Kementrian Lembaga: Komisi I DPR

  • Wacana Darurat Sipil: Dari Penolakan hingga Regresi Demokrasi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 September 2025

    Wacana Darurat Sipil: Dari Penolakan hingga Regresi Demokrasi Nasional 3 September 2025

    Wacana Darurat Sipil: Dari Penolakan hingga Regresi Demokrasi
    Aktif sebagai Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute, serta Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri
    DI TENGAH
    ketegangan sosial dan demonstrasi beberapa hari terakhir, darurat sipil mencuat sebagai narasi untuk merespons peningkatan eskalasi demonstrasi.
    Darurat sipil merupakan dalam tingkatan keadaan darurat sebagaimana diatur Undang-Undang (Prp) No. 23/1959 tentang Pencabutan UU No. 74 Tahun 1957 dan Penetapan Keadaan Bahaya.
    UU a quo menetapkan 3 (tiga) tingkatan keadaan bahaya, yakni tingkatan keadaan darurat sipil, keadaan darurat militer, dan keadaan perang.
    Meskipun sejumlah pihak, seperti Wakil Panglima TNI dan Ketua Komisi I DPR, menegaskan dan/atau meyakini tidak ada skenario menuju penetapan darurat militer, tetapi kemunculan wacana tersebut sebagai upaya dalam mengembalikan kondusifitas masyarakat memperlihatkan kegagalan pihak-pihak terkait, terutama jika berasal dari unsur pemerintah, dalam mendeteksi akar persoalan.
    Meskipun tidak ditetapkan, narasi darurat sipil telah muncul 2 (dua) kali dalam pemerintahan Joko Widodo, terutama pada periode ke dua.
    Pertama, disampaikan Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2020, sebagai wacana untuk menghadapi penyebaran wabah Covid-19, selain dengan menjalankan pembatasan sosial skala besar.
    Ke dua, secara tiba-tiba disampaikan oleh salah seorang anggota DPR Komisi I pada 10 Februari 2023, dalam merespons penyanderaan pilot pesawat Susi Air oleh TPNPB-OPM.
    Dua istilah darurat sipil dalam bentuk wacana dan pernyataan tersebut sama-sama mendapat kritikan keras dari publik.
    Bukan hanya implikasi pendekatan yang digunakan jika status tersebut ditetapkan, tetapi juga kondisi untuk menetapkan status tersebut yang dianggap belum terpenuhi.
    Ketentuan mengenai kondisi tersebut diatur pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang (Prp) No. 23/1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya.
    Pertama, apabila keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.
    Kedua, timbul perang atau bahaya perang di wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga.
    Ketiga, hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.
    Pada kondisi pertama, tentu perlu digarisbawahi bahwa semestinya negara telah memiliki kesiapan-kesiapan tertentu dalam mengantisipasi potensi ancaman yang dimaksud.
    Sebab, ancaman-ancaman tersebut tentu datang tidak secara tiba-tiba, sehingga mekanisme preventif dapat diupayakan. 
    Namun, dalam 2 episode munculnya istilah darurat sipil tersebut, bagian ini selalu tidak maksimal. Sehingga, penetapan status darurat sipil cenderung dianggap publik sebagai jalan pintas pemerintah dalam mengarusutamakan pendekatan keamanan untuk segala persoalan.
    Wacana penerapan status darurat sipil dalam penanganan Covid-19 di awal mendapat penolakan masyarakat.
    Terlebih jika melihat jejak pemerintah di awal yang justru memperlihatkan ketidakseriusan dan ketidaksiapannya dalam menangani wabah ini.
     
    Misalnya, beberapa pejabat yang mencandakan istilah corona dan model penanganan yang tidak berbasis ilmiah. Terlebih dengan kondisi serba kekurangan alat-alat kesehatan.
    SETARA Institute dalam siaran persnya (31/03/2020) menjelaskan bahwa wacana penerapan pembatasan sosial disertai kebijakan darurat sipil tersebut mencerminkan watak pemerintah yang ingin menggunakan jalan pintas dalam mengatasi wabah Covid-19 tanpa memenuhi kewajibannya dalam pemenuhan kebutuhan dasar warga negara melalui Undang-Undang (Prp) No. 23/1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya.
    Begitupun pernyataan salah satu anggota DPR Komisi I tersebut bahwa Papua berada dalam status Darurat Sipil.
    Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (RSK) dalam siaran persnya (14/2) menjelaskan bahwa pernyataan tersebut tidak hanya keliru, tetapi juga melampaui kewenangannya.
    Sebab tidak pernah ada pernyataan Presiden mengenai penetapan status tersebut sebelumnya, baik untuk sebagian maupun seluruh wilayah negara.
    Adapun yang memiliki kewenangan untuk menyatakan keadaan darurat sipil untuk seluruh atau sebagian dari wilayah negara adalah Presiden sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UU (Prp) No. 23/1959.
    Penerapan status darurat sipil tentu tidak dapat dilakukan tanpa pertimbangan matang, sebab pelbagai implikasi serius mengekor di belakangnya. Status darurat sipil memiliki cara penyikapan yang berbeda dibanding status tertib sipil.
    Implikasi tersebut dapat berupa pengarusutamaan pendekatan keamanan dan regresi demokrasi.
    Maka, salah satu desakan koalisi masyarakat sipil untuk RSK adalah anggota DPR Komisi I tersebut segera mengklarifikasi dan mencabut pernyataannya terkait dengan status darurat sipil di Papua.
    Dalam konteks Papua, misalnya, penetapan status darurat sipil hanya akan menguatkan spiral kekerasan di Papua.
    Sebab, selama ini pendekatan keamanan cenderung menjadi opsi utama pemerintah pusat dalam menangani persoalan di Papua, seperti melalui penambahan pasukan, operasi keamanan, serta terbaru rencana penambahan Komando Daerah Militer (Kodam).
    Implikasinya tentu potensi jatuhnya korban semakin luas dari pelbagai pihak.
    Kenapa kecenderungan penggunaan pendekatan keamanan oleh pemerintah pusat menjadi persoalan dalam darurat sipil di Papua?
     
