Kementrian Lembaga: Kemlu

  • Yoon Suk Yeol Ditangkap, 3 Negara Asing Tegaskan Dukungan untuk Korsel di Tengah Gejolak Politik – Halaman all

    Yoon Suk Yeol Ditangkap, 3 Negara Asing Tegaskan Dukungan untuk Korsel di Tengah Gejolak Politik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Penangkapan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada Rabu (15/1/2025), memicu reaksi dari negara-negara besar dunia, termasuk Amerika Serikat (AS), Jepang, dan China.

    Negara-negara tersebut dengan tegas menyatakan dukungan mereka kepada Seoul di tengah gejolak politik yang sedang berlangsung.

    Gedung Putih dengan cepat mengeluarkan pernyataan yang menegaskan kembali dukungannya yang “tegas” bagi rakyat Korea Selatan dan aliansi Korea-AS yang “kuat”.

    Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih menyatakan Washington berdiri teguh dalam mendukung rakyat Korea dan menegaskan komitmen bersama terhadap supremasi hukum.

    Mereka juga menghargai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan warga Korea Selatan untuk bertindak sesuai konstitusi negara tersebut.

    Selain itu, Amerika Serikat menyatakan siap bekerja sama dengan penjabat Presiden Choi dan pemerintah Korea Selatan.

    Mereka menegaskan kembali kepercayaan pada kekuatan abadi Aliansi AS-ROK.

    Di Jepang, Juru bicara pemerintah, Yoshimasa Hayashi, mengungkapkan Tokyo mengikuti perkembangan situasi di Korea Selatan dengan “minat yang khusus dan serius.”

    Hayashi juga menekankan pentingnya hubungan bilateral antara Jepang dan Korea Selatan.

    “Korea adalah tetangga penting yang dapat bersama-sama dengan Jepang mengatasi tantangan global,” katanya.

    Dia menambahkan hubungan kedua negara tetap akan menjadi prioritas.

    Sementara itu, China, meskipun menghindari komentar langsung mengenai penangkapan Yoon, menggarisbawahi pentingnya hubungan bilateral dengan Korea Selatan.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan China tidak akan mengomentari urusan dalam negeri Korea Selatan.

    Namun, dia menekankan, China dan Korea Selatan adalah tetangga penting dan mitra kerja sama yang akan terus mendorong perkembangan hubungan bilateral yang sehat dan stabil.

    Setelah ditangkap, Yoon Suk Yeol menjalani interogasi yang berlangsung selama 2,5 jam pada Rabu (15/1/2025).

    Yoon dihujani dengan lebih dari 200 lembar pertanyaan terkait keputusannya memberlakukan darurat militer, yang dia umumkan pada Selasa (3/12/2024).

    Meskipun pihak berwenang telah menyiapkan rekaman video untuk interogasi, pemeriksaan tersebut tidak difilmkan karena Yoon menolak untuk direkam, kata seorang pejabat CIO.

    Fasilitas interogasi mencakup area istirahat yang baru dibuat dengan sofa untuk menampung Yoon, demikian Kantor Berita Yonhap melaporkan.

    Yoon diketahui telah diskors sejak Sabtu (14/12/2025) lalu.

    Dia ditangkap dikediaman resmi presiden di Hannam-dong, Seoul pada pukul 10.33 waktu setempat.

    lihat foto
    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol berpidato di Seoul awal minggu Desember 2024. Parlemen Korea Selatan telah memberikan suara untuk memakzulkan Yoon atas upayanya memberlakukan darurat militer awal bulan ini.

    48 Jam Yoon Suk Yeol Diinterogasi

    Pihak berwenang memiliki waktu 48 jam untuk menginterogasi Yoon Suk Yeol.

    Setelah itu mereka harus mengajukan surat perintah untuk menahannya hingga 20 hari atau membebaskannya.

    Saat tidak diinterogasi, Yoon akan ditahan di Pusat Penahanan Seoul.

    Fasilitas tersebut terletak di kota Uiwang, 22 km selatan Seoul.

    “Mungkin tidak ada waktu baginya untuk pergi ke sana dalam waktu 48 jam jika interogasi berlanjut semalaman,” papar penyidik.

    Berdasarkan preseden dan karena statusnya, Yoon Suk Yeol kemungkinan akan ditempatkan di sel isolasi.

    Diperkirakan sel tersebut lebih besar dan lebih lengkap daripada sel tunggal standar berukuran 6,56 meter persegi.

    Selama interogasi, Yoon kembali menegaskan klaimnya, penyelidikan ini ilegal.

    Dalam sebuah pesan video yang dirilis setelah penangkapannya, ia mengulang pendapat, surat perintah penahanannya juga tidak sah.

    Selain itu, dalam pertemuan langsung dengan penyidik, Yoon menolak untuk memberikan keterangan lebih lanjut.

    Meskipun CIO memberikan bekal makan siang untuk Yoon selama proses interogasi, tidak diketahui apakah bekal tersebut dikonsumsi.

    Menu Makanan Tahanan

    Dikutip dari CNA, Dinas Pemasyarakatan Korea, yang mengoperasikan penjara dan pusat penahanan negara itu, mengatakan dalam peraturan dan bagian menunya, mereka menyediakan 2.500 kalori makanan per hari kepada narapidana dengan biaya sekitar 1.600 won (US$1,09) per makanan.

    Menu di Pusat Penahanan Seoul termasuk makan malam sup tauge, daging sapi panggang, kimchi, lada, dan saus bungkus.

    Seorang pejabat di pusat itu menolak berkomentar ketika ditanya apakah mereka berencana untuk menampung Yoon.

    Proses Hukum Selanjutnya

    Setelah 48 jam, penyidik harus mengajukan surat perintah penahanan resmi kepada pengadilan untuk memperpanjang penahanan selama 20 hari.

    Para ahli hukum memperkirakan bahwa CIO kemungkinan akan mengajukan permohonan untuk memperpanjang penahanan tersebut jika ada cukup bukti untuk melanjutkan penyelidikan.

    Jika permohonan tersebut disetujui, Yoon akan tetap ditahan di Pusat Penahanan Seoul di Uiwang, Provinsi Gyeonggi, hingga penyelidikan lebih lanjut selesai.

    Jika pengadilan menolak permohonan tersebut, Yoon akan dibebaskan.

