan dari segi pengaturannya. Jadi juga mempunyai kewenangan untuk menegakkan hukum di laut. Tapi bukan dalam arti yang pertahanan keamanan perang,” kata Yusril.
Salah satu poin yang ditekankan dalam
RUU Keamanan Laut
adalah pembentukan satu badan baru non-militer yang diberikan kewenangan penuh untuk mengkoordinir dan menegakkan hukum di laut.
“Ya karena itu dirasakan perlu memiliki efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Kita merapikan semua itu. Kemungkinan hanya ada satu badan yang diberikan kewenangan melakukan penegakan hukum di laut, tapi non-militer sifatnya,” pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra menggulirkan wacana penyusunan RUU Keamanan Laut dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, Selasa (11/2/2025).
Wacana ini dimunculkan dalam rangka mencari solusi atas tumpang tindih aturan dalam pengamanan perairan Indonesia.
“Urgensi Pembentukan Rancangan Undang-Undang Keamanan Laut. Urgensi tersebut dibutuhkan karena banyaknya regulasi, lebih dari 20 peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksananya,” ujar Yusril, dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, Selasa (11/2/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Komisi I DPR
-
/data/photo/2025/02/11/67aafabccea0a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Yusril: Kita Negara Kepulauan Besar, tapi “Coast Guard” Kita Lemah Dibanding Tetangga
-

Pemerintah Tidak Prioritaskan Pemulangan Reynhard Sinaga dan Hambali
Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menegaskan pemerintah tidak memprioritaskan pemulangan Reynhard Sinaga dan Hambali.
Reynhard Sinaga merupakan narapidana kasus kekerasan seksual di Inggris, sedangkan Hambali tersangka terorisme yang ditahan di Guantanamo. Hal ini disampaikan dalam rapat bersama Komisi I DPR, Selasa (11/2/2025), sebagai respons terhadap pertanyaan Sarifah Ainun Jariyah, anggota fraksi PDIP.
“Kasus ini menjadi ramai karena pemberitaan. Kasus Reynhard sendiri belum ada pembahasan lebih lanjut,” ujar Yusril.
Yusril menegaskan meski kasus Reynhard dan Hambali bukan prioritas utama, pemerintah tetap memperhatikan semua kasus hukum yang menimpa WNI di luar negeri.
“Tanggung jawab negara terhadap WNI, betapa pun memalukannya, tetap harus diperhatikan. Namun, ada banyak kasus lain yang juga butuh perhatian,” jelasnya terkait pemulangan Reynhard Sinaga dan Hambali.
Terkait Hambali, yang telah lebih dari dua dekade ditahan di Guantanamo tanpa proses peradilan, pemerintah Indonesia telah meminta pemerintah Amerika Serikat untuk segera mengadilinya.
“Selain sebagai kasus terorisme, ini juga menjadi isu Hak Asasi Manusia. Pemerintah telah meminta agar Hambali segera diadili, tetapi sampai sekarang prosesnya belum berjalan. Pembahasan terkait pemulangannya pun belum ada,” tambahnya.
Yusril menegaskan tidak ada prioritas khusus atas dua kasus ini, tetapi pemerintah tetap menjalankan tanggung jawabnya dalam melindungi WNI yang menghadapi masalah hukum berat di luar negeri.
“Kami terus mengupayakan perlindungan bagi semua WNI, baik yang terlibat dalam kasus hukum berat maupun yang menghadapi ancaman hukuman mati,” tutupnya terkait pemulangan Reynhard Sinaga dan Hambali.
-
/data/photo/2024/10/21/6716553855c4f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Wamen Polkam Usul Bentuk Sea And Coast Guard untuk Amankan Laut
Wamen Polkam Usul Bentuk Sea And Coast Guard untuk Amankan Laut
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Wamenko Polkam)
Lodewijk F Paulus
mengusulkan pembentukan
Sea and Coast Guard
Indonesia.
Lembaga tersebut nantinya harus menjadi
leading sector
yang bertanggung jawab dalam koordinasi
penegakan hukum
, serta menjaga keamanan dan keselamatan di laut.
“Perlu dibentuk
sea and coast guard
, jadi jangan Bakamla lagi.
