Kementrian Lembaga: Komisi I DPR

  • Tarif GrabFood dan GoFood Tak Diatur Komdigi, Meutya Sebut di Menhub

    Tarif GrabFood dan GoFood Tak Diatur Komdigi, Meutya Sebut di Menhub

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengatakan bahwa aturan soal tarif pengantaran makanan dan barang online seperti GrabFood dan GoFood, ada di Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

    “Karena kalau Permen (Peraturan Menteri) tentang pos memang mengaturnya pos, jadi memang tidak mengatur itu. Tapi betul bahwa ada ranah aturan di Kemenhub, tarif itu adanya di Kemenhub,” ujar Meutya saat ditemui usah Raker dengan Komisi I DPR, Senin (7/7/2025).

    Namun, kata dia, tata kelola PSE termasuk juga Grab dan Gojek, itu ada di Kementerian Komdigi. Menurut Meutya, ke depannya, Komdigi akan duduk sama-sama dengan Kemenhub untuk membahas hal ini.Komdigi akan duduk sama-sama dengan Kemenhub untuk membahas hal ini.

    “Tapi tidak benar bahwa tarifnya di Komdigi, tarifnya di Kemenhub. Tapi tata kelolanya ada di Komdigi, mungkin di situ ada irisan yang nanti kami akan duduk sama-sama dengan Kemenhub,” terangnya.

    Komdigi tahun ini menerbitkan Permenkomdigi No. 8/2025 tentang Layanan Pos Komersial. Aturan baru itu sebagai pengganti aturan sebelumnya yaitu Permenkominfo No. 1/2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial.

    Namun, pengelola aplikasi menyatakan penetapan tarif untuk layanan pesan antar makanan seperti GrabFood dan Gofood masih mengacu pada Permenkominfo No. 1/2012. Alasannya, Permenkomdigi No. 8/2025 tidak mengatur pengiriman dari titik ke titik.

    Kedua aturan sama-sama menyatakan bahwa tarif pos komersial ditetapkan oleh penyelenggaraan layanan pos komersial dan terdiri dari komponen biaya ditambah margin. Perbedaannya ada pada komponen perhitungan komponen biaya.

    Aturan yang lama menyatakan, kelompok biaya komponen perhitungan tarif terdiri dari kelompok biaya operasi/produksi (termasuk biaya resiko), kelompok biaya pemasaran, kelompok biaya administrasi, kelompok biaya umum; dan biaya yang tidak bersinggungan langsung dengan proses produksi.

    Permenkomdigi no. 8/2025 mencantumkan cara perhitungan biaya produksi yang jauh lebih detail, yaitu mencakup biaya tenaga kerja atau karyawan, biaya transportasi, biaya aplikasi, biaya teknologi, biaya yang timbul akibat kerja sama penyediaan sarana dan prasarana, dan biaya yang timbul akibat kerja sama dengan pelaku usaha orang perseorangan.

    “Judulnya sama, yakni layanan pos komersial. Dulu, diatur sama, kami masuk ke aturan ini. Akan tetapi, kami layanan point to point yang berbeda dengan layanan logistik yang memakai pergudangan, tidak diatur [di Permenkomdigi]. Ini masih didiskusikan,” kata juru bicara Grab dalam pertemuan dengan media, baru-baru ini.

    Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati juga sempat menyinggung soal Permenkomdigi no. 8/2025 dalam siaran pers merespons rencana Kemenhub menaikkan tarif ojol.

    “Potongan platform saat ini tidak mengikuti aturan maksimal 20 persen yang telah ditentukan pemerintah untuk layanan angkutan penumpang roda dua. Apalagi untuk pengantaran barang dan makanan yang tarifnya diserahkan pada harga pasar alias ditentukan sepihak oleh perusahaan platform,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (1/7/2025). “Kami mendapati potongan platform hingga 70%, di saat seorang pengemudi ojol hanya mendapatkan Rp 5.200 untuk pengantaran makanan, padahal konsumen membayar Rp 18.000 kepada platform.”

