Kementrian Lembaga: Komisi I DPR

  • Dasco: Tidak Ada Kebut Mengebut Dalam Pembahasan RUU TNI – Page 3

    Dasco: Tidak Ada Kebut Mengebut Dalam Pembahasan RUU TNI – Page 3

    Diketahui, salah satu pihak yang memberikan kritik keras adalah Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS.

    Terkait hal ini, Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto buka suara.

    “Kalau kontras memang dari awal nggak setuju. Nah ini kan keberpihakan, pertanyaannya begini terus,” kata Utut kepada wartawan, Sabtu (15/3/2025)

    Utut mengklaim pihaknya telah mengundang Kontras untuk berdiskusi, namun organisasi itu menolak hadir karena merasa hanya akan dijadikan stempel legitimasi.  

    “KontraS nggak setuju, kita undang dia nggak mau karena merasa akan jadi stempel saja bahasanya. Mereka menilai yang lebih dibutuhkan sekarang undang-undang yang berhubungan dengan peradilan militer atau bidangnya,” ujar dia.

    Di sisi lain, lokasi pertemuan yang dinilai tak mencerminkan semangat efisiensi anggaran. Utut juga menepis tudingan tersebut. Menurutnya, pemilihan hotel sebagai lokasi rapat bukanlah hal baru.  

    “Kalau di sini kan konsinyering. Kamu tahu arti konsinyering? Konsinyering itu dikelompokkan, gitu ya,” ucap dia 

    Utut kemudian mengungkit sejumlah pembahasan undang-undang sebelumnya yang juga dilakukan di hotel mewah.  

    “Ya kalau itu pendapatmu. Kalau dari dulu coba kamu cek undang-undang kejaksaan di Hotel Sheraton, undang-undang perlindungan data pribadi di InterContinental, kok nggak kamu kritik,” ucap Utut.

  • Rapat di Hotel Itu Terbuka, Boleh Dilihat Agendanya

    Rapat di Hotel Itu Terbuka, Boleh Dilihat Agendanya

    loading…

    Wakil Ketua Komisi I DPR Sufmi Dasco Ahmad menggelar jumpa pers polemik RUU TNI di Ruang Rapat Banggar DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025). Foto: Achmad Al Fiqri

    JAKARTA – Wakil Ketua Komisi I DPR Sufmi Dasco Ahmad menyangkal Komisi I DPR ngebut dalam proses pembahasan Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dia menegaskan proses pembahasan regulasi itu telah lama dilakukan.

    Hal tersebut disampaikan Dasco saat jumpa pers terkait polemik RUU TNI di Ruang Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025).

    “Saya sampaikan bahwa tidak ada kebut mengebut dalam RUU TNI. Seperti kita tahu bahwa revisi UU TNI ini sudah berlangsung dari berapa bulan lalu dan kemudian dibahas di Komisi I termasuk mengundang partisipasi publik,” ujar Dasco.

    Dia menegaskan tak ada rapat tertutup dalam membahas RUU TNI, termasuk di Hotel Fairmont, Jakarta, beberapa waktu lalu. Rapat konsinyering di Hotel Fairmont sedianya terbuka.

    “Tidak ada kemudian rapat terkesan diam-diam, karena rapat yang dilakukan di hotel itu adalah rapat terbuka. Boleh dilihat di agenda rapatnya, rapat diadakan terbuka,” ucapnya.

    Ketua DPP Partai Gerindra ini menuturkan konsinyering dalam tahapan pembahasan UU telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sedianya rapat konsinyering di Hotel Fairmont digelar 4 hari, namun karena efisiensi hanya 2 hari.

    “Walaupun cuma 3 pasal tetapi pembahasannya itu memerlukan waktu karena dari sisi naskah akademik dan lain-lain perlu juga merumuskan kata-kata atau kemudian pokok yang tepat dalam pembahasannya sehingga diperlukan konsinyering,” kata Dasco.

    (jon)

  • 4 Alasan Hotel Fairmont Jadi Lokasi Rapat RUU TNI, Sekjen DPR: DPR Tidak Punya Tempat Tidur – Halaman all

    4 Alasan Hotel Fairmont Jadi Lokasi Rapat RUU TNI, Sekjen DPR: DPR Tidak Punya Tempat Tidur – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI, Indra Iskandar, membeberkan alasan mengapa rapat Komisi I DPR RI bersama pemerintah yang membahas revisi UU TNI digelar di hotel bintang lima, Hotel Fairmont Jakarta.

    Setidaknya ada empat alasan yang disampaikan Indra.

    Pertama, Indra mengatakan rapat itu telah digelar sesuai prosedur dan aturan yang berlaku DPR.

    Sebab, rapat di Hotel Fairmont tersebut sudah mendapat persetujuan dari pimpinan DPR.

    “Semua rapat-rapat itu dilaporkan dulu pada pimpinan. Sesuai tatib (tata tertib) DPR Pasal 254, rapat-rapat untuk kepentungan tinggi itu dimungkinkan dilakukan di luar gedung DPR dengan persetujuan pimpinan DPR.”

    “Jadi semua prosedur itu sudah dilakukan,” jelas Indra kepada Tribunnews.com, Sabtu (15/3/2025).

    Kedua, lanjut Indra, karena rapat berlangsung secara maraton dan simultan, para peserta rapat butuh tempat untuk beristirahat.

    “Rapatnya maraton, simultan. Karena rapatnya simultan, membutuhkan waktu yang disiplin lebih ketat.”

    “Jadi kalau rapat itu dilakukan sampai malam hari, bahkan dini hari, tentu butuh tempat istirahat,” urai Indra.

    Ketiga, Indra mengatakan dari sekian hotel yang dihubungi oleh Sekretariat Komisi I DPR RI, Fairmont lah yang tengah tersedia.

    Ia menyebut, pencarian hotel oleh Sekretariat Komisi I DPR RI berdasarkan kualifikasi yang dibutuhkan, termasuk harga terjangkau dengan government rate serta fasilitas untuk rapat maraton.

    Atas alasan itu, rapat digelar di Hotel Fairmont Jakarta.