    Sederhana, perlu digarisbawahi jika status darurat sipil diterapkan, maka penguasa darurat sipil daerah (Kepala Daerah serendah-rendahnya dari Daerah tingkat II) dalam melakukan wewenang dan kewajibannya menuruti petunjuk dan perintah yang diberikan penguasa darurat sipil pusat, yakni Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang, dan bertanggung-jawab kepadanya, sebagaimana diatur Pasal 7 ayat (1) UU (Prp) No. 23/1959.
    Selain itu, tentu menjadi pertanyaan umum mengenai implikasi kasus penyanderaan pesawat di Papua tersebut, apakah memang harus dengan mengubah status daerah menjadi darurat sipil?
    Apakah instrumen hukum dan aparat keamanan tidak bisa melakukan tindakan sebagaimana operasi-operasi seperti biasa?
    Penetapan status tanpa pertimbangan demikian justru dapat menjadi preseden di masa mendatang ihwal tidak adanya pertimbangan yang matang dalam penetapan status darurat sipil ini.
    Implikasi lanjutannya, penetapan status darurat sipil tanpa pertimbangan dan kriteria kondisi yang memadai hanya akan mempercepat terjadinya regresi demokrasi.
    Sebab, jika diperhatikan, muatan pengaturan dalam UU (Prp) No. 23/1959 memfasilitasinya, serta cenderung mengarah kepada otoritarianisme, terlebih muatan UU a quo cenderung mengatur wewenang dan kewajiban penguasa darurat sipil, bukan hak masyarakat.
    Meskipun juga dapat dipahami bahwa hal tersebut dilatarbelakangi untuk menghadapi ancaman. Namun, muatan pengaturan tersebut dapat menjadi bias lantaran, sekali lagi, penetapan status darurat sipil tanpa pertimbangan.
    Muatan pengaturan yang dimaksud, misalnya, hak penguasa darurat sipil untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, percetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan berupa apapun juga (Pasal 13).
    Dapat-menyuruh atas namanya pejabat-pejabat polisi atau pejabat-pejabat pengusut lainnya atau menggeledah tiap-tiap tempat, sekalipun bertentangan dengan kehendak yang mempunyai atau yang menempatinya, dengan menunjukkan surat perintah umum atau surat perintah istimewa (Pasal 14).
    Mengetahui semua berita-berita serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor telpon atau kantor radio, pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan telpon atau radio (Pasal 17).
    Membatasi orang berada di luar rumah (Pasal 17), dan memeriksa badan dan pakaian tiap-tiap orang yang dicurigai (Pasal 20).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pimpinan Komisi I Minta Evaluasi Sistem Keamanan Perwakilan RI Usai Diplomat Ditembak di Peru
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 September 2025

    Pimpinan Komisi I Minta Evaluasi Sistem Keamanan Perwakilan RI Usai Diplomat Ditembak di Peru Nasional 2 September 2025

