Kementrian Lembaga: Kemlu

  • Update Terkini Rencana RI Tampung Warga Gaza, Ini Lokasinya

    Update Terkini Rencana RI Tampung Warga Gaza, Ini Lokasinya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Indonesia tengah mengkaji rencana besar untuk memberikan perawatan medis bagi 2.000 warga Palestina dari Gaza, yang hingga kini masih dilanda perang berkepanjangan. Rencana ini dibahas serius lintas kementerian karena menyangkut logistik, aspek hukum, hingga implikasi kebijakan luar negeri.

    Langkah tersebut diumumkan awal bulan ini, dengan Pulau Galang, sebuah pulau tak berpenghuni di selatan Singapura yang pernah digunakan sebagai kamp pengungsi Vietnam dan lokasi rumah sakit darurat pandemi, muncul sebagai salah satu opsi penempatan.

    Namun pemerintah menegaskan rencana tersebut masih bersifat eksploratif. Beberapa kementerian, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Luar Negeri sudah melakukan pembahasan awal.

    “Diskusi ini fokus pada kelayakan logistik, kesiapan medis, dan kerangka hukum,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, kepada The Guardian, dikutip Jumat (22/8/2025).

    “Komisi I juga mendapat penjelasan mengenai implikasi strategis, khususnya terkait posisi politik luar negeri Indonesia dan stabilitas regional.”

    Selain Pulau Galang, pemerintah juga menimbang sejumlah alternatif lain, seperti fasilitas di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang dekat dengan rumah sakit besar serta jalur logistik utama.

    Menurut seorang pejabat senior yang mengetahui langsung pertemuan antar kementerian tersebut, opsi penggunaan rumah sakit militer besar di Jakarta serta kemungkinan kerja sama dengan Yordania, negara yang memiliki hubungan erat dengan Presiden Prabowo Subianto, juga masuk dalam pembahasan.

    Laksono memastikan bahwa semua prosedur akan dilakukan bersama lembaga internasional seperti UNRWA dan ICRC, termasuk pencatatan identitas, rekam medis, hingga protokol repatriasi.

    “Tujuan kami adalah memberikan perawatan, bukan pemukiman ulang, dan mendukung kepulangan mereka setelah kondisi di Gaza memungkinkan,” kata Laksono. “Ini adalah langkah yang sangat hati-hati, dan kami sepenuhnya menyadari sensitivitas geopolitik yang terlibat.”

    Adapun rencana ini dinilai sangat sensitif secara politik. “Isu pentingnya adalah bagaimana memastikan hak untuk kembali warga Palestina tetap dihormati, karena banyak pihak khawatir kebijakan ini bisa ditafsirkan lain,” ujar Abdul Kadir Jailani, Direktur Jenderal Asia, Pasifik, dan Afrika Kementerian Luar Negeri.

    Ia menegaskan belum ada keputusan final soal penggunaan Pulau Galang. “Kami harus memastikan langkah ini konsisten dengan prinsip hukum humaniter internasional, khususnya terkait penghormatan terhadap hak kembali warga Palestina,” ujarnya.

    Menurut Jailani, pelaksanaan rencana tersebut sangat kompleks baik secara politik maupun teknis.

    “Salah satu hal paling penting adalah bahwa kami tidak akan melaksanakannya tanpa persetujuan dan dukungan dari para pemangku kepentingan terkait, khususnya otoritas Palestina dan negara-negara di kawasan,” tambahnya.

    Sebelumnya, dalam saat ditemui wartawan di sela-sela Sidang Tahunan DPR/MPR, Jumat (15/8/2025), Menteri Luar Negeri Sugiono membantah pernyataan bagaimana pemerintah Israel disebut tengah melakukan perundingan dengan negara-negara tertentu terkait evakuasi warga Gaza. RI, ujarnya, tidak pernah melakukan itu.

    “Kita tidak pernah bernegosiasi,” tegasnya.

    Sementara pembahasan terus berlangsung, Indonesia juga tetap aktif memberikan bantuan ke Gaza. Dalam pekan ini, Indonesia berhasil melaksanakan operasi penerjunan bantuan udara untuk kedua kalinya dalam dua hari berturut-turut, sebuah langkah yang dimungkinkan berkat koordinasi dengan Yordania.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ramai Negara Barat Kecam Israel soal Rencana Ini, Sebut Bawa Kekacauan

    Ramai Negara Barat Kecam Israel soal Rencana Ini, Sebut Bawa Kekacauan

    Jakarta, CNBC Indonesia – 21 Negara menandatangani Pernyataan Bersama yang Mengutuk Proyek Pemukiman Israel di Tepi Barat, Kamis (21/8/2025). Ini termasuk dua negara Barat yang saat ini berencana untuk mengakui Palestina, yaitu Prancis dan Inggris.