    “Teman-teman di Sekretariat Komisi I juga sudah menghubungi beberapa hotel, bukan hanya satu atau dua hotel.”

    “Kami sudah mencari hotel yang tersedia dan yang punya kerja sama dengan kita, dengan harga yang terjangkau, sesuai government rate,” tutur Indra.

    “Dari lima sampai enam hotel yang dihubungi, yang memenuhi spesifikasi ruangan rapat adalah Fairmont. Jadi ini memang dengan banyak pertimbangan,” imbuh dia.

    Indra menambahkan, alasan keempat mengapa rapat digelar di Fairmont, lantaran DPR RI tak punya fasilitas tempat istirahat.

    Ia juga mengatakan akan boros apabila rapat digelar di DPR RI.

    Sebab, ujar dia, listrik harus terus dihidupkan sampai rapat selesai.

    “Kalau di DPR, pertama, rapat ini simultan malam hari. DPR tidak punya tempat istirahat, tempat tidur, dan lain sebagainya.”

    “Kalau kita menghidupkan salah satu ruangan rapat itu, listriknya akan menyala di sebagian besar, itu akan sangat boros,” pungkas dia.

    Rapat Digeruduk, Berujung Laporan ke Polisi

    Sebelumnya, rapat RUU TNI di Hotel Fairmont digeruduk Koalisi Masyarakat Sipil, Sabtu.

    Mereka membawa poster dan spanduk berisikan penolakan terhadap RUU TNI.

    Pihak Koalisi Masyarakat Sipil tampak didorong beberapa orang diduga sekuriti setelah berhasil membuka pintu ruangan tempat rapat digelar.

    Dalam pernyataannya, Koalisi Masyarakat Sipil tegas menolak adanya UU TNI.

    Mereka juga memprotes pelaksanaan rapat secara tertutup tanpa adanya publikasi.

    “Proses ini tidak hanya kemudian diinformasikan kepada masyarakat, tetapi juga seolah-olah ditutupi yang kemudian kami mempertanyakan apa alasan proses pembahasan RUU TNI dilakukan secara tertutup,” ujar seorang perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil.

    “Secara substansi, kami pandang dan kami nilai sangat kemudian mengaktivasi kembali dwifungsi militer.”

    “Oleh karena itu, kedatangan kami di sini menuntut agar proses ini dihentikan selain bertolak belakang dengan kebijakan negara mengenai efisiensi juga.”

    “Terkait dengan pasal dan substansinya itu jauh dari upaya semangat menghapus dwi fungsi militer dan jauh dari semangat reformasi sektor keamanan di Indonesia,” lanjutnya.

    Terkait hal itu, seorang sekuriti melaporkan kejadian penggerudukan ke Polda Metro Jaya.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, membenarkan pihaknya telah menerima laporan tersebut pada Sabtu.

    Ade Ary mengatakan, laporan yang masuk merupakan dugaan tindak pidana karena mengganggu ketertiban umum.

    “Polda Metro Jaya menerima laporan dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum dan atau perbuatan memaksa disrta ancaman kekerasan dan atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia, yang dilaporkan oleh RYR” jelas Ade Ary, dalam keterangannya, Minggu (16/3/2025).

    Ia menambahkan, pihak terlapor dilaporkan dengan sangkaan Pasal 172 dan/atau Pasal 212 dan/atau Pasal 217 dan/atau Pasal 335 dan/atau Pasal 503 dan/atau Pasal 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.

    Dalam laporannya, RYR mengatakan ada tiga orang yang mengaku berasal dari Koalisi Masyarakat Sipil datang ke Fairmont pada Sabtu pukul 18.00 WIB.

    Tiga orang itu kemudian meneriakkan penolakan digelarnya rapat RUU TNI secara tertutup dan diam-diam.

    Kepada polisi, RYR mengaku dirugikan akibat insiden itu.

    “Pelapor selaku sekuriti Hotel Fairmont, Jakarta menerangkan bahwa sekitar pukul 18.00 WIB ada sekitar tiga orang yang mengaku dari Koalisi Masyarakat Sipil masuk ke Hotel Fairmont,” jelas Ade Ary.

    “Kemudian kelompok tersebut melakukan teriakan di depan pintu ruang rapat pembahasan revisi UU TNI agar rapat tersebut dihentikan karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup.”

    “Atas kejadian tersebut korban telah dirugikan,” imbuhnya.

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Chaerul Umam/Reza Deni/Alfarizy Ajie)

  • DPR RI Diam-diam Rapat di Hotel Mewah saat Efisiensi Anggaran, Pengamat: Kecurigaan

    DPR RI Diam-diam Rapat di Hotel Mewah saat Efisiensi Anggaran, Pengamat: Kecurigaan

    TRIBUNJATIM.COM, JAKARTA – DPR RI diam-diam menggelar rapat di hotel mewah Hotel Fairmont di kawasan Senayan, Jakarta.

    Rapat tersebut guna membahas revisi Undang-Undang TNI.

    Namun rapat tersebut menjadi sorotan, selain karena dilakukan secara diam-diam, juga kepekaan soal efisiensi anggaran.

    Sebab, rapat itu dilakukan di tengah efisiensi anggaran dan juga tuntutan soal transparansi.

    Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyoroti dasar hukum pelaksanaan rapat DPR adalah Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. 

    Fahmi mengatakan dalam peraturan itu disebutkan bahwa rapat DPR umumnya dilaksanakan di dalam gedung DPR, tetapi bisa dilakukan di luar gedung atas persetujuan Pimpinan.

    Artinya, secara prosedural, rapat di hotel bukanlah sesuatu yang melanggar aturan.

    Terkait sifat keterbukaan rapat, menurutnya pasal dalam Tata Tertib DPR juga menyebutkan bahwa rapat DPR bersifat terbuka kecuali dinyatakan tertutup. 

    Ia memandang keputusan untuk menjadikannya tertutup bisa diambil oleh rapat itu sendiri, baik atas usulan ketua rapat, anggota, fraksi, maupun pemerintah.

    “Meskipun secara prosedur dibenarkan, pemilihan tempat di hotel berbintang lima seperti Fairmont memang berpotensi menimbulkan masalah dari sisi etika politik dan kepekaan terhadap kondisi,” kata Fahmi saat dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (16/3/2025).

