Kementrian Lembaga: Komisi I DPR

  • Penjelasan KSAD soal Letkol Teddy Tak Perlu Mundur dari Militer karena Jabat Seskab – Halaman all

    Penjelasan KSAD soal Letkol Teddy Tak Perlu Mundur dari Militer karena Jabat Seskab – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, menegaskan Letnan Kolonel (Letkol) Teddy tidak perlu mengundurkan diri dari dinas militer meskipun ia ditunjuk sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab).

    Maruli menjelaskan bahwa hal ini sudah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 148 tahun 2024.

    Dalam Perpres itu, seskab berada di bawah Sekretariat Militer Presiden (Setmilpres).

    “Kan lihat yang pernyataan dari juru bicara kepresidenan, kan ada perpresnya,” kata Maruli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

    Saat dikonfirmasi kembali, apakah jabatan Seskab termasuk dalam struktur Sekretariat Militer Presiden (Sesmilpres), Jenderal Maruli mengonfirmasi bahwa posisi tersebut memang bagian dari Sesmilpres.

    Sehingga Letkol Teddy tidak perlu mundur atau pensiun dari TNI karena mengemban jabatan Seskab.

    “Iya, Sesmilpres,” ujar Maruli.

    “Seharusnya di situ kalau berdasarkan itu, tidak harus mundur,” tandasnya.

    Adapun dalam RUU TNI tersebut nantinya akan diatur mengenai kedudukan prajurit TNI aktif di jabatan sipil.

    Di mana, sebelumnya, Menteri Pertahanan RI (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan, dalam Revisi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) akan turut memuat aturan perihal kedudukan prajurit TNI di jabatan sipil seperti Kementerian/Lembaga.

    Dikatakan oleh Sjafrie, nantinya dalam RUU TNI ini akan ada pasal yang mengatur perihal 15 Kementerian/Lembaga di pemerintahan yang bisa diisi oleh Prajurit TNI aktif tanpa harus pensiun dari TNI.

    “Jadi ada 15, kemudian untuk jabatan-jabatan tertentu lainnya, itu kalau mau ditempatkan dia mesti pensiun,” kata Sjafrie kepada awak media di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (11/3/2025).

    Jumlah Kementerian/Lembaga yang bisa dijabat oleh TNI ini diketahui akan bertambah dari UU Nomor 34 tahun 2004 yang hingga kini masih eksisting.

    Adapun dalam aturan tersebut tertuang dalam UU TNI Pasal 47 ayat (2) yang menyebutkan kalau Prajurit TNI aktif hanya boleh menduduki jabatan di sepuluh jabatan sipil.

    10 jabatan yang dimaksud yakni, kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, Pertahanan Negara, sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung.

    Dengan begitu, Menhan Sjafrie memastikan kalau dalam RUU TNI nantinya akan ada perluasan jabatan sipil yang akan bisa ditempati oleh prajurit TNI aktif.

    “Ya, jadi 15, (kalau) plus dia mesti pensiun,” tukas dia.

    Adapun 15 Kementerian/Lembaga yang bisa dijabat oleh prajurit TNI aktif dalam usulan Kemenhan RI saat rapat kerja pembahasan RUU TNI bersama Komisi I DPR RI yakni:

    1. Koordinator Bidang Polkam

    2. Pertahanan Negara

    3. Sekretariat Militer Presiden 

    4. Intelijen Negara

    5. Sandi Negara

    6. Lemhannas

    7. Dewan Pertahanan Nasional 

    8. SAR Nasional

    9. Narkotika Nasional

    10. Kelautan dan Perikanan

    11. BNPB

    12. BNPT

    13. Keamanan Laut

    14. Kejagung, dan

    15. Mahkamah Agung

  • Panglima: UU TNI sudah tidak relevan sehingga perlu revisi

    Panglima: UU TNI sudah tidak relevan sehingga perlu revisi

    Jakarta (ANTARA) – Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berlaku saat ini sudah tidak relevan sehingga perlu dilakukan revisi.

    “Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang menjadi payung hukum TNI sebagai alat negara dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan negara dinilai sudah tidak relevan dan perlu disesuaikan dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam mengimplementasikan norma dasar kebijakan dan keputusan politik negara,” kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

    Hal itu disampaikan Agus Subiyanto dalam rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Panglima TNI dan pimpinan tiga matra TNI lainnya, yakni Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono, dan Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Erwin S. Aldedharma mewakili KSAL.