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Farhan Pastikan Teras Cihampelas Tak Jadi Beban Pemkot Bandung
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        7 Juli 2025

    Farhan Pastikan Teras Cihampelas Tak Jadi Beban Pemkot Bandung Bandung 7 Juli 2025

    Farhan Pastikan Teras Cihampelas Tak Jadi Beban Pemkot Bandung
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Wali Kota
    Bandung
    , Muhamad
    Farhan
    , menegaskan bahwa Pemerintah Kota Bandung telah menganggarkan perawatan dan pemeliharaan
    Teras Cihampelas
    .
    Farhan, yang sebelumnya menjabat sebagai anggota Komisi I DPR RI, membantah anggapan bahwa Teras Cihampelas menjadi beban keuangan bagi pemerintah daerah.
    “Enggak akan (jadi beban). Karena bagaimana pun juga kita mesti menjaga aset,” kata Farhan di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Kota Bandung,
    Jawa Barat
    , Senin (7/7/2025).
    Farhan juga memastikan tidak ada pembongkaran konstruksi skywalk Teras Cihampelas.
    “Sampai hari ini saya belum dapat rekomendasi dari BPK untuk pelepasan aset,” akunya.
    Selain itu, Farhan mengungkapkan rencana
    renovasi
    Teras Cihampelas dan memperbaiki kerusakan yang ada.
    “Teras Cihampelas sudah pasti akan kita renovasi oleh Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga. Kemudian pencahayaan akan ditangani oleh Dishub, tapi khusus untuk (pencahayaan) di atas sama di pedestrian,” ungkapnya.
    Meski belum merinci jumlah anggaran, Farhan memastikan, dana untuk renovasi dan pemeliharaan Teras Cihampelas sudah tersedia.
    “Anggaran renovasi dan pemeliharaan Teras Cihampelas dibagi ke beberapa dinas yang memiliki keterkaitan seperti DSDABM, Satpol PP, Dinas Perhubungan, Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman hingga kewilayahan setempat,” jelasnya.
    Farhan menambahkan, pemeliharaan normal selama ini sudah ada anggaran, meskipun jumlahnya kecil.
    “Itu selama ini diserahkan kepada wilayah. Jadi nanti kita akan bikin sedemikian rupa sehingga akan ditanggung oleh DPKP, DSDABM, Kewilayahan, Satpol PP, dan Dishub. Jadi dibagi rata, tergantung dari mereka alokasinya,” bebernya.
    Farhan juga mengakui bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kembali ke APBD Kota Bandung dari Teras Cihampelas sangat kecil, bahkan tidak ada.
    Hal ini disebabkan oleh minimnya perputaran ekonomi di kawasan tersebut, terutama selama pandemi Covid-19.
    “Karena semua anggaran pemeliharaan Teras Cihampelas itu dulu hanya diserahkan kepada dua dinas yaitu Dinas Koperasi dan KUKM serta DSDABM. DSDABM hanya melakukan perbaikan-perbaikan, sedangkan Dinas Koperasi itu menyelenggarakan kegiatan UMKM,” tutur dia. 
    “Kemudian dari PAD atau kontribusi yang didapatnya baru dibelanjakan. Tapi ketika si UMKM-nya tidak ada, otomatis tidak ada uang masuk. Jadi sekarang mau tidak mau kita intervensi,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Banyak Wartawan 'Bodrek' Peras Pemda, Dewan Pers: Akibat Pengangguran
                        Nasional

    7 Banyak Wartawan 'Bodrek' Peras Pemda, Dewan Pers: Akibat Pengangguran Nasional

    Banyak Wartawan Bodrek Peras Pemda, Dewan Pers: Akibat Pengangguran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua
    Dewan Pers

    Komaruddin Hidayat
    menyatakan, maraknya
    wartawan bodrek
    , istilah untuk orang yang mengaku-ngaku sebagai wartawan untuk memeras, merupakan akibat dari tingginya pengangguran serta kebebasan bermedia sosial.
    Menurut Komaruddin, banyak orang begitu mudahnya membuat kartu pengenal untuk mengatasnamakan diri sebagai seorang wartawan, padahal mereka tidak punya kompetensi dan terdaftar secara resmi di Dewan Pers.
    “Memang akibat dari pengangguran, dan juga kebebasan bermedsos yang muncul ini, mudah sekali di daerah itu orang buat kartu nama, kemudian wartawan online, seenaknya saja. Padahal mereka tidak terdaftar resmi di Dewan Pers,”kata Komaruddin dalam rapat dengan Komisi I DPR, Senin (7/7/2025).
    Komaruddin tidak memungkiri bahwa wartawan bodrek kerap memeras pejabat atau pemerintah derah.
    Modusnya sederhana, oknum wartawan bodrek itu akan datang dengan kamera, memotret proyek pemerintah yang dianggap bermasalah, lalu mengancam akan memberitakannya jika tidak diberikan imbalan.
    “Bagi kepala daerah yang tidak tahu, dan juga mungkin kinerjanya kurang bagus, ini jadi sasaran empuk. Pemda langsung otomatis keluar duitnya,” ujar Komaruddin.
    Oleh karena itu, ia menyarankan pemda agar tidak menanggapi permintaan wartawan yang tidak terdaftar secara resmi itu.
    “Yang tidak tercatat (di Dewan Pers) jangan ditanggapi. Kecuali memang kinerja pemda tadi kurang beres, ya itu agak panjang urusannya,” kata Komaruddin.
    Untuk mengatasi masalah ini, Dewan Pers bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kepolisian dalam melakukan literasi kepada pemda di berbagai daerah.
    Salah satu solusinya adalah mendorong pemda untuk selalu mengecek legalitas wartawan ke database resmi Dewan Pers.
    Komaruddin juga menyoroti dampak dari pergeseran belanja iklan dari media massa konvensional ke media sosial, yang berkontribusi pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri pers.
     