    “Jika alasannya adalah kenyamanan dan efektivitas rapat marathon, ada alternatif lain seperti Wisma DPR atau fasilitas milik negara yang bisa digunakan tanpa menimbulkan kesan pemborosan,” lanjut dia.

    Isu lainnya, kata Fahmi, adalah transparansi dan persepsi publik. 

    Ketika pembahasan revisi UU TNI sudah mendapatkan sorotan, menurut dia, keputusan untuk menggelar rapat secara tertutup di hotel mewah memang potensial memperkuat prasangka. 

    Keputusan itu, lanjut Fahmi, memicu spekulasi dan kontroversi yang bisa mengalihkan perhatian dari substansi revisi itu sendiri.

    “Jadi, meskipun secara prosedur sah, keputusan ini tetap menunjukkan kurangnya kepekaan DPR dalam membaca situasi publik, terutama di tengah isu efisiensi anggaran dan tuntutan transparansi dalam revisi UU strategis seperti UU TNI,” kata Fahmi.

    Selain itu, menurut dia, pembahasan RUU di DPR yang berlangsung maraton sebenarnya bukan hal yang luar biasa. 

    Dalam tata tertib, kata dia, DPR memang memiliki tenggat waktu ketat untuk menyelesaikan legislasi, terutama jika RUU tersebut masuk dalam daftar prioritas. 

    Namun, dalam kasus revisi UU TNI, munculnya kesan bahwa prosesnya berjalan terburu-buru.

    Sebenarnya, lanjut dia, hal itu bukan hanya karena durasi pembahasannya, melainkan karena kurangnya akses informasi dan partisipasi publik.

    Ia mencatat Menteri Pertahanan mewakili pemerintah sudah pernah menyampaikan poin-poin dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah, untuk menjadi dasar pembahasan dalam revisi ini.

    Namun, kata dia, karena DIM tersebut adalah surat yang secara resmi dikirimkan pemerintah ke DPR, kewenangan publikasi dan pembahasannya lebih lanjut berada di tangan DPR. 

    Sejumlah anggota DPR, kata dia, juga telah memaparkan beberapa hal krusial yang dibahas.

    Akan tetapi, menurut dia, itu ternyata belum cukup untuk menghilangkan kesan bahwa ada bagian dari pembahasan yang dianggap kurang terbuka bagi publik.

    Revisi tersebut menurutnya mencakup pasal-pasal yang oleh sebagian masyarakat dipersepsikan berpotensi mengubah peran dan struktur TNI dalam pemerintahan. 

    Padahal, kata Fahmi, jika dilihat dari substansinya, revisi ini cenderung sebagai bentuk akomodasi dan adaptasi terhadap kebutuhan yang terkait dinamika pemerintahan dan optimalisasi sumber daya. 

    Justru, lanjut dia, karena pentingnya perubahan ini, DPR perlu memastikan bahwa proses pembahasannya berlangsung secara lebih terbuka dan partisipatif agar dapat memperkuat legitimasi aturan yang dihasilkan.

    “Nah, pembahasan yang dilakukan—terutama dengan rapat di hotel mewah— akhirnya mengalihkan perhatian publik dari substansi revisi bergeser ke isu efisiensi anggaran dan transparansi,” ungkap dia.

    “Padahal, jika prosesnya lebih terbuka, publik bisa lebih memahami dan menilai secara objektif perubahan yang sedang dibahas, tanpa terdistorsi oleh kecurigaan dan prasangka,” sambungnya.

    Menurutnya DPR sebenarnya memiliki kesempatan untuk membangun kepercayaan publik terhadap revisi UU TNI. 

    Mengingat substansi revisi ini mengandung perbaikan, lanjut dia, maka seharusnya tidak perlu membatasi partisipasi publik dalam pembahasannya. 

    “Ini bukan hanya soal prosedur, tetapi juga soal memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar mendapat dukungan dan pemahaman yang luas dari masyarakat,” kata Fahmi.

    “Dengan begitu, revisi ini tidak hanya memiliki dasar hukum yang kuat, tetapi juga diterima dan dipahami dengan baik oleh berbagai pihak yang akan terdampak oleh implementasinya,” pungkasnya.

    Kata DPR Soal Rapat di Hotel Mewah

    Diberitakan sebelumnya Ketua Panja RUU TNI sekaligus Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto memandang kritik terkait rapat yang digelar di hotel mewahtersebut adalah pendapat publik.

    Dia juga membandingkan rapat lainnya para legislator Senayan yang dilaksanakan di hotel mewah.

    “Kalau dari dulu coba cek UU Kejaksaan di Hotel Sheraton, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Intercon (Hotel Intercontinental), kok nggak kamu kritik?” kata Utut saat ditemui di Hotel Fairmont pada Sabtu (15/3/2025).

    Saat ditanya soal efisiensi, Utut tak menjawab secara tegas.

    Dia hanya mengatakan bahwa rapat panja ini juga sebagai rapat konsinyering. “Kamu tahu arti konsinyering? Konsinyering itu dikelompokan gitu ya,” kata Utut.

    Rapat Revisi UU TNI Digeruduk Masyarakat Sipil

    Telah diberitakan juga sebelumnya, rapat Panja membahas RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta selama dua hari rampung pada Sabtu (15/3/2025) tengah malam. 

    Rapat tertutup antara Komisi I DPR dan pemerintah itu juga sempat diwarnai interupsi masyarakat sipil yang menggeruduk lokasi rapat.

    Mereka yang terdiri dari tiga orang membentangkan spanduk penolakan RUU TNI.

    Mereka langsung membuka pintu ruang rapat, meneriakkan seruan lantang soal penolakan RUU TNI. 

    Rapat sempat terhenti sejenak.

    Pihak pengamanan pun bergerak cepat dan memaksa mereka keluar.

    Bahkan, ada sedikit insiden fisik antara pihak pengamanan dan masyarakat sipil tersebut.

    Pantauan di lokasi, rapat RUU TNI selesai pada pukul 22.30 WIB. 

