Kementrian Lembaga: Kemnaker

  • Perlindungan PMI Kurang Terakomodasi dalam UU, Menteri Karding Koordinasi dengan Menteri Hukum

    Perlindungan PMI Kurang Terakomodasi dalam UU, Menteri Karding Koordinasi dengan Menteri Hukum

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding melakukan koordinasi dengan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas pada Jumat (15/11/2024). Koordinasi tersebut terkait kurang terakomodasinya perlindungan hukum pekerja migran Indonesia (PMI) dalam undang-undang.

    Koordinasi tersebut juga sekaligus terkait peralihan kewenangan dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) ke Kementerian PPMI. Sementara itu, aturan terkait perlindungan PMI adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

    “Ini menjadi salah satu tantangan hukum bagi BP2MI yang kini statusnya berubah menjadi kementerian,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (16/11/2024).

    Salah satu contoh kurang terfasilitasinya perlindungan PMI, menurut Karding adalah skema magang. Pemagang yang melakukan kerja sampingan itu kebanyakan berstatus mahasiswa.

    Kementerian PPMI akan terlibat dalam penyelamatan jika pemagang tersebut tidak berstatus PMI saat terkena musibah. “Jadi, tidak peduli statusnya legal atau ilegal,” ucapnya.

    Dia berharap dapat membuat satu aturan lengkap, semacam omnibus, yang mencakup perlindungan bagi seluruh skema penempatan PMI.

    Karding menegaskan, Kementerian PPMI akan mengajukan revisi UU Nomor 18 Tahun 2017 melalui Badan Legislasi (Baleg) DPR. Saat ini, Biro Hukum Kementerian PPMI akan menyusun naskah akademik sebagai dasar perubahan UU tersebut.

    Dalam kesempatan itu, Menkum Supratman Andi Agtas menyambut baik usulan Menteri PPMI dan sepakat untuk memfasilitasi proses harmonisasinya. Dia mengaku revisi UU Nomor 18 Tahun 2017 akan banyak beririsan dengan Kemenaker.

    “Banyak-banyaklah berkomunikasi dengan menteri ketenagakerjaan karena ada beberapa kewenangan Kemenaker yang nantinya akan menjadi kewenangan di kementerian Pak Karding,” ungkapnya.

    Supratman menuturkan, PMI yang tersebar di seluruh dunia mencapai hampir 5 juta jiwa. Mereka yang tidak tercatat sebagian besar merupakan tenaga low-skilled workers atau pekerja berketerampilan rendah.

    Dia menilai revisi hukum perlindungan PMI menjadi kepentingan yang mendesak karena perlindungan 5 juta jiwa tersebut tidak maksimal. “Kami akan membentuk tim khusus untuk memfasilitasi harmonisasi pada awal-awal kabinet baru ini,” tegas Supratman.

  • Hore! Upah Minimum 2025 Jateng Naik, Segini Besaran UMK Kabupaten Batang 5 Tahun Terakhir

    Hore! Upah Minimum 2025 Jateng Naik, Segini Besaran UMK Kabupaten Batang 5 Tahun Terakhir

    TRIBUNJATENG.COM – Inilah rincian Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Batang 5 tahun terakhir.

    Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2025 akan segera diumumkan akhir bulan November 2024.

    Dilansir dari Pos Belitung, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Yassierli menyebutkan jika UMP 2025 akan segera dibahas di bulan November.

    Pembahasan UMP 2025 rencananya akan dilaksanakan pada Kamis 31 Oktober atau Jumat 1 November 2024.

    “Yang jelas, selain dari Kemenaker, kita juga ada Dewan Pengupahan Nasional dan besok insyaallah kita akan Kamis atau Jumat kita akan berkoordinasi dengan para gubernur seluruh Indonesia nanti bagaimana ini (membahas UMP),” ungkap Yassierli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta dikutip Kompas.com melalui siaran YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (29/10/2024).

    Sementara itu kalangan buruh menuntut upah minimal naik kisaran 8-10 persen.

    Jika UMP naik, UMK atau Upah Minimum Kabupaten/Kota juga dipastikan mengalami kenaikan.

    UMK sendiri memiliki nilai besaran yang berbeda-beda di setiap hari.

    Hal ini tergantung kemampuan ekonomi di setiap kota atau kabupaten.

    Seperti halnya UMK di Kabupaten Batang , Jawa Tengah.