    “Iklan sebagai darah di media massa sekarang banyak mengalir ke medsos. Media
    mainstream
    seperti TV, surat kabar, tidak kebagian. Akibatnya mereka melakukan PHK karena tidak bisa bayar karyawan,” kata dia.
    Komaruddin berharap, DPR dan Kementerian Komdigi dapat memfasilitasi dialog antara pemangku kepentingan, termasuk perusahaan media dan Kementerian Dalam Negeri, guna menyalurkan tenaga wartawan bersertifikat ke instansi-instansi yang membutuhkan, termasuk pemerintah daerah.
     
    “Setiap pemda juga butuh tenaga wartawan yang memang
    skillful
    . Sayang kalau mereka yang sudah dilatih dengan biaya tinggi malah menganggur,” kata Komaruddin.
    Sebagai langkah preventif, Dewan Pers juga rutin mengadakan pelatihan jurnalistik di daerah, baik kepada wartawan maupun pihak pemda, untuk mempersempit ruang gerak wartawan bodrek yang sering menyalahgunakan profesi demi keuntungan pribadi.
    “Itu (wartawan bodrek) preman dalam bentuk lain yang menggunakan kartu anggota palsu,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komdigi Usul Tambah Anggaran Rp 12,6 Triliun untuk 2026

    Komdigi Usul Tambah Anggaran Rp 12,6 Triliun untuk 2026

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 12,6 triliun untuk tahun anggaran 2026.

    Sekretaris Jenderal Komdigi, Ismail, menjelaskan berdasarkan surat bersama Kementerian Keuangan dan Bappenas Nomor S-356, Komdigi mendapatkan pagu indikatif tahun 2026 sebesar Rp 7,75 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari dana rupiah murni sebesar Rp 2,9 triliun dan beberapa komponen anggaran tambahan lainnya.

    Namun, kebutuhan anggaran Komdigi tahun depan mencapai Rp 20,36 triliun. Dengan demikian, terdapat selisih kekurangan sebesar Rp 12.6 triliun.

    “Untuk kebutuhan 2026 kami sudah mendapatkan masukan dari seluruh unit kerja. Kebutuhan Komdigi ini ada di angka Rp 20,36 triliun. Sehingga dibutuhkan kekurangan anggaran sebesar Rp 12,615 triliun,” ujar Ismail dalam Rapat Kerja bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (7/7/2025).

    Tambahan anggaran tersebut, kata Ismail, diusulkan untuk dialokasikan ke dalam empat program prioritas. Yakni pembangunan infrastruktur digital, penguatan ekosistem digital, komunikasi publik dan media, serta dukungan manajemen.

    Rinciannya, program pembangunan dan penguatan infrastruktur digital membutuhkan alokasi terbesar, yaitu Rp 7,75 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk pembangunan BTS, akses internet, terrestrialisasi jaringan, serta operasional dan pemeliharaan BTS 4G di Papua dan luar Papua, termasuk layanan satelit Satria-1.

    Selanjutnya, program pengembangan dan penguatan ekosistem serta ruang digital yang membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp 2,77 triliun. Dana ini akan difokuskan pada operasional pusat data nasional (PDN), pengawasan ruang digital melalui sistem pengendalian konten, penanganan konten ilegal, hingga program literasi digital bagi kelompok rentan.

    “Program yang kedua untuk pengembangan dan penguatan ekosistem. Kekurangannya adalah Rp 3,19 triliun. Dan saat ini telah tersedia sebesar Rp 412 miliar. Sehingga masih membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp 2,77 triliun,” tegas Ismail.

    Untuk program komunikasi publik dan media, Komdigi mengajukan anggaran sebesar Rp 313,36 miliar. Anggaran ini belum termasuk dalam pagu indikatif 2026 dan direncanakan digunakan untuk mendukung kampanye komunikasi pembangunan lintas sektor seperti UMKM, pendidikan, investasi, ketahanan pangan, hingga program makan bergizi gratis.

    Sementara itu, untuk program dukungan manajemen, Komdigi membutuhkan tambahan anggaran Rp 1,77 triliun dari total kebutuhan Rp 3,57 triliun. Dana ini diperlukan untuk menunjang belanja pegawai, tunjangan, serta kegiatan manajerial dan pengawasan internal kementerian.