    Panglima mengatakan sudah lebih dari 20 tahun sejak UU TNI ditetapkan belum pernah dilakukan revisi atau perubahan. Padahal, lingkungan operasi TNI telah banyak berubah dan banyak dinamika yang terjadi.

    “Dihadapkan pada perkembangan lingkungan strategis, adanya perubahan peraturan perundang-undangan, kebijakan politik negara, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta organisasi dan kelembagaan, sehingga memerlukan penyesuai TNI,” katanya.

    Agus menjelaskan beberapa perubahan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, di antaranya memperluas masing-masing matra dalam konsep trimatra terpadu, memperkuat intelijen strategis dalam pengambilan keputusan militer, dan kesiapan operasional berbasis skenario ancaman global.

    “Selain itu, ketentuan beberapa frasa sudah tidak sesuai digunakan dan perlu adanya penyempurnaan editorial di berbagai pasal karena berkaitan erat dengan tugas pokok TNI,” tuturnya.

    Ia menambahkan TNI memandang perlu adanya penyempurnaan dalam revisi UU TNI terkait kedudukan pada aspek pembinaan dan penggunaan kekuatan.

    Tugas pokok TNI dan tugas angkatan disesuaikan dengan dinamika ancaman serta menegaskan batasan peran untuk menghindari duplikasi dengan lembaga lain.

    Panglima menyambut baik masuknya RUU TNI dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 untuk dapat mewadahi berbagai persoalan yang terjadi saat ini dan ancaman yang dihadapi TNI pada masa mendatang.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Panglima TNI Ungkap Alasan Batas Usia Pensiun Prajurit Ditambah

    Panglima TNI Ungkap Alasan Batas Usia Pensiun Prajurit Ditambah

    loading…

    Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengungkap alasan yang mengharuskan adanya penambahan masa usia pensiun prajurit TNI yang diatur dalam revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Foto/Felldy Asyla Utama

    JAKARTA – Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengungkap alasan yang mengharuskan adanya penambahan masa usia pensiun prajurit TNI yang diatur dalam revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

    Dia menyebut, hal itu ada kaitannya dengan kesiapan tempur dengan regenerasi kepemimpinan.

    “Relevansi batas usia pensiun TNI tetap konsisten mempertahankan keseimbangan antara kesiapan tempur dengan regenerasi kepemimpinan TNI,” kata Agus Subiyanto dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

    Tak hanya itu, kata dia, kesejahteraan karier prajurit dan pengembangan karier harus berjalan seimbang antara kepastian jenjang karir bagi prajurit muda dan manfaat bagi prajurit senior.

    Di sisi lain, Agus Subiyanto menyebut, transisi prajurit purnawirawan memungkinkan prajurit pensiun untuk berkarier sebagai ASN sesuai keahliannya. Hal itu berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN.

    “Hal tersebut menjadi prioritas TNI dalam menjawab berbagai permasalahan saat ini dan masa mendatang,” ujarnya.

    Oleh karenanya, terkait penambahan usia pensiun yang tertuang dalam RUU TNI ini bukanlah tanpa sebab. Agus memastikan, sudah ada kajian yang dilakukan sebelumnya.

    “Keputusan ini dibuat berdasarkan analisis berbasis data yang mempertimbangkan kebutuhan operasional kesejahteraan prajurit kebutuhan organisasi serta dampaknya pada APBN 2025-2030,” tandas Agus Subiyanto.

    (shf)

  • Regenerasi dan Kesejahteraan Prajurit Harus Seimbang

    Regenerasi dan Kesejahteraan Prajurit Harus Seimbang

    GELORA.CO -Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menyoroti peningkatan usia harapan hidup rakyat Indonesia yang berdampak pada kebijakan usia pensiun prajurit. 

    Demikian disampaikan Panglima dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI untuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Kamis 13 Maret 2025.

    Panglima menilai bahwa batas usia pensiun harus tetap mempertahankan keseimbangan antara kesiapan tempur dan regenerasi kepemimpinan, agar organisasi tetap dinamis dan efektif.

    “TNI menilai bahwa kesejahteraan karir prajurit dan pengembangan karir harus berjalan seimbang antara kepastian jenjang karir bagi prajurit muda dan manfaat bagi prajurit senior,” kata Panglima.