    Dalam sebuah pernyataan bersama, London dan Paris, ditambah Belgia, Denmark, Estonia, Finlandia, Islandia, Irlandia, Jepang, Latvia, Lituania, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Slovenia, Spanyol, Swedia, Australia, Kanada, Italia, yang diikuti juga oleh lembaga multilateral Uni Eropa menyebut persetujuan Israel atas proyek pemukiman besar di Tepi Barat tidak dapat diterima dan merupakan pelanggaran hukum internasional.

    “Kami mengutuk keputusan ini dan menyerukan pembatalannya segera dengan tegas,” kata pernyataan para Menteri Luar Negeri itu

    Pernyataan tersebut mencatat bahwa rencana, yang digaungkan Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, hanya akan membuat solusi dua negara menjadi tidak mungkin dengan membagi negara Palestina dan membatasi akses Palestina ke Yerusalem.

    “Ini tidak membawa manfaat bagi rakyat Israel,” tegas 22 Menteri Luar Negeri itu. “Sebaliknya, ini berisiko merusak keamanan dan memicu kekerasan serta ketidakstabilan lebih lanjut, membawa kita semakin jauh dari perdamaian.”

    “Pemerintah Israel masih memiliki kesempatan untuk menghentikan rencana E1 agar tidak berlanjut. Kami mendorong mereka untuk segera menarik kembali rencana ini,” tambah mereka.

    Israel menyetujui rencana untuk sebidang tanah seluas sekitar 12 kilometer persegi (lima mil persegi) yang dikenal sebagai E1, tepat di sebelah timur Yerusalem, pada hari Rabu. Rencana itu bertujuan untuk membangun sekitar 3.400 rumah di lahan yang sangat sensitif tersebut, yang terletak di antara Yerusalem dan pemukiman Israel Ma’ale Adumim.

    Semua pemukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak 1967, dianggap ilegal menurut hukum internasional, terlepas dari apakah mereka memiliki izin perencanaan Israel.

    Otoritas Palestina (PA) yang berbasis di Ramallah telah mengecam langkah terbaru ini. Kecaman juga datang dari Kepala PBB Antonio Guterres dan Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina, Philippe Lazzarini.

    “Proyek ini akan sepenuhnya memutus Tepi Barat bagian utara dan tengah dari Tepi Barat bagian selatan – yang berarti tidak akan ada lagi kesinambungan teritorial,” kata Lazzarini.

    Pada hari Kamis, Inggris memanggil duta besar Israel untuk Inggris, Tzipi Hotovely, ke Kementerian Luar Negeri untuk memprotes keputusan tersebut.

    “Jika diterapkan, rencana pemukiman ini akan menjadi pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan akan membagi negara Palestina di masa depan menjadi dua, secara kritis merusak solusi dua negara,” kata Kantor Luar Negeri dalam sebuah pernyataan.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 21 Negara Ramai-ramai Serukan Israel Batalkan Permukiman di Tepi Barat!

    21 Negara Ramai-ramai Serukan Israel Batalkan Permukiman di Tepi Barat!

    Jakarta

    Sebanyak 21 negara, termasuk Inggris dan Prancis menandatangani pernyataan bersama yang mengutuk persetujuan Israel atas proyek permukiman besar di Tepi Barat sebagai “tidak dapat diterima dan pelanggaran hukum internasional”.

    Dilansir kantor berita AFP, Jumat (22/8/2025), Israel menyetujui rencana pembangunan sebidang tanah seluas kurang lebih 12 kilometer persegi (lima mil persegi) yang dikenal sebagai E1 di sebelah timur Yerusalem pada hari Rabu lalu.

    “Kami mengutuk keputusan ini dan menyerukan dengan keras pembatalannya segera,” demikian pernyataan para menteri luar negeri, yang juga ditandatangani oleh Australia, Kanada, dan Italia pada Kamis (21/8) waktu setempat.