    “Hal ini untuk memenuhi kebutuhan gaji, tunjangan, dan berbagai hal lain yang bersifat manajerial untuk menjalankan fungsi-fungsi pengawasan dan sebagainya.” pungkasnya.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Komdigi Targetkan PNBP Rp25,25 Triliun pada 2025, Naik 11,72%

    Komdigi Targetkan PNBP Rp25,25 Triliun pada 2025, Naik 11,72%

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat realisasi penerimaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp8,66 triliun hingga 4 Juli 2025, atau setara 34,32% dari target tahun ini yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp25,25 triliun.

    Adapun pada 2024, realisasi PNBP Komdigi mencapai Rp22,6 triliun. 

    Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengatakan Kemkomdigi menjadi penyumbang terbesar PNBP dari seluruh kementerian/lembaga (K/L) pada kuartal I/2025.

    “Target realisasi PNBP dan postur pagu Kemkomdigi Tahun Anggaran (TA) 2025 disampaikan oleh Kementerian Keuangan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI pada 8 Mei 2025 bahwa pada kuartal I/2025 Kemkomdigi menjadi penyumbang terbesar PNBP dari semua kementerian/lembaga (K/L) di tahun 2025,” kata Meutya dalam Raker dengan Komisi I DPR RI di Jakarta pada Senin (7/7/2025). 

    Dia menyebut, kinerja penerimaan akan meningkat signifikan pada paruh kedua tahun ini.  Meutya juga menyampaikan bahwa Kemkomdigi telah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia atas laporan keuangan tahun 2024. 

    “Keuangan Kemkomdigi tahun anggaran 2024 telah selesai diaudit oleh BPK RI dengan opini wajar tanpa pengecualian. Kami dua tahun WDP (Wajar Dengan Pengecualian), kami tahun ini mendapat WTP atau tanpa pengecualian mudah-mudahan menjadi semangat kepemimpinan kami,” lanjut Meutya.

    Menurutnya, apresiasi dari BPK RI juga mencakup penyajian aset yang dilakukan secara wajar serta peningkatan koordinasi intensif antarunit organisasi dalam menindaklanjuti temuan-temuan audit.

    “Dalam rangka rekomendasi laporan hasil atas laporan keuangan TA 2024 Kemkomdigi juga terdapat beberapa catatan yang ditindaklanjuti dalam 60 hari, di antaranya adalah peningkatan kualitas layanan yang menjadi potensi pendapatan PNBP, optimalisasi pengendalian intern dalam pelaksanaan belanja negara, dan penataan usaha aset tetap pada Kemkomdigi ke depannya agar dapat lebih memadai,” kata Meutya.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemkomdigi Ismail memaparkan pagu anggaran Komdigi Tahun Anggaran 2025 ditetapkan sebesar Rp7,73 triliun berdasarkan surat Menteri Keuangan Nomor S-867. 

    Anggaran tersebut terdiri dari Rupiah Murni sebesar Rp2,17 triliun, PNBP Rp1,21 triliun, Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) Rp773,25 miliar, dan PNBP Badan Layanan Umum (BLU) Rp3,58 triliun.

    Namun demikian, Ismail menjelaskan terdapat dinamika terkait pembukaan blokir anggaran dan saldo kas. 

    “Menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, Kemkomdigi pada saat itu mendapat blokir anggaran sebanyak Rp3,84 triliun dan per hari ini kita sudah direlaksasi sebesar Rp1,88 triliun dan pembukaan saldo kas BLU Bakti sebesar Rp2,96 triliun. Sehingga posisi pagu anggaran Kemkomdigi per 7 Juli sudah mencapai Rp8,73 triliun, jadi sudah berada di atas pagu anggaran yang ditetapkan Rp7,73 triliun,” terang Ismail.

    Lebih lanjut, Ismail mengatakan  Komdigi juga telah mengajukan penyesuaian anggaran kepada Kementerian Keuangan. 

    “Berdasarkan kebutuhan yang sudah kami ajukan ke Kemenkeu tanggal 2 Juli, kami telah menerima jawaban yang menyetujui yang kami usulkan Rp12,75 triliun, akan dilakukan review lebih lanjut. Secara prinsip postur anggaran kita akan mencapai Rp12,75 triliun,” ungkapnya.

    Ismail mengatakan saldo kas bakti sudah diajukan untuk dibuka kembali oleh Kemekeu. Menurutnya pembukaan saldo kas BLU Bakti diajukan akan dilakukan secara bertahap. Dia menambahkan saldo kas Bakti yang sebelumnya mencapai Rp6,77 triliun akan dibuka kembali. Di mana dari jumlah tersebut, sebesar Rp2,95 triliun telah dibuka, sementara sisanya senilai Rp3,8 triliun akan dilanjutkan pembukaannya sebesar Rp2,2 triliun.