    Pimpinan Komisi I Minta Evaluasi Sistem Keamanan Perwakilan RI Usai Diplomat Ditembak di Peru
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono meminta pemerintah mengevaluasi sistem keamanan perwakilan RI di luar negeri, usai ditembaknya diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang bertugas di KBRI Lima, Peru, Zetro Leonardo Purba.
    Evaluasi meliputi penempatan personel, koordinasi dengan aparat lokal, dan mitigasi risiko.
    “Pemerintah, khususnya Kemenlu, perlu segera mengevaluasi sistem keamanan bagi seluruh perwakilan RI di luar negeri, termasuk penempatan personel, koordinasi dengan aparat lokal, dan mitigasi risiko,” kata Dave dalam siaran pers, Selasa (2/9/2025).
    Dave juga mendesak otoritas Peru melakukan investigasi yang menyeluruh dan transparan, serta memastikan pelaku diadili sesuai hukum yang berlaku, dengan pengawalan aktif dari Kemenlu melalui jalur diplomatik dan hukum.
    Menurutnya, sebagai mitra kerja Kemenlu di parlemen, pihaknya mendorong langkah-langkah konkret untuk memastikan perlindungan, keadilan, dan akuntabilitas dalam kasus ini.
    “Negara juga wajib hadir memberikan pendampingan psikologis, hukum, dan administratif kepada keluarga almarhum, serta menjamin pemenuhan hak-hak beliau sebagai ASN dan diplomat,” ucapnya.
    Tak hanya itu, ia menyampaikan duka cita yang mendalam atas wafatnya Zetro Leonardo Purba.
    Peristiwa penembakan ini adalah tragedi yang sangat mengusik kemanusiaan.
    “Peristiwa penembakan yang merenggut nyawa beliau adalah tragedi yang sangat mengusik rasa kemanusiaan dan menjadi perhatian serius bagi kami di Komisi I DPR RI,” tandas Dave.
    Sebelumnya diberitakan, Zetro Leonardo Purba menjadi korban penembakan di Lima pada Senin (1/9/2025) waktu setempat.
    Zetro Leonardo Purba ditembak sebanyak tiga kali oleh orang tidak dikenal, tak jauh dari kediamannya di wilayah Lince, Lima, Peru.
    Kepolisian dan tim forensik setempat telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) penembakan Zetro Leonardo Purba.
    Menurut informasi dari media setempat, KBRI Lima telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri Peru terkait peristiwa penembakan diplomat RI itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penonaktifan Sahroni dkk: Parpol Serius atau Setengah Hati?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 September 2025

    Penonaktifan Sahroni dkk: Parpol Serius atau Setengah Hati? Nasional 2 September 2025