    Belgia, Denmark, Estonia, Finlandia, Islandia, Irlandia, Jepang, Latvia, Lituania, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Slovenia, Spanyol, dan Swedia juga menandatangani pernyataan tersebut, demikian pula kepala urusan luar negeri Komisi Eropa.

    Pernyataan tersebut menekankan bahwa Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, mengatakan rencana tersebut “akan membuat solusi dua negara menjadi mustahil dengan memecah belah negara Palestina dan membatasi akses Palestina ke Yerusalem.”

    “Ini tidak membawa manfaat apa pun bagi rakyat Israel,” kata para menteri luar negeri.

    “Sebaliknya, ini berisiko merusak keamanan dan memicu kekerasan serta ketidakstabilan lebih lanjut, yang semakin menjauhkan kita dari perdamaian,” imbuh mereka dalam pernyataan bersama tersebut.

    “Pemerintah Israel masih memiliki kesempatan untuk menghentikan rencana E1 lebih jauh lagi. Kami mendesak mereka untuk segera mencabut rencana ini,” tambah mereka.

    Rencana tersebut bertujuan untuk membangun sekitar 3.400 rumah di lahan yang sangat sensitif, yang terletak di antara Yerusalem dan permukiman Israel di Maale Adumim.

    Semua permukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak 1967, dianggap ilegal menurut hukum internasional, terlepas dari apakah mereka memiliki izin perencanaan dari Israel.

    Otoritas Palestina (PA) yang berbasis di Ramallah juga mengecam langkah terbaru tersebut, yang juga dikritik oleh Sekjen PBB Antonio Guterres.

    Pemerintah Inggris pada hari Kamis memanggil Duta Besar Israel untuk Inggris, Tzipi Hotovely ke Kementerian Luar Negeri untuk memprotes keputusan tersebut.

    “Jika dilaksanakan, rencana permukiman ini akan menjadi pelanggaran berat hukum internasional dan akan memecah belah negara Palestina di masa depan, yang secara kritis merusak solusi dua negara,” kata Kementerian Luar Negeri Inggris dalam sebuah pernyataan.

    Lihat Video ‘Korban Tewas Akibat Serangan Israel di Gaza Mencapai 62.192 Jiwa’:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Menlu Sugiono terima Menlu & Kerja Sama Internasional Somalia bahas penguatan kerja sama di berbagai bidang

    Menlu Sugiono terima Menlu & Kerja Sama Internasional Somalia bahas penguatan kerja sama di berbagai bidang

    Kamis, 31 Juli 2025 14:14 WIB

    Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono (kanan) menerima Menteri Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Somalia Abdisalam Abdi Ali (kiri) saat tiba untuk pertemuan bilateral di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (31/7/2025). Pertemuan bilateral tersebut membahas tentang penguatan kerja sama di berbagai bidang seperti ekonomi, perdagangan dan keamanan maritim serta penandatangan MoU pembebasan visa bagi pemegang paspor diplomatik dan paspor visa RI-Somalia. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc.

    Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono (kanan) berbincang dengan Menteri Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Somalia Abdisalam Abdi Ali (kiri) usai pertemuan bilateral di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (31/7/2025). Pertemuan bilateral tersebut membahas tentang penguatan kerja sama di berbagai bidang seperti ekonomi, perdagangan dan keamanan maritim serta penandatangan MoU pembebasan visa bagi pemegang paspor diplomatik dan paspor visa RI-Somalia. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc.

    Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono (kanan) bersama Menteri Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Somalia Abdisalam Abdi Ali (kiri) menunjukkan dokumen kerja sama usai pertemuan bilateral di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (31/7/2025). Pertemuan bilateral tersebut membahas tentang penguatan kerja sama di berbagai bidang seperti ekonomi, perdagangan dan keamanan maritim serta penandatangan MoU pembebasan visa bagi pemegang paspor diplomatik dan paspor visa RI-Somalia. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 21 Negara Ramai-ramai Serukan Israel Batalkan Permukiman di Tepi Barat!

    Israel Setujui Rencana Permukiman Kontroversial di Tepi Barat

    Tepi Barat

    Sebuah komite perencanaan Israel memberikan persetujuan akhir soal rencana kontroversial pembangunan permukiman baru di wilayah Tepi Barat.

    Persetujuan itu diumumkan pada Rabu (20/08) kemarin. Rencana itu mencakup pengembangan lahan terbuka di sebelah timur Yerusalem, yang dikenal dengan istilah E1. Pemerintah Israel akan membangun sekitar 3.500 unit apartemen baru demi memperluas permukiman Maale Adumin, yang berdekatan dengan E1.