Sea and coast guard
Indonesia sebagai
leading sector
yang memiliki tugas dan wewenang mengkoordinasikan penegakan hukum di laut, menjaga keamanan dan keselamatan sesuai tataran kemampuan yang diberikan,” ujar Lodewijk dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, Selasa (11/2/2025).
Menurut Lodewijk, lembaga baru tersebut harus diberikan kewenangan penuh dalam penegakan hukum di laut, agar sistem
keamanan maritim
Indonesia lebih efektif dan terintegrasi.
“Jangan seakan-akan hanya koordinasi, nanti bukan
coast guard
yang keluar, tapi Bakorkamla (Badan Koordinasi Keamanan Laut). Padahal sudah dievaluasi Bakorkamla tidak bisa atau tidak berfungsi dengan baik,” kata Lodewijk.
“Diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk penegakan hukum di laut. Diberi kewenangan yang sekarang saya katakan itu mereka tidak punya,” sambungnya.
Mantan Komandan Jenderal Kopassus itu berpandangan bahwa Bakamla tidak memiliki landasan hukum untuk menindak pelanggaran hukum di laut.
Dia pun menyinggung Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut yang tidak selaras dengan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Menurut Lodewijk, di dalam UU tersebut dijelaskan bahwa kewenangan penegakan hukum di laut diberikan kepada instansi tertentu seperti TNI AL, Polairud, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Artinya, kalau Perpres ini dibawa ke katakan JR (judicial review) pasti langsung gugur karena bertentangan dengan undang-undang di atasnya atau Undang-Undang Dasar 1945, itu yang jadi dilema untuk kita,” ucap Lodewijk.
Atas dasar itu, Lodewijk berharap pembentukan
sea and coast guard
dibarengi dengan penyusunan regulasi yang jelas, terutama soal pemberian kewenangan penuh dalam hal koordinasi dan penegakan hukum.
“Diperlukan satu regulasi khusus yang bersifat tunggal dan integratif untuk mengatur tata kelola di laut. Pertama, perlu dirumuskan rancangan undang-undang tentang keamanan laut,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Yusril: Reynhard Sinaga Tak Prioritas, Ada 54 WNI Dipidana Mati di LN
Jakarta –
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menjelaskan bahwa rencana pemulangan Reynhard Sinaga hingga Hambali tak jadi prioritas pemerintah. Dirinya mengatakan ada kasus lain yang perlu ditangani, seperti penanganan 54 WNI yang akan dihukum mati.
Hal itu dikatakan Yusril dalam rapat bersama Komisi I DPR RI, di kompleks Parlemen Senayan, Selasa (11/2/2025). Yusril menjawab pertanyaan anggota Komisi I DPR, Sarifah Ainun Jariyah.
“Terkait kasus RG. Saya harap nanti kasus RG ini. Saya sudah mendengar bahwa ini tidak menjadi prioritas dari pemerintah dan semoga itu benar. Reynhard Sinaga, jadi saya harap kasus ini tidak, saya harap kasus ini tidak usah menjadi prioritas pemerintah,” kata Sarifah.
Yusril pun menjawab memang ada banyak kasus lain yang perlu ditangani, salah satunya WNI yang akan dipidana mati di Malaysia hingga Arab Saudi. Dirinya pun menyebut telah membahas hal tersebut dengan Arab Saudi.
“Jadi lebih banyak kasus lain yang perlu ditangani seperti ada sekitar 54 WNI yang dipidana mati di Malaysia juga di Arab Saudi dan kami mulai membahas masalah ini dengan Arab Saudi,” kata Yusril.
“Pembicaraan sudah dimulai dan juga terkait kementerian lain yang menangani pekerja migran juga Kemenlu yang concern terhadap perlindungan WNI,” tambahnya.
Yusril menegaskan kasus keduanya tidak jadi prioritas karena masalahnya cukup rumit. Selain itu, dirinya mempertimbangkan pandangan masyarakat.
“Kita mempertimbangkan pandangan masyarakat terhadap kedua orang ini, kami sampai pada kesimpulan, kami pelajari, kami concern soal itu, karena menjadi tanggung jawab negara,” tuturnya.