    Dengan demikian, sistem kepemimpinan dan operasional di tubuh TNI tetap berjalan optimal tanpa mengorbankan hak dan masa depan para prajurit.

    Sebagai bagian dari transisi pasca-dinas aktif, TNI juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang memungkinkan prajurit purnawirawan untuk berkarir sebagai ASN sesuai dengan keahlian mereka. 

    “Hal tersebut menjadi prioritas TNI dalam menjawab berbagai permasalahan saat ini dan masa mendatang,” sambung panglima.

    Kebijakan ini disusun berdasarkan analisis berbasis data yang mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kebutuhan operasional, kesejahteraan prajurit, kepentingan organisasi, serta dampaknya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025-2030.

    Dengan langkah-langkah ini, TNI berharap dapat terus menjaga profesionalisme, kesejahteraan prajurit, serta keberlanjutan organisasi dalam menghadapi tantangan masa depan.

  • TNI Janji Jaga Supremasi Sipil, Komisi I Tegaskan Indonesia Bukan Negara Militer

    TNI Janji Jaga Supremasi Sipil, Komisi I Tegaskan Indonesia Bukan Negara Militer

    TNI Janji Jaga Supremasi Sipil, Komisi I Tegaskan Indonesia Bukan Negara Militer
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Panglima
    TNI
    Jenderal Agus Subiyanto menegaskan komitmen TNI untuk menjunjung tinggi prinsip
    supremasi sipil
    dalam sistem
    demokrasi Indonesia
    .
    Hal ini disampaikan Agus dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I
    DPR RI
    terkait Revisi
    UU TNI
    , pada Kamis (13/3/2025).
    Agus menyatakan bahwa prinsip supremasi sipil merupakan elemen fundamental dalam negara demokrasi.
    Ia menekankan pentingnya pemisahan yang jelas antara peran militer dan sipil.
    “TNI memandang bahwa prinsip supremasi sipil adalah elemen fundamental negara demokrasi yang harus dijaga dengan memastikan adanya pemisahan yang jelas antara militer dan sipil,” kata Agus.
    Agus menekankan bahwa tugas pokok TNI serta tugas angkatan akan selalu disesuaikan dengan dinamika ancaman yang ada.
    Ia menegaskan bahwa TNI memiliki batasan peran untuk menghindari duplikasi dengan lembaga lain, terutama dalam menghadapi ancaman non-militer.
    “TNI berkomitmen untuk menjaga keseimbangan peran militer dan otoritas sipil dengan tetap mempertahankan prinsip supremasi sipil serta profesionalisme militer dalam menjalankan tugas pokoknya,” kata Agus.
    Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menyambut baik komitmen TNI dalam menjunjung tinggi supremasi sipil.
    Ia menekankan bahwa prinsip ini tetap menjadi prioritas utama agar Indonesia tidak beralih menjadi negara militeristik.
    “Ini ada konsep prinsip supremasi sipil yang masih nomor satu. Jadi, tetap kita tidak menjadi
    negara militer
    seperti yang kebanyakan ditakuti oleh orang. Ini jadi bagian yang tidak terpisahkan dalam notulen rapat kita,” ujar Utut.
    Diberitakan sebelumnya, DPR telah memutuskan untuk memasukkan RUU TNI ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
    Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna pada Selasa (18/2/2025). Dalam rapat itu, ditetapkan juga bahwa pembahasan RUU TNI akan dilakukan oleh Komisi I DPR RI.
    Kini, Komisi I DPR sudah mulai membahas revisi UU TNI bersama pemerintah sejak Selasa (12/3/2025).
    Adapun perubahan UU TNI akan mencakup penambahan usia dinas keprajuritan hingga peluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Panglima: UU TNI sudah tidak relevan sehingga perlu revisi

    Komisi I DPR gelar rapat dengan Panglima dan pimpinan tiga matra bahas RUU TNI

    Jakarta (ANTARA) – Komisi I DPR RI menggelar rapat kerja dengan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto beserta pimpinan tiga matra TNI guna membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

    Pada kesempatan itu, turut hadir Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono, dan Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Erwin S. Aldedharma mewakili KSAL.