    “Dengan bangga saya umumkan bahwa beberapa saat lalu, administrasi sipil telah menyetujui perencanaan pembangunan kawasan E1,” kata Wali Kota Maale Adumin, Guy Yifrach, dalam sebuah pernyataan.

    Permukiman Tepi Barat memperumit proses damai

    Rencana pembangunan Israel di wilayah Tepi Barat ini sejatinya banyak dikecam dan dianggap sebagai hal ilegal menurut hukum internasional. PBB dan pegiat HAM Palestina memperingatkan bahwa proyek ini akan memecah wilayah Palestina dan membuat solusi dua negara menjadi tidak memungkinkan.

    Israel nantinya akan menggarap area seluas 12 kilometer persegi. Namun, karena lokasinya, perluasan ini akan membuat mustahil terbentuknya negara Palestina yang terhubung secara geografis dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

    Kepada DW, seorang peneliti dari organisasi Ir Amim, Aviv Tatarsky, mengatakan kalau rencana ini membuat negara Palestina “tidak mungkin terwujud.” Dia menentang rencana perluasan permukiman tersebut.

    “Rencana ini memecah wilayah Tepi Barat menjadi bagian utara dan selatan,” jelasnya.

    Dalam sebuah kunjungan politik ke Indonesia pada Rabu (20/08), Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul mengatakan bahwa “rencana seperti ini, jika dilaksanakan, akan bertentangan dengan hukum internasional dan akan membuat solusi dua negara menjadi mustahil.”

    Pada pekan lalu, Kementerian Luar Negeri Jerman juga telah mendesak Israel untuk “menghentikan pembangunan permukiman,” dan menegaskan bahwa Jerman hanya akan mengakui perubahan batas wilayah 4 Juni 1967. Batas ini telah disepakati oleh kedua pihak yang tengah berkonflik.

    “Pembangunan permukiman melanggar hukum internasional dan resolusi relevan dari Dewan Keamanan PBB,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman. “Hal tersebut memperumit solusi dua negara yang sedang dibahas dan mengakhiri pendudukan Israel di Tepi Barat, seperti yang diminta oleh Mahkamah Internasional atau International Court of Justice.”

    Sayap kanan Israel beri dukungan

    Menteri Keuangan Israel dari kelompok sayap kanan, Bezalel Smotrich, yang mengumumkan rencana tersebut pekan lalu, mengatakan persetujuan yang dilakukan pada Rabu (20/08) itu menjadi momen “bersejarah” dan menyebutnya sebagai teguran terhadap negara-negara Barat seperti Prancis dan Inggris, yang belakangan ini berencana untuk mengakui negara Palestina pada September 2025 mendatang.

    “Negara Palestina sedang dihapus dari meja, bukan dengan slogan tetapi dengan tindakan,” kata Bezalel Smotrich, Rabu (20/08).

    Sebelumnya lewat sebuah pernyataan, Kementerian Keuangan Israel mengatakan bahwa rencana permukiman baru itu “mengubur ide akan negara Palestina.”

    Israel telah mengkritik negara-negara yang berkomitmen untuk mengakui Palestina sebagai negara. Mereka menyebut pengakuan itu sebagai “hadiah untuk Hamas” menyusul serangan teror 7 Oktober 2023.

    Tulisan ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rahka Susanto dan Hani Anggraini

    Lihat Video ‘Militer Israel Mulai Bergerak untuk Rencana Ambil Alih Gaza’:

    (nvc/nvc)

  • Israel Setujui Permukiman Kontroversial di Tepi Barat, Palestina Berang!

    Israel Setujui Permukiman Kontroversial di Tepi Barat, Palestina Berang!

    Ramallah

    Otoritas Palestina mengecam keras persetujuan Israel untuk pembangunan permukiman Yahudi kontroversial di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Otoritas Palestina menilai pembangunan permukiman kontroversial, yang disebut sebagai “proyek E1” itu, merusak peluang untuk tercapainya solusi dua negara.

    “Ini merusak peluang untuk penerapan solusi dua negara, pembentukan negara Palestina di lapangan, dan memecah belah kesatuan geografis dan demografisnya,” kata Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Kamis (21/8/2025).

    Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina menyebut pelaksanaan “proyek E1” itu akan semakin mengokohkan “pembagian Tepi Barat yang diduduki menjadi area-area terisolasi dan bagian-bagian yang terpisah satu sama lain”.

    “Mengubahnya menjadi sesuatu yang mirip dengan penjara sungguhan, di mana pergerakan hanya dimungkinkan melalui pos-pos pemeriksaan Israel dan di bawah teror milisi pemukim bersenjata,” kritik Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina.

    Pembangunan permukiman dalam “proyek E1” itu telah menjadi ambisi Israel sejak lama, di mana Tel Aviv ingin membangun permukiman di lahan seluas kurang dari 12 kilometer persegi, yang dikenal sebagai E1 di Yerusalem bagian timur.

    Rencana itu terhenti selama bertahun-tahun karena ditentang oleh komunitas internasional, yang menilai proyek tersebut mengancam kelangsungan negara Palestina di masa depan.

    Permukiman “proyek E1” itu mencakup pembangunan sebanyak 3.401 unit rumah di area permukiman Ma’ale Adumim, yang ada di Yerusalem Timur, dan pembangunan 3.515 unit rumah lainnya di area sekitarnya.

    Proyek tersebut dinilai bertujuan untuk membagi Tepi Barat menjadi dua bagian, memutus koneksi antara kota-kota di area utara dan selatan, serta mengisolasi Yerusalem Timur.

    Persetujuan untuk “proyek E1” diumumkan pekan lalu oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Israel Bezalel Smotrich, dan mendapatkan persetujuan akhir dari komisi perencanaan Kementerian Pertahanan pada Rabu (20/8) waktu setempat. Smotrich memberikan pujian untuk persetujuan akhir yang diberikan otoritas Israel.

    “Dengan E1, kita akhirnya mewujudkan apa yang telah dijanjikan selama bertahun-tahun. Negara Palestina sedang dihapus, bukan dengan slogan-slogan tetapi dengan tindakan,” ucap Smotrich dalam pernyataan terbarunya menyusul persetujuan akhir tersebut, seperti dilansir Reuters.

    Kecaman dilontarkan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, yang menyerukan kepada Israel untuk “segera menghentikan semua aktivitas permukiman”. Guterres memperingatkan bahwa proyek permukiman itu menjadi “ancaman nyata bagi solusi dua negara”.

    Semua permukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak tahun 1967 silam, dianggap ilegal menurut hukum internasional, terlepas apakah pembangunannya mendapatkan izin dari otoritas Tel Aviv.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Negara Ini Jadi Opsi Pertemuan Putin-Zelensky

    Negara Ini Jadi Opsi Pertemuan Putin-Zelensky

    Berlin

    Para pemimpin Eropa terlihat lega karena upaya intensif mereka untuk memastikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendapat tempat dalam pembicaraan masa depan Ukraina akhirnya membuahkan hasil. Hanya saja, tantangan diplomatik yang sesungguhnya justru baru akan dimulai.

    Pertanyaannya, di mana lokasi yang benar-benar bisa mempertemukan Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin?

    “Di Eropa Ada Banyak Tempat Layak”

    Kepada DW, Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Johann Wadephul mengatakan bahwa ada “banyak tempat layak di Eropa” untuk melakukan negosiasi. Berlin, kata dia, tidak berniat menjadi tuan rumah dan menyebut Swiss sebagai lokasi yang “selalu layak dari dulu”.

    Namun, menemukan “lokasi netral” dalam artian harfiah, antara Amerika Serikat, Rusia, Ukraina, dan mungkin negara-negara Eropa lainnya bukan hal mudah. Secara hukum, hal itu juga cukup rumit.

    Vladimir Putin saat ini menjadi buronan internasional. Dia didakwa oleh Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) dalam kasus dugaan kejahatan perang, termasuk pemindahan anak-anak secara ilegal dari wilayah Ukraina yang diduduki ke Rusia. Tuduhan ini, dibantah oleh Putin.

    Oleh karena itu, dakwaan ICC tersebut membuat perjalanan internasional Putin menjadi rumit. Secara teknis, 125 negara yang menjadi anggota ICC wajib menangkap siapa pun yang menjadi subjek surat perintah ICC jika memasuki wilayah mereka.

    Baik Rusia maupun AS tidak mengakui yurisdiksi ICC, sehingga muncul perdebatan hukum soal kekebalan yang dimiliki Putin. Pada hari Rabu (20/08), Washington meningkatkan tekanan diplomatik terhadap ICC dengan menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah hakim.

