Indonesia dan 7 Negara OKI Sambut Baik Hamas yang Terima Sebagian Proposal Trump
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Indonesia bersama tujuh negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI): menyambut baik sikap Hamas yang menyetujui sebagian proposal damai dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terkait konflik Palestina-Israel.
Hal itu disampaikan pemerintah Indonesia melalui keterangan resmi dari Kementerian Luar Negeri RI, Senin (6/10/2025).
“Hari ini menyambut baik langkah-langkah yang diambil oleh Hamas terkait usulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakhiri perang di Gaza, membebaskan semua sandera, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, serta segera memulai perundingan mengenai mekanisme implementasi,” tulis Kemenlu RI.
Selain Indonesia, 7 negara OKI yang menyambut baik sikap Hamas tersebut adalah Yordania, Uni Emirat Arab, Pakistan, Turkiye, Arab Saudi, Qatar, dan Mesir.
Para Menteri Luar Negeri delapan negara OKI ini juga menyambut baik seruan Trump kepada Israel untuk segera menghentikan pengeboman dan memulai pelaksanaan perjanjian pertukaran, serta menyampaikan apresiasi atas komitmennya dalam mewujudkan perdamaian di kawasan.
“Mereka menegaskan bahwa perkembangan tersebut merupakan peluang nyata untuk mencapai gencatan senjata yang komprehensif dan berkelanjutan, sekaligus menangani kondisi kemanusiaan kritis yang dihadapi rakyat di Jalur Gaza,” tulis Kemenlu RI.
Para Menteri Luar Negeri juga menyambut pengumuman Hamas mengenai kesiapan untuk menyerahkan administrasi Gaza kepada Komite Administratif Palestina transisi yang terdiri dari teknokrat independen.
Mereka menekankan perlunya segera memulai perundingan untuk menyepakati mekanisme implementasi usulan tersebut, serta membahas semua aspeknya.
Para Menteri Luar Negeri menegaskan kembali komitmen bersama mereka untuk mendukung upaya pelaksanaan usulan tersebut, demi mencapai kesepakatan komprehensif yang menjamin penyaluran bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke Gaza, tidak adanya pengusiran terhadap rakyat Palestina, serta tidak diambilnya langkah-langkah yang mengancam keamanan dan keselamatan warga sipil.
“Mereka juga menekankan pentingnya pembebasan sandera, kembalinya Otoritas Palestina ke Gaza, penyatuan Gaza dan Tepi Barat, serta tercapainya mekanisme keamanan yang menjamin keamanan semua pihak. Hal ini harus mengarah pada penarikan penuh Israel, pembangunan kembali Gaza, serta membuka jalan bagi perdamaian yang adil berdasarkan solusi dua negara,” tulis Kemenlu RI.
Sebelumnya, dikutip dari
Kompas.id
, Hamas setuju untuk membebaskan semua sandera Israel tersisa, tetapi Hamas menginginkan negosiasi lebih lanjut terkait masa depan Gaza dan hak-hak warga Palestina.
Hamas menyampaikan tanggapan itu beberapa jam setelah Presiden Trump memberi Hamas batas waktu sampai dengan hari Minggu untuk menerima rencana perdamaian atau menghadapi “neraka”.
Neraka yang dimaksud adalah Trump mengancam akan melakukan serangan militer yang lebih besar kepada Hamas.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kemlu
-

Israel Deportasi Aktivis Greta Thunberg ke Yunani
Tel Aviv –
Aktivis Swedia Greta Thunberg akan dideportasi ke Yunani pada Senin (6/10) waktu setempat, setelah ditahan oleh Israel, bersama ratusan aktivis lainnya yang tergabung dalam misi Global Sumud Flotilla, yang berlayar membawa bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Laporan saluran televisi Israel i24News, seperti dilansir Anadolu Agency, Senin (6/10/2025), menyebut bahwa Thunberg akan tiba di Yunani bersama sejumlah warga negara Yunani yang juga ditahan pasukan Israel setelah terlibat misi tersebut.
Ditambahkan dalam laporan tersebut bahwa total 165 aktivis akan dideportasi dalam penerbangan itu.
Thunberg termasuk di antara lebih dari 400 aktivis, anggota parlemen, dan pengacara dari berbagai negara yang ditahan setelah pasukan Israel mencegat puluhan kapal Global Sumud Flotilla yang semakin mendekati Jalur Gaza pada Rabu (1/10) lalu.
Beberapa aktivis yang ditahan telah dideportasi, sementara proses hukum untuk sejumlah aktivis lainnya masih berlangsung.