    Berikut ini data Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kabupaten Batang, Jawa Tengah mulai dari tahun 2020 hingga 2024:

    Tahun 2020: Rp 2.061.700

    Tahun 2021: Rp 2.129.117

    Tahun 2022: Rp 2.132.535

    Tahun 2023: Rp Rp2.282.026

    Tahun 2024: Rp2.379.702,00

    (*)

  • Kabar Gembira! Upah Minimum 2025 di Jawa Timur Naik, Ini Daftar UMK Kota Pasuruan 5 Tahun Terakhir

    Kabar Gembira! Upah Minimum 2025 di Jawa Timur Naik, Ini Daftar UMK Kota Pasuruan 5 Tahun Terakhir

    Kabar Gembira! Upah Minimum 2025 di Jawa Timur Naik, Ini Daftar UMK Kota Pasuruan 5 Tahun Terakhir

    TRIBUNJATENG.COM – Inilah jumlah Upah Minimum Kabupaten UMK Kota Pasuruan dalam 5 tahun terakhir.

    Upah Minimum Kabupaten/Kota atau UMK adalah hal penting untuk diketahui pencari kerja agar tahu minimal gaji yang akan diterimanya.

    Penetapan besaran UMP 2025 akan diumumkan paling lambat pada 21 November 2024.

    Sementara Upah Minimun Kabupaten/Kota (UMK) 2025 akan diumumkan paling lambat pada 30 November 2024.

    Kepastian kenaikan UMP 2025 diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli.

    Kendati demikian, Yassierli enggan membeberkan berapa besaran kenaikan UMP 2025. Ia memastikan semua pihak yang terlibat terkait pengupahan buruh, telah diajak berdiskusi dan berkolaborasi untuk menemukan rumusan yang tepat.

    “Iya dong (naik), masa ga naik,” kata Yassierli dikutip Tribunjateng.com dari Kompastv.com.

    Saat ditanya mengenai apakah aturan yang mengatur UMP 2025 akan dirilis pada 7 November 2024, ia mengatakan pihaknya tidak ingin tergesa-gesa dan memastikan aturan yang nantinya dikeluarkan mampu menjawab kebutuhan baik buruh maupun dunia usaha.

    “Kita mesti harus benar-benar firm bahwa peraturan menteri ini benar-benar bisa memberikan membantu pekerja yang memiliki penghasilan rendah dengan tetap memperhatikan dunia usaha,” ujarnya.

    Data Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kota Pasuruan Jawa Timur mulai dari tahun 2020 hingga 2024:

    UMK Kota Pasuruan Tahun 2020: Rp 2.532.234,77

    UMK Kota Pasuruan Tahun 2021: Rp 2.819.801,59

    UMK Kota Pasuruan Tahun 2022: Rp 2.838.837,64

    UMK Kota Pasuruan Tahun 2023: Rp 3.038.837,64

    UMK Kota Pasuruan Tahun 2024: Rp 3.138.838,00

     

    UMP Jatim

    Mengutip laman BPS, pada berikut daftar UMP di Jawa Timur 2020-2024:

    2020: Rp 1.768.000.

    2021: Rp 1.868.777.

    2022: Rp 1.891.567

    2023: Rp 2.040.244,30.

    2024: Rp 2.165.244,30.

    Menko Polkam: Kenaikan Terlalu Tinggi Bisa Ganggu Pertumbuhan Ekonomi

    Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan meminta kepala daerah memperhitungkan besaran kenaikan UMP dengan tepat.

    “Ini perlu dipertimbangkan dengan cermat agar tidak terjebak kepada kebijakan-kebijakan yang populis,” kata Budi saat memberikan sambutan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pimpinan Pusat di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (11/7/2024), dikutip dari Antara.

    Menurut mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu, beberapa hal harus dipertimbangkan sebelum menentukan nilai UMP, salah satunya dampak kenaikan UMP yang terlalu tinggi.

    “UMP terlalu tinggi atau tidak rasional bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi kita,” kata Budi.

    Dia melanjutkan, UMP yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan rendahnya serapan tenaga kerja. Kondisi itu, kata dia, akan membuat masyarakat perlahan beralih ke sektor-sektor pekerjaan nonformal.

    Situasi tersebut, lanjut Budi, dapat dimanfaatkan perusahaan dengan cara membuka lapangan pekerjaan namun dengan memberikan upah di bawah UMP.

    “Ujung-ujungnya menyebabkan ketidakpatuhan terhadap peraturan yang dilakukan oleh setiap perusahaan,” jelas dia.

    (*)

     

  • Polda NTB Bongkar Kasus TPPO Berkedok Magang ke Jepang, 2 Ditangkap

    Polda NTB Bongkar Kasus TPPO Berkedok Magang ke Jepang, 2 Ditangkap

    Mataram, Beritasatu.com – Tim Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB berhasil mengungkap praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang ke Jepang yang melibatkan sebuah lembaga pelatihan kerja (LPK) di Kota Mataram. Pengungkapan kasus ini dilakukan setelah adanya laporan masyarakat terkait praktik perekrutan mencurigakan yang dilakukan LPK tersebut.