    “Ini yang akan kita revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, yang ditandatangani tanggal 16 Oktober 2004 oleh Presiden Ibu Megawati Soekarnoputri, terdiri dari 11 bab dan 78 pasal, kalau kita klaster ada 11,” kata Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto yang memimpin jalannya rapat.

    Utut merinci 11 klaster Undang-Undang TNI itu, di antaranya kedudukan, peran, fungsi, dan tugas, postur dan organisasi, pembiayaan, hubungan kelembagaan, hingga pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI.

    Ia mengingatkan agar pembuatan undang-undang tidak boleh berbenturan dengan konstitusi, khususnya Pasal 10 UUD NRI 1945.

    “Mudah-mudahan dari undang-undang yang bisa kita kerjakan dengan baik dan bisa berlangsung atau lasting, akan menjawab tantangan generasi kita bisa melakukan dengan seksama,” katanya.

    Sebelumnya, Selasa (11/3), Komisi I DPR RI menggelar rapat kerja dengan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas guna membahas RUU TNI.

    Rapat Paripurna DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

    Pembahasan RUU TNI diusulkan masuk Prolegnas Prioritas 2025 didasarkan atas Surat Presiden RI Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025. Dengan begitu, RUU tersebut menjadi usul inisiatif dari pemerintah.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Panglima TNI: UU TNI Sudah Tidak Relevan dan Perlu Direvisi

    Panglima TNI: UU TNI Sudah Tidak Relevan dan Perlu Direvisi

    Jakarta, Beritasatu.com – Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal TNI Agus Subiyanto menegaskan Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, sudah tidak relevan dengan kondisi dan tantangan terkini. 

    Menurut Agus, UU TNI yang sudah berusia 20 tahun perlu segera direvisi agar lebih sesuai dengan kebijakan dan keputusan politik negara yang berkembang.

    “UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang menjadi payung hukum TNI sebagai alat negara dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan negara dinilai sudah tidak relevan, dan perlu disesuaikan dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam mengimplementasikan norma dasar kebijakan dan keputusan politik negara,” ujar Agus dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

    Menurut Agus, perubahan atau revisi UU TNI yang akan dilakukan mencakup beberapa aspek penting. Salah satunya adalah memperluas setiap matra dalam konsep trimatra terpadu, yang bertujuan untuk meningkatkan sinergi antara matra darat, laut, dan udara. 

    Selain itu, kata Agus, TNI juga akan memperkuat peran intelijen strategis dalam proses pengambilan keputusan militer serta meningkatkan kesiapan operasional yang berbasis pada skenario ancaman global.

    “Beberapa perubahan yang akan dilakukan mencakup perluasan konsep trimatra terpadu untuk memperkuat koordinasi antara matra, memperkuat peran intelijen strategis dalam pengambilan keputusan, dan menyesuaikan kesiapan operasional dengan ancaman yang bersifat global,” jelas Agus.

    Lebih lanjut, Agus mengungkapkan beberapa ketentuan dalam UU TNI tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini dan perlu dilakukan penyempurnaan editorial di berbagai pasal. Menurut dia, hal tersebut penting karena berhubungan langsung dengan tugas pokok TNI sebagai alat negara dalam menjaga kedaulatan dan keamanan.

    “Beberapa fase dalam UU ini sudah tidak relevan lagi untuk digunakan dan perlu dilakukan penyempurnaan editorial di berbagai pasal, karena ini berkaitan erat dengan tugas pokok TNI dalam menjaga kedaulatan negara,” pungkas Agus mengenai alasan merevisi UU TNI.

  • RUU TNI: Daftar 15 Kementerian/Lembaga yang Bisa Diisi Prajurit Aktif

    RUU TNI: Daftar 15 Kementerian/Lembaga yang Bisa Diisi Prajurit Aktif

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengusulkan perubahan daftar Kementerian/Lembaga (K/L) yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif.

    Sebelumnya, daftar jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit termaktub dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

    Setidaknya ada 15 K/L yang diusulkan untuk dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Daftar ke-15 K/L tersebut tampilkan langsung oleh Menhan dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (11/3/2025) kemarin.

    Menhan Sjafrie mengatakan jika ditempatkan di luar 15 K/L tersebut, maka prajurit TNI yang bersangkutan harus pensiun dari militer. 