    Namun, baik dari pimpinan Komisi I DPR dan pihak pemerintah, tak ada yang memberikan keterangan saat rapat tersebut rampung.

    Sejumlah pejabat yang meninggalkan lokasi tanpa memberikan keterangan antara lain Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto hingga Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto.

    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI lainnya, Dave Laksono dan Ahmad Heryawan, tampak tidak terlihat keluar ruangan rapat saat para peserta rapat membubarkan diri.

    Utut yang keluar melalui pintu depan, ditanya awak media soal kesimpulan rapat panja. 

    Namun, Utut enggan bicara soal kesimpulan rapat Panja RUU TNI tersebut.

    Utut terus ditanya soal hasil rapat Panja selama dua hari tersebut. 

    Namun, Politisi PDIP tersebut terus berjalan dan tidak menggubris pertanyaan wartawan soal kesimpulan rapat.

     

  • Penggerudukan Rapat RUU TNI di Fairmont Berujung Laporan ke Polisi

    Penggerudukan Rapat RUU TNI di Fairmont Berujung Laporan ke Polisi

    Jakarta

    Rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI dengan pemerintah membahas revisi Undang-Undang (RUU) TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, digeruduk sejumlah orang. Namun penggerudukan itu berujung dengan laporan polisi.

    Dirangkum detikcom, Senin (17/3/2025), ada tiga orang yang mengatasnamakan diri dari Koalisi Reformasi Sektor Keamanan meminta agar rapat Panja RUU TNI dihentikan. Mereka mempersoalkan rapat panja ini digelar secara tertutup.

    “Kami dari Koalisi Reformasi Sektor Keamanan pemerhati di bidang pertahanan, hentikan, karena tidak sesuai ini diadakan tertutup,” kata salah satu peserta aksi yang menolak rapat Panja bernama Andrie di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3).

    Mereka menilai pembahasan ini dilakukan tidak secara terbuka. Mereka meneriakkan penolakan dan menilai RUU TNI ini dapat mengembalikan dwifungsi ABRI.

    “Bapak-Ibu yang terhormat, yang katanya ingin dihormati, kami menolak adanya pembahasan di dalam, kami menolak adanya dwifungsi ABRI, hentikan proses pembahasan RUU TNI,” ungkapnya.

    Satpam Fairmont Polisikan Penggerudukan

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi. (Agung Pambudhy/detikcom)

    Polda Metro Jaya menerima laporan terkait penggerudukan rapat Panja membahas RUU TNI di Hotel Farimont. Pelapor merupakan sekuriti hotel berinisial RYR.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan laporan diterima pada Sabtu (15/3) lalu. Laporan itu teregister dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.

    “Polda Metro Jaya menerima laporan dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum dan atau perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan dan atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia, yang dilaporkan oleh RYR,” kata Ade Ary, Minggu (16/3).

    Ade Ary mengatakan terlapor dalam kasus ini masih dalam penyelidikan. Dia mengatakan pasal yang diadukan dalam laporan ini adalah Pasal 172 dan/atau Pasal 212 dan/atau Pasal 217 dan/atau Pasal 335 dan/atau Pasal 503 dan/atau Pasal 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.

    “Pelapor RYR, korban anggota rapat pembahasan revisi UU TNI, terlapor dalam lidik,” ujarnya.

    Dia mengatakan peristiwa ini bermula saat sekelompok orang berteriak di depan pintu ruang rapat pembahasan RUU TNI. Dia mengatakan kelompok orang itu protes karena rapat dilakukan secara tertutup.

    “Pelapor selaku sekuriti Hotel Fairmont, Jakarta, menerangkan bahwa sekira pukul 18.00 WIB ada sekitar 3 orang yang mengaku dari Koalisi Masyarakat Sipil masuk ke Hotel Fairmont,” kata Ade Ary.

    “Kemudian kelompok tersebut melakukan teriakan di depan pintu ruang rapat pembahasan revisi UU TNI agar rapat tersebut dihentikan karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup. Atas kejadian tersebut, korban telah dirugikan,” imbuhnya.

    Respons KontraS

    Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra. (Ari Saputra/detikcom)

    Salah satu pihak yang melakukan penggerudukan, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), merespons pelaporan satpam Hotel Fairmont terkait penggerudukan rapat RUU TNI. Apa kata KontraS?

    “Terkait dengan proses pelaporan oleh satpam Fairmont ya, kami masih memverifikasi laporan itu kepada pihak kepolisian karena kami masih belum dapat salinan LP resminya,” kata Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra, kepada wartawan, Minggu (16/3).

    Dimas mengatakan pihaknya sudah melalui proses pengecekan keamanan dari sekuriti hotel saat melakukan penggerudukan. Dia menilai delik pasal yang disangkakan dalam laporan itu dipaksakan.

    “Kami melihat ada upaya yang dipaksakan karena pertama, dalam konteks pelaksaanan aksi kami sudah melewati securiti cek dari pihak hotel, artinya kita tidak membawa barang-barang atau benda-benda yang kemudian potentially harmful gitu ya, atau berpotensi untuk kemudian dapat melukai atau mengintimidasi seseorang,” ujarnya.

    Dimas mengatakan pihaknya hanya menyampaikan tuntutan. Dia menyebut pihaknya juga tak melakukan intimidasi atau ancaman saat menyampaikan tuntutan dalam penggerudukan tersebut.

    “Kami juga hanya dalam proses orasi, kami hanya menyampaikan tuntutan, tidak ada nada ancaman sementara ada pasal-pasal gitu ya, yang disangkakan itu bernada ancaman, berkaitan dengan pasal yang berkaitan dengan ancaman keselamatan dan lain sebagianya,” ujarnya.

    Dimas mengatakan pelaporan ini harusnya dapat dicegah. Menurutnya, proses penyampaian pendapat yang KontraS lakukan saat penggerudukan itu sudah sesuai koridor.

    “Jadi kami rasa proses pelaporan ini harusnya bisa diredam gitu ya, kami melihat kalaupun ternyata pihak pemerintah dan juga DPR itu tidak antikritik atau kupingnya bisa mendengar gitu ya, harusnya pemerintah dan DPR bisa mencegah pelaporan ini,” kata Dimas.