    Cetak Sejarah sebagai Presiden Pertama yang Ditangkap

    Penyelidikan ini mengingatkan pada kasus mantan Presiden Park Geun-hye yang juga ditahan pada 2017.

    Jika CIO mengajukan surat perintah penahanan dan pengadilan menyetujuinya, Yoon akan menghadapi penyelidikan lebih lanjut yang dapat memperpanjang masa penahanannya.

    Penangkapan dan interogasi Presiden Yoon ini menandai momen bersejarah dalam politik Korea Selatan.

    Yoon menjadi presiden pertama yang sedang menjabat yang ditahan di negara tersebut.

    Keputusan-keputusan yang akan diambil dalam beberapa hari ke depan dapat memiliki dampak besar pada lanskap politik dan hukum negara itu.

    Kronologi Pemakzulan dan Penangkapan Yoon Suk Yeol

    Pada Selasa (3/12/2024), Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan pemberlakuan darurat militer pertama di Korea Selatan sejak 1979.

    Dikutip dari Korea JoongAng Daily, Yoon menyatakan langkah tersebut diperlukan untuk menghadapi kelompok yang dianggap mengancam stabilitas negara, namun banyak pihak melihatnya sebagai usaha untuk mengatasi krisis politik internal.

    Dalam pidatonya, Yoon mengkritik Majelis Nasional yang banyak mengajukan usulan pemakzulan terhadap pejabat pemerintah.

    Keputusan tersebut menuai protes besar-besaran di parlemen.

    Hanya sehari setelah pengumuman, Majelis Nasional membatalkan keputusan Yoon karena dinilai berpotensi merusak demokrasi.

    Parlemen kemudian mengajukan pemakzulan terhadap Yoon, menuduhnya melakukan pemberontakan dengan menghalangi hak konstitusional anggota parlemen untuk melakukan pemungutan suara.

    Pemakzulan Yoon disetujui dengan suara mayoritas: 204 setuju, 85 menolak, dan 3 abstain.

    Pada Jumat (3/1/2025), setelah Yoon mengabaikan tiga panggilan untuk diinterogasi, tim penyidik dari Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) mencoba menangkapnya.

    Upaya tersebut terhenti karena kebuntuan antara pengawal presiden dan pihak penyidik di kediaman resmi presiden.

    Pada Selasa (7/1/2025), setelah negosiasi panjang, penangkapan berhasil dilakukan.

    Yoon dibawa ke kantor CIO untuk interogasi dan diperkirakan akan ditahan di Pusat Penahanan Seoul, Uiwang, Gyeonggi.

    Pemerintah Korea Selatan, melalui Penjabat Presiden Choi Sang Mok, menyatakan siapa pun yang terlibat dalam kekerasan selama pelaksanaan penangkapan Yoon akan dimintai pertanggungjawaban.

    Insiden ini menimbulkan ketegangan antara pihak penyidik dan Dinas Keamanan Presiden yang membangun barikade untuk menghalangi penangkapan.

    Choi menekankan pentingnya menegakkan supremasi hukum dan ketertiban, serta komitmen pemerintah untuk mencegah insiden serupa di masa depan.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Sekutu Putin Beri Warning, Ukraina Bakal Musnah Tahun Ini

    Sekutu Putin Beri Warning, Ukraina Bakal Musnah Tahun Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ukraina diramalkan akan musnah pada 2025. Hal ini diungkapkan langsung oleh Sekretaris Dewan Keamanan Rusia yang juga sekutu Presiden Vladimir Putin, Nikolai Patrushev.

    Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar pro-Kremlin Komsomolskaya Pravda, Selasa (15/1/2025), Patrushev memaparkan pemikirannya tentang masa jabatan kedua Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang akan datang. Diketahui, AS merupakan sekutu utama Ukraina dan Trump menjadi pengkritik besar bantuan ke Kyiv.

    Saat menjawab pertanyaan tentang kemungkinan konsesi teritorial selama negosiasi perdamaian di bawah Trump, Patrushev membuat prediksinya tentang Ukraina yang tidak lagi menjadi negara berdaulat pada akhir tahun.

    “Orang Rusia merasakan ikatan persaudaraan dengan orang Ukraina karena hubungan yang telah terjalin selama berabad-abad dengan Rusia sebelum paksaan yang keras ideologi neo-Nazi dan Russophobia yang merajalela,” tuturnya dalam wawancara yang juga dikutip Newsweek itu.

    “Ada kemungkinan bahwa pada tahun mendatang Ukraina akan benar-benar lenyap.”

    Di bagian lain wawancara, Patrushev mengkritik para pemimpin Moldova di Chișinău atas apa yang disebutnya sebagai ‘kebijakan anti-Rusia’ mereka. Ia bahkan mengatakan Moldova juga mungkin tidak lagi menjadi sebuah negara.

    “Saya tidak mengesampingkan bahwa kebijakan anti-Rusia yang agresif di Chișinău akan mengakibatkan Moldova menjadi bagian dari negara lain atau lenyap sama sekali,” tambahnya.

    Pejabat Ukraina belum menanggapi komentar Patrushev secara terbuka. Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri Moldova menanggapi komentar Patrushev dalam sebuah pernyataan di kantor berita Moldova, NewsMaker.

    “Pernyataan tersebut merupakan campur tangan yang tidak dapat diterima dalam urusan internal negara kita dan ditujukan untuk mengganggu stabilitas kawasan. Republik Moldova adalah negara berdaulat yang secara konsisten mengejar jalur demokrasi dan integrasi Eropa sesuai dengan keinginan warganya,” tulis lembaga itu.

    Rusia melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass pada 24 Februari 2024. Moskow berupaya merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan Barat, NATO.

    Langkah ini pun akhirnya menyeret sejumlah negara Barat dalam konflik, termasuk AS, Inggris, dan sejumlah sekutunya di Eropa. Mereka memberikan bantuan besar kepada Kyiv untuk melawan pasukan Rusia, dan di sisi lain, menjatuhkan ribuan sanksi ekonomi kepada Moskow agar tak memiliki anggaran untuk perang

    Sementara itu, Rusia dan Ukraina telah meningkatkan serangan mereka satu sama lain menjelang pelantikan presiden terpilih AS Donald Trump pada 20 Januari mendatang.

    Trump mengatakan bahwa ia bermaksud menghentikan konflik yang telah berlangsung hampir tiga tahun dan masing-masing pihak ingin berada dalam posisi negosiasi yang paling kuat sebelum pemerintahan baru AS memulai pembicaraan untuk mengakhiri konflik.