    Dia juga menyampaikan optimisme izin penggunaan PNBP akan meningkat signifikan. 

    “Penggunaan PNBP juga akan mengalami peningkatan yang tadinya Rp3,32 triliun diperkirakan akan mencapai Rp9,19 triliun sampai akhir [tahun],” tutup Ismail.

  • Usman Hamid Bongkar Beda Penjelasan Dasco dan Anggota DPR soal Draf RUU TNI

    Usman Hamid Bongkar Beda Penjelasan Dasco dan Anggota DPR soal Draf RUU TNI

    Usman Hamid Bongkar Beda Penjelasan Dasco dan Anggota DPR soal Draf RUU TNI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Saksi pemohon uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI),
    Usman Hamid
    , mengungkap ada penjelasan yang berbeda dari kalangan DPR terkait draf revisi UU TNI.
    Perbedaan itu tercermin dalam pertemuan Usman dengan Wakil Ketua DPR
    Sufmi Dasco
    Ahmad bersama pimpinan Komisi I DPR terkait pembahasan
    RUU TNI
    pada 17 Maret 2025.
    Usman menuturkan, dalam pertemuan itu, Dasco awalnya mengeluhkan mengapa Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik RUU TNI dengan naskah draf yang tidak benar.
    Bung Dasco langsung mengeluh, mempersoalkan mengapa Koalisi Masyarakat Sipil memberi kritik terhadap RUU dengan naskah yang berbeda, dengan naskah yang bukan dibahas di DPR,” kata Usman dalam sidang yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (7/7/2025).
     
    “Yang mulia, saya langsung mengatakan dengan kritik kembali bahwa, pertanyaan kami, apakah DPR sudah memberikan dokumen yang resmi, baik itu naskah akademik, undang-undang rancangan undang-undangnya, atau daftar inventarisasi masalahnya secara terbuka, secara publik, misalnya melalui situs DPR-RI,” ujar dia.
    Usman menuturkan, Dasco pun mengeklaim bahwa DPR sudah mempublikasikan draf revisi UU TNI, tetapi seorang anggota DPR yang hadir dalam pertemuan itu justru mengakui bahwa draf belum disebarkan.
    “Bung Dasco dengan segera mengatakan, ‘sudah dong.’ Tapi beberapa anggota Dewan mengatakan, ‘oh belum, Pak.’ ‘Oh kok belum?’ Lalu Bung Dasco mempertanyakan, ‘apa masalahnya? Kenapa tidak sampai dipublikasikan?’” kata Usman.
    Anggota DPR itu mengatakan bahwa draf belum dipublikasikan karena
    revisi UU TNI
    masih dibahas dan terus mengalami perubahan.
    Usman kemudian mencecar, meskipun mengalami perubahan, draf revisi UU TNI hendaknya tetap dipublikasikan karena publik perlu mengetahui isinya.
    “Saya sebagai warga masyarakat membutuhkan akses itu. Kalau kami dipersoalkan karena mengkritik dengan dasar RUU yang berbeda, mengapa kami tidak diberikan RUU yang sama, atau RUU yang benar,” kata Usman lagi.
    Jawaban yang berbeda kembali muncul ketika pertemuan membahas poin-poin perubahan dalam revisi UU TNI.
    Usman menyebutkan, Dasco memberikan empat lembar kertas berisi tiga pasal dalam RUU TNI, sambil menyatakan hanya tiga pasal tersebut yang berubah.
    Pasal-pasal tersebut adalah Pasal 3 tentang kedudukan TNI, Pasal 47 tentang penempatan anggota TNI aktif, dan Pasal 53 tentang perpanjangan pensiun anggota TNI.
    Namun, Usman Hamid memiliki data lain, setidaknya ada tujuh pasal yang disebut berubah dalam RUU TNI dan langsung dikonfirmasi kepada Dasco.
     