    Penonaktifan Sahroni dkk: Parpol Serius atau Setengah Hati?
    Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data
    DI PENGUJUNG
    Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto mengundang ketua umum dari delapan partai politik yang mendukung pemerintahannya ke Istana Merdeka, Jakarta.
    Bersama mereka hadir pula tiga pemimpin lembaga negara, yakni ketua DPR, DPD dan MPR. Di antara delapan ketua umum partai, cuma ketum Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera yang tidak bisa hadir karena sedang berada di luar negeri dan luar kota. Keduanya diwakili pentolan dari kedua partai tersebut.
    Saya mencatat, ini adalah pertemuan terlengkap di mana pemimpin eksekutif duduk bareng dengan legislatif di Istana.
    Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berasal dari delapan partai politik sehingga seluruh ketua umumnya diundang, tidak terkecuali Megawati Soekarnoputri yang belum lama ini didapuk kembali menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan.
    Kehadiran Mega di Istana bersama ketua umum dari parpol yang menyokong Prabowo adalah yang pertama, tak ayal menerbitkan analisis dan spekulasi.
    Mereka berkumpul tatkala negeri kita sedang berduka akibat demonstrasi luas di sejumlah kota yang dipicu kematian pengemudi ojek online, Affan Kurniawan.
    Pemuda ini ditabrak dan dilindas kendaraan taktis Brigade Mobil Polri di Pejompongan, Jakarta. Skala kemarahan rakyat mengingatkan peristiwa Mei 1998.
    Kini amuk massa dan penjarahan menjangkau rumah anggota DPR serta menteri keuangan yang dianggap tidak peduli dengan nasib rakyat serta menyulut kemarahan publik–terutama di media sosial.
    Dalam beberapa saat, kita pun bertanya menyangkut kesanggupan negara dalam menjamin rasa aman dan ketertiban umum.
    Dengan latar belakang Indonesia yang sedang menangis itulah para pemimpin berkumpul. Presiden Prabowo tampak benar ingin selalu menjaga persatuan dengan elite partai politik serta lembaga negara.
    Prabowo ingin langkah-langkahnya memulihkan keadaan disokong penuh oleh tetamunya yang hadir–entitas yang menentukan politik nasional.
    Pesannya elite nasional bersatu, sudah seharusnya rakyat juga bersatu–meredakan amarah dan melanjutkan kegiatan seperti sediakala atau normal. Pendek kata “Indonesia harus reset” untuk menapaki sejarah panjang menuju adil dan makmur.
    Dari sekian banyak yang dipaparkan oleh presiden, apakah hal itu dapat “menyembuhkan luka” rakyat? Ini yang kita ingin dengar dari presiden dan karena itu membetot perhatian khalayak luas.
    Sekurang-kurangnya dua hal yang berkaitan dengan DPR. Pertama, ketua umum partai politik telah memberi sanksi kepada anggota DPR dari partainya yang dianggap menciderai perasaan rakyat.
    Partai Nasdem menon-aktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach. Begitu juga PAN melakukan hal yang sama kepada Eko Patrio dan Uya Kuya. Partai Golkar pun menon-aktif Adies Kadir sebagai anggota DPR per 1 September 2025.
    Kedua, mencabut tunjangan rumah untuk anggota DPR serta moratorium kunjungan kerja anggota DPR ke luar negeri.
    Dua hal ini memiliki tali-temali atau setidaknya berkontribusi atas mencuatnya demonstrasi 25 Agustus 2025 dan diikuti demo lanjutan hingga berkulminasi pada tragedi Pejompongan.
    Kedua hal ini perlu diperjelas agar tidak multitafsir. Istilah non-aktif yang diberlakukan oleh Nasdem, PAN dan Golkar untuk menindak wakil mereka di DPR agak problematis.
    Apakah itu berarti Sahroni, Nafa, Eko, Uya dan Adies dicopot dari keanggotaannya di DPR? Atau ini sekadar “dinon-aktifkan”, lalu ketika situasinya berlangsung normal mereka akan diaktifkan lagi?
    Keputusan “non-aktif” itu berlaku di intern partai politik atau menyangkut lembaga DPR? Non-aktif bisa saja diterjemahkan posisi Sahroni dan lain-lain itu dikosongkan oleh partainya: Nasdem, PAN dan Golkar.
    Bila sanksi kepada lima anggota DPR itu cuma sanksi internal partai, kita ragu dan khawatir kejadian di akhir Agustus 2025, bakal memberi pelajaran kepada anggota DPR dan partai politik.
    Pakar pemilu Titi Anggraini menyatakan istilah non-aktif diatur dalam UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).
    Namun, istilah itu spesifik untuk pemimpin atau anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang sedang diadukan. Mekanisme non-aktif bukan untuk anggota DPR secara umum, tegas pengajar di Fakultas Hukim UI ini (
    Hukumonline.com
    , 1/9/2024).
    Lumayan tidak lumrah jika partai politik menggunakan istilah non-aktif untuk memberi sanksi anggotanya itu. Padahal keadaan negeri sedang “gelap” dan sensitif.
    Jika partai politik mendengar dan terkoneksi dengan aspirasi rakyat–terutama mereka yang mau melawan terik matahari saat demonstrasi–seharusnya tiga partai politik itu melakukan Penggantian Antarwaktu (PAW).
    Ini lebih jelas, tegas dan tidak setengah-setengah. Toh, intensi dan tujuan dari tiga partai politik itu adalah memberi sanksi.
    Jika kita cermat, partai politik memberi “sanksi” kepada anggotanya dengan “wait and see”.
    Tengok saja Ahmad Sahroni. Pada 29 Agustus 2025, ia dicopot dari posisinya sebagai wakil ketua Komisi III DPR. Ia lalu dipindah menjadi anggota Komisi I DPR. Dua hari kemudian, Nasdem menon-aktifkan Sahroni bersama Nafa Urbach.
    “Dengan ini DPP Partai NasDem menyatakan terhitung sejak hari Senin, 1 September 2025, DPP Partai NasDem menonaktifkan saudara Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach sebagai Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem,” kata Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Hermawi Taslim, dalam keterangan resminya, Minggu (
    Kompas.com
    , 31/8/2025).
    Lebih afdol ditempuh PAW. Ini adalah proses pergantian antarwaktu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang berhenti antarwaktu untuk digantikan oleh pengganti antarwaktu yang diambil dari daftar calon pengganti.
    Yang bisa menggantikan pun tidak sembarangan, tidak bisa suka-suka partai politik. PAW diatur mengikuti prinsip adil dan berbasis daerah pemilihan (distrik).
    Kita masih ingat PAW anggota DPR dari PDI Perjuangan pernah menerbitkan skandal ketika ada uang suap ke anggota KPU tahun 2020.
    Hingga kini, Harun Masiku yang diplot menggantikan anggota DPR terpilih dari dapil 1 Sumatera Selatan masih buron dan tidak sanggup ditangkap oleh KPK.
    Adapun Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto yang terbukti terlibat dalam praktik suap ini di pengadilan Tipikor akhirnya bebas karena diberi amnesti oleh presiden.
    Jika tiga partai politik tadi serius, sebaiknya mekanisme PAW diberlakukan. Ganti lima anggota DPR tadi dengan pengganti dari daerah pemilihan mereka berasal. Ini lebih representatif, lebih mewakili rakyat di dapil tersebut.
    Beda halnya jika sanksi untuk lima anggota DPR sekadar “membaca arah angin”. Lebih sensitif lagi jika sanksi lewat penonaktifan itu tidak menghentikan gaji serta fasilitas yang melekat pada anggota DPR.
    Alih-alih menyembuhkan “luka” rakyat, mekanisme non-aktif justru dapat memperkeruh suasana.
    Pokok soal lainnya, yakni pencabutan tunjangan rumah buat anggota DPR. Dalam catatan saya, ini juga tidak terlalu maju. Ini sekadar perulangan dari pernyataan wakil ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan fraksi PDI Perjuangan di DPR.
    Awalnya cuma berlaku sampai Oktober 2025. Lalu PDI-P menyatakan setuju untuk menghentikan, kemudian Presiden Prabowo menyatakan tunjangan itu akan dicabut oleh DPR.
    Pertanyaannya dicabut mulai kapan? Lalu, apa pengganti fasilitas rumah di DPR? Apakah kembali ke rumah jabatan anggota (RJA) di Kalibata dan Ulujami, Jakarta?
    Padahal RJA ini disebut telah rusak dan tidak layak huni. Publik bertanya-tanya, apakah pencabutan tunjangan rumah senilai Rp 50 juta itu tidak dikompensasi?
    Jika iya, tidak dikompensasi apapun, berarti anggota DPR terutama yang berasal dari luar Jakarta harus menggunakan sebagian dari penghasilannya untuk mengontrak rumah.
    Ini pesan yang baik, meskipun publik terus meraba-raba karena ketua DPR Puan Maharani tidak menjelaskan poin-poin detail atas keputusan “mencabut” tunjangan rumah untuk anggota DPR ini.
    Dan inilah keunikan DPR periode ini. Komunikasi yang super penting untuk meredam spekulasi di luar, tidak dilakukan dengan baik.
    Seusai demo 25 Agustus 2025, yang bicara ke publik justru Sufmi Dasco Ahmad, bukan Puan Maharani sebagai nakhoda DPR.
    Saat ini adalah momentum yang baik untuk menunjukkan kepemimpinan di masa krisis. Toh Puan sebagai ketua DPR yang hadir di Istana Merdeka bersama ketua MPR, DPD dan ketua umum parpol pemilik kursi di DPR.
    Di masa krisis, seorang pemimpin tidak bisa bertindak biasa-biasa saja. Pemimpin dituntut proaktif.
    Kepemimpinan krisis mencakup eksplorasi skenario potensial dan pengembangan rencana komunikasi serta respons.
    Namun, lebih dari itu pemimpin di masa krisis juga perlu berpikir strategis dan mengambil keputusan cepat untuk meminimalkan dampak. Hari-hari ini kita butuh pemimpin yang seperti itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wakil Panglima TNI tegaskan tidak ada niatan terapkan darurat militer