    (luc/luc)

  • Israel Peringatkan Warganya Ada Pancingan-Jebakan dari Iran Agar ke Luar Negeri Berujung Penculikan – Halaman all

    Israel Peringatkan Warganya Ada Pancingan-Jebakan dari Iran Agar ke Luar Negeri Berujung Penculikan – Halaman all

    Israel Peringatkan Warganya Ada Pancingan-Jebakan dari Iran untuk ke Luar Negeri

    TRIBUNNEWS.COM – Otoritas keamanan Israel dilaporkan mengeluarkan peringatan kepada warganya agar waspada terhadap meningkatnya upaya Iran untuk memikat mereka ke luar negeri dengan tujuan menyakiti atau menculik mereka.

    Dalam sebuah pernyataan, Dewan Keamanan Nasional Israel (NSC) mengatakan pasukan Iran menargetkan warga Israel secara daring dan mencoba meyakinkan mereka untuk menghadiri pertemuan di luar negeri di mana mereka akan diserang.

    Baru-baru ini, NSC mengatakan, seorang pengusaha Israel dihubungi oleh seseorang di Telegram yang menyamar sebagai karyawan kantor berita Al Arabiya versi Persia dan berusaha mengatur pertemuan di Dubai untuk melakukan wawancara. 

    Setelah merasa curiga, pengusaha itu memberi tahu NSC, yang menemukan bahwa kontak tersebut telah menginfeksi ponselnya dengan malware untuk meretas ponselnya.

    NSC memperingatkan warga Israel agar tidak membagikan informasi dengan kontak yang tidak dikenal secara daring dan membocorkan informasi pribadi atau rencana perjalanan dengan calon mitra bisnis atau akademis tanpa memverifikasi identitas mereka. 

    Warga Israel didesak untuk waspada dan menghubungi Kementerian Luar Negeri atau NSC tentang aktivitas yang mencurigakan.

    Ilustrasi: Seorang pakar keamanan siber berbicara tentang teknik peretasan Iran, di Dubai, Uni Emirat Arab, 20 September 2017.

    Iran Rencanakan Operasi Janji Sejati 3, Peringatkan Israel dan AS

    Penasihat Tertinggi Panglima Garda Revolusi Iran (IRGC), Hussein Taeb, menekankan perlunya memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pertahanan dan pencegahan negaranya.

    Ia mengatakan, Iran sedang merencakan Operasi Janji Sejati 3 yang dampaknya akan lebih besar daripada Operasi Janji Sejati 2 dan 1.

    Hussein Taeb kemudian mengungkap apa yang terjadi ketika Iran meluncurkan Operasi Janji Sejati 1 yang menargetkan Israel, dengan 200 drone sebagai balasan atas serangan Israel di kedutaan besar Iran di Damaskus pada April 2024.

    “Ketika Operasi Janji Sejati 1 akan dilaksanakan, Amerika mengirimkan pesan melalui Menteri Luar Negeri Inggris kepada Menteri Luar Negeri Iran di mana mereka mengatakan: Jangan serang Israel,” katanya, Kamis (9/1/2025).

    “Menanggapi permintaan Amerika, Iran mengatakan mereka akan melakukan segala daya untuk menyelamatkan rakyat Palestina yang tertindas,” lanjutnya, seperti diberitakan IRNA.

    “Amerika ingin menunda operasi “Janji Sejati 1”, namun kami menggagalkan permainan mereka dan menerapkannya.”

    Hussein Taeb kemudian membahas Operasi Janji Sejati 2 ketika AS membela Israel.

    “Dalam Operasi Janji Sejati 2, Amerika juga mengirim pesan ke Iran, tetapi ketika mereka merasa kecewa dan berkata: Jangan serang pangkalan kami, kami tidak akan berperang dengan Israel,” ungkapnya.

    Sebelumnya pada Senin (6/1/2025), juru bicara IRGC, Brigadir Jenderal Ali Mohammad Naeini, mengatakan langit Israel tidak terlindungi.

    “Langit Israel terbuka dan tidak terlindungi bagi pasukan kami,” katanya, sambil menekankan Iran siap menghadapi pertempuran besar dan kompleks, menurut laporan Mashreq.

    “Iran telah sepenuhnya siap menghadapi pertempuran besar dan kompleks dalam skala apa pun sejak lama. Kami mengandalkan kekuatan ilahi, kekuatan kami sendiri, dan kekuatan pencegahan rakyat, dan kami telah mengatasi konfrontasi keamanan dan perang budaya serta jenis pertikaian yang berbahaya,” lanjutnya.

    Pernyataan tersebut, menanggapi perkataan Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan yang menganggap fasilitas nuklir Iran sebagai ancaman.

    Sebelumnya, Israel meratakan konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April 2024.

    Dua jenderal IRGC termasuk Mohammad Reza Zahedi dan lima penasihat militernya tewas dalam serangan itu.

    Iran meluncurkan Operasi Janji Sejati 1 pada 13 April 2024 untuk membalas serangan tersebut.

    Pada 31 Juli 2024, Israel membunuh Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, dan pada 27 September 2024 Israel membunuh Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, yang dianggap sebagai sekutu Iran.

    Iran meluncurkan Operasi Janji Sejati 2 pada 1 Oktober 2024 untuk membalas kematian kedua pemimpin tersebut.

    Israel kemudian meluncurkan serangan ke Iran pada 26 Oktober 2024 yang menargetkan fasilitas militer Iran.

     

  • Indonesia mulai lakukan persiapan untuk hadapi audit IMSAS 2025

    Indonesia mulai lakukan persiapan untuk hadapi audit IMSAS 2025

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mulai melakukan mempersiapkan dalam menghadapi Audit IMO Member State Audit Scheme (IMSAS) yang akan dilaksanakan pada Juni 2025.

    “Sebagai bagian dari persiapan, kami diadakan High Level Meeting. Indonesia akan dijadwalkan untuk menjalani audit wajib pada Juni 2025,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Antoni Arif Priadi dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

    Dia menjelaskan, IMSAS merupakan wahana yang penting untuk memastikan bahwa Indonesia menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai negara anggota (member state) dalam melaksanakan konvensi-konvensi yang telah diratifikasi, dimana konvensi tersebut merupakan produk hukum dari International Maritime Organization (IMO).