    “Jadi ada 15 [K/L yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif], kemudian untuk jabatan-jabatan tertentu itu kalau mau ditempatkan dia [prajurit TNI] mesti pensiun,” tegasnya seusai rapat dengan Komisi I DPR RI, Selasa (11/3/2025).

    Dia pun menekankan jika prajurit TNI itu ditempatkan di 15 K/L yang ada, maka yang besangkutan tetap bisa bertahan di TNI. 

    “Ya. Jadi 15 plus dia mesti pensiun. Yang 15 [K/L di revisi UU TNI] itu tidak perlu mundur,” ujar Sjafrie.

    Berdasarkan UU No 34/2004 pasal 47, ayat (1) menyebutkan Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. 

    Adapun, ayat (2) memaparkan bahwa Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung. 

    Dengan demikian, ada penambahan 5 K/L yang dapat diisi oleh prajurit aktif apabila RUU TNI nantinya resmi disahkan oleh DPR RI.  

    Berikut daftar K/L yang diajukan agar dapat diisi oleh prajurit TNI aktif 

    1. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) 

    2. Kementerian Pertahanan 

    3. Sekretariat Militer Presiden 

    4. Badan Intelijen Negara (BIN) 

    5. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) 

    6. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) 

    7. Dewan Pertahanan Nasional (DPN) 

    8. Badan SAR Nasional (Basarnas)

    9. Badan Narkotika Nasional (BNN) 

    10. Kementerian Kelautan dan Perikanan *

    11. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) *

    12. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) *

    13. Badan Keamanan Laut (Bakamla) *

    14. Kejaksaan Agung (Kejagung) *

    15. Mahkamah Agung (MA)

    Sumber: Rapat kerja Menhan bersama Komisi I DPR RI

    Keterangan (*): Diusulkan masuk dalam revisi UU TNI 

  • Anggota DPR: TNI isi jabatan sipil harus disertai pembatasan ketat

    Anggota DPR: TNI isi jabatan sipil harus disertai pembatasan ketat

    Penempatan prajurit TNI di ranah sipil harus tetap melalui pembahasan dan pertimbangan yang matang agar masyarakat tidak antipati dengan TNI.

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I DPR RI Syamsu Rizal mengemukakan bahwa wacana perluasan ruang bagi prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil melalui revisi Undang-Undang (UU) TNI harus disertai dengan pembatasan yang ketat.

    Penempatan individu dalam suatu jabatan, kata dia, idealnya didasarkan prinsip meritokrasi. Selain itu, perlu ada analisis kebutuhan bagi suatu unit jabatan yang memiliki kualifikasi tertentu.

    “Fungsi TNI sebagai garda depan pertahanan negara. Jangan sampai peran itu tumpang tindih dengan profesionalisme di ranah sipil,” kata Syamsu Rizal di Jakarta, Rabu.

    Syamsu mengutarakan bahwa analisis kebutuhan tersebut bisa menjadi landasan jika prajurit TNI hendak menduduki jabatan sipil dan mendapat persetujuan dari Presiden.

    Dengan adanya landasan, menurut dia, pengisian jabatan sipil oleh prajurit TNI tidak terkesan berorientasi “bagi-bagi jabatan”, tetapi harus menjadi semangat pengabdian.

    Di samping itu, dia mengatakan bahwa upaya menjaga keseimbangan antara optimalisasi peran TNI dan prinsip supremasi sipil sangat penting dalam menghadapi wacana perluasan penempatan prajurit TNI pada jabatan sipil.

    “Penempatan prajurit TNI di ranah sipil harus tetap melalui pembahasan dan pertimbangan yang matang agar masyarakat tidak antipati dengan TNI,” kata dia.

    Wakil rakyat yang berada di komisi yang membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, dan intelijen ini mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 34 tentang TNI yang masih berlaku saat ini pun sudah mengamanatkan agar TNI yang menduduki jabatan sipil harus memiliki syarat kompetensi dan transparansi seleksi yang terukur.

    Mekanisme seleksinya pun, kata dia, perlu melibatkan tim verifikasi independen guna menghindari praktik nepotisme atau intervensi politik.

    “Pembahasan ini harus dengan hati-hati untuk mempertahankan kesatuan dan keutuhan bangsa. Bagaimanapun jangan melupakan esensi reformasi TNI pasca-Orde Baru,” katanya.