    Jerman dan Prancis Andalkan Swiss

    Menlu Swiss Ignazio Cassis mengatakan negaranya “lebih dari siap” untuk menjadi tuan rumah pertemuan tersebut. Pihak Prancis juga menyetujui hal tersebut dan mengatakan Jenewa adalah lokasi ideal untuk negosiasi perdamaian.

    Meskipun Swiss adalah anggota ICC, tapi pemerintahnya mengatakan Putin akan diberikan “kekebalan” untuk pembicaraan.

    Hanya saja, dosen hukum pidana Internasional dari University of Amsterdam Mathhias Holvoet mengatakan bahwa hal tersebut cukup lemah dari kaca mata hukum. Kepada DW dia mengatakan, dalam sistem demokrasi liberal, pihak yudikatif yang independen nonpemerintah, harusnya mengambil keputusan soal penangkapan tersebut.

    “Pada kenyataannya, saya menduga akan ada semacam kesepakatan antara eksekutif dan yudikatif untuk tidak mengeksekusi surat perintah penangkapan ini,” papar Holvoet, sambil mencatat bahwa ada sedikit konsekuensi untuk mengabaikan aturan ICC.

    Swiss memiliki sejarah panjang dalam hal netralitas. Mereka menjadi markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hingga menjaga jarak dengan Uni Eropa dan aliansi militer NATO. Namun, Swiss telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia atas invasi ke Ukraina.

    Pemerintah Swiss mengatakan mereka telah terlibat dalam 30 proses perdamaian, termasuk pembicaraan tentang Armenia, Siprus, Mozambik, dan Sudan. Pada tahun 2021, Jenewa menjadi tuan rumah pembicaraan antara Putin dan mantan presiden AS Joe Biden.

    Wilayah Uni Eropa, di Luar NATO: Austria

    Kanselir Austria juga menawarkan ibu kota negaranya, Wina, sebagai calon tempat yang potensial. Austria adalah anggota Uni Eropa, tetapi telah netral secara militer sejak tahun 1950-an dan tetap berada di luar NATO.

    “Austria membayangkan dirinya sebagai jembatan antara timur dan barat,” kata Reinhard Heinisch, seorang profesor ilmu politik di University of Salzburg, kepada DW.

    Dia menyoroti rekam jejak Austria dalam hal diplomatik. Mulai dari pembicaraan AS-Rusia saat era Perang Dingin, hingga negosiasi tentang program nuklir Iran dalam dekade ini.

    Sebagai anggota ICC, Austria menghadapi dilema hukum yang sama dengan Swiss. Hanya saja, kata Heinisch, “Austria terkenal dengan komprominya,” dan menambahkan bahwa banyak hal dalam hukum Austria yang “masih bisa ditafsirkan.”

    Profesor hukum Holvoet menyebut penundaan surat perintah bisa dilakukan lewat kesepakatan dengan pihak Dewan Keamanan PBB. Hanya saja opsi itu, kata dia, secara politik tidak realistis.

    Kenangan Buruk di Budapest

    Pihak Paman SAM dikabarkan mempertimbangkan Hungaria sebagai lokasi. Negara Eropa Tengah tersebut mundur dari ICC awal 2025, setelah pengadilan mengeluarkan dakwaan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang merupakan sekutu dekat pemimpin Hungaria Viktor Orban.

    Secara hukum internasional, opsi ini mungkin lebih mudah, tapi secara politik, Budapest tidak disukai banyak negara Eropa. Perdana Menteri Polandia Donald Tusk bahkan mengingatkan bahwa Ukraina pernah mendapat jaminan keamanan yang gagal di Budapest pada 1994. Saat itu Ukraina menyerahkan senjata nuklirnya, sebagai imbalannya Ukraina mendapat jaminan dari AS, Rusia, dan Inggris.

    “Mungkin saya agak percaya dengan takhayul, tapi kali ini saya akan mencari tempat lain,” tulis Tusk di akun X resminya.

    Hungaria, juga dikenal sebagai pihak bermasalah utama di Uni Eropa. Mereka sering kali memblokir atau meringankan sanksi Uni Eropa terhadap Rusia.