    Wakil Panglima TNI tegaskan tidak ada niatan terapkan darurat militer

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Panglima TNI Jenderal TNI Tandyo Budi Revita membantah ada pembiaran aparat keamanan terhadap aksi massa yang anarkis dengan tujuan ingin menerapkan kondisi darurat militer.

    “Tidak ada kita mau ngambil alih (darurat militer), tidak ada,” kata Tandyo saat ditemui di Gedung DPR RI di Jakarta, Senin, usai mengikuti rapat tertutup dengan Komisi I DPR RI.

    Tandyo mengatakan sedari awal penanganan aksi demonstrasi merupakan ranah Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Sedangkan TNI hanya bersifat membantu pengamanan agar demonstrasi berjalan dengan kondusif.

    “Kita taat konstitusi, kita memberikan bantuan kepada institusi lain tentunya atas dasar regulasi dan permintaan saat itu,” kata Tandyo.

    Tandyo menambahkan komitmen TNI untuk terus bekerja sama dengan Polri dalam mengembalikan stabilitas keamanan menguat setelah Presiden Prabowo Subianto memberi arahan langsung kepada Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto dan Kepala Polri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Sabtu (30/8).

    Dalam pertemuan itu, Prabowo meminta Panglima TNI dan Kapolri untuk memperkuat kerja sama guna meredam aksi anarkis massa yang semakin sering terjadi.

    “Jadi, tidak ada kita mau ambil alih karena itu disampaikan bahwa yang di depan kan Polri dulu, baru setelah itu ada kondisi seperti ini, ya barulah kita jadi satu dengan Polri,” jelas Tandyo.

    Pewarta: Walda Marison/Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi I DPR rapat tertutup dengan Kemenhan-TNI bahas rencana anggaran

    Komisi I DPR rapat tertutup dengan Kemenhan-TNI bahas rencana anggaran

    Jakarta (ANTARA) – Komisi I DPR RI menggelar rapat tertutup dengan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk membahas rencana kerja dan anggaran tahun 2026, sebagai tindak lanjut dari nota keuangan yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto.

    Rapat yang digelar tertutup itu dihadiri Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan, Wakil Panglima TNI Jenderal TNI Tandyo Budi, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Muhammad Ali, dan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Tonny Harjono.

    “Jadi, sudah kita dapat dan pembagian berdasarkan unit organisasi masing-masing, mulai dari Kementerian Pertahanan, Mabes TNI,” kata Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Utut mengatakan bahwa Komisi I DPR dan TNI sepakat agar seluruh pihak harus menjaga persatuan dan kesatuan.