    “Dengan begitu, saya langsung mengkonfirmasi apakah benar memang hanya tiga pasal itu? Dasco mengatakan, ‘betul, tidak ada lagi’,” kata Usman.
    “Kalau begitu, saya mau nanya, apakah Pasal 7 mengalami perubahan? Tidak. Tapi ada beberapa anggota Dewan mengatakan, ‘oh berubah, Pak.’ Loh, kenapa berubah? Lalu terjadi perdebatan,” imbuh dia.
    Demikian pula terkait Pasal 8 RUU TNI, Usman Hamid menanyakan apakah terjadi perubahan.
    “Dasco mengatakan, ‘tidak’. Anggota Dewan yang lain mengatakan, ‘oh berubah, Pak.’ Loh, kenapa berubah? Lalu terjadi perdebatan,” ucap Usman.
    Sebagai informasi,
    uji formil UU TNI
    yang digelar di MK ini menyinggung proses pembentukan beleid yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuannya.
    Para pemohon pada pokoknya mempersoalkan pelanggaran sejumlah asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
    Asas yang dimaksud di antaranya adalah asas kejelasan tujuan; asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; asas dapat dilaksanakan; asas kedayagunaan dan kehasilgunaan; asas kejelasan rumusan; serta asas keterbukaan.
    Padahal, asas keterbukaan berdasarkan Penjelasan Pasal 5 huruf g UU P3 menegaskan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, bersifat transparan dan terbuka.
    Sebab itu, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Calon Dubes Malaysia Sebut Tak Pernah Jadi Diplomat – Page 3

    Calon Dubes Malaysia Sebut Tak Pernah Jadi Diplomat – Page 3

    Komisi I DPR RI telah selesai menggelar uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap 24 calon duta besar (dubes) di kompleks parlemen, Jakarta. 

    Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, mengatakan bahwa hasil uji tersebut akan diserahkan kepada Pimpinan DPR RI untuk kemudian ditindaklanjuti dalam proses penempatan di berbagai Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara-negara sahabat serta Perwakilan Tetap RI di organisasi internasional.

    “Ya benar, tadi di-fit and proper test. Hasilnya dilaporkan kepada Ketua DPR untuk disampaikan kepada Presiden,” kata Sukamta, dikutip dari Antara, Minggu (6/7/2025).

    Berikut nama-nama calon dubes yang telah selesai menjalani uji kelayakan dan kepatutan yang digelar Sabtu hingga Minggu, 5-6 Juli 2025:

    1. Abdul Kadir Jaelani – Dubes RI untuk Jerman (Berlin)

    2. Redianto Heru Nurcahyo – Dubes RI untuk Slovakia (Bratislava)

    3. Umar Hadi – Perwakilan Tetap RI New York

    4. Hotmangaradja Pandjaitan – Dubes RI untuk Singapura

    5. Nurmala Kartini Sjahrir – Dubes RI untuk Jepang (Tokyo)

    6. Indroyono Soesilo – Dubes RI untuk Amerika Serikat (Washington DC)

    7. Adam Mulawarman Tugio – Dubes RI untuk Vietnam (Hanoi)

    8. Laurentius Amrih Jinangkung – Dubes RI untuk Belanda (Den Haag)

    9. Judha Nugraha – Dubes RI untuk Uni Emirat Arab (Abu Dhabi)

    10. Sidharto Reza Suryodipuro – Perwakilan Tetap RI di PBB Swiss (Jenewa)

     

  • Calon Dubes Malaysia Sebut Tak Pernah Jadi Diplomat – Page 3

    Calon Dubes Malaysia Sebut Tak Pernah Jadi Diplomat – Page 3

    Komisi I DPR RI telah selesai menggelar uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap 24 calon duta besar (dubes) di kompleks parlemen, Jakarta. 

    Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, mengatakan bahwa hasil uji tersebut akan diserahkan kepada Pimpinan DPR RI untuk kemudian ditindaklanjuti dalam proses penempatan di berbagai Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara-negara sahabat serta Perwakilan Tetap RI di organisasi internasional.

    “Ya benar, tadi di-fit and proper test. Hasilnya dilaporkan kepada Ketua DPR untuk disampaikan kepada Presiden,” kata Sukamta, dikutip dari Antara, Minggu (6/7/2025).

    Berikut nama-nama calon dubes yang telah selesai menjalani uji kelayakan dan kepatutan yang digelar Sabtu hingga Minggu, 5-6 Juli 2025:

    1. Abdul Kadir Jaelani – Dubes RI untuk Jerman (Berlin)

    2. Redianto Heru Nurcahyo – Dubes RI untuk Slovakia (Bratislava)

    3. Umar Hadi – Perwakilan Tetap RI New York

    4. Hotmangaradja Pandjaitan – Dubes RI untuk Singapura

    5. Nurmala Kartini Sjahrir – Dubes RI untuk Jepang (Tokyo)

    6. Indroyono Soesilo – Dubes RI untuk Amerika Serikat (Washington DC)

    7. Adam Mulawarman Tugio – Dubes RI untuk Vietnam (Hanoi)

    8. Laurentius Amrih Jinangkung – Dubes RI untuk Belanda (Den Haag)

    9. Judha Nugraha – Dubes RI untuk Uni Emirat Arab (Abu Dhabi)

    10. Sidharto Reza Suryodipuro – Perwakilan Tetap RI di PBB Swiss (Jenewa)

     

  • Ada Eks Menteri hingga Jenderal, Ketua Komisi I DPR Sebut Calon Dubes RI Kelas Berat

    Ada Eks Menteri hingga Jenderal, Ketua Komisi I DPR Sebut Calon Dubes RI Kelas Berat

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto menilai hingga sejauh ini dalam uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) 24 calon dubes RI untuk negara sahabat dan organisasi internasional semuanya memiliki kualitas yang baik.