Sebelumnya, Yusril mengatakan pemulangan pelaku bom Bali 2002, Hambali, dan kasus predator seksual, Reynhard Sinaga, bukan prioritas. Dia mengatakan pemerintah memprioritaskan membantu para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dijatuhi hukuman mati.
Yusril mengatakan Reynhard baru bisa mengajukan keluar dari penjara setelah menjalani hukuman sekitar 40 tahun. Dia mengatakan hal itu membuat pemulangan Reynhard bukan prioritas.
“Jadi tidak menjadi suatu prioritas yang perlu kita selesaikan. Seperti halnya kasus-kasus yang lain yang mungkin perlu kita selesaikan ya,” ujar Yusril.
(ial/maa)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5052311/original/004981400_1734332322-20241216_111602.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Yusril Sebut Seharusnya Pemerintah Punya Badan Legislasi Nasional, Ini Tugasnya – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia, Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah seharusnya memiliki suatu badan yang berfungsi seperti Badan Legislasi (Baleg) di DPR RI. Menurut dia, badan tersebut bernama Badan Legislasi Nasional.
“Pemerintah semestinya dengan amanat Undang-Undang 12 tahun 2011 itu juga mempunyai satu badan yang menggodok program legislasi internal pemerintah dan itu bisa diharapkan menjadi counterpart dari badan legislasi DPR,” kata Yusril saat rapat bersama Komisi I DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Yusril menjelaskan, sebelumnya tugas-tugas penggodokan program legislasi ada di bawah kewenangan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang dijalankan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Namun di era Presiden Prabowo, kementerian tersebut dipecah menjadi tiga serta ditambahkan satu menteri koordinator yang mengkoordinasi tiga lembaga tersebut.
“Namun pembentukan Badan Legislasi Nasional juga belum dilakukan. Kami menyampaikan kepada pak presiden untuk melakukan rapat koordinasi dengan tiga menteri di bawah koordinasi kementerian koordinator untuk mengusulkan untuk pembentukan Badan Legislasi Nasional,” jelas Yusril.
Yusril mengungkap, bisa saja Badan Legislasi Nasional menjadi transformasi dari BPHN yang dikepalai oleh menteri hukum atau kementerian koordinator yang mengambil alih kewenangannya.
“Mungkin dibentuk badan baru mungkin juga mentransformasikan BPHN yang ada sekarang di-transform ke atas diusulkan apakah itu akan di bawah Kementerian Hukum sehingga menteri hukum merangkap juga sebagai kepala Badan Legislasi Nasional seperti Bappenas ataukah akan ditarik ke Kemenko itu diserahkan kepada pak presiden,” imbuh dia.
-
/data/photo/2024/09/30/66fab428bd9a5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sebut Koordinasi Keamanan Laut Lemah, Wamen Polkam: Bakamla “Banci”
Sebut Koordinasi Keamanan Laut Lemah, Wamen Polkam: Bakamla “Banci”
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Wamen Polkam)
Lodewijk F. Paulus
mengakui masih lemahnya koordinasi antar-lembaga dalam sistem
keamanan laut
di Indonesia.
Dia menilai aturan yang mengatur tata kelola keamanan laut masih terfragmentasi, sehingga penegakan hukum di perairan nasional belum optimal.
“Lemahnya koordinasi antar aparat penegak hukum di laut. Ini lemahnya contoh, dulu sudah ada Bakorkamla (Badan Koordinasi
Keamanan Laut
). Tapi dibubarkan jadi
Bakamla
. Setelah Bakamla dibentuk, wewenang koordinasi ada, tetapi mereka tidak punya wewenang penegakan hukum. Artinya, Bakamla ini jadi ‘banci’ lagi,” ujar Lodewijk dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, Selasa (11/2/2025).
Menurut Lodewijk, saat ini masih banyak pelanggaran yang terjadi di wilayah perairan Indonesia, mulai dari
illegal fishing
hingga kejahatan lintas negara.
Namun, lemahnya koordinasi antar-lembaga menyebabkan upaya penegakan hukum tidak berjalan efektif.