    “Kenapa? Karena apa yang kami lakukan itu sudah pada koridor, sudah sesuai gitu ya dengan ketentuan yang sudah sesuai dengan proses-proses yang kami rasa berkaitan dengan proses-proses penyampaian pendapat di muka umum dan juga proses proses penyeampaian ekspresi,” tambahnya.

    Lebih lanjut, Dimas mengatakan pihaknya menunggu tindak lanjut dari pelaporan tersebut. Dia mengatakan pemerintah dan DPR harus lebih berhati-hati dalam membuat suatu kebijakan.

    “Ini bagian dari tuntutan masyarakat untuk kemudian dapat memberikan satu peringatan kepada para pembuat kebijakan untuk lebih berhati-hati lagi dalam membuat satu peraturan atau satu produk legislasi agar tidak menghasilkan satu produk legislasi yang cacat,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 3

    (fas/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Bahas Revisi UU TNI Diam-diam di Hotel Mewah, Pengamat: DPR Nggak Peka! – Halaman all

    Bahas Revisi UU TNI Diam-diam di Hotel Mewah, Pengamat: DPR Nggak Peka! – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – DPR RI dinilai tidak peka karena menggelr rapat pembahasan revisi Undang-Undang TNI diam-diam di hotel mewah Hotel Fairmont di kawasan Senayan, Jakarta.

    Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyoroti dasar hukum pelaksanaan rapat DPR adalah Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. 

    Fahmi mengatakan dalam peraturan itu disebutkan bahwa rapat DPR umumnya dilaksanakan di dalam gedung DPR, tetapi bisa dilakukan di luar gedung atas persetujuan Pimpinan.

    Artinya, secara prosedural, rapat di hotel bukanlah sesuatu yang melanggar aturan.

    Terkait sifat keterbukaan rapat, menurutnya pasal dalam Tata Tertib DPR juga menyebutkan bahwa rapat DPR bersifat terbuka kecuali dinyatakan tertutup. 

    Ia memandang keputusan untuk menjadikannya tertutup bisa diambil oleh rapat itu sendiri, baik atas usulan ketua rapat, anggota, fraksi, maupun pemerintah.

    “Meskipun secara prosedur dibenarkan, pemilihan tempat di hotel berbintang lima seperti Fairmont memang berpotensi menimbulkan masalah dari sisi etika politik dan kepekaan terhadap kondisi,” kata Fahmi saat dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (16/3/2025).

    “Jika alasannya adalah kenyamanan dan efektivitas rapat marathon, ada alternatif lain seperti Wisma DPR atau fasilitas milik negara yang bisa digunakan tanpa menimbulkan kesan pemborosan,” lanjut dia.

    Isu lainnya, kata Fahmi, adalah transparansi dan persepsi publik. 

    Ketika pembahasan revisi UU TNI sudah mendapatkan sorotan, menurut dia, keputusan untuk menggelar rapat secara tertutup di hotel mewah memang potensial memperkuat prasangka. 

    Keputusan itu, lanjut Fahmi, memicu spekulasi dan kontroversi yang bisa mengalihkan perhatian dari substansi revisi itu sendiri.

    “Jadi, meskipun secara prosedur sah, keputusan ini tetap menunjukkan kurangnya kepekaan DPR dalam membaca situasi publik, terutama di tengah isu efisiensi anggaran dan tuntutan transparansi dalam revisi UU strategis seperti UU TNI,” kata Fahmi.

    Selain itu, menurut dia, pembahasan RUU di DPR yang berlangsung maraton sebenarnya bukan hal yang luar biasa. 

    Dalam tata tertib, kata dia, DPR memang memiliki tenggat waktu ketat untuk menyelesaikan legislasi, terutama jika RUU tersebut masuk dalam daftar prioritas. 

    Namun, dalam kasus revisi UU TNI, munculnya kesan bahwa prosesnya berjalan terburu-buru.

    Sebenarnya, lanjut dia, hal itu bukan hanya karena durasi pembahasannya, melainkan karena kurangnya akses informasi dan partisipasi publik.

    Ia mencatat Menteri Pertahanan mewakili pemerintah sudah pernah menyampaikan poin-poin dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah, untuk menjadi dasar pembahasan dalam revisi ini.

    Namun, kata dia, karena DIM tersebut adalah surat yang secara resmi dikirimkan pemerintah ke DPR, kewenangan publikasi dan pembahasannya lebih lanjut berada di tangan DPR. 

    Sejumlah anggota DPR, kata dia, juga telah memaparkan beberapa hal krusial yang dibahas.

    Akan tetapi, menurut dia, itu ternyata belum cukup untuk menghilangkan kesan bahwa ada bagian dari pembahasan yang dianggap kurang terbuka bagi publik.

    Revisi tersebut menurutnya mencakup pasal-pasal yang oleh sebagian masyarakat dipersepsikan berpotensi mengubah peran dan struktur TNI dalam pemerintahan. 

    Padahal, kata Fahmi, jika dilihat dari substansinya, revisi ini cenderung sebagai bentuk akomodasi dan adaptasi terhadap kebutuhan yang terkait dinamika pemerintahan dan optimalisasi sumber daya. 

    Justru, lanjut dia, karena pentingnya perubahan ini, DPR perlu memastikan bahwa proses pembahasannya berlangsung secara lebih terbuka dan partisipatif agar dapat memperkuat legitimasi aturan yang dihasilkan.

    “Nah, pembahasan yang dilakukan—terutama dengan rapat di hotel mewah— akhirnya mengalihkan perhatian publik dari substansi revisi bergeser ke isu efisiensi anggaran dan transparansi,” ungkap dia.

    “Padahal, jika prosesnya lebih terbuka, publik bisa lebih memahami dan menilai secara objektif perubahan yang sedang dibahas, tanpa terdistorsi oleh kecurigaan dan prasangka,” sambungnya.

    Menurutnya DPR sebenarnya memiliki kesempatan untuk membangun kepercayaan publik terhadap revisi UU TNI. 

    Mengingat substansi revisi ini mengandung perbaikan, lanjut dia, maka seharusnya tidak perlu membatasi partisipasi publik dalam pembahasannya. 