    Presiden Prabowo Subianto, kata Utut, ingin bangsa Indonesia maju dengan tidak saling menyalahkan.

    “Bapak Presiden nafasnya seperti disampaikan di Batujajar adalah merangkul semua titik dan elemen bangsa,” katanya.

    Sementara itu, Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan mengatakan Kemenhan mendapatkan anggaran yang cukup untuk tahun 2026 guna meningkatkan kemampuan pertahanan, kekuatan, hingga menambah jumlah alat peralatan pertahanan.

    Namun, Kemenhan masih membutuhkan tambahan anggaran untuk optimalisasi kegiatan-kegiatan ataupun pembangunan-pembangunan sesuai dengan sasaran yang direncanakan, termasuk soal defense supporting economy guna menjamin stabilitas keamanan negara.

    “Tentunya untuk menjamin terlaksananya pembangunan ekonomi, yang akhirnya adalah untuk kemajuan bangsa, untuk kemakmuran rakyat,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DPR kembali gelar rapat usai digempur aksi unjuk rasa berhari-hari

    DPR kembali gelar rapat usai digempur aksi unjuk rasa berhari-hari

    Jakarta (ANTARA) – DPR RI kembali menggelar rapat di kompleks parlemen, Jakarta, Senin, setelah berhari-hari lalu digempur oleh aksi unjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat yang berujung anarki.

    Adapun Komisi I DPR menggelar rapat kerja terkait pembahasan siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersama TNI. Sejumlah Anggota Komisi I DPR RI berserta pimpinannya pun sudah beraktivitas dan hadir di kompleks parlemen.

    “APBN kan siklus, siklus harus pas mekanismenya. Apa yang dibicarain ya belum tahu kan dari sana,” kata Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto.

    Selain Utut, sejumlah anggota Komisi I DPR yang tampak hadir antara lain Dave Laksono, Sukamta, TB Hasanuddin, Gavriel Novanto, hingga Andina Theresia Narang.

    Rencananya DPR RI juga akan menggelar rapat Badan Legislasi DPR RI dengan agenda penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

    Adapun sejak 25 Agustus 2025, massa aksi unjuk rasa memadati kompleks parlemen untuk menyampaikan tuntutan, yang salah satunya soal penghapusan tunjangan fantastis bagi anggota DPR RI.

    Kemudian pada 28 Agustus 2025, gabungan serikat buruh pun menggelar aksi di kompleks parlemen untuk menyampaikan tuntutan, di antaranya soal penghapusan outsourcing dan penolakan terhadap upah murah.

    Namun pada sore hari, kompleks parlemen didatangi oleh massa unjuk rasa dari elemen lainnya hingga menyebabkan kericuhan. Aksi unjuk rasa yang berujung kericuhan itu pun berlanjut hingga 29 dan 30 Agustus 2025, hingga Presiden Prabowo Subianto meminta aparat untuk melakukan tindakan tegas.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi I DPR Gelar Rapat Bareng Kemhan-TNI Hari Ini, Bahas Apa?

    Komisi I DPR Gelar Rapat Bareng Kemhan-TNI Hari Ini, Bahas Apa?

    Jakarta

    Komisi I DPR RI menggelar rapat kerja bersama Wakil Menteri Pertahanan Marsekal Donny Ermawan, Wakil Panglima TNI Jendera Tandyo Budi Revita. Apa yang dibahas?

    Rapat digelar di ruang rapat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/9/2025). Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi I Utut Adianto.

    Rapat juga dihadiri oleh pimpinan dan anggota Komisi I DPR, KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak, KSAL Laksamana Muhammad Ali, KSAU Marsekal Tonny Harjono. Rapat tersebut pun digelar tertutup. Utut mengatakan rapat kerja tersebut membahas terkait anggaran.

    “Nggak (bahas situasi nasional). Ini kan APBN. APBN kan siklus. Siklus harus pas mekanismenya. Apa yang dibicarain ya belum tahu kan dari sana,” ujar Utut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

    Diketahui, DPR kembali menggelar rapat usai aksi demonstrasi yang beberapa hari terakhir terjadi. Pada Kamis (28/8), Sekretariat Jenderal DPR sempat memberlakukan sistem WFH akibat adanya demo buruh di Gedung DPR.

    Selain melakukan aksi, massa juga menggeruduk menjarah rumah-rumah anggota DPR RI. Hingga akhirnya, DPR dan pemerintah sepakat untuk mencabut kebijakan tunjangan anggota DPR.

    Tonton juga video “NasDem Mutasi Sahroni dari Pimpinan Komisi III jadi Anggota Komisi I DPR” di sini:

    (amw/azh)

  • TiktTok Matikan Fitur Live, UMKM Menjerit

    TiktTok Matikan Fitur Live, UMKM Menjerit

    Bisnis.com, JAKARTA—  Langkah TikTok dalam memadamkan fitur live turut berdampak pada UMKM yang selama ini memanfaatkan fitur tersebut untuk berjualan dan menyambung hidup.