    “Banyak pihak Uni Eropa melihat Orban sebagai semacam ‘kuda troya’ bagi kepentingan Rusia,” papar Heinisch. Namun, dia menambahkan, Eropa mungkin kesulitan menolak jika Trump dan Putin sepakat memilih Budapest, ibu lota Hungaria, sebagai lokasi pertemuan.

    Turki: Anggota NATO, Tapi di Luar ICC

    Media Turki mulai berspekulasi soal pertemuan Zelenskyy dan Putin di negara tersebut. Hal itu menyusul komunikasi antara Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan Putin pada Rabu (20/08).

    Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut Putin berterima kasih atas “upaya Erdogan memfasilitasi pembicaraan Rusia-Ukraina di Istanbul.”

    Turki telah menjadi tuan rumah beberapa putaran pembicaraan tingkat rendah antara Kyiv dan Moskow tahun 2025 ini, termasuk pertukaran tahanan.

    Secara geografis, Turki berada di persimpangan Eropa dan Asia, dan seperti Rusia dan Ukraina, mereka memiliki garis pantai di Laut Hitam.

    Turki adalah anggota NATO, tapi bukan bagian dari Uni Eropa dan tidak menandatangani Statuta ICC. Meski telah memasok senjata ke Ukraina, Turki tetap menjaga hubungan baik dengan Moskow.

    Potensi Kawasan Teluk

    Kemungkinan pertemuan dilakukan di luar kawasan Eropa juga disebut-sebut, mulai dari Arab Saudi hingga Qatar. Keduanya memiliki rekam jejak sebagai mediator internasional dan bukan anggota ICC.

    Awal 2025, pejabat dari Ukraina, AS, dan Rusia mengadakan pembicaraan di Kota Jeddah, Arab Saudi. Pertemuan itu berakhir dengan keputusan Washington untuk kembali berbagi informasi intelijen kepada Kyiv.

    Qatar, tetangga Saudi, juga telah memediasi pembicaraan yang menghasilkan kesepakatan antara Rusia dan Ukraina untuk memulangkan sejumlah anak.

    Uni Eropa sebelumnya telah mendorong negara-negara Teluk agar lebih kritis terhadap Moskow, memperketat pengawasan terhadap pelanggaran sanksi, dan memberikan dukungan lebih besar kepada Ukraina.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rahka Susanto

    (nvc/nvc)

  • China Tertarik Eksplorasi Tambang Mineral Afghanistan

    China Tertarik Eksplorasi Tambang Mineral Afghanistan

    JAKARTA – China tertarik untuk mengeksplorasi dan menambang mineral di Afghanistan dan ingin Kabul secara resmi bergabung dengan Inisiatif Sabuk dan Jalan.

    Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengunjungi Kabul dan mengadakan pembicaraan dengan Penjabat Menteri Luar Negeri Afghanistan Amir Khan Muttaqi. Kedua negara ingin memperluas kerja sama di berbagai bidang.

    Wang mengatakan kedua negara bekerja sama untuk menghilangkan hambatan dalam perdagangan produk pertanian dan meningkatkan ekspor Afghanistan ke Tiongkok, menurut pernyataan Afghanistan.

    “Bapak Wang Yi juga menyebutkan bahwa Tiongkok bermaksud untuk memulai kegiatan penambangan praktis tahun ini,” kata kata Kementerian Luar Negeri Afghanistan yang dipimpin Taliban dilansir Reuters, Rabu, 20 Agustus.

    Beijing belum mengeluarkan hasil pembicaraan tersebut.

    China adalah negara pertama yang menunjuk duta besar untuk Afghanistan di bawah Taliban dan berupaya mengembangkan hubungannya dengan kelompok Islam garis keras yang menguasai negara yang dilanda perang itu pada tahun 2021.

    Negara miskin yang kaya akan endapan litium, tembaga, dan besi, dapat menawarkan kekayaan sumber daya mineral untuk meningkatkan keamanan rantai pasokan Beijing, kata para analis.

  • Menlu Sugiono Ungkap Presiden Jerman Undang Prabowo ke Berlin

    Menlu Sugiono Ungkap Presiden Jerman Undang Prabowo ke Berlin

    Jakarta

    Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono mengatakan Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier mengundang Presiden RI Prabowo Subianto untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke Jerman pada paruh kedua 2025. Sugiono mengatakan undangan itu sebagai sebuah penghargaan.

    Hal itu disampaikan dalam pertemuan Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta.