    Sebelumnya, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengusulkan agar 15 kementerian/lembaga bisa diisi oleh prajurit TNI aktif, dalam pembahasan revisi UU TNI bersama Komisi I DPR pada hari Selasa (11/3). Dalam undang-undang yang masih berlaku, hanya ada 10 bidang atau institusi yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mayor Teddy Jadi Letkol, KSAD: Ada Orang yang Bantu Presiden Dinaikan Pangkat, Apa Masalahnya?

    Mayor Teddy Jadi Letkol, KSAD: Ada Orang yang Bantu Presiden Dinaikan Pangkat, Apa Masalahnya?

    Mayor Teddy Jadi Letkol, KSAD: Ada Orang yang Bantu Presiden Dinaikan Pangkat, Apa Masalahnya?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Staf Angkatan Darat (
    KSAD
    ) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak mempertanyakan pihak-pihak yang menjadikan kenaikan pangkat Mayor
    Teddy Indra Wijaya
    menjadi Letnan Kolonel (Letkol) sebagai polemik.
    Sebab, menurut dia, kenaikan pangkat itu juga berdasarkan alasan. Sebab, Teddy dianggap sebagai orang yang mampu membantu Presiden Prabowo Subianto menjalankan tugas dengan baik.
    Di lain sisi, Maruli menegaskan bahwa kewenangan menaikan pangkat seseorang perwira Angkatan Darat (AD) adalah miliknya dan Panglima TNI.
    “Itu kewenangan Panglima TNI dan saya. Ada seseorang yang dianggap mampu membantu Presiden dan mengoordinasikan tugasnya dengan baik, lalu diberi kenaikan pangkat. Apa masalahnya?” ujar KSAD dalam keterangannya, Rabu (12/3/2025).
    Kendati demikian, Maruli juga menyadari bahwa ada pihak yang protes karena pernah ditugaskan di Papua tetapi tidak kunjung dinaikan pangkatnya.
    “Ada orang yang pernah di Papua temannya, yang bertempur betul dan komplain pangkatnya enggak naik-naik, saya ingin tahu siapa orangnya, betul enggak dia (orang tersebut) benar-benar bertempur atau pernah perang enggak dia?” kata Maruli.
    Namun, sekali lagi, Maruli meminta soal kenaikan pangkat Teddy Indra Wijaya tidak diperdebatkan.
    Sebab, dia meyakini bahwa dirinya dan Panglima TNI sudah bekerja secara profesional mengenai kenaikan hal tersebut.
    “Jadi itu kewenangan kami (Panglima TNI dan KSAD) jangan diintervensi terus. Kami bekerja secara profesional, jika sudah diputuskan, kami akan ikut (melaksanakan keputusan),” ujar Maruli menegaskan.
    Lebih lanjut, Maruli menganalogikan profesionalitas dan netralitas TNI juga diatur dalam Undang-Undang (UU) TNI.
    Menurut dia, UU TNI sama sekali tidak bertujuan untuk memberikan hak istimewa kepada prajurit TNI.
    “Kita (TNI) tidak mengikuti pemungutan suara, hak kita enggak ada karena apa? Karena dianggap masih rawan, makanya kita harus punya Undang-Undang sendiri. Bukan kami pengen enak, apa enaknya, apa untungnya dengan bikin Undang-Undang sendiri di kalangan militer,” katanya.
    “Apakah kami hebat? Kami juga tidak mau punya anggota penjahat, kita hukum juga, saya jamin anggota-anggota misalnya kegiatan ilegal kita hukum,” ujar Maruli melanjutkan.
    Diberitakan sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto secara resmi menaikkan pangkat Teddy Indra Wijaya berdasarkan Surat Perintah Nomor Sprin/674/II/2025.
    Namun, sejumlah pihak mengkritik keputusan itu dan mempertanyakan dasar hukum serta prosedur dari kenaikan pangkat tersebut.
    Salah satu kritik atas kenaikan pangkat
    Mayor Teddy
    disampaikan anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin.
    Dia menilai bahwa kenaikan pangkat ini janggal karena didasarkan pada surat perintah, bukan surat keputusan.
    “Aneh, kenaikan pangkat Mayor Teddy ke Letkol bukan berdasarkan surat keputusan, tapi berdasarkan surat perintah,” kata TB Hasanuddin, pada Jumat (7/3/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.