    Diketahui Live TikTok dan sejumlah aplikasi lain sempat nonaktif atau down pada Sabtu (30/8/2025) malam. Saat itu, sejumlah kericuhan terjadi di beberapa titik salah satunya di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

    Aksi ricuh itu merupakan eskalasi aksi unjuk rasa pada 28-29 Agustus di beberapa titik di Jakarta, dan meluas ke berbagai daerah.

    Pihak manajemen TikTok menyatakan, keputusan menonaktifkan fitur live sehubungan dengan meningkatnya kekerasan dalam aksi unjuk rasa di Indonesia.

    “Kami mengambil langkah-langkah pengamanan tambahan untuk menjaga TikTok tetap menjadi ruang yang aman dan beradab. Sebagai bagian dari langkah ini, kami secara sukarela menangguhkan fitur TikTok LIVE selama beberapa hari ke depan di Indonesia. Kami juga terus menghapus konten yang melanggar Panduan Komunitas dan memantau situasi yang ada,” bunyi keterangan resmi tertulis Juru Bicara TikTok.

    Dampak dari kebijakan tersebut, sejumlah seller dan UMKM mengaku dirugikan karena tidak dapat berjualan di platform tersebut. 

    “Sedih banget kak tidak bisa live, padahal live jualan buat nyari rezeki, semiris ini negeriku,” tulis @Hana_Zahra dikutip Senin (1/9/2025). 

    Tidak hanya seller, host yang bekerja kerap menjajaki barang seller juga terdampak. Penonaktifan TikTok membuat rencana mereka untuk live menjadi batal. Pemasukan host lebih besar saat live di TikTok ketimbang di platform ecommerce lainnya.

    “Aku yang kerja sebagai host live sementara tidak bisa bekerja di TikTok. Padahal pemasukan live di TikTok sama di Oyen, kalau live [pemasukannya] lebih banyak di TikTok,” tulis salah satu akun.

    Mengenai pemadaman TikTok, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyebut penonaktifan fitur siaran langsung atau live TikTok saat ricuh di beberapa lokasi di Jakarta merupakan keputusan sukarela manajemen platform tersebut dengan didasari oleh imbauan dari pemerintah. 

    Meutya menambahkan, negara terbuka dan mendengarkan aspirasi-aspirasi masyarakat dan akan menindaklanjutinya sebagaimana arahan dari Presiden Prabowo Subianto.

    “Termasuk disampaikan bahwa live TikTok itu, kami pun melihat pemberitahuan yang dilakukan oleh TikTok. Bahwa mereka melakukan secara sukarela, untuk penutupan fitur live, dan kami justru berharap bahwa ini berlangsung tidak lama,” kata Meutya Hafid kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (31/8/2025).

    Mantan Ketua Komisi I DPR itu menuturkan, pihaknya berharap fitur live bisa segera diaktifkan kembali agar tidak berpengaruh ke aktivitas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mengandalkan siaran langsung dari media sosial untuk berjualan.

    “Jadi kalau kondisi berangsur baik, mudah-mudahan kita bisa kembali lagi fitur live TikTok dan pada saat ini kami memahami bahwa ada UMKM yang terdampak yang berjualan secara live, tapi mudah-mudahan tetap bisa e-commerce tanpa live,” katanya.

    Saat ditanya apakah ada imbauan dari pemerintah, Meutya enggan menjawab. Dia juga tak menjawab apakah keputusan sukarela TikTok itu sejalan dengan harapan pemerintah.

    “Tanyakan ke TikTok ya, terima kasih,” pungkasnya.

    Sementara itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Angga Raka Prabowo menegaskan platform digital seperti Facebook, TikTok, X, dan media sosial lainnya turut bertanggung jawab dalam menjaga keamanan dan kenyamanan ruang digital di Indonesia, seiring dengan maraknya konten disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK) yang merusak sendi-sendi demokrasi.

    Angga menekankan bahwa negara memiliki dasar hukum yang kuat terkait kepatuhan platform digital dalam menjaga ruang digital hingga memutus akses atau memblokir konten internet ilegal. 

  • Menkomdigi Meutya Hafid Sebut TikTok Nonaktifkan Fitur Live secara Sukarela

    Menkomdigi Meutya Hafid Sebut TikTok Nonaktifkan Fitur Live secara Sukarela

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyebut penonaktifan fitur siaran langsung atau live TikTok saat ricuh di beberapa lokasi di Jakarta merupakan keputusan sukarela manajemen platform tersebut.

    Usai menghadiri Sidang Kabinet, Minggu (31/8/2025), Menkomdigi Meutya Hafid menjawab pertanyaan tentang keputusan TikTok menonaktifkan fitur live.