    “Sebagai anggota IMO, Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan konvensi internasional yang diterbitkan oleh IMO, terutama yang berkaitan dengan keselamatan maritim, perlindungan lingkungan maritim, serta standar kerja di laut,” ujar Antoni.

    Sebelumnya, lanjut Antoni, pada 2014, Indonesia telah mengikuti Voluntary IMO Member State Audit Scheme (VIMSAS) .

    Selain itu, pada Februari 2024, Indonesia telah melaksanakan Mock Audit IMSAS hasil dari kerja sama Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian perhubungan Republik Indonesia bersama Pemerintah Australia dalam hal ini dilaksanakan oleh Australia Maritime Safety Authority (AMSA) dan mendapatkan 17 temuan dan 2 observasi.

    “Berdasarkan hasil kedua audit tersebut, kita dapat menilai kondisi dan kesiapan Indonesia dalam menghadapi audit sesungguhnya pada Juni mendatang,” lanjut Antoni.

    Saat ini, Indonesia telah memulai tahap persiapan audit dengan mengisi Pre-Audit Questionnaire (PAQ) dan Additional Pre Audit Information (APAI).

    Kedua dokumen itu berfungsi untuk memberikan gambaran mengenai penerapan konvensi-konvensi maritim untuk pelaksanaannya diwujudkan dalam peraturan- peraturan nasional, serta bagaimana mensupervisi pelaksanaanya di lapangan.

    “Meskipun Indonesia telah mengeluarkan berbagai peraturan untuk meratifikasi konvensi dan kode IMO, kita tetap harus memastikan penerapan yang konsisten di kapal-kapal berbendera Indonesia, lingkungan perairan Indonesia, serta bagi pelaut Indonesia,” tegas Antoni.

    Dia menuturkan bahwa penting adanya langkah strategis yang dilakukan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dalam mempersiapkan seluruh elemen yang berkolerasi erat dalam IMSAS agar terjalin kolaborasi antar kementerian/lembaga sehingga Indonesia dapat lebih siap untuk menghadapi audit tersebut.

    Ia jug mengatakan beberapa hal lainnya yang harus dipersiapkan adalah berkonsentrasi dalam pengisian laporan pada module dalam website IMO yaitu Global Integrated Shipping Information (IMO – GISIS).

    “Hal tersebut akan menggambarkan kondisi Indonesia dan akan ditinjau oleh Auditor Team Leader (ATL),” terangnya.

    Menurutnya, sampai saat ini masih ada beberapa informasi yang perlu ditambahkan dan diperbarui dalam sistem informasi tersebut.

    Ia juga mengingatkan agar semua pihak terkait bekerja sama untuk meminimalisir temuan oleh auditor saat IMSAS berlangsung.

    “Mari kita sukseskan Audit IMSAS ini demi mengangkat nama Indonesia di dunia maritim. Keberhasilan Indonesia dalam audit IMSAS ini akan memiliki peran besar dalam mendukung pencalonan Indonesia sebagai anggota Dewan IMO untuk periode 2026-2027,” tutur Antoni.

    Ia menambahkan, Indonesia tengah berupaya dan berkampanye untuk menjadi Anggota Dewan IMO pada periode 2026-2027.

    Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi yang baik antar kementerian, lembaga, instansi, serta pemangku kepentingan terkait untuk memastikan kelancaran persiapan dan pelaksanaan audit.

    “Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi Anggota Dewan IMO dan menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia adalah negara maritim terbesar serta memiliki pengaruh yang signifikan di kancah maritim dunia,” ucap Antoni.

    High Level Meeting dihadiri pimpinan serta perwakilan dari berbagai instansi terkait, di antaranya Asopsurta Danpushidrosal perwakilan Pushidros TNI AL, Direktur Meteorologi Maritim perwakilan BMKG, Deputi Bidang Operasi dan Kesiapsiagaan perwakilan Basarnas.

    Selain itu, Direktur Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan perwakilan Kementerian KKP, serta perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, PT Pelindo Jasa Maritim, dan berbagai instansi lain yang berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Penulis Israel: Kami Tak Akan Menang di Gaza Bahkan Jika Kami Menduduki Seluruh Timur Tengah – Halaman all

    Penulis Israel: Kami Tak Akan Menang di Gaza Bahkan Jika Kami Menduduki Seluruh Timur Tengah – Halaman all

    Penulis Israel: Kami Tak Akan Menang di Gaza Bahkan Jika Kami Menduduki Seluruh Timur Tengah

    TRIBUNNEWS.COM – Analis dan penulis Israel, Yair Assoulin menyatakan, Israel sejatinya tidak akan pernah memenangkan perang di Gaza.

    Jebolan Hebrew University di Yerusalem di jurusan filsafat dan sejarah tersebut menyatakan hal itu dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh surat kabar Haaretz, dilansir Khaberni, Selasa (14/1/2025).

    Menjelang kesepakatan gencatan senjata di Gaza antara Hamas dan Israel, tulisan Assoulin itu menyoroti, bahkan saat Israel seandainya menguasai Timur Tengah, negara pendudukan itu tidak akan menang juga di Gaza.

     “Bahkan jika kami (Israel) menduduki seluruh Timur Tengah dan bahkan jika semua orang menyerah kepada kami, kami tidak akan menang atas Gaza,” katanya.

    Hamas Puas Atas Jalannya Negoisasi Gencatan Senjata

    Terkait situasi di Gaza, Kelompok Palestina, Hamas mengumumkan bahwa perundingan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan di Gaza telah mencapai tahap akhir.

    Dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Selasa (14/1/2025), Hamas menekankan pentingnya melanjutkan konsultasi dengan para pemimpin faksi Palestina hingga kesepakatan tersebut diselesaikan.

    “Kami mengadakan serangkaian konsultasi dengan faksi-faksi Palestina untuk memberi mereka informasi terkini tentang kemajuan negosiasi Doha,” kata Hamas dalam keterangannya, dikutip dari Palestine Chronicle.

    Pihak Hamas menambahkan bahwa para pemimpin berbagai faksi juga menyatakan kepuasan mereka terhadap jalannya negosiasi yang sedang berlangsung.

    “Para pemimpin berbagai faksi menyatakan kepuasan mereka terhadap negosiasi tersebut,” jelasnya.