    Kasus ini berawal dari laporan masyarakat mengenai adanya praktik perekrutan pekerja migran Indonesia (PMI) untuk magang ke Jepang yang dicurigai melibatkan unsur penipuan. Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat menjelaskan, penyelidikan dimulai dengan pengumpulan informasi mengenai LPK yang berlokasi di Ampenan, Kota Mataram.

    “Kami mendalami laporan tersebut dan mengumpulkan informasi terkait dugaan perekrutan yang tidak sesuai aturan,” ujar Syarif Hidayat. Sabtu (16/11/2024).

    Setelah melakukan serangkaian penyelidikan mendalam, ditemukan indikasi kuat adanya unsur pidana dalam kegiatan perekrutan tersebut. Polisi kemudian memeriksa 17 korban yang melapor, terdiri dari enam orang asal Mataram, 5 dari Lombok Barat, 4 asal Lombok Tengah, dan 2 dari Lombok Utara.

    “Selain itu, terdapat 11 korban lainnya yang belum melapor, sehingga total korban diperkirakan mencapai 28 orang,” ungkapnya.

    Pelaku utama dalam kasus ini adalah WI alias I, seorang wanita pemilik LKP Wahyu Yuha yang beroperasi di Ampenan. Bersama dengan SE alias E, Direktur PT Radar Suhaemy Efendi Indonesia (PT RSEI), WI merekrut calon pekerja migran dengan iming-iming kerja magang di Jepang. Para korban diminta membayar biaya sebesar Rp 30 juta hingga Rp 40 juta per orang untuk proses pendaftaran dan keberangkatan.

    “Para korban dijanjikan akan diberangkatkan, tetapi sejak Desember 2023 hingga sekarang tidak ada kejelasan. Ini yang membuat para korban merasa dirugikan dan melapor kepada pihak kepolisian,” ungkap Kombes Syarif.

    Menurut hasil penyelidikan, SE bertindak sebagai direktur PT RSEI, yang meski berlokasi di Lombok Timur, tidak memiliki izin dari Kementerian Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan program magang atau menempatkan PMI ke Jepang. SE diketahui mengumpulkan dana sebesar Rp 630 juta dari para korban dan meraup keuntungan pribadi sebesar Rp 168 juta.

    Sementara itu, WI berperan sebagai perekrut yang mengarahkan para korban ke PT RSEI. Total dana yang berhasil dihimpun WI dari para korban mencapai Rp 926 juta, dengan keuntungan pribadi sebesar Rp 296 juta. Keduanya kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

    Polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti penting, termasuk dua lembar daftar kegiatan belajar,  satu lembar kontrak kerja, 60 dokumen persyaratan seperti ijazah, surat akreditasi LPK, dan surat perjanjian kerja sama.

    “Dari hasil penyelidikan, ternyata ada keterkaitan dengan LPK yang lebih besar yang berlokasi di Subang, Jawa Barat. Hal ini akan kami dalami lebih lanjut, bekerja sama dengan Bareskrim Polri dan pihak terkait,” jelas Kombes Syarif.

    Salah satu korban asal Mataram, Fitri, mengungkapkan ia dijanjikan akan berangkat ke Jepang dengan gaji besar.

    “Katanya Juni, lalu diundur pada September, dan sekarang malah diundur ke Januari tahun depan. Uang saya Rp 30 juta sudah disetor, tetapi alasannya selalu berubah-ubah, seperti belum lulus dan belum dapat sertifikat,” kata Fitri.

    Para korban tergiur oleh janji gaji tinggi di Jepang, mulai dari Rp 17 juta hingga Rp 25 juta per bulan.

    Atas perbuatannya, kedua tersangka dikenakan Pasal 11 juncto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan/atau Pasal 81 juncto Pasal 69 Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Mereka terancam hukuman pidana penjara paling sedikit 3 tahun dan maksimal 15 tahun.

    Polda NTB mencatat bahwa sejak Januari hingga Oktober 2024 sudah ada 9 kasus TPPO yang diungkap. Dari jumlah tersebut, tujuh kasus ditangani oleh Polda NTB, sementara Polres Lombok Barat dan Polres Mataram masing-masing menangani satu kasus. Korban yang berhasil diselamatkan mencapai 46 orang, dengan 16 tersangka yang telah dilimpahkan perkaranya.