Menurut korespondensi yang dilihat oleh media Inggris, The Guardian, Thunberg sempat mengatakan kepada para pejabat Swedia bahwa dirinya ditahan di dalam sel yang dipenuhi kutu busuk dan tidak diberi makanan serta air yang memadai.
The Guardian juga mengutip seorang aktivis lainnya, yang juga ditahan, yang mengatakan bahwa pasukan Israel memaksa Thunberg untuk memegang bendera Israel untuk difoto.
Sejumlah aktivis Global Sumud Flotilla lainnya memperkuat klaim penganiayaan terhadap Thunberg oleh pasukan Israel.
Salah satunya aktivis Turki, Ersin Celik, yang mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa pasukan Israel “menyiksa Greta dengan kejam di depan mata kami” dan “membuatnya merangkak dan mencium bendera Israel”.
Pernyataan serupa disampaikan jurnalis Italia, Lorenzo D’Agostino, yang mengatakan bahwa Thunberg “dibungkus dengan bendera Israel dan diarak bak piala”.
Belum ada keterangan publik dari Thunberg soal dugaan penganiayaan yang dilakukan pasukan Israel tersebut.
Israel juga belum menanggapi tuduhan tersebut. Namun Kementerian Luar Negeri Israel dalam pernyataan sebelumnya menyebut laporan-laporan soal para aktivis yang ditahan telah dianiaya sebagai “kebohongan besar”.
Dalam pernyataan via media sosial X, seperti dilansir Reuters, Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan bahwa semua aktivis yang ditahan dalam kondisi “aman dan dalam keadaan sehat”. Ditambahkan Tel Aviv bahwa mereka ingin menyelesaikan deportasi yang tersisa “secepat mungkin”.
Tonton juga video “Ditangkap, Greta Thunberg Diperlakukan Seperti Binatang oleh Israel” di sinii:
Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)
-

Greta Thunberg Disiksa Otoritas Israel, Diseret-Dipaksa Cium Bendera
Jakarta, CNBC Indonesia – Aktivis iklim Greta Thunberg dilaporkan telah dianiaya oleh pasukan Israel selama dalam tahanan. Tuduhan ini muncul setelah pasukan Israel mencegat flotilla bantuan Gaza dan menahan sekitar 450 orang yang berada di dalamnya, termasuk Thunberg.
Mengutip Al Jazeera, Minggu (5/10/2025), para aktivis yang turut serta dalam “Gaza Sumud Flotilla” telah tiba di negara asal mereka. Mereka pun mulai menyuarakan perlakuan buruk yang mereka alami dan saksikan.
Mereka menggambarkan perlakuan yang tidak manusiawi setelah kapal mereka dihentikan oleh angkatan laut Israel. Jurnalis Turki, Ersin Celik, yang juga merupakan peserta flotilla, memberikan kesaksian yang mengejutkan kepada media lokal. Ia mengklaim telah menyaksikan langsung pasukan Israel menyiksa Greta Thunberg.
“Aktivis cilik itu diseret di tanah dan dipaksa untuk mencium bendera Israel,” tuturnya.
Kesaksian Celik diperkuat oleh pernyataan dari aktivis lainnya. Aktivis dari Amerika, Windfield Beaver, memberikan laporan serupa setibanya mereka di Bandara Istanbul. Ia menuduh bahwa Thunberg didorong dan diarak dengan bendera Israel, sebuah tindakan yang mereka anggap sebagai penghinaan dan propaganda.
“Thunberg diperlakukan dengan sangat buruk dan digunakan sebagai alat propaganda, terutama saat Menteri Keamanan Nasional sayap kanan, Itamar Ben-Gvir, memasuki ruangan tempat Thunberg ditahan,” ujarnya.
Selain pada Thunberg, perlakuan tak mengenakan juga dialami para aktivis lainnya yang ditahan. Aktivis Malaysia, Hazwani Helmi mengatakan bahwa para tahanan tidak diberi makanan, air bersih, dan obat-obatan yang mereka butuhkan.
“Itu adalah bencana. Mereka memperlakukan kami seperti binatang,” ujar Helmi.
Presenter TV Turki, Ikbal Gurpinar, memberikan gambaran yang lebih mengerikan. Ia bahkan menuding para otoritas Israel memperlakukan mereka seperti anjing.
“Mereka membiarkan kami kelaparan selama tiga hari,” katanya, seraya menambahkan, “Mereka tidak memberi kami air; kami harus minum dari toilet.”