    Pernyataan Hamas lebih lanjut menekankan pentingnya persiapan untuk fase berikutnya dari kesepakatan ini. 

    “Kami menekankan perlunya persiapan untuk fase berikutnya,” tambahnya.

    Meskipun mereka tidak memberikan rincian lebih lanjut, Hamas menegaskan bahwa kesiapan nasional yang komprehensif akan sangat penting untuk fase mendatang dan persyaratannya.

    Hamas dan berbagai faksi Palestina terus melakukan konsultasi intensif, yang diperkirakan akan berlanjut hingga kesepakatan mencapai tahap akhir. 

    “Kami berharap putaran negosiasi ini akan berakhir dengan kesepakatan yang jelas dan komprehensif,” ujar Hamas, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Sebelumnya, pada pagi hari, Qatar telah mengatakan bahwa negosiasi yang sudah berlangsung telah menuju tahap akhir.

    Hasil dari negosiasi saat ini telah diserahkan oleh Qatar kepada Hamas dan Israel.

    Dengan begitu, kesepakatan akan diumumkan secepatnya.

    “Rancangan perjanjian telah diserahkan kepada Hamas dan Israel dan hambatan utama pada isu-isu utama yang disengketakan antara kedua pihak telah diatasi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Majed al-Ansari dalam konferensi pers di Doha.

    Tahapan Gencatan Senjata

    Jika gencatan senjata benar-benar terwujud, tahap pertama gencatan senjata dapat membebaskan 1.000 tahanan Palestina dengan imbalan pembebasan hingga 33 tawanan Israel.

    Tahapan ini akan melibatkan pembebasan 33 tawanan, termasuk anak-anak, wanita, tentara wanita, pria di atas 50 tahun, serta yang terluka dan sakit.

    Saat ini, 94 tawanan masih berada di Gaza, dengan 34 di antaranya dinyatakan meninggal, dikutip dari The New Arab.

    Tahap pertama juga akan terjadi penarikan pasukan Israel yang melakukan invasi secara bertahap dan sebagian, dikutip dari Al Mayadeen.

    Menurut sumber Palestina yang dekat dengan perundingan tersebut, yang menambahkan bahwa tahap pertama akan berlangsung selama 60 hari.

    Kemudian pada tahap kedua,  akan dimulai 16 hari setelah gencatan senjata dan akan difokuskan pada negosiasi untuk membebaskan sisa pria dan tentara yang ditahan di Gaza.

    Sementara pada tahap ketiga, kesepakatan akan membahas pengaturan jangka panjang, termasuk diskusi tentang pembentukan pemerintahan alternatif di Gaza dan rencana untuk membangunnya kembali.

    Konflik Palestina vs Israel

    Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.

    Mereka mengabaikan resolusi DK PBB yang menuntut gencatan senjata segera dan terus melancarkan serangan tanpa henti hingga saat ini.

    Serangan Israel ini telah menewaskan lebih dari 46.500 warga Palestina.

    Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.

    Sejak saat itu, militer Israel telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza, mengusir hampir seluruh penduduknya yang berjumlah 2,3 juta orang dari rumah mereka.

    Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. (khaberni/tangkap layar)

    Tentara Israel Mengakui Kejahatan Mereka di Gaza

    Adapun soal peperangan di Gaza, Associated Press melaporkan kesaksian tentara Israel yang berisi pengakuan melakukan kejahatan perang, menargetkan orang-orang yang tidak berdaya, dan menghancurkan serta menjarah rumah-rumah berstatus bukan ancaman selama partisipasi mereka dalam agresi yang sedang berlangsung terhadap Jalur Gaza.

    Kantor berita itu melaporkan kalau sekitar 200 tentara Israel menandatangani surat yang menyatakan kalau mereka akan berhenti berperang jika pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tidak mencapai kesepakatan gencatan senjata.

    Laporan itu menjelaskan kalau tentara Israel yang menolak berperang di Gaza mengatakan bahwa “mereka melihat atau melakukan hal-hal yang melanggar batas moral.”

    Dinyatakan bahwa beberapa dari mereka mengaku menerima perintah “untuk membakar atau menghancurkan rumah-rumah yang tidak menimbulkan ancaman apa pun”.

    “Mereka juga menyaksikan tentara menjarah dan merusak rumah-rumah,” kata laporan itu.

    Salah satu dari tentara Israel di laporan itu mengatakan kalau dia menerima instruksi untuk menembak siapa saja yang memasuki zona penyangga yang mereka kendalikan.

    “Tentara itu juga membenarkan kalau dia melihat nilai kehidupan manusia hilang selama periode itu, dan mencatat kalau gambar tentara membunuh seorang pemuda Palestina yang tidak berdaya terukir di dalam pikirannya,” tulis laporan itu.

    Seorang dokter Israel yang menghabiskan sekitar dua bulan di Gaza juga mengindikasikan bahwa tentara IDF ‘menodai’ rumah dan menjarah harta benda untuk dikumpulkan sebagai suvenir.

    Salah satu tentara Israel mengakui partisipasinya dalam kejahatan perang di Jalur Gaza dan mengungkapkan rasa penyesalan dan penyesalannya atas perbuatannya.

    “Sejumlah rekannya mengatakan kalau mereka butuh waktu untuk memahami apa yang mereka lihat di Gaza,” merujuk pada kondisi hilangnya kemanusiaan di Gaza.

    Para tentara Israel yang menandatangani surat penolakan berperang tersebut, melalui koalisi yang disebut “Prajurit Penyanderaan,” berusaha mendapatkan momentum yang lebih besar dengan mengadakan acara-acara dan mencoba meyakinkan lebih banyak tentara untuk bergabung dengan mereka.

    Di sisi lain, tentara Israel yang bertempur di Gaza mengkritik kelompok tersebut dan menganggap aktivitas mereka sebagai “tamparan” setelah lebih dari 800 tentara tewas dalam agresi tersebut.

    “Mereka merugikan kemampuan kami untuk membela diri,” kata dia.

    Mereka yang masuk dalam kelompok ‘pro-perang’ ini menganggap semua yang dilakukan tentara IDF itu perlu, termasuk meratakan rumah-rumah yang digunakan sebagai tempat persembunyian Hamas, menurut kata-katanya.

    Kelompok tentara IDF menegaskan, tentara tidak berhak menyetujui atau menentang keputusan pemerintah.