    “Ini bukan hanya soal prosedur, tetapi juga soal memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar mendapat dukungan dan pemahaman yang luas dari masyarakat,” kata Fahmi.

    “Dengan begitu, revisi ini tidak hanya memiliki dasar hukum yang kuat, tetapi juga diterima dan dipahami dengan baik oleh berbagai pihak yang akan terdampak oleh implementasinya,” pungkasnya.

    Kata DPR Soal Rapat di Hotel Mewah

    Diberitakan sebelumnya Ketua Panja RUU TNI sekaligus Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto memandang kritik terkait rapat yang digelar di hotel mewah tersebut adalah pendapat publik.

    Dia juga membandingkan rapat lainnya para legislator Senayan yang dilaksanakan di hotel mewah.

    “Kalau dari dulu coba cek UU Kejaksaan di Hotel Sheraton, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Intercon (Hotel Intercontinental), kok nggak kamu kritik?” kata Utut saat ditemui di Hotel Fairmont pada Sabtu (15/3/2025).

    Saat ditanya soal efisiensi, Utut tak menjawab secara tegas.

    Dia hanya mengatakan bahwa rapat panja ini juga sebagai rapat konsinyering. “Kamu tahu arti konsinyering? Konsinyering itu dikelompokan gitu ya,” kata Utut.

    Rapat Revisi UU TNI Digeruduk Masyarakat Sipil

    Telah diberitakan juga sebelumnya, rapat Panja membahas RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta selama dua hari rampung pada Sabtu (15/3/2025) tengah malam. 

    Rapat tertutup antara Komisi I DPR dan pemerintah itu juga sempat diwarnai interupsi masyarakat sipil yang menggeruduk lokasi rapat.

    Mereka yang terdiri dari tiga orang membentangkan spanduk penolakan RUU TNI. Mereka langsung membuka pintu ruang rapat, meneriakkan seruan lantang soal penolakan RUU TNI. 

    Rapat sempat terhenti sejenak.

    Pihak pengamanan pun bergerak cepat dan memaksa mereka keluar. Bahkan, ada sedikit insiden fisik antara pihak pengamanan dan masyarakat sipil tersebut.

    Pantauan di lokasi, rapat RUU TNI selesai pada pukul 22.30 WIB. 

    Namun, baik dari pimpinan Komisi I DPR dan pihak pemerintah, tak ada yang memberikan keterangan saat rapat tersebut rampung.

    Sejumlah pejabat yang meninggalkan lokasi tanpa memberikan keterangan antara lain Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto hingga Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto.

    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI lainnya, Dave Laksono dan Ahmad Heryawan, tampak tidak terlihat keluar ruangan rapat saat para peserta rapat membubarkan diri.

    Utut yang keluar melalui pintu depan, ditanya awak media soal kesimpulan rapat panja. 

    Namun, Utut enggan bicara soal kesimpulan rapat Panja RUU TNI tersebut. Utut terus ditanya soal hasil rapat Panja selama dua hari tersebut. 

    Namun, Politisi PDIP tersebut terus berjalan dan tidak menggubris pertanyaan wartawan soal kesimpulan rapat.

    “Yang lain saja, jangan saya terus,” kata Utut.

  • Politik kemarin, RUU TNI dilanjut hingga Prabowo pimpin ratas

    Politik kemarin, RUU TNI dilanjut hingga Prabowo pimpin ratas

    Jakarta (ANTARA) – Berbagai peristiwa politik kemarin yang menjadi sorotan di antaranya, Panja RUU TNI akan melanjutkan pembahasan pada Senin, hingga Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di kediamannya, Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

    Berikut rangkuman ANTARA untuk berita politik kemarin yang menarik untuk kembali dibaca:

    1. Panja RUU TNI lanjutkan pembahasan revisi UU TNI pada Senin

    Panitia kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI) akan melanjutkan pembahasan kembali terkait sejumlah perubahan dalam revisi UU TNI di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Senin (17/3).

    “Senin akan dibahas kembali di parlemen,” kata anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Minggu.

    Hal itu disampaikan usai Panja RUU TNI Komisi I DPR bersama Pemerintah melakukan konsinyering di salah satu hotel di kawasan Senayan, Jakarta, pada Jumat-Sabtu (14-15 Maret).

    Baca selengkapnya di sini.

    2. Panglima rotasi 86 pati TNI mulai dari kapuspen hingga pangdam

    Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto merotasi dan memutasi sebanyak 86 perwira tinggi (pati) TNI dari tiga matra, diantaranya mulai dari jabatan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI hingga Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam).

    Kapuspen TNI Mayjen Hariyanto mengungkapkan rotasi dan mutasi jabatan tersebut tertuang dalam Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/333/III/2025 tanggal 14 Maret 2025, mengenai pemberhentian dan pengangkatan dalam jabatan di tubuh TNI.

    “Rotasi dan mutasi ini telah ditetapkan oleh Panglima TNI, sebanyak 86 perwira tinggi, dari 53 Pati TNI AD, 12 Pati TNI AL, dan 21 Pati TNI AU,” kata Hariyanto di Jakarta, Minggu.

    Baca selengkapnya di sini.

    3. Bamsoet: Pembentukan Badan Penerimaan Negara perlu Omnibus Law

    Anggota DPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet menilai bahwa upaya penataan kelembagaan pendapatan negara yang terpusat dengan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara perlu pendekatan Omnibus Law.

    Menurut dia, untuk mewujudkan Badan Penerimaan Negara sebagai lembaga terpusat yang mengelola seluruh penerimaan negara tidaklah mudah, karena memerlukan revisi setidaknya 11 undang-undang. Terutama di bidang perpajakan, kepabeanan, cukai, PNBP, serta tata kelola keuangan negara.

    “Pendekatan Omnibus Law dapat digunakan untuk merevisi berbagai UU sekaligus dalam satu regulasi agar lebih cepat dan terintegrasi. Ini bisa berbentuk RUU Konsolidasi Penerimaan Negara yang mengintegrasikan seluruh aturan perpajakan, kepabeanan, cukai, dan PNBP ke dalam satu sistem terpadu di bawah Badan Penerimaan Negara,” kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Minggu.