Menanggapi tuduhan yang beredar, Kementerian Luar Negeri Israel merilis pernyataan melalui media sosial. Dalam postingan tersebut, mereka menyatakan bahwa “beberapa kapal” dari flotilla telah “dihentikan dengan aman dan penumpangnya sedang dipindahkan ke pelabuhan Israel.”
Mereka secara khusus menyebut bahwa aktivis Swedia, Greta Thunberg, “dan teman-temannya dalam keadaan aman dan sehat.” Pemerintah Israel juga membagikan sebuah video yang menunjukkan Thunberg untuk mendukung klaim mereka, namun para aktivis menuduh bahwa video tersebut adalah bagian dari propaganda dan tidak mencerminkan kenyataan yang mereka alami.
(tps/tps)
[Gambas:Video CNBC]
-

137 Aktivis Global Sumud Flotilla Dideportasi usai Ditahan Israel
Jakarta –
Israel mendeportase 137 aktivis Italia yang ditahan dari armada bantuan untuk Gaza, Global Sumud Flotilla. Mereka yang dideportasi adalah warga negara Amerika Serikat, Italia, Inggris, Swiss, Yordania dan beberapa negara lainnya.
“137 provokator armada Hamas-Sumud dideportasi hari ini ke Turki,” kata Kementerian Luar Negeri Israel dalam postingan X, dilansir kantor berita AFP, Minggu (5/10/2025).
“Israel berusaha untuk mempercepat deportasi semua provokator,” imbuhnya.
Israel sebelumnya pada Jumat (3/10) telah mendeportasi empat aktivis Italia. Mereka merupakan yang pertama dari ratusan orang yang ditahan dari armada tersebut.
Armada Global Sumud berlayar bulan lalu, membawa para politisi dan aktivis termasuk juru kampanye Swedia Greta Thunberg menuju Gaza, di mana Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa kelaparan telah melanda.
(wnv/wnv)
-

Kemlu Pastikan WNI di Global Sumud Flotilla Tak Ditahan Israel: Semua Aman
Jakarta –
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) memastikan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi relawan Global Sumud Flotilla dalam kondisi aman. Kemlu menyatakan tak ada WNI yang ditahan oleh Israel.
“Dapat kami sampaikan bahwa dalam catatan kami tidak ada WNI di dalam kapal yang dimaksud,” kata Juru Bicara Kemlu Vahd Nabyl Achmad Mulachela, kepada wartawan, Sabtu (4/10/2025).
Nabyl mengatakan terdapat tiga WNI yang tergabung dalam Global Sumud Flotilla. Di antaranya, Wanda Hamidah, Fathur Harits, dan Muhammad Husein.
“Semua dalam keadaan aman. Hingga kemarin, Wanda Hamidah dan Fathur Harits berada di Sicilia dan Muhammad Husein di Siprus,” ujarnya.
Meski begitu, dia mengatakan Kemlu tetap berkoordinai dengan KBRI tempat para WNI berada. Hal itu untuk memastikan keselamatan WNI.
Sebelumnya, angkatan laut Israel mencegat armada Global Sumud Flotilla yang membawa bantuan ke Gaza. Pencegatan armada tersebut mengakhiri upaya kapal-kapal internasional menembus blokade Israel atas wilayah Palestina yang dilanda perang.
Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan bahwa para aktivis yang ditahan itu akan dideportasi ke Eropa setelah dibawa ke pelabuhan Ashdod.
Marinette menjadi kapal terakhir yang dicegat setelah sebelumnya bertekad untuk melanjutkan perjalanan ke Jalur Gaza. Israel sebelumnya menyebut kapal itu berlayar di posisi yang jauh dari pasukan mereka, dan bersumpah akan mencegahnya mendekati Jalur Gaza.
(amw/dhn)
-

Menteri Sayap Kanan Israel Desak Aktivis Global Sumud Flotilla Dipenjara daripada Dideportasi
JAKARTA – Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir menyatakan Israel seharusnya memenjarakan aktivis armada kemanusiaan yang ditahan selama beberapa bulan, alih-alih mendeportasi mereka kembali ke negara asal.
Lebih dari 470 aktivis ditahan oleh Angkatan Laut Israel di atas 42 kapal yang tergabung dalam Global Sumud Flotilla (GSF) pada Rabu malam hingga Kamis.
Kementerian Luar Negeri Israel sebelumnya menyatakan, empat orang telah dideportasi, sementara sisanya sedang dalam proses deportasi.