    Meutya menyebut keputusan itu dilakukan sukarela oleh TikTok dengan didasari oleh imbauan dari pemerintah melalui kementeriannya.

    Meutya menambahkan, negara terbuka dan mendengarkan aspirasi-aspirasi masyarakat dan akan menindaklanjutinya sebagaimana arahan dari Presiden Prabowo Subianto.

    “Termasuk disampaikan bahwa live TikTok itu, kami pun melihat pemberitahuan yang dilakukan oleh TikTok. Bahwa mereka melakukan secara sukarela, untuk penutupan fitur live, dan kami justru berharap bahwa ini berlangsung tidak lama,” kata Meutya Hafid kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (31/8/2025).

    Mantan Ketua Komisi I DPR itu menuturkan, pihaknya berharap fitur live bisa segera diaktifkan kembali agar tidak berpengaruh ke aktivitas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mengandalkan siaran langsung dari media sosial untuk berjualan.

    “Jadi kalau kondisi berangsur baik, mudah-mudahan kita bisa kembali lagi fitur live TikTok dan pada saat ini kami memahami bahwa ada UMKM yang terdampak yang berjualan secara live, tapi mudah-mudahan tetap bisa e-commerce tanpa live,” katanya.

    Saat ditanya apakah ada imbauan dari pemerintah, Meutya enggan menjawab. Dia juga tak menjawab apakah keputusan sukarela TikTok itu sejalan dengan harapan pemerintah.

    “Tanyakan ke TikTok ya, terima kasih,” pungkasnya.

    Live TikTok dan sejumlah aplikasi lain sempat nonaktif atau down pada Sabtu (30/8/2025) malam.

    Saat itu, sejumlah kericuhan terjadi di beberapa titik salah satunya di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

    Aksi ricuh itu merupakan eskalasi aksi unjuk rasa pada 28-29 Agustus di beberapa titik di Jakarta, dan meluas ke berbagai daerah.

    Pihak manajemen TikTok menyatakan, keputusan menonaktifkan fitur live sehubungan dengan meningkatnya kekerasan dalam aksi unjuk rasa di Indonesia.

    “Kami mengambil langkah-langkah pengamanan tambahan untuk menjaga TikTok tetap menjadi ruang yang aman dan beradab. Sebagai bagian dari langkah ini, kami secara sukarela menangguhkan fitur TikTok LIVE selama beberapa hari ke depan di Indonesia. Kami juga terus menghapus konten yang melanggar Panduan Komunitas dan memantau situasi yang ada,” bunyi keterangan resmi tertulis Juru Bicara TikTok.

  • Profil Ahmad Sahroni! Dari Anak Sopir Truk hingga jadi Legislator, Miliki Kekayaan Rp328,9 Miliar

    Profil Ahmad Sahroni! Dari Anak Sopir Truk hingga jadi Legislator, Miliki Kekayaan Rp328,9 Miliar

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ahmad Sahroni, politikus Partai Nasdem tengah menjadi sorotan publik usai pernyataannya yang kontroversial terkait desakan pembubaran DPR. Di balik polemik tersebut, rekam jejak hidup dan jumlah kekayaannya ikut menarik perhatian.

    Saat kunjungan kerja di Polda Sumatera Utara, Jumat (22/8/2025), Sahroni melontarkan pernyataan keras. “Mental manusia yang begitu adalah mental manusia tertolol sedunia. Catat nih, orang yang cuma mental bilang bubarin DPR, itu adalah orang tolol sedunia,” ucapnya.

    Politisi kelahiran Jakarta, 8 Agustus 1977, itu juga menyarankan agar para anggota dewan bekerja dari rumah (WFH) lantaran adanya demonstrasi di depan Gedung DPR. “Karena, kan, kami enggak mau gini, ada hal-hal mungkin orang sudah masuk, susah keluar kayak kemarin. Pulang ribet, ke mana-mana susah. Makanya diimbau untuk WFH,” ujar dia.

    Kontroversi pernyataannya membuat Fraksi Partai Nasdem merotasi jabatannya dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI menjadi anggota Komisi I DPR RI.

    Latar Belakang Ahmad Sahroni

    Ahmad Sahroni, yang akrab disapa Roni, berasal dari keluarga sederhana di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Orang tuanya berdagang nasi Padang di Pelabuhan Tanjung Priok. Sejak kecil, ia sudah bekerja serabutan, mulai dari tukang semir sepatu hingga ojek payung.

    Meski sempat tidak langsung melanjutkan kuliah setelah lulus SMA Negeri Baru Cilincing (sekarang SMA Negeri 114 Jakarta), Roni akhirnya menyelesaikan pendidikan tinggi. Ia meraih gelar S-1 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita Bangsa pada 2009, lalu gelar S-2 di Stikom InterStudi, dan menuntaskan pendidikan doktor Ilmu Hukum di Universitas Borobudur pada 2024.