    Baca selengkapnya di sini.​​​​​​​

    4. Pinka Hapsari singgung peran Kartini dalam sidang CSW di Markas PBB

    Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Diah Pikatan Orissa Putri Hapsari menyinggung soal peran perjuangan Raden Ajeng (RA) Kartini dalam sidang sidang Komisi Status Perempuan (Commission on the Status of Women/CSW) ke-69 di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Amerika Serikat (AS).

    “Tema tersebut juga mengingatkan saya pada tokoh feminis terkemuka di Indonesia bernama Raden Ajeng Kartini. Pada tahun 1905, Kartini mengatakan bahwa kita tidak dapat kembali ke masa ketika perempuan diperlakukan tidak adil. Kata-katanya sangat relevan dengan dunia kita saat ini,” kata Pinka Haprani, sapaan karib legislator PDI Perjuangan itu dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.

    Hal itu disampaikannya saat mengikuti sidang CSW ke-69 untuk sesi parlemen di Markas Besar PBB, New York, AS, pada Rabu (12/3).

    Baca selengkapnya di sini.​​​​​​​

    5. Prabowo pimpin ratas hilirisasi, telaah proyek ciptakan lapangan kerja

    Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di kediaman Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu, guna membahas percepatan hilirisasi dan menelaah proyek yang berdampak pada penciptaan lapangan kerja.

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menjelaskan bahwa dalam ratas tersebut, Presiden Prabowo menginstruksikan agar proyek hilirisasi yang paling banyak menciptakan efek berganda (multiplier effect) menjadi prioritas.

    “Kami analisa semua, dan kami perintahkan proyek-proyek mana saja yang memberikan dampak positif, terutama dalam bidang penciptaan lapangan pekerjaan. Itu adalah salah satu parameter utama yang tadi kami lihat,” kata Rosan dalam keterangan resmi melalui akun YouTube Sekretariat Presiden yang disaksikan di Jakarta, Minggu.

    Baca selengkapnya di sini.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mekanisme penempatan prajurit di K/L dalam RUU TNI diatur ketat

    Mekanisme penempatan prajurit di K/L dalam RUU TNI diatur ketat

    Dokumentasi – Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto (tengah). (ANTARA/HO-Pusat Penerangan TNI)

    TNI: Mekanisme penempatan prajurit di K/L dalam RUU TNI diatur ketat
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Minggu, 16 Maret 2025 – 23:37 WIB

    Elshinta.com – Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Hariyanto mengatakan bahwa mekanisme dan kriteria penempatan prajurit aktif di kementerian dan lembaga (K/L) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) akan diatur dengan ketat.

    Dia mengatakan penempatan prajurit aktif di luar institusi TNI harus sesuai dengan kebutuhan nasional dan tidak mengganggu prinsip netralitas TNI.

    “Penempatan prajurit aktif di luar institusi TNI akan diatur dengan ketat agar tetap sejalan dengan kepentingan nasional dan tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan,” kata Hariyanto dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.

    Lebih lanjut, dia menyebut rumusan perubahan dalam RUU TNI menyangkut perpanjangan batas usia pensiun prajurit juga didasarkan atas meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia.

    Dia mengatakan aturan mengenai batas usia pensiun dilihat dari harapan hidup orang Indonesia yang semakin panjang dan produktif sehingga masih dapat berkontribusi bagi negara, sekaligus menjaga keseimbangan regenerasi dalam tubuh TNI.

    “Kami melihat bahwa penyesuaian batas usia pensiun dapat menjadi solusi agar prajurit yang masih memiliki kemampuan optimal tetap bisa mengabdi, tanpa menghambat regenerasi kepemimpinan di TNI,” ujarnya.

    Dia menuturkan bahwa RUU TNI bertujuan menyempurnakan tugas pokok TNI agar lebih efektif tanpa tumpang tindih dengan institusi lain maupun dalam menghadapi ancaman militer dan nonmiliter.

    Untuk itu, dia menyebut RUU TNI menjadi langkah strategis untuk memperkuat pertahanan negara dan meningkatkan profesionalisme prajurit.

    “Revisi UU TNI adalah kebutuhan strategis agar tugas dan peran TNI lebih terstruktur serta adaptif terhadap tantangan zaman,” ucapnya.

    Dia pun menegaskan bahwa revisi UU TNI menjunjung tinggi supremasi sipil, sebagaimana pernyataan yang disampaikan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto saat rapat bersama Komisi I DPR, Jakarta, Kamis (13/3).

    Di mana, TNI berkomitmen menjaga keseimbangan peran militer dan otoritas sipil dengan tetap mempertahankan prinsip supremasi sipil, serta profesionalisme militer dalam menjalankan tugas pokoknya

    Dia mengajak pula masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh berita yang sarat kebencian dan fitnah terkait pembahasan RUU TNI.

    “TNI mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjaga persatuan dan tidak mudah diadu domba. Stabilitas nasional harus tetap kita jaga bersama,” kata dia.

    Sumber : Antara

  • 4 Alasan Hotel Fairmont Jadi Lokasi Rapat RUU TNI, Sekjen DPR: DPR Tidak Punya Tempat Tidur – Halaman all

    Sekuriti Hotel Fairmont Tak Tahu Sosok PRY yang Polisikan Aktivis Pembongkar Rapat Revisi UU TNI – Halaman all

    Laporan khusus Tim Tribunnews.com

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Petugas keamanan atau sekuriti Hotel Fairmont Jakarta terkejut setelah mengetahui bahwa salah satu dari mereka, yang bernama RYR, disebut oleh pihak kepolisian sebagai sosok yang melaporkan tiga aktivis KontraS ke Polda Metro Jaya. 

    Pelaporan tersebut terkait dengan insiden yang terjadi pada Sabtu (15/3/2025), saat DPR dan pemerintah rapat tertutup tentang revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) diadakan di hotel mewah tersebut.

    Menurut laporan polisi, RYR melaporkan ketiga aktivis yang dianggap mengganggu jalannya rapat.

