Kementrian Lembaga: Kemlu

  • Arab Saudi Siap Jadi Tuan Rumah Pertemuan Donald Trump dan Vladimir Putin – Halaman all

    Arab Saudi Siap Jadi Tuan Rumah Pertemuan Donald Trump dan Vladimir Putin – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kerajaan Arab Saudi telah menyetujui rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengadakan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Pertemuan ini bertujuan untuk membahas upaya negosiasi guna mengakhiri perang Rusia-Ukraina yang telah berlangsung sejak tahun 2022.

    Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengungkapkan dukungannya terhadap rencana tersebut melalui akun resmi mereka di platform X.

    “Arab Saudi menyambut baik percakapan telepon antara Presiden Donald Trump dan Presiden Vladimir Putin pada 12 Februari 2025, serta pengumuman kemungkinan pertemuan puncak di Kerajaan Arab Saudi,” tulis mereka, Jumat (14/2/2025).

    Kementerian tersebut menegaskan bahwa Arab Saudi akan mempersiapkan lokasi terbaik untuk perundingan yang diharapkan dapat membawa solusi bagi konflik yang berkepanjangan ini.

    Zelensky Minta Jaminan Keamanan dari AS

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memberikan tanggapan negatif terhadap langkah Trump yang berbicara dengan Putin sebelum menghubunginya.

    “Pertemuan Ukraina-AS adalah prioritas bagi kami. Saya rasa adil untuk berbicara dengan Rusia setelah rencana untuk menghentikan Putin disusun,” kata Zelensky dalam konferensi keamanan di Munich pada 14 Februari 2025.

    Zelensky juga menekankan pentingnya jaminan keamanan dari AS sebelum melakukan negosiasi dengan Rusia, mengingat jaminan dari negara-negara Eropa dianggap tidak cukup.

    Pandangan Donald Trump dan Menteri Pertahanan AS

    Dalam pernyataannya, Donald Trump menyatakan bahwa ia tidak melihat kemungkinan Ukraina bergabung dengan NATO, yang ia anggap sebagai salah satu faktor pemicu invasi Rusia.

    “Saya tidak melihat cara apa pun agar negara dalam posisi seperti Rusia mengizinkan mereka bergabung dengan NATO,” ujarnya pada 13 Februari 2025.

    Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth juga menambahkan bahwa keanggotaan Ukraina di NATO tidak realistis saat ini dan mengembalikan perbatasan Ukraina sebelum tahun 2014 juga dianggap sulit.

    Harapan Ukraina untuk Dukungan AS

    Zelensky menanggapi pernyataan tersebut dengan menekankan bahwa jika Ukraina tidak dapat bergabung dengan NATO, maka Ukraina akan membangun sistem keamanan sendiri. “Jika mereka tidak menginginkan kita di NATO, kami akan membuat NATO di Ukraina,” ujarnya.

    Ia juga menegaskan bahwa posisinya untuk merebut