  • Beda Arah Pengusaha dan Buruh soal Penetapan UMP 2025

    Beda Arah Pengusaha dan Buruh soal Penetapan UMP 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2025 hingga saat ini belum menemukan titik terang. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebut akan mengikuti hasil kesepakatan bersama antara pengusaha, serikat pekerja, dan pemerintah.

    Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi dan Komunikasi Kadin Indonesia Erwin Aksa untuk merespons ihwal penetapan upah minimum tahun depan yang hingga saat ini terus dibahas pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

    “Saya kira akan selalu ada mediasi antara pelaku usaha dengan serikat buruh. Kita akan mengikuti apapun hasil kesepakatannya karena pada dasarnya Indonesia kan selalu mengedepankan musyawarah,” kata Erwin di Kantor Kadin Indonesia, Jumat (15/11/2024).

    Adapun, Kadin Indonesia akan menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pada 29-30 November dan 1 Desember 2024 di Jakarta. Erwin memastikan, isu soal upah minimum akan masuk dalam pembahasan Rapimnas akhir bulan ini.

    Selain upah, lanjutnya, Rapimnas turut membahas program Kadin Indonesia lima tahun ke depan.

    “Kita akan bahas itu [upah minimum] di Rapimnas,” ujarnya.

    Dalam catatan Bisnis, Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) hingga saat ini belum bisa menentukan upah minimum 2025 lantaran masih menunggu aturan baru soal pengupahan.

    Wakil Ketua Depenas Agus Dermawan menyampaikan pihaknya terus membahas mengenai upah minimum tahun depan menyusul adanya putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan uji materiil UU No. 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2/2022 tentang Cipta Kerja, termasuk soal pengupahan. 

    “Diperlukan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan [Permenaker] baru untuk hal tersebut,” kata Agus kepada Bisnis, Kamis (14/11/2024). 

    Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan serikat pekerja memiliki pandangan berbeda mengenai penetapan upah. Dari sisi pengusaha menginginkan agar penetapan upah tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2023 tentang Pengupahan.

    Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam menyampaikan formula yang tercantum dalam PP No.51/2024 cukup adil untuk upah minimum. Formula perhitungan dalam beleid itu mencakup tiga variabel, yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang disimbolkan dalam bentuk alfa. 

    “Usulan kita konsisten dengan formula [PP No.51/2023] yang sudah cukup fair untuk upah minimum,” kata Bob kepada Bisnis, Kamis (14/11/2024).

    Perbesar

    Pasca Putusan MK 

    Dari sisi serikat pekerja menginginkan agar pemerintah menetapkan komponen penetapan upah sesuai dengan putusan MK. Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN) Iwan Setiawan menyampaikan pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) perlu memperhatikan keputusan MK dalam membuat regulasi terkait pengupahan. 

    “Jangan Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen) itu membuat di luar dari keputusan MK yang pada akhirnya nanti akan menjadi masalah di kemudian hari,” kata Iwan kepada Bisnis, Kamis (14/11/2024).

    Di sisi lain, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli belum dapat memastikan apakah penetapan dan pengumuman upah minimum tahun depan dapat diumumkan pada 21 November atau justru diundur. Pasalnya, pemerintah masih menggodok aturan pengupahan baru pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

    Merujuk aturan sebelumnya yakni Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2023 tentang Pengupahan, upah minimum ditetapkan dan diumumkan paling lambat 21 November untuk provinsi dan 30 November untuk kabupaten/kota.  

    “Belum bisa dipastikan,” kata Yassierli kepada Bisnis, Kamis (14/11/2024).

    Yassierli menuturkan, kondisi tahun ini cukup berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Mengingat, pemerintah perlu menindaklanjuti putusan MK yang meminta agar regulasi mengenai ketenagakerjaan dipisah dari Undang-Undang Cipta Kerja. 

    Saat ini, dia menyebut bahwa pemerintah tengah menggodok rumusan terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dengan tetap menjaga daya saing dunia usaha. Selain itu, pihaknya juga masih akan melaksanakan rapat bersama Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dan Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional. 

    “Minggu depan masih ada rapat Depenas dan LKS Tripartit,” ujarnya.

  • Aturan Terkait Produk Tembakau Diminta Libatkan Semua Pihak

    Aturan Terkait Produk Tembakau Diminta Libatkan Semua Pihak

    Jakarta: Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tidak dilibatkan dalam penyusunan pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam PP No 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) mengenai Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. Padahal aturan ini dapat dibahas bersama pemangku kepentingan terdampak, termasuk tenaga kerja.
     
    Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Kemnaker Indah Anggoro Putri mengusulkan agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai inisiator regulasi melibatkan dan mengakomodir masukan dari elemen hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan. 
     