     

    (oln/khbrn/*)

     

  • Hamas Sebut Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Sudah Tahap Akhir, Faksi Palestina Ungkap Kepuasan – Halaman all

    Hamas Sebut Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Sudah Tahap Akhir, Faksi Palestina Ungkap Kepuasan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok Palestina, Hamas mengumumkan bahwa perundingan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan di Gaza telah mencapai tahap akhir.

    Dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Selasa (14/1/2025), Hamas menekankan pentingnya melanjutkan konsultasi dengan para pemimpin faksi Palestina hingga kesepakatan tersebut diselesaikan.

    “Kami mengadakan serangkaian konsultasi dengan faksi-faksi Palestina untuk memberi mereka informasi terkini tentang kemajuan negosiasi Doha,” kata Hamas dalam keterangannya, dikutip dari Palestine Chronicle.

    Pihak Hamas menambahkan bahwa para pemimpin berbagai faksi juga menyatakan kepuasan mereka terhadap jalannya negosiasi yang sedang berlangsung.

    “Para pemimpin berbagai faksi menyatakan kepuasan mereka terhadap negosiasi tersebut,” jelasnya.

    Pernyataan Hamas lebih lanjut menekankan pentingnya persiapan untuk fase berikutnya dari kesepakatan ini. 

    “Kami menekankan perlunya persiapan untuk fase berikutnya,” tambahnya.

    Meskipun mereka tidak memberikan rincian lebih lanjut, Hamas menegaskan bahwa kesiapan nasional yang komprehensif akan sangat penting untuk fase mendatang dan persyaratannya.

    Hamas dan berbagai faksi Palestina terus melakukan konsultasi intensif, yang diperkirakan akan berlanjut hingga kesepakatan mencapai tahap akhir. 

    “Kami berharap putaran negosiasi ini akan berakhir dengan kesepakatan yang jelas dan komprehensif,” ujar Hamas, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Sebelumnya, pada pagi hari, Qatar telah mengatakan bahwa negosiasi yang sudah berlangsung telah menuju tahap akhir.

    Hasil dari negosiasi saat ini telah diserahkan oleh Qatar kepada Hamas dan Israel.

    Dengan begitu, kesepakatan akan diumumkan secepatnya.

    “Rancangan perjanjian telah diserahkan kepada Hamas dan Israel dan hambatan utama pada isu-isu utama yang disengketakan antara kedua pihak telah diatasi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Majed al-Ansari dalam konferensi pers di Doha.

    Tahapan Gencatan Senjata

    Jika gencatan senjata benar-benar terwujud, tahap pertama gencatan senjata dapat membebaskan 1.000 tahanan Palestina dengan imbalan pembebasan hingga 33 tawanan Israel.

    Tahapan ini akan melibatkan pembebasan 33 tawanan, termasuk anak-anak, wanita, tentara wanita, pria di atas 50 tahun, serta yang terluka dan sakit.

    Saat ini, 94 tawanan masih berada di Gaza, dengan 34 di antaranya dinyatakan meninggal, dikutip dari The New Arab.

    Tahap pertama juga akan terjadi penarikan pasukan Israel yang melakukan invasi secara bertahap dan sebagian, dikutip dari Al Mayadeen.

    Menurut sumber Palestina yang dekat dengan perundingan tersebut, yang menambahkan bahwa tahap pertama akan berlangsung selama 60 hari.

    Kemudian pada tahap kedua,  akan dimulai 16 hari setelah gencatan senjata dan akan difokuskan pada negosiasi untuk membebaskan sisa pria dan tentara yang ditahan di Gaza.

    Sementara pada tahap ketiga, kesepakatan akan membahas pengaturan jangka panjang, termasuk diskusi tentang pembentukan pemerintahan alternatif di Gaza dan rencana untuk membangunnya kembali.

    Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.

    Mereka mengabaikan resolusi DK PBB yang menuntut gencatan senjata segera dan terus melancarkan serangan tanpa henti hingga saat ini.

    Serangan Israel ini telah menewaskan lebih dari 46.500 warga Palestina.

    Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.

    Sejak saat itu, militer Israel telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza, mengusir hampir seluruh penduduknya yang berjumlah 2,3 juta orang dari rumah mereka.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Negara-negara Eropa Lanjutkan Perundingan Nuklir dengan Iran – Halaman all

    Negara-negara Eropa Lanjutkan Perundingan Nuklir dengan Iran – Halaman all

    Perwakilan dari Teheran dan kelompok “E3” yang terdiri dari Inggris, Prancis, dan Jerman minggu ini di Jenewa melakukan pembicaraan lanjutan dengan Iran. Pertemuan yang dijadwalkan berlangsung dua hari, yaitu Senin (13/1) dan Selasa (14/1), terutama akan membahas program nuklir Iran.

    Inggris, Prancis, Jerman dan AS pernah mencapai kesepakatan nuklir dengan Iran tahun 2015. Namun kesepakatan itu gagal setelah Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump pada tahun 2018 menarik diri. Tapi Inggris, Prancis dan Jerman bersikukuh tetap mempertahankan kesepakatan itu.

    Bulan Desember lalu, Jerman, Inggris, dan Prancis merilis pernyataan yang menyatakan “kekhawatiran yang sangat besar” atas kapasitas pengayaan (uranium) di Iran. “Kami sangat mendesak Iran untuk membatalkan langkah-langkah ini dan segera menghentikan eskalasi nuklirnya,” kata pernyataan itu.

    Pernyataan itu muncul setelah Rafael Grossi, kepala pengawas nuklir dari Badan Tenaga Atom Internasional IAEA, melaporkan Iran memperkaya uranium hingga kemurnian 60%, mendekati tingkat 90% yang dibutuhkan untuk memproduksi senjata nuklir.

    Minggu lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, percepatan program nuklir Iran “membawa kita semakin dekat ke titik puncaknya,” seraya menambahkan bahwa mitra Uni Eropa dalam kesepakatan nuklir harus mempertimbangkan penerapan kembali sanksi jika tidak ada kemajuan dari Teheran dalam mengatasi masalah tersebut.

    Iran bantah penilaian Prancis

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmail Baghaei menyebut pernyataan Macron “tidak berdasar”, dan menuduh Prancis tidak mematuhi kewajibannya berdasarkan kesepakatan nuklir. Iran berulangkali membantah bahwa mereka bermaksud memproduksi senjata nuklir, dan mengklaim kegiatan nuklir mereka bersifat “damai” dan “dalam kerangka hukum internasional.”