    “Kami menganggap bahwa undangan ini merupakan sebuah bentuk penghargaan istimewa yang mencerminkan eratnya kemitraan kedua negara,” kata Menlu Sugiono dalam Pernyataan Bersama Indonesia-Jerman, seperti dilansir Antara, Rabu (20/8/2025).

    Sugiono menuturkan kunjungan Menlu Jerman Johann Wadephul ke Indonesia memiliki arti penting dalam memperkuat hubungan bilateral kedua negara yang telah terjalin sejak 1952. Jerman merupakan mitra komprehensif yang sangat strategis bagi Indonesia di kawasan Eropa.

    “Kerja sama ini mencakup banyak hal di berbagai sektor di bidang politik, pertahanan, perdagangan, ekonomi, energi, lingkungan dan sosial budaya baik di tingkat bilateral maupun multilateral,” ujar Sugiono.

    Menurut dia, Indonesia dan Jerman berharap Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (I-EU CEPA) yang ditargetkan selesai pada 2026 akan semakin memperluas peluang kerja sama khususnya di bidang ekonomi guna meningkatkan perdagangan dan investasi.

    “Saya juga menyampaikan kesediaan dan keterbukaan Indonesia dalam mengundang Jerman untuk meningkatkan investasi bersama-sama di sektor-sektor unggulan seperti energi terbarukan, kecerdasan buatan, infrastruktur dan ketahanan pangan,” ujar Sugiono.

    Indonesia pun mengajak Jerman mendukung Program Makan Bergizi Gratis melalui kerja sama pertanian berkelanjutan, peternakan, serta teknologi penyimpanan dingin bertenaga surya.

    Menlu Wadephul melakukan kunjungan ke Indonesia untuk pertama kalinya, di mana Indonesia juga menjadi negara Asia pertama yang dikunjungi Menlu Jerman tersebut.

    (lir/lir)

  • Implementasi IEU-CEPA Perluas Peluang Kerja Sama

    Implementasi IEU-CEPA Perluas Peluang Kerja Sama

    JAKARTA – Implementasi Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) diharapkan memperluas peluang kerja sama Indonesia dengan Jerman, khususnya di bidang ekonomi, kata Menteri Luar Negeri RI Sugiono.

    Hal tersebut dikatakan Menlu Sugiono saat menyambut kunjungan Menteri Luar Negeri Republik Federasi Jerman Johann Wadephul di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Hari Rabu.

    “Kunjungan ini memiliki arti penting dalam memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dengan Jerman yang telah terjalin sejak tahun 1952,” kata Menlu Sugiono dalam keterangan pers bersama Menlu Wadephul, Rabu 20 Agustus.

    Dijelaskannya, kerja sama Indonesia dengan Jerman mencakup banyak hal di berbagai sektor, seperti politik, pertahanan, perdagangan, ekonomi, energi, lingkungan dan sosial budaya, baik di tingkat bilateral maupun multilateral.

    “Jerman merupakan mitra komprehensif yang sangat strategis bagi Indonesia di kawasan Eropa,” kata Menlu Sugiono.

    Menlu RI menjelaskan, Jerman merupakan mitra dagang dan investor utama Indonesia di Eropa, dengan total perdagangan RI-Jerman tahun lalu mencapai 6,15 miliar dolar AS, dengan pada periode yang sama Jerman juga melakukan investasi di Indonesia hingga mencapai 343 juta dolar AS

    “Kami sama-sama berharap implementasi IEU-CEPA yang ditargetkan selesai pada 2026 akan semakin memperluas peluang kerja sama khususnya di bidang ekonomi antar kedua negara, meningkatkan perdagangan dan investasi,” kata Menlu Sugiono.

    “Saya juga menyampaikan kesediaan dan keterbukaan Indonesia untuk mengundang Jerman meningkatkan investasi bersama-sama dengan Danantara di sektor-sektor unggalan, seperti energi terbarukan, kecerdasan buatan, infrastruktur dan ketahanan pangan,” tandasnya.

    Menlu Sugiono menilai pertemuannya dengan Menlu Wadephul berlangsyng produktif dan konstruktif, membahas berbagai isu guna memperkuat hubungan bilateral Indonesia-Jerman di berbagai sektor.

    Pertemuan kali ini juga dimanfaatkan Menlu Sugiono untuk menyampaikan program-program prioritas nasional Indonesia dalam pemerintahan Prabowo Subianto, utamanya dalam penghapusan kemiskinan dan kelaparan.