Ben Gvir, yang memimpin partai ultranasionalis Otzma Yehudit, mengatakan dalam sebuah pernyataan video, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah membuat “kesalahan” dengan mendeportasi mereka.
“Saya pikir mereka harus ditahan di sini selama beberapa bulan di penjara Israel, agar mereka terbiasa dengan bau sayap teroris,” ujarnya, dikutip dari The Times of Israel 3 Oktober.
Ia berpendapat, PM Netanyahu tidak bisa terus-menerus memulangkan mereka ke negara asal, “karena ini membuat mereka kembali lagi dan lagi.”
Dikutip dari Daily Sabah, politisi sayap kanan Israel itu mengkonfrontasi beberapa dari mereka secara langsung, menyebut kelompok itu “teroris”, tetapi suaranya tenggelam oleh teriakan “Kebebasan untuk Palestina” dari para aktivis.
Adapun empat aktivis yang dideportasi berasal dari Italia, sedangkan ratusan lainnya masih ditahan, dikutip dari Anadolu.
Dalam sebuah pernyataan di perusahaan media sosial X kementerian menuliskan “prosedur sedang berlangsung untuk menyelesaikan deportasi para peserta”, tanpa mengungkapkan nama-nama mereka yang telah dideportasi.
החלטת ראש הממשלה לאפשר לתומכי הטרור שבמשט לחזור לארצותיהם – בטעות יסודה.
אני חושב שחייבים להשאיר אותם כמה חודשים כאן בכלא הישראלי, כדי שהם יריחו את הריח של אגף המחבלים.
הרי לא יכול להיות מצב שבו ראש הממשלה שולח אותם עוד פעם ועוד פעם ועוד פעם לארצותיהם – והשליחה הזו גורמת לכך… pic.twitter.com/2jnz04QwZ5
— איתמר בן גביר (@itamarbengvir) October 3, 2025
-

Sempat Ditahan, 4 Aktivis Global Sumud Flotilla Asal Italia Dideportasi Israel
Jakarta –
Israel mendeportase empat aktivis Italia yang ditahan dari armada bantuan untuk Gaza, Global Sumud Flotilla. Warga Italia itu menjadi yang pertama dibebaskan dari ratusan orang yang ditahan Israel.
Dilansir AFP, Jumat (3/10/2025), armada Global Sumud Flotilla berlayar bulan lalu menuju Gaza. Kapal-kapal ini mengangkut bantuan serta para politisi dan aktivis, termasuk aktivis Swedia Greta Thunberg.
Angkatan Laut Israel mulai mencegat kapal-kapal tersebut pada hari Rabu lalu. Seorang pejabat Israel mengatakan keesokan harinya Kamis (2/10), bahwa kapal-kapal dengan lebih dari 400 orang di dalamnya telah dicegah mencapai Jalur Gaza.
Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan bahwa mereka telah mendeportasi empat aktivis Italia yang berada di dalam armada tersebut hari ini. Kemlu Israel menambahkan bahwa “sisanya sedang dalam proses deportasi”.
Polisi Israel mengatakan “lebih dari 470 peserta armada telah ditahan oleh polisi militer, menjalani pemeriksaan ketat, dan dipindahkan ke administrasi penjara”.
“Marinette, kapal terakhir dari Global Sumud Flotilla, dicegat pada pukul 10.29 pagi (07.29 GMT) waktu setempat, sekitar 42,5 mil laut dari Gaza,” kata pihak Flotilla di Telegram.
“(Pasukan angkatan laut Israel telah) secara ilegal mencegat semua 42 kapal kami — masing-masing membawa bantuan kemanusiaan, relawan, dan tekad untuk mematahkan pengepungan ilegal Israel di Gaza,” jelasnya.
“Menangkap jurnalis dan mencegah mereka melakukan pekerjaan mereka merupakan pelanggaran serius terhadap hak untuk memberi informasi dan menerima informasi,” kata kepala bagian krisis RSF, Martin Roux.
(lir/idn)
-
/data/photo/2025/10/03/68dfb604d134a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Keluarga Minta Ekshumasi Diplomat Kemlu Libatkan Dokter Forensik Independen Megapolitan 3 Oktober 2025
Keluarga Minta Ekshumasi Diplomat Kemlu Libatkan Dokter Forensik Independen
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Keluarga meminta ekshumasi diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arya Daru Pangayunan melibatkan dokter forensik independen.
“Kami minta independen, saya pernah menangani beberapa kasus itu untuk ekshumasi harus independen,” ucap pengacara keluarga Arya Daru, Nicholay Aprilindo di LPSK, Jumat (3/10/2025).