    Aktivis yang berasal dari Koalisi Masyarakat Sipil itu disebut tiba-tiba masuk dan melakukan aksi protes dengan memaksa rapat yang berlangsung secara diam-diam itu dihentikan.

    Diketahui, gara-gara aksi geruduk ketiga aktivis itu, akhirnya terbongkar adanya rapat pihak DPR dan pemerintah menggodok RUU TNI secara diam-diam dan tertutup di hotel mewah dan menuai kritik dari banyak pihak.

    Namun, saat Tribunnews berkunjung ke Hotel Fairmont pada Minggu (16/3/2025), sejumlah petugas keamanan yang ditemui mengaku tidak mengenal sosok RYR dan bahkan tidak tahu menahu tentang pelaporan tersebut.

    Beberapa sekuriti mengungkapkan bahwa mereka tak pernah mendengar adanya laporan atau kejadian tersebut.

    “Saya harus konfirmasi dulu,” kata seorang sekuriti saat ditanya tentang pelaporan tersebut. 

    Seorang sekuriti lainnya mengarahkan Tribunnews untuk berbicara dengan pimpinan petugas keamanan yang ternyata juga tidak mengetahui siapa itu RYR.

    “Kalau mau lapor kan harusnya orang dari yang punya atau penyelenggara acaranya, bukan dari kami. Kalau dia merasa terganggu, ya sudah buat laporan. Kalau kami mah enggak berani,” kata pimpinan sekuriti tersebut, yang juga mengaku tak mendengar kabar mengenai sosok PRY.

    Polda Metro Jaya sebelumnya menyatakan pihaknya telah menerima laporan tersebut, dengan dugaan pelanggaran sejumlah pasal dalam KUHP terkait gangguan ketertiban umum dan ancaman kekerasan. 

    Dalam laporan tersebut, terlapor dilaporkan dengan Pasal 172, 212, 217, 335, 503, dan 207 KUHP.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengatakan bahwa laporan itu diterima pada hari kejadian.

    “Pelapor selaku sekuriti hotel Fairmont, Jakarta menerangkan bahwa sekira pukul 18.00 WIB ada sekitar tiga orang yang mengaku dari Koalisi Masyarakat Sipil masuk ke hotel Fairmont,” ujar Ade.

    Menurut polisi, insiden bermula ketika tiga orang aktivis yang mengaku berasal dari Koalisi Masyarakat Sipil tiba-tiba memasuki area hotel dan menginterupsi jalannya rapat Panja RUU TNI.

    “Kemudian kelompok tersebut melakukan teriakan di depan pintu ruang rapat pembahasan revisi UU TNI agar rapat tersebut dihentikan karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup. Atas kejadian tersebut korban telah dirugikan,” sambungnya.

    Aksi protes tersebut memicu kericuhan, meskipun petugas keamanan cepat menangani situasi dan memaksa aktivis keluar dari lokasi.

    RAPAT TERTUTUP – Suasana rapat Panja RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta, Sabtu (15/3/2025). Rapat yang diikuti Panja Komisi I DPR RI bersama pemerintah ini berlangsung secara tertutup. (Tangkapan Video)

    Berdasarkan pantauan saat kejadian di lokasi, ada tiga orang aktivis berpakaian hitam dan abu-abu membentangkan spanduk serta meneriakkan seruan menolak revisi UU TNI.

    Mereka menilai pembahasan RUU tersebut dilakukan secara tertutup dan tidak melibatkan masyarakat sipil.

    Rapat pun berhenti sejenak. Pihak petugas keamanan pun bergerak cepat dan memaksa mereka keluar. Bahkan, sempat terjadi insiden fisik antara pihak pengamanan dengan unsur sipil tersebut.

    Diketahui, Komisi I DPR dan pemerintah memang tengah kebut membahas revisi Undang-undang TNI. 

    Pembahasan RUU TNI ini memang tengah menjadi perhatian besar, karena di dalamnya terdapat perubahan penting, seperti penambahan usia dinas prajurit, perluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga, hingga keterlibatan TNI dalam aktivitas bisnis.  

     

  • Rapat DPR di Hotel Mewah, Tere Liye: Rumah Rakyat Lebih Kecil dari Toilet Kamar Mereka

    Rapat DPR di Hotel Mewah, Tere Liye: Rumah Rakyat Lebih Kecil dari Toilet Kamar Mereka

    “Silakan kalian komplain soal ini ke anggota DPR, pejabat ini, maka mereka akan selalu punya argumen membantah. Bahwa mereka berhak dan boleh-boleh saja rapat di hotel mewah, lengkap dengan fasilitasnya,” imbuhnya.

    “Padahal itu cuma konsidering, cukup ruang meeting kecil di DPR/kantor pemerintahan,” sambung dia.

    Tere Liye juga menyoroti slip gaji pejabat yang pajak penghasilannya ditanggung oleh negara.

    Tere Liye bilang, hal ini menunjukkan betapa pejabat telah menikmati berbagai fasilitas mewah tanpa memikirkan beban rakyat.

    “Kita bahkan belum membahas substansi dan kualitas UU yang akan kalian hasilkan. Bahkan dari cara kalian melahirkan UU ini saja sudah bermasalah serius, kalian menikmati semua kemewahan fasilitas pejabat, maka dari mana rumusnya kalian benar-benar akan peduli pada rakyat banyak?” kuncinya.

    Sebelumnya, Komisi I DPR RI bersama pemerintah menggelar rapat Panitia Kerja (Panja) untuk membahas revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) di Hotel Fairmont Jakarta.

    Keputusan ini menimbulkan kontroversi karena dilakukan di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang sedang diberlakukan.

    Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, menjelaskan bahwa aturan DPR memungkinkan rapat legislatif berlangsung di luar Kompleks Parlemen Senayan, asalkan mendapatkan izin dari pimpinan DPR.

    Ia juga menyebut bahwa Hotel Fairmont dipilih karena adanya kerja sama yang memberikan potongan harga bagi DPR.

    Selain itu, Indra mengungkapkan bahwa intensitas pembahasan RUU TNI yang tinggi menjadi alasan utama perlunya tempat yang mendukung kelancaran diskusi.