    Dia mengaku bahwa dalam internal Komisi I DPR saat ini menurutnya tidak ada masalah berkenaan profiling ke-24 calon dubes RI. Ini karena, tidak ada debat-debat panjang antar fraksi.

    “Dugaan saya tidak [ada masalah] ya. Sebab kalau ada, pasti ada debat-debat panjang. Tapi kalau ada satu dua yang nggak pas, namanya manusia,” ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (6/7/2025).

    Lebih lanjut, legislator PDI Perjuangan (PDIP) ini menuturkan bahwa dari 24 calon dubes RI yang ada kebanyakan dari mereka berlatar belakang diplomat.

    “Mostly diplomats, Ada satu Pak Hotmangaraja, beliau itu dulu Letnan Jenderal TNI. Jadi kalau dari petinju ini kelas berat semua, heavyweight, bukan kelas yang 48 kilo,” ujarnya.

    Adapun, seusai fit and proper test selesai pihaknya akan melakukan rapat internal untuk membuat kesimpulan sebelum hasilnya diberikan kepada pimpinan DPR.

    Utut menjelaskan bahwa mekanisme rapat internal ini akan mendengarkan sudut pandang masing-masing fraksi selama tiga menit. 

    “Nah nanti kan kita buat tabel mana yang masih cocok semua mana yang dianggap belum. Kalau yang belum apakah itu potensi fatality atau tidak, tapi sejauh ini yang saya lihat kalau ini dianggap bocoran, semuanya oke,” pungkasnya.

  • Letjen Novi dan Kaburnya Batas Sipil-Militer

    Letjen Novi dan Kaburnya Batas Sipil-Militer

    Letjen Novi dan Kaburnya Batas Sipil-Militer
    Dosen, Penulis dan Peneliti Universitas Dharma Andalas, Padang
    KEMBALINYA
    Letnan Jenderal TNI
    Novi Helmy Prasetya
    berdinas di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) setelah menyelesaikan tugas sebagai Direktur Utama Perum
    Bulog
    membuka perdebatan lama: sejauh mana batas antara ranah militer dan sipil di negeri ini benar-benar ditegakkan?
    Pernyataan Kapuspen TNI Mayjen Kristomei Sianturi pada 4 Juli 2025 menegaskan bahwa Letjen Novi memilih tetap menjadi prajurit TNI.
    Ia kembali ke barak setelah menjalankan jabatan sipil di salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang tidak berada dalam struktur Kementerian Pertahanan.
    Hal ini tentu menjadi sorotan. Bukan karena pribadi Letjen Novi, tetapi karena penunjukannya sebagai Dirut Bulog sejak awal telah mengabaikan ketentuan hukum dan prinsip reformasi TNI pasca-Reformasi 1998.
    Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia jelas menyatakan bahwa prajurit aktif tidak dapat menduduki jabatan sipil, kecuali di lembaga yang memang secara tegas disebutkan dalam undang-undang: seperti Kementerian Pertahanan, Badan Intelijen Negara, atau lembaga yang berkaitan langsung dengan pertahanan dan keamanan negara.
    Bulog bukan bagian dari lembaga itu. Bulog adalah BUMN yang mengurusi pengadaan dan distribusi pangan nasional. Ia tunduk pada logika bisnis dan pelayanan publik, bukan pertahanan dan keamanan.
    Dengan demikian, penunjukan Letjen Novi yang saat itu masih berstatus perwira aktif sebagai Dirut Bulog adalah bentuk pelanggaran hukum, atau minimal penyimpangan dari semangat undang-undang.
    Lebih dari itu, penunjukan ini mengancam prinsip meritokrasi dalam jabatan sipil. Ketika jabatan profesional bisa diisi oleh militer aktif, maka proses seleksi berbasis kualifikasi dan pengalaman menjadi tidak relevan.
    Apa yang terjadi dengan Letjen Novi bukan satu-satunya kasus. Dalam beberapa tahun terakhir, penempatan perwira aktif di jabatan sipil, baik sebagai komisaris, kepala otorita, maupun pejabat struktural nonpertahanan terus meningkat.
    Ini menciptakan kondisi yang oleh para akademisi disebut sebagai pintu putar: perwira militer masuk ke jabatan sipil, lalu kembali ke barak tanpa proses yang transparan dan akuntabel.
    Fenomena ini menggerus hasil reformasi sektor keamanan yang telah diperjuangkan sejak 1998. Saat itu, salah satu tuntutan utama adalah memisahkan secara tegas militer dari urusan sipil.
    Militer diarahkan untuk menjadi institusi profesional, fokus pada pertahanan negara, dan tidak terlibat dalam politik praktis atau pengelolaan sipil.
    Namun, dalam praktiknya, peran-peran sipil strategis masih terbuka bagi aktor-aktor militer. Penempatan mereka sering dibenarkan dengan dalih “kebutuhan strategis”, “situasi krisis”, atau “penguatan stabilitas”.
    Padahal, dalih semacam ini sering digunakan untuk melanggengkan kekuasaan dan mengabaikan prinsip hukum.
    Bukan berarti militer tak memiliki kapasitas. Banyak perwira TNI memang memiliki keahlian dalam logistik, manajemen krisis, dan kepemimpinan.
     