    “Kami dikritik kurang public hearing, tidak meaningfull participation. Mari, sama-sama kita bahas, kami siap diundang dalam rapat. Kami, Kemnaker sangat concern dengan aturan ini, kami lintas kementerian/lembaga memang seyogyanya tidak boleh gaduh. Sesama regulator harus bekerjasama, berkolaborasi,” kata dia dalam diskusi dilansir, Kamis, 14 November 2024.
    Ia menyebut, dampak dari PP Kesehatan dan Rancangan Permenkes  berpotensi menambah beban PHK yang saat ini jumlahnya 63.947 orang. Jika aturan ini disahkan maka Indah khawatir akan ada tambahan 2,2 juta tenaga kerja yang terkena PHK, bukan hanya industri rokok namun juga meliputi industri kreatif. 
     
    “Jangan dilupakan, ada 725 ribu pekerja kreatif yang merupakan bagian dari industri pendukung. Nah, dengan adanya penyeragaman rokok polos tanpa merek dan industri, 725 ribu tenaga kerja kreatif ini akan terdampak pula. Ketika mereka ter-PHK, anak-anak muda kreatif ini menghadapi tantangan besar,” ujar dia.
     

     
    Dengan tidak ada keberpihakan dalam Rancangan Permenkes terkait tembakau tersebut, Indah juga mengingatkan bahwa 89 persen tenaga kerja di sektor pertembakauan merupakan perempuan yang menghidupi keluarganya. Ia mengingatkan jangan sampai dampak sosio-ekonomi dari aturan ini lebih buruk. 
     
    Salah satu elemen masyarakat yang akan menanggung dampak Rancangan Permenkes terkait penyeragaman kemasan tanpa merek, yaitu petani tembakau. Padahal saat ini ada 2,5 juta petani tembakau yang tersebar di 15 provinsi di seluruh Indonesia menggantungkan hidupnya pada komoditas tembakau. 
     
    “PP Kesehatan dan R-Permenkes Ini adalah hantaman dan pukulan bagi petani. Kami menolak keras adanya aturan ini, kami mohon ditinjau ulang dan dihentikan pembahasannya,” tegas Ketua Dewan Perwakilan Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPC APTI) Bondowoso Muhammad Yazid.
     
    Sementara itu, Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menekankan agar pemerintah tidak mengedepankan ego sektoral dalam Menyusun aturan melainkan harus bersama-sama menghasilkan solusi bagi negeri. Khususnya terkait penyeragaman kemasan rokok tanpa merek yang akan melahirkan praktik rokok ilegal. 
     
    “Ingat, kontribusi cukai yang disumbangkan Rp213 triliun, sementara industri farmasi, kita hanya konsumen. Kita hanya pasar, konsumer semata-mata. Mau jadi apa negeri ini?  Kita harus belajar dari Sritex, sudah banyak pengangguran. Terus kita mau buat peraturan semena-mena? Ojo pak, jangan,” jelas Willy.
     
    Sementara Kementerian Kesehatan diwakili staf ahli Menteri Kesehatan Sundoyo berjanji akan melibatkan kementerian terkait dalam pembahasan Rancangan Permenkes pengendalian tembakau dan rokok elektronik tersebut. Ia memastikan Kemenkes menyerap aspirasi pemangku kepentingan dalam membuat aturan.
     
    “Termasuk salah satunya melalui proses public hearing. Dan, dalam menyusun Rancangan Permenkes ini kami tidak akan keluar dari tata cara perundangan, partisipasi masyarakat harus dikedepankan, sebab ada dua kepentingan yang harus dicari titik tengahnya. Yang satu sisi ekonomi, satu lagi kesehatan,” ujar Sundoyo.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)

  • JSI: Jamsosnaker Perlu Diperbaiki untuk Atasi PHK – Espos.id

    JSI: Jamsosnaker Perlu Diperbaiki untuk Atasi PHK – Espos.id

    Perbesar

    ESPOS.ID – Ilustrasi PHK. (Dok. Solopos.com)

    Esposin, JAKARTA — Direktur Jaminan Sosial Institute (JSI), Andy William Sinaga, mengatakan, jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsosnaker) perlu diperbaiki untuk mengatasi fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang semakin masif dan diprediksi akan terjadi hingga akhir 2024.

    “Kami mencatat bahwa fenomena PHK medio Oktober 2024 ini hampir menyentuh 60.000 pekerja atau buruh yang kehilangan pekerjaan. Fenomena PHK tersebut akan berdampak pada tergerusnya keberadaan jamsosnaker, dalam hal ini jaminan hari tua (JHT), karena sudah tentu para pekerja yang terkena PHK akan mengambil JHT-nya,” kata dia dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (15/11/2024). 