    Esmali Baghaei mengatakan, “berbagai macam” topik akan dibahas di Jenewa, termasuk masalah nuklir. “Tujuan utama pembicaraan ini adalah untuk mencabut sanksi,” katanya.

    Kementerian Luar Negeri Prancis pada hari Kamis menyatakan, pembicaraan tersebut merupakan upaya menuju “solusi diplomatik untuk program nuklir Iran, yang kemajuannya sangat bermasalah.”

    “Ini merupakan kelanjutan dari pembicaraan yang kami lakukan pada bulan Desember,” kata Baghaei.

    Bulan Desember lalu, perwakilan Iran dan E3 bertemu untuk melakukan pembicaraan tertutup mengenai kesepakatan nuklir, dengan sedikit rincian yang dibagikan selain pernyataan Kementerian Luar Negeri Iran bahwa pembahasan tersebut bersifat “progresif.”

    Tekanan politik dalam negeri di Iran

    Kesepakatan nuklir Iran secara resmi telah berakhir pada Oktober 2024. Presiden Prancis Emmanuel Macron minggu lalu mengatakan: “Dalam beberapa bulan mendatang, kita harus bertanya pada diri sendiri apakah akan menggunakan … mekanisme untuk memulihkan sanksi,” kata Macron minggu lalu, mengacu pada tanggal kedaluwarsa pada bulan Oktober.

    Mekanisme ini akan memungkinkan para penandatangan kesepakatan nuklir untuk menerapkan kembali sanksi PBB yang lebih keras terhadap Iran. Dalam pernyataan pada Juni 2024 yang menanggapi laporan IAEA mengenai program nuklir Iran, E3 mengatakan bahwa pengembangan nuklir Iran yang berkelanjutan merupakan hal yang “belum pernah terjadi sebelumnya” bagi negara yang tidak memiliki program senjata nuklir. Pernyataan itu juga mengatakan Iran memiliki uranium yang diperkaya dalam jumlah “yang signifikan.”

    Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah berupaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran dan dilaporkan hampir berhasil pada tahun 2022, tetapi pembicaraan itu gagal dan negosiasi sejak saat itu tidak membuahkan hasil.

    Nazila Golestan, aktivis politik yang berbasis di Paris, pada bulan Desember mengatakan kepada DW, melemahnya pengaruh regional Iran dan meningkatnya kerusuhan dalam negeri membuat rezim tersebut berada dalam posisi yang rentan. “Pemerintah menghadapi krisis ganda: menurunnya otoritas di dalam negeri dan berkurangnya kekuasaan di luar negeri. Tekanan-tekanan ini dapat memaksa Iran untuk mengambil sikap yang lebih lunak dalam negosiasi internasional,” katanya.

    Pembicaraan di Jenewa dilakukan seminggu sebelum Donald Trump dilantik sebagai Presiden AS. Pemerintahann Trump diperkirakan akan mengambil sikap keras terhadap Iran dan program nuklirnya.

    Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris.

  • Kuba Gabung Afrika Selatan untuk Tuntut Israel di ICJ dalam Kasus Genosida Gaza – Halaman all

    Kuba Gabung Afrika Selatan untuk Tuntut Israel di ICJ dalam Kasus Genosida Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kuba akan bergabung dengan Afrika Selatan untuk menuntut Israel di Mahkamah Internasional (ICJ) mengenai kasus genosida di Jalur Gaza.

    “Kuba, dengan mengacu pada Pasal 63 Statuta Mahkamah, telah mengajukan deklarasi intervensi ke Kepaniteraan Mahkamah dalam kasus mengenai Penerapan Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida di Jalur Gaza,” kata ICJ dalam sebuah pernyataan, Senin (13/1/2025).

    Dengan deklarasi tersebut, Kuba bergabung dengan Turki, Nikaragua, Kolombia, Libya, Meksiko, Palestina, dan Spanyol dalam kasus tersebut.

    Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Kuba mengindikasikan keprihatinan yang sama dengan Afrika Selatan terhadap genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza.

    “Havana mempunyai keprihatinan yang sama dengan yang diungkapkan oleh Republik Afrika Selatan terhadap Israel, akibat genosida di Palestina,” bunyi pernyataan kementerian itu.

    “Pengadilan sedang melalui titik balik sejarah yang kompleks, di mana kredibilitas sistem hukum, yang dibangun setelah Perang Dunia II, terancam runtuh selamanya,” tambahnya.

    Kuba menekankan negaranya wajib menerapkan tindakan untuk menghukum kejahatan genosida berdasarkan Konvensi PBB tentang Pencegahan Genosida tahun 1948.

    “Sebagai pihak dalam Konvensi 1948 tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, Kuba berkewajiban untuk menerapkan semua tindakan untuk mencegah dan menghukum kejahatan genosida terhadap siapa pun yang berupaya menghancurkan suatu bangsa, etnis atau ras atau agama, secara keseluruhan atau sebagian,” kata kementerian itu, seperti diberitakan Al Mayadeen.

    Sebelumnya pada akhir Desember 2023, Afrika Selatan mengajukan gugatan terhadap Israel ke ICJ karena dianggap melanggar Konvensi PBB tentang Pencegahan Genosida tahun 1948.

    Afrika Selatan meminta ICJ untuk memutuskan tindakan pencegahan mengingat keseriusan situasi di Jalur Gaza.

    Pada tanggal 11-12 Januari 2024, ICJ menggelar sidang di Den Haag mengenai permintaan tindakan pencegahan genosida yang harus diterapkan oleh Israel di Jalur Gaza.

    Pada 26 Januari 2024, ICJ mengeluarkan instruksi terhadap Israel untuk sepenuhnya mematuhi arahan ICJ.

    Namun, pada 26 Februari 2024, Amnesty International dan Human Rights Watch mengatakan Israel tidak mematuhi arahan ICJ dan terus membatasi alisan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza serta meluncurkan serangan ke rakyat Palestina.

    Pada Oktober lalu, Afrika Selatan telah menyerahkan bukti genosida yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina.

    Sementara itu, Israel menolak tuduhan Afrika Selatan dan mengklaim penyerahan kasus tersebut ke ICJ merusak kredibilitas pengadilan.

    Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 46.584 jiwa dan 109.731 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Senin (13/1/2025) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Anadolu Agency.

    Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada 1948.

    Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Kemlu: 408 Pekerja Migran Indonesia Dideportasi dari Arab Saudi

    Kemlu: 408 Pekerja Migran Indonesia Dideportasi dari Arab Saudi

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyebutkan bahwa sebanyak 408 Pekerja Migran Indonesia (PMI) nonprosedural yang dideportasi oleh pemerintah Arab Saudi karena melanggar dokumen keimigrasian atau overstay.

    “Jadi mereka ini adalah pekerja migran kita yang melakukan pelanggaran keimigrasiaan. Mayoritas [alasan dideportasi] overstay,” ucap Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha di Tangerang, Selasa.

    Dari ratusan pekerja migran asal Indonesia yang telah diupayakan pemulangan itu, lanjutnya, terindentifikasi setelah petugas keimigrasian negara Arab Saudi melakukan operasi penertiban warga negara asing.

    Dia mengatakan PMI yang terjaring diberikan tindakan hukum sesuai aturan yang berlaku di Arab Saudi. 

    “Jadi dapat kami sampaikan bahwa proses fasilitasi pemulangan PMI ini sudah dilakukan sejak Sabtu [11/1] kemarin sebanyak 211 orang dan hari ini 197 orang,” katanya.

    Judha menerangkan dari ratusan warga negara Indonesia yang mayoritas bekerja sebagai asisten rumah tangga di negara yang masih berstatus moratorium itu, secara tidak langsung telah masuk daftar blacklist.

    “Dan kesadaran masyarakat untuk berangkat ke luar negeri dengan cara yang benar itu juga menjadi kunci pelindungan. Jadi pelindungan itu bukan hanya dilakukan oleh negara. Masing-masing individu juga bertanggung jawab untuk melindungi dirinya sendiri melalui jalan yang benar, prosedur yang benar,” paparnya.

    Seiring banyaknya permasalahan terkait keimigrasian, lanjutnya, hal itu menjadikan peningkatan terhadap catatan kasus nonprosedural di negara luar yang dialami warga Indonesia.

    “Datanya memang selalu naik turun. Namun, kami perkirakan bahwa memang banyak warga negara kita yang berstatus tidak memiliki dokumen. Sejak 2015, kami sudah menerapkan moratorium dan kemudian banyak pekerja migran kita yang berangkat ke sana tidak sesuai prosedur,” kata dia.

    Sebelumnya, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) telah menjemput pemulangan 179 Pekerja Migran Indonesia (PMI) nonprosedural setelah dideportasi oleh pihak pemerintah Arab Saudi karena melanggar dokumen keimigrasian.

    Dari ratusan PMI yang mayoritasnya kaum perempuan ini, dipulangkan ke tanah air melalui penerbangan Jeddah-Jakarta dengan ketibaan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, pada Selasa (14/1) dini hari.

    “Hari ini ada 197 PMI. Yang sebelumnya pada malam kemarin, sekitar 200 PMI sudah di pulangkan,” kata Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding.

    Upaya penjemputan yang dilakukan pemerintah terhadap 197 PMI ini merupakan bentuk komitmen dari kehadiran negara kepada seluruh warganya. Kasus pendeportasian atau pemulangan secara paksa terhadap pekerja migran Indonesia yang dilakukan pemerintah Arab Saudi, hingga saat ini telah mencapai kurang lebih 500 orang.

    Langkah tegas tersebut dilakukan Arab Saudi, akibat banyaknya Warga Negara Indonesia (WNI) melanggar dokumen keimigrasian untuk bekerja meski masih berstatus moratorium penempatan di negeri Timur Tengah tersebut.

    “Jadi totalnya sekitar hampir 500 orang. Untuk asal daerah PMI ini mayoritas dari Jawa Barat, NTB paling banyak, dan beberapa daerah lain,” kata dia.

  • Kemlu: 408 PMI Dideportasi dari Arab Saudi Karena Melanggar Izin Tinggal – Page 3

    Kemlu: 408 PMI Dideportasi dari Arab Saudi Karena Melanggar Izin Tinggal – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyebutkan total ada 408 Pekerja Migran Indonesia (PMI) nonprosedural yang dideportasi oleh pemerintah Arab Saudi karena melanggar dokumen keimigrasian atau overstay di negara tersebut.

    “Jadi mereka ini adalah pekerja migran kita yang melakukan pelanggaran keimigrasiaan. Mayoritas adalah overstay,” ucap Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha di Tangerang, Selasa (14/1/2025). 

    Ia mengatakan, dari ratusan pekerja migran asal Indonesia yang telah diupayakan pemulangan itu, terindentifikasi setelah petugas keimigrasian negara Arab Saudi melakukan operasi penertiban warga negara asing. Dan mereka yang terjaring, diberikan tindakan hukum sesuai aturan yang berlaku di negara tersebut.

    “Jadi dapat kami sampaikan bahwa proses fasilitasi pemulangan PMI ini sudah dilakukan sejak Sabtu, 11 Januari 2024 kemarin sebanyak 211 orang dan hari ini 197 orang,” katanya.

    Judha menerangkan, dari ratusan warga negara Indonesia yang mayoritas bekerja sebagai asisten rumah tangga di negara yang masih berstatus moratorium itu, secara tidak langsung telah masuk daftar blacklist.

    “Dan kesadaran masyarakat untuk berangkat ke luar negeri dengan cara yang benar itu juga menjadi kunci pelindungan. Jadi pelindungan itu bukan hanya dilakukan oleh negara. Masing-masing individu juga bertanggung jawab untuk melindungi dirinya sendiri melalui jalan yang benar, prosedur yang benar,” paparnya.

    Dia menyebutkan, seiring banyaknya permasalahan terkait keimigrasian, menjadikan peningkatan terhadap catatan kasus nonprosedural di negara luar yang dialami warga Indonesia.

    “Datanya memang selalu naik turun, namun kami perkirakan bahwa memang banyak warga negara kita yang berstatus tidak memiliki dokumen. Karena sebagaimana kita ketahui sejak tahun 2015 kita sudah menerapkan moratorium dan kemudian banyak pekerja migran kita yang berangkat ke sana tidak sesuai prosedur,” kata dia.

     

    Beredar di media sosial postingan video Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding membagikan uang Rp. 3 miliar pada 15 Pekerja Migran Indonesia (PMI). Postingan itu beredar sejak pekan lalu.