    Namun, itu tidak serta-merta menjadi justifikasi untuk menempatkan mereka di jabatan sipil yang tidak sesuai aturan.
    Dalam negara hukum, semua jabatan publik harus tunduk pada asas legalitas. Tidak bisa karena seseorang dipandang “mampu”, lalu hukum dilenturkan. Profesionalisme tidak boleh dibangun di atas pelanggaran prinsip.
    Jika pemerintah memang membutuhkan sosok yang memiliki kapasitas logistik seperti militer, maka prosedurnya harus jelas: perwira yang bersangkutan mengundurkan diri atau pensiun, lalu mengikuti seleksi terbuka sebagaimana kandidat sipil lainnya.
    Kembali ke kasus Letjen Novi. Kembalinya ia ke tubuh TNI setelah selesai menjabat Dirut Bulog menandakan bahwa penugasannya bersifat sementara, bukan transisi dari karier militer ke karier sipil.
    Dengan demikian, ia menjalani semacam “cuti jabatan” untuk masuk ke dunia sipil, lalu kembali tanpa proses pertanggungjawaban publik.
    Ini menimbulkan pertanyaan etis: apakah selama menjabat, ia benar-benar menjalankan fungsi manajerial sipil? Ataukah ia membawa kultur komando ke dalam BUMN? Bagaimana evaluasi atas kinerjanya, baik dari sisi tata kelola maupun etika organisasi?
    Publik tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Yang terlihat justru normalisasi dari praktik yang menyimpang. Ini tentu berbahaya bagi profesionalisme TNI.
    Karena semakin sering prajurit aktif dilibatkan dalam jabatan sipil, maka semakin kabur batas institusional antara militer dan sipil.
    Kasus Letjen Novi harus menjadi momentum koreksi. Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas TNI harus menunjukkan komitmen untuk menegakkan aturan yang berlaku.
    Penempatan perwira aktif dalam jabatan sipil strategis di luar ketentuan UU TNI harus dihentikan.
    Kementerian BUMN juga harus memperbaiki sistem seleksi jabatan direksi agar berbasis merit, akuntabel, dan bebas intervensi militer.
    Dalam jangka panjang, pemerintah perlu memperkuat kerangka hukum untuk memperjelas batas-batas penugasan militer di luar institusi pertahanan.
    DPR sebagai lembaga legislatif dan pengawas kebijakan publik mesti lebih vokal menolak praktik-praktik seperti ini.
    Komisi I DPR yang membidangi pertahanan dan Komisi VI yang membidangi BUMN dapat mendorong pengawasan ketat terhadap pengangkatan pejabat yang melanggar batas institusional.
    Reformasi TNI adalah fondasi penting demokrasi Indonesia. Jika prinsip supremasi sipil dilanggar terus-menerus, maka demokrasi akan berubah menjadi formalisme belaka.
    Kita akan memiliki pemilu dan lembaga perwakilan, tetapi kendali atas jabatan publik tetap berada pada logika militeristik dan kekuasaan di luar sistem.
    Masyarakat sipil, akademisi, dan media harus tetap kritis terhadap praktik-praktik yang melanggar hukum dan merusak institusi.
    Menjaga batas sipil-militer bukan berarti anti-militer. Justru itu bentuk penghormatan terhadap peran strategis militer yang profesional, netral, dan fokus pada pertahanan negara.
    Kembalinya Letjen Novi ke tubuh TNI harus dibaca sebagai penutup dari satu episode. Tanpa evaluasi, tanpa koreksi, dan tanpa reformasi lanjutan, kita hanya mengulang sejarah dengan bungkus yang lebih rapi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.