    Promosi
    Tingkatkan Kualitas Layanan Publik, BRI dan Ombudsman RI Gelar Sosialisasi

    Andy menyebutkan sektor yang terkena dampak paling parah menurut catatan JSI adalah sektor manufaktur, yakni tekstil, garmen, dan alas kaki.

    Menurut dia, penyebab PHK tersebut salah satunya akibat situasi nasional yang belum stabil pascatransisi pergantian pemerintahan, yang belum menunjukkan adanya perubahan signifikan, terutama dalam perbaikan dan perubahan tata kelola ketenagakerjaan.

    “Selain itu, tata kelola yang juga belum siap dalam menerapkan kebijakan PHK yakni jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021. Dalam PP tersebut, pekerja yang kehilangan pekerjaan akan menerima tiga manfaat, yaitu uang tunai, pelatihan, dan akses pasar kerja,” ujar dia sebagaimana dilansir Antara. 

    Namun, kata dia, hingga saat ini, dalam hal penerimaan manfaat JKP, mayoritas yang dapat diikuti dan bermanfaat bagi para pekerja hanya manfaat uang tunai 45% dari upah sebelumnya pada tiga bulan pertama dan 25% untuk tiga bulan berikutnya.

    “Akan tetapi, manfaat pelatihan dan akses kepada pekerjaan baru belum secara maksimal terpenuhi,” ucap Andy.

    Untuk itu, JSI menilai perlu ada akselerasi yang dilakukan oleh pemerintah berupa revitalisasi jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsosnaker) yang terintegrasi dengan pelatihan tenaga kerja dengan memanfaatkan balai latihan kerja (BLK) yang ada.

    Selain itu, BLK baik yang dimiliki oleh pemerintah pusat (Kementerian Ketenagakerjaan) maupun yang dimiliki oleh pemerintah daerah juga perlu segera direvitalisasi dan terintegrasi dengan kebutuhan lapangan kerja saat ini.

    “JKP adalah hak pekerja yang terkena PHK, sehingga eksistensinya perlu dinamis mengikuti kebutuhan pasar kerja saat ini yang membutuhkan tenaga kerja dengan keterampilan tingkat tinggi (high skill) dan keterampilan non-teknis (soft skill) yang mumpuni,” demikian Andy William Sinaga.

    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram “Solopos.com Berita Terkini” Klik link ini.

  • Wacana Pencabutan Moratorium Jangan Karena Titipan

    Wacana Pencabutan Moratorium Jangan Karena Titipan

    Jakarta: Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengemukakan wacana untuk kembali membuka pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Timur Tengah. Sejak 2015, pemerintah telah menerapkan moratorium atau penghentian sementara bagi pekerja Indonesia di sektor domestik, seperti pekerja rumah tangga, di kawasan Timur Tengah.

    Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan, menegaskan bahwa Menteri P2MI tidak memiliki kewenangan untuk mencabut moratorium yang diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah.

    “Beliau ini masih baru dalam dunia ketenagakerjaan migran. Meski memiliki kewenangan sebagai menteri, sejauh mana beliau memahami persoalan ini? Selain itu, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 juga belum direvisi, sehingga pencabutan moratorium ini masih berada dalam ranah Kemnaker,” ujar Aznil Tan dalam keterangannya, Kamis 14 November 2024.

    Baca juga: Menteri PPMI Abdul Kadir Karding Bantu Kembalikan Ijazah PMI yang Ditahan Perusahaan

    Sebagai aktivis ketenagakerjaan ’98 yang fokus pada isu tenaga kerja dalam dan luar negeri, Aznil menduga ada kepentingan pihak tertentu di balik wacana pencabutan moratorium yang diusulkan oleh Menteri Karding.

    “Kami di NGO terkejut mengapa beliau begitu cepat melemparkan wacana pencabutan moratorium. Apakah ada titipan di balik rencana tersebut?” tanya Aznil Tan.

    Aznil menjelaskan bahwa Migrant Watch bersama masyarakat pencari kerja pernah menggelar aksi tiga hari di depan Istana untuk mendesak presiden mencabut moratorium. Meskipun pemerintah sudah membuka opsi pencabutan, hambatan masih terjadi dalam implementasi Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK).

    “Kami sepakat agar moratorium dicabut. Tahun lalu kami mengadakan aksi tiga hari untuk menuntut pencabutan moratorium ke Timur Tengah ini. Pemerintah sebenarnya sudah setuju, tetapi sampai sekarang belum terealisasi karena ada sistem SPSK. Sekarang ada perubahan di kementerian, sehingga butuh pendekatan baru untuk membukanya kembali,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Aznil mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru dan waspada terhadap potensi pengaruh dari oknum di Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).