Nicholay menjelaskan, rencana ekshumasi merupakan permintaan keluarga untuk memberikan titik terang kasus Arya Daru.
“Kan keluarga yang minta, bukan dari polisi yang mengiyakan. Ekshumasi dari keluarga,” jelasnya.
Ia juga menyoroti polisi belum memberikan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) dan salinan hasil otopsi Arya Daru.
“Itu sangat lalai, kelalaian, Itu Perkap (Peraturan Kapolri) ada lho, dalam perkap itu wajib, Kata-kata wajib, bagaimana kita menilai sesuatu hal yang kamu sama sekali data tidak ada,” ucap Nicholay.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra mengatakan, sejauh ini penyidik belum menemukan unsur pidana.
“Disimpulkan bahwa indikator dari kematian ADP mengarah pada indikasi meninggal tanpa keterlibatan pihak lain,” ujar Wira dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Selasa (29/7/2025).
Meski demikian, polisi menegaskan kasus ini belum ditutup dan masih terbuka terhadap informasi baru terkait kematian diplomat asal Yogyakarta tersebut.
Hasil pemeriksaan luar dari tim forensik Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo menemukan sejumlah luka pada tubuh korban, antara lain: luka lecet di wajah dan leher, luka terbuka di bibir, memar pada wajah, bibir, dan lengan kanan, serta tanda-tanda perbendungan.
Pemeriksaan dalam menunjukkan adanya darah berwarna gelap dan encer, lendir serta busa halus pada batang tenggorok, paru-paru yang sembab, serta tanda perbendungan di seluruh organ dalam.
Tidak ditemukan penyakit maupun zat berbahaya yang dapat mengganggu pertukaran oksigen pada tubuh korban.
“Maka sebab mati almarhum akibat gangguan pertukaran oksigen pada saluran nafas atas yang menyebabkan mati lemas,” jelas dr. G. Yoga Tohijiwa, Sp.F.M., dokter forensik RSCM.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/03/68dfb604d134a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pengacara Bantah Makam Diplomat Kemlu Arya Daru Rusak karena Faktor Alam Megapolitan 3 Oktober 2025
Pengacara Bantah Makam Diplomat Kemlu Arya Daru Rusak karena Faktor Alam
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kuasa hukum keluarga diplomat muda Arya Daru, Nicholay Aprilindo, membantah makam kliennya rusak karena faktor alam.
“Kemarin kan ada pernyataan dari Polda yang mengatakan kuburan amblas bukan diteror, dari mana mereka tahu? Yang tahu persis kan keluarga,” ucap Nicholay Aprilindo di LPSK, Jumat (3/10/2025).
Ia menjelaskan bahwa setelah dimakamkan, keluarga rutin berkunjung ke makam Arya Daru dan masih dalam kondisi baik.
“Tanggal 8 Juli Almarhum dimakamkan, kuburan sangat bagus, tanggal 15 Juli didatangi istri, kuburan masih bagus, tanggal 26 Juli kuburan masih bagus dan didatangi istri, tanggal 27 Juli itulah terjadi kuburannya acak-acak,” jelasnya.
Nicholay mengaku heran makam bisa amblas dalam waktu kurang dari satu bulan tanpa adanya hujan, badai atau kejadian alam lain.
Namun dia tidak mengetahui siapa terduga pelaku yang merusak makam kliennya.
Perusakan makam itu sudah dilaporkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai bentuk ancaman.
“Itu belum satu bulan dan juga tidak ada hujan, tidak ada badai, tidak ada angin, tidak ada petir dan kemudian kering, terus amblesnya dari mana? Secara logika akal sehat,” ungkap Nicholay.
Sebelumnya, Kasubbid Penmas Bid Humas Polda Metro Jaya AKBP Reonald Simanjuntak membantah kabar bahwa makam Arya Daru Pangayunan (39) telah dirusak oleh orang tak dikenal (OTK).
Polisi memeriksa langsung makam Arya di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Minggu (14/9/2025) dan berbicara dengan beberapa saksi.
“Kami sampaikan pada forum ini, dari keterangan juru makam, tidak ada pengerusakan. Makam tersebut juga dari awal pembuatan tidak ada batu bata dan tidak mengetahui siapa yang memberikan batu bata,” kata Reonald di Polda Metro Jaya, Kamis (2/10/2025).
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra mengatakan, sejauh ini penyidik belum menemukan unsur pidana.