“Kebayang enggak kalau kita bayangkan laut ZEE kita laut internasional, laut ZEE terus ada yang ke dalam. Katakan ada kapal yang ditangkap di ZEE. Sampai dia ke darat akan ketemu dengan enam lembaga (yang masing-masing punya kewenangan sendiri),” kata Lodewijk.
Selain itu, purnawirawan jenderal bintang dua tersebut juga menilai regulasi keamanan laut saat ini belum komprehensif, adaptif, dan responsif terhadap dinamika ancaman maritim.
Hal ini membuat sistem keamanan dan keselamatan laut nasional belum berjalan secara optimal.
Sebagai solusi, Lodewijk merekomendasikan pembentukan regulasi tunggal yang mengatur tata kelola keamanan laut secara terpadu.
Salah satu langkah konkret yang dia usulkan adalah penyusunan Undang-Undang Keamanan Laut.
“Perlu dirumuskan rancangan undang-undang tentang keamanan laut. Ini kenapa? Guna mewujudkan sistem keamanan laut yang komprehensif,” jelas Lodewijk.
Selain itu, dia juga mengusulkan pembentukan
Sea and Coast Guard
Indonesia sebagai sektor utama yang bertanggung jawab dalam koordinasi penegakan hukum, serta menjaga keamanan dan keselamatan di laut.
“Jadi jangan Bakamla lagi, Sea and Coast Guard Indonesia sebagai leading sector yang memiliki tugas dan wewenang mengkoordinasikan penegakan hukum di laut, menjaga keamanan dan keselamatan sesuai tataran kemampuan yang diberikan,” tutur Lodewijk.
“Jangan seakan-akan hanya koordinasi, nanti bukan coast guard yang keluar, tapi Bakorkamla. Padahal sudah dievaluasi Bakorkamla tidak bisa atau tidak berfungsi dengan baik,” sambungnya.
Menurutnya, lembaga baru tersebut harus diberikan kewenangan penuh dalam penegakan hukum di laut, agar sistem keamanan maritim Indonesia lebih efektif dan terintegrasi.
“Diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk penegakan hukum di laut. Diberi kewenangan yang sekarang saya katakan itu mereka tidak punya,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

DPR Tunda Semua Rapat Pembahasan Efisiensi Anggaran Bareng Kementerian
loading…
DPR menunda semua rapat di komisi terkait pembahasan efisiensi anggaran dari kementerian/lembaga saat ini. Foto/Dok SindoNews/Arif Julianto
JAKARTA – DPR menunda semua rapat di komisi terkait pembahasan efisiensi anggaran dari kementerian/lembaga saat ini. Hal itu diketahui dari adanya surat edaran yang dikeluarkan pimpinan DPR .
Beredarnya surat tersebut dibenarkan oleh sejumlah pimpinan komisi di DPR. Salah satunya, Wakil Ketua Komisi XIII DPR Andreas Hugo Pareira.
“Iya (ditunda), ada pemberitahuan di grup komisi,” kata Andreas kepada wartawan, Senin (10/2025).
Diketahui, sedianya Komisi XIII DPR akan menggelar pembahasan anggaran bersama Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto. Namun, rapat tersebt diputuskan ditunda untuk digelar.
Legislator PDIP itu mengaku belum tahu sampai kapan penundaan akan terjadi. “Nanti dikonfirmasi lagi dengan mitra,” ujarnya.
Hal yang sama juga dibenarkan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono. Dia mengaku pihaknya sudah menerima surat edaran penundaan pembahasan terkait efisiensi anggaran untuk mitra kerjanya di pemerintahan. “Sudah (terima surat edaran),” tutur Dave saat dikonfirmasi.
Untuk diketahui, berdasarkan surat edaran DPR yang diterima, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco menandatangani surat yang berisi penundaan rapat efisiensi anggaran sampai ada anggaran rekonstruksi terbaru. Surat tersebut ditandatangani pada 7 Februari 2025.
Berikut isi surat tersebut:
Sehubungan dengan adanya permohonan penundaan rapat pembahasan efisiensi anggaran dari kementerian/lembaga karena akan ada rekonstruksi anggaran dari pemerintah, maka bersama ini diminta kepada Pimpinan Komisi I sampai dengan Komisi XIII DPR untuk menunda pembahasan efisiensi anggaran mitra kerja.