    “Kawasan Timur Tengah masih kental dengan budaya perbudakan. Di sisi lain, para oknum pelaku P3MI cenderung memiliki watak kartel dan monopoli yang dapat mengancam perlindungan bagi pekerja migran kita. Menteri harus memahami hal ini agar beliau jangan terpeleset,” pungkas Aznil.

    Jakarta: Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengemukakan wacana untuk kembali membuka pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Timur Tengah. Sejak 2015, pemerintah telah menerapkan moratorium atau penghentian sementara bagi pekerja Indonesia di sektor domestik, seperti pekerja rumah tangga, di kawasan Timur Tengah.
     
    Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan, menegaskan bahwa Menteri P2MI tidak memiliki kewenangan untuk mencabut moratorium yang diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah.
     
    “Beliau ini masih baru dalam dunia ketenagakerjaan migran. Meski memiliki kewenangan sebagai menteri, sejauh mana beliau memahami persoalan ini? Selain itu, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 juga belum direvisi, sehingga pencabutan moratorium ini masih berada dalam ranah Kemnaker,” ujar Aznil Tan dalam keterangannya, Kamis 14 November 2024.
    Baca juga: Menteri PPMI Abdul Kadir Karding Bantu Kembalikan Ijazah PMI yang Ditahan Perusahaan
     
    Sebagai aktivis ketenagakerjaan ’98 yang fokus pada isu tenaga kerja dalam dan luar negeri, Aznil menduga ada kepentingan pihak tertentu di balik wacana pencabutan moratorium yang diusulkan oleh Menteri Karding.
     
    “Kami di NGO terkejut mengapa beliau begitu cepat melemparkan wacana pencabutan moratorium. Apakah ada titipan di balik rencana tersebut?” tanya Aznil Tan.
     
    Aznil menjelaskan bahwa Migrant Watch bersama masyarakat pencari kerja pernah menggelar aksi tiga hari di depan Istana untuk mendesak presiden mencabut moratorium. Meskipun pemerintah sudah membuka opsi pencabutan, hambatan masih terjadi dalam implementasi Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK).
     
    “Kami sepakat agar moratorium dicabut. Tahun lalu kami mengadakan aksi tiga hari untuk menuntut pencabutan moratorium ke Timur Tengah ini. Pemerintah sebenarnya sudah setuju, tetapi sampai sekarang belum terealisasi karena ada sistem SPSK. Sekarang ada perubahan di kementerian, sehingga butuh pendekatan baru untuk membukanya kembali,” jelasnya.
     
    Lebih lanjut, Aznil mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru dan waspada terhadap potensi pengaruh dari oknum di Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).
     
    “Kawasan Timur Tengah masih kental dengan budaya perbudakan. Di sisi lain, para oknum pelaku P3MI cenderung memiliki watak kartel dan monopoli yang dapat mengancam perlindungan bagi pekerja migran kita. Menteri harus memahami hal ini agar beliau jangan terpeleset,” pungkas Aznil.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • Serikat Pekerja Minta Pemerintah Patuhi Putusan MK soal Komponen Upah

    Serikat Pekerja Minta Pemerintah Patuhi Putusan MK soal Komponen Upah

    Bisnis.com, JAKARTA – Serikat Pekerja Nasional (SPN) meminta pemerintah untuk menetapkan komponen penetapan upah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) jelang penetapan dan pengumuman upah minimum provinsi pada 21 November dan kabupaten/kota 30 November.

    Ketua Umum SPN Iwan Setiawan menyampaikan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) perlu memperhatikan keputusan MK dalam membuat regulasi terkait pengupahan.

    “Jangan Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen) itu membuat di luar dari keputusan MK yang pada akhirnya nanti akan menjadi masalah di kemudian hari,” kata Iwan kepada Bisnis, Kamis (14/11/2024).

    Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan agar penetapan upah minimum tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2024 tentang Pengupahan. 

    Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam menyampaikan, formula yang tercantum dalam PP No.51/2024 cukup adil untuk upah minimum. Formula perhitungan dalam beleid itu mencakup tiga variabel, yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang disimbolkan dalam bentuk alfa. 

    “Usulan kita konsisten dengan formula [PP No.51/2023] yang sudah cukup fair untuk upah minimum,” kata Bob kepada Bisnis, Kamis (14/11/2024).

    Menurut Bob, upah minimum ini adalah batas terendah, bukan batas tertinggi. Jika pekerja menginginkan upah lebih tinggi, dia mempersilahkan untuk diatur melalui kesepakatan bipartit di masing-masing perusahaan. 