“Disimpulkan bahwa indikator dari kematian ADP mengarah pada indikasi meninggal tanpa keterlibatan pihak lain,” ujarnya dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Selasa (29/7/2025).
Meski demikian, polisi menegaskan kasus ini belum ditutup dan masih terbuka terhadap informasi baru terkait kematian diplomat asal Yogyakarta tersebut.
Hasil pemeriksaan luar dari tim forensik Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo menemukan sejumlah luka pada tubuh korban, antara lain: luka lecet di wajah dan leher, luka terbuka di bibir, memar pada wajah, bibir, dan lengan kanan, serta tanda-tanda perbendungan.
Pemeriksaan dalam menunjukkan adanya darah berwarna gelap dan encer, lendir serta busa halus pada batang tenggorok, paru-paru yang sembab, serta tanda perbendungan di seluruh organ dalam.
Tidak ditemukan penyakit maupun zat berbahaya yang dapat mengganggu pertukaran oksigen pada tubuh korban.
“Maka sebab mati almarhum akibat gangguan pertukaran oksigen pada saluran nafas atas yang menyebabkan mati lemas,” jelas dr. G. Yoga Tohijiwa, Sp.F.M., dokter forensik RSCM.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Israel Cegat Kapal Terakhir Global Flotilla Sebelum Capai Gaza
Tel Aviv –
Kapal terakhir dalam rombongan misi Global Sumud Flotilla yang berlayar ke Jalur Gaza dengan membawa bantuan kemanusiaan, telah dicegat oleh pasukan Israel. Pencegatan terjadi saat kapal bernama Marinette itu berada di perairan berjarak hanya 42,5 mil laut, atau setara 78,71 kilometer, dari pesisir Jalur Gaza.
Pencegatan kapal Marinette oleh Israel itu, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (3/10/2025), diumumkan oleh penyelenggara Global Sumud Flotilla dalam pernyataan terbaru mereka via Telegram pada Jumat (3/10).
“Marinette, kapal terakhir yang tersisa dari Global Sumud Flotilla, telah dicegat pada pukul 10.29 pagi waktu setempat (sekitar pukul 07.29 GMT), sekitar 42.5 mil laut dari Gaza,” demikian pernyataan Global Sumud Flotilla.
Disebutkan oleh Global Sumud Flotilla bahwa pasukan Angkatan Laut Israel telah “secara ilegal mencegat seluruh 42 kapal kami — masing-masing membawa bantuan kemanusiaan, relawan, dan tekad untuk mematahkan pengepungan ilegal Israel atas Gaza”.
Global Sumud Flotilla menyebut para penumpang kapal-kapal itu “diculik dengan cara yang melanggar hukum”.
Misi Global Sumud Flotilla, yang melibatkan lebih dari 40 kapal yang membawa para politisi dan aktivis dari berbagai negara termasuk aktivis Swedia Greta Thunberg, berangkat dari Spanyol bulan lalu dengan tujuan menembus blokade Israel atas Jalur Gaza yang sedang dilanda kelaparan.
Pasukan Angkatan Laut Israel mulai mencegat kapal-kapal tersebut pada Rabu (1/10), dan menahan orang-orang yang ada di dalamnya. Seorang pejabat Israel, yang tidak disebut namanya, mengatakan pada Kamis (2/10) bahwa lebih dari 400 orang yang ada di kapal-kapal itu dicegah mencapai pesisir Jalur Gaza.
Global Sumud Flotilla dalam pernyataan terpisah, seperti dilansir Anadolu Agency, mengonfirmasi bahwa lebih dari 450 aktivis dari 47 negara telah dipindahkan ke pelabuhan Ashdod di Israel bagian selatan setelah sebagian besar kapal dicegat pasukan Tel Aviv.
Disebutkan bahwa para aktivis yang ada di kapal-kapal itu berasal dari banyak negara, termasuk Spanyol, Italia, Brasil, Turki, Yunani, Amerika Serikat, Jerman, Swedia, Inggris, Prancis, dan banyak lagi.
Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan bahwa para aktivis yang ditahan itu akan dideportasi ke Eropa setelah dibawa ke pelabuhan Ashdod.
Marinette menjadi kapal terakhir yang dicegat setelah sebelumnya bertekad untuk melanjutkan perjalanan ke Jalur Gaza. Israel sebelumnya menyebut kapal itu berlayar di posisi yang jauh dari pasukan mereka, dan bersumpah akan mencegahnya mendekati Jalur Gaza.
Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)
/data/photo/2025/10/05/68e2734666bab.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)