Apabila terdapat komisi yang telah melakukan pembahasan efisiensi anggaran bersama mitra kerja, maka diminta untuk melaksanakan rapat kembali setelah mitra kerja mendapat anggaran rekonstruksi terbaru.
(rca)
-

Pembatasan Media Sosial pada Anak Dinilai Perlu, Mental Belum Stabil hingga Soal Kemampuan Filtering – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Komisi I DPR RI mendukung penuh rencana pembatasan penggunaan media sosial pada anak-anak di Indonesia.
Anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono mengungkapkan wacana pembatasan usia kepada anak-anak dalam penggunaan media sosial sudah lama dibahas.
Menurutnya, pembatasan media sosial untuk anak menjadi kebutuhan yang nyata.
“Kita lihat bagaimana dampak negatif kepada anak-anak yang belum memiliki mental yang stabil, belum memiliki jiwa yang kuat untuk memiliki fungsi-fungsi filtering (penyaringan) terhadap informasi yang mereka serap dari media sosial,” ungkap Dave, Sabtu (8/2/2025) dikutip dari Kompas TV.
Politisi Partai Golkar itu menilai, wacana pembatasan media sosial untuk anak patut diteruskan hingga menjadi sebuah peraturan pemerintah melalui proses-proses yang melibatkan berbagai macam sektor dan juga ahli.
“Indonesia bisa melihat mencontoh dari negara tetangga negara-negara sahabat kita, akan tetapi kita harus sesuaikan dengan karakteristik kebutuhan Indonesia.”
“Kita mengingat juga bahwa media sosial juga kerap digunakan untuk berbagai macam kebutuhan yang positif, hanya saja memang banyak individu-individu yang menggunakannya untuk hal-hal negatif,” ungkapnya.
Maka dari itu, Dave menilai perlu adanya tindakan cepat untuk melindungi generasi muda.
“Jangan sampai ciri khas dan ideologi pemahaman akan adat istiadat kita luntur dan terkikis akibat derasnya informasi masuk dan juga gaya budaya asing yang mempengaruhi cara berpikir anak muda kita,” tuturnya.
Bagaimana Wacana Pemerintah?
Sementara itu Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid memberikan penjelasan terkait wacana peraturan pembatasan media sosial (medsos) untuk anak.
Dia menegaskan, anak tidak dibatasi untuk mengakses medsos, namun dibatasi untuk membuat akun di medsos.
Hal ini disampaikan Meutya Hafid saat rapat kerja (raker) dengan Komisi I DPR, Selasa (4/2/2025).
Mulanya, Meutya mengungkapkan sempat bertemu dengan pemerintah Australia terkait penerbitan aturan terkait pembatasan medsos bagi anak.
Dalam pertemuan tersebut, dia mengatakan pemerintah Australia merasa bahwa akses anak terhadap medsos sudah sampai di taraf darurat.
Sehingga, imbuh Meutya, terbitlah aturan terkait pembatasan medsos bagi anak tersebut.
“Kami sempat bertemu dengan menteri dari Australia, kebetulan datang ke kantor kami dan kami tanyakan (pembatasan medsos bagi anak).”
“Pada prinsipnya, pembatasan tersebut keluar, menurut mereka, karena Australia merasa adanya kedaruratan sehingga harus menerapkan peraturan dalam bentuk undang-undang yang membatasi akses media sosial terhadap anak-anak di bawah usia 16 tahun,” katanya dikutip dari YouTube Komisi I DPR.
Namun, Meutya menegaskan pemerintah tidak akan mengikuti secara keseluruhan aturan terkait pembatasan medsos bagi anak yang diterapkan di berbagai negara.
Sedangkan di Indonesia, imbuhnya, anak tidak akan dibatasi untuk mengakses medsos, tetapi dibatasi untuk membuat akun medsos.
“Pada dasarnya, untuk menjelaskan persepsi yang beredar di media massa atau persepsi kita bersama. Adapun yang sedang dirancang bukan pembatasan akses media sosial, tapi pembatasan akses membuat akun-akun anak di media sosial,” tegasnya.
Meutya mengungkapkan ketika anak mengakses medsos dengan menggunakan akun orang tuanya dan didampingi, maka hal tersebut tidak menjadi masalah.
Dia menegaskan tidak dibatasinya akses medsos terhadap anak semata-mata demi menjunjung tinggi kebebasan berekspresi.
“Kalau kami membuat aturan, diingatkan bahwa tidak boleh melanggar kebebasan berekspresi. Kalau anak didampingi ibunya mengakses media sosial, boleh” tuturnya.
Lebih lanjut, Meutya mengatakan pihaknya saat ini tengah menggodok terkait teknis aturan tersebut.
Dia mengungkapkan Komdigi bakal mendorong terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) terlebih dahulu sebagai landasan. Kemudian, barulah terbit aturan teknis lewat Peraturan Menteri (Permen).
“Kami ada beberapa pilihan. Aturan PP, kemudian undang-undang. Aturan PP nanti bisa diikuti oleh Permen.”
“Tapi, memang kalau mau dalam waktu segera, ya memang itu PP dulu kita konsentrasikan. Tapi, kalau PP itu dirasa harus dikuatkan di undang-undang, maka kita bisa kuatkan lewat undang-undang,” tegasnya.
Meutya Hafid menargetkan aturan ini bakal selesai dan diterbitkan pada bulan April 2025 sesuai dengan arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
“Kami amat sangat berharap sesuai arahan presiden, Pak Ketua, kalau waktunya dua bulan, mudah-mudahan di bulan puasa sudah bisa keluar aturan ini dengan memohon dukungan dari Komisi I,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Yohanes Liestyo Poerwoto)
-

Anggota DPR usul bentuk satgas antisipasi kebijakan imigrasi AS
Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mengusulkan agar pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) untuk mengantisipasi kebijakan imigrasi yang kini sedang dijalankan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Menurut dia, kebijakan tersebut perlu diwaspadai karena Trump berencana mendeportasi 11 juta imigran ilegal dengan melibatkan militer dan teknologi pengawasan sehingga Kementerian Luar Negeri harus memantau perkembangan terkini WNI yang berada di AS.
“Kami mendorong KBRI Washington, Konsulat RI di AS agar mendata dan mendorong wajib lapor bagi WNI yang memiliki dokumen expired, overstay atau pekerja ilegal. Hal ini perlu dilakukan sebagai bentuk pencegahan atas peraturan oleh Trump,” kata Amelia di Jakarta, Minggu.
Untuk saat ini, dia mengatakan Kemenlu perlu mempersiapkan langkah antisipasi dan pendampingan hukum bagi dua orang WNI yang sudah terkena dampak kebijakan imigran di AS guna meminimalisasi hal-hal yang tak diinginkan.
Selain itu, dia juga mengimbau masyarakat dalam negeri yang akan bermigrasi ke AS maupun bagi WNI yang sudah berada di AS agar tetap taat administrasi dan hukum agar kejadian penahanan WNI di AS tidak terulang kembali.
“Kami mendorong Kemenlu dan kementerian/lembaga lainnya untuk melakukan sosialisasi bagi WNI yang akan bekerja atau belajar di luar negeri,” kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri RI menyampaikan bahwa dua orang WNI ditangkap pihak otoritas Amerika Serikat akibat kebijakan imigrasi yang dilaksanakan Presiden AS Donald Trump.
“Satu ditahan di Atlanta, Georgia. Satu ditahan di New York,” kata Direktur Pelindungan WNI Kemlu Judha Nugraha, Jumat (7/2).
Dia menyampaikan pihaknya sudah menghubungi KJRI Houston mengenai WNI yang ditahan di Atlanta.
Menurut dia, KJRI sudah bisa berkomunikasi dengan WNI tersebut dan dipastikan dalam kondisi baik, sehat, serta sudah mendapatkan akses pendampingan.
Dia juga mengatakan pihaknya sudah menghubungi KJRI New York dan menerima informasi dari yang bersangkutan bahwa WNI tersebut dalam kondisi sehat dan sudah memiliki akses pendampingan hukum.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