    Untuk perusahaan dengan kondisi yang baik, Bob menilai, kenaikan upah yang lebih tinggi bisa diterapkan. Namun, bagi yang kondisinya belum memungkinkan, dia mengimbau sebaiknya tidak dipaksakan.

    “Kalau yang bagus kondisinya, silahkan kenaikan lebih tinggi, tapi kalau tidak jangan dipaksakan,” ujarnya. 

    Adapun, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tengah menggodok aturan pengupahan baru, usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-undang No.2/2022 tentang Cipta Kerja, termasuk soal pengupahan.

    Kendati begitu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli belum dapat memastikan apakah penetapan dan pengumuman upah minimum tahun depan dapat diumumkan pada 21 November atau justru diundur. Pasalnya, pemerintah masih menggodok aturan pengupahan baru pasca putusan MK.

    “Belum bisa dipastikan,” kata Yassierli kepada Bisnis, Kamis (14/11/2024).

    Yassierli menuturkan, kondisi tahun ini cukup berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Mengingat, pemerintah perlu menindaklanjuti putusan MK yang meminta agar regulasi mengenai ketenagakerjaan dipisah dari Undang-undang Cipta Kerja. 

    Saat ini, dia menyebut bahwa pemerintah tengah menggodok rumusan terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dengan tetap menjaga daya saing dunia usaha.

  • Korban PHK Tembus 64.221 Orang, Bertambah Ratusan Pekerja 13 November 2024

    Korban PHK Tembus 64.221 Orang, Bertambah Ratusan Pekerja 13 November 2024

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat total kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 64.221 orang per 13 November 2024. Jumlah tersebut bertambah sebanyak 274 orang dibanding bulan lalu sebanyak 63.947 orang. 

    “Per 13 November 2024 total jumlah pekerja yang ter-PHK mencapai 64.221 orang,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri kepada Bisnis, dikutip Kamis (14/11/2024).

    Kendati begitu, Indah tidak memaparkan lebih lanjut, provinsi dan sektor dengan kasus PHK terbanyak. 

    Sementara itu, total kasus tenaga kerja yang ter-PHK hingga Oktober 2024 mencapai 63.947 orang. Kemnaker mencatat, kasus PHK terbanyak terjadi di DKI Jakarta yakni sebanyak 14.501 orang, diikuti Jawa Tengah 12.489 orang, Banten 10.702 orang, Jawa Barat 8.508 orang, dan Jawa Timur 3.694 orang.

    Lalu, Bangka Belitung 1.894 orang, Sulawesi Tengah 1.812 orang, DI Yogyakarta 1.245 orang, Sulawesi Tenggara 1.156 orang, Riau 1.068 orang, Kalimantan Barat 786 orang, dan Kalimantan Tengah 785 orang. 

    Dalam catatan Bisnis, Indah belum dapat memastikan apakah tahun ini jumlah tenaga kerja yang ter-PHK akan mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Kendati begitu, dia mengharapkan agar jumlah tenaga kerja yang di PHK tidak naik signifikan.

    “Mudah-mudahan naiknya dikit, saya belum bisa memperkirakan karena tiap hari bergerak datanya,” ungkap Indah saat ditemui di Kompleks Parlemen, Rabu (30/10/2024).  

    Sementara itu, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) sebelumnya memperkirakan jumlah pekerja yang di PHK kembali bertambah sebanyak 30.000 orang hingga akhir 2024.

    Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana menyampaikan, sejak awal 2024 hingga saat ini, sekitar 46.000 pekerja di industri ini di PHK. Dengan demikian, sebanyak 70.000 pekerja di industri tekstil dan garmen dirumahkan sepanjang 2024.  

    “Akhir Desember ini akan merangkak menjadi 70.000-an, dan this is quite challenging,” ungkap Danang saat ditemui di Wisma Bisnis Indonesia, Rabu (16/10/2024). 

    Dia mengungkap, badai PHK yang tengah melanda industri tekstil dan garmen dipicu oleh banjir barang impor akibat lemahnya penegakan hukum, dalam hal ini Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Pemerintah dalam melakukan penegakan hukum dinilai setengah hati. 

    Oleh karena itu, Danang tidak heran jika dalam 5 tahun mendatang industri pengolahan Tanah Air kian terpuruk apabila tidak ada penanganan serius dari pemerintah.   

    “…karena tidak berhasil membendung [impor barang jadi]. Regulasi-regulasi yang sebelumnya liar membuka importasi secara bebas di produk hilir, di produk finish product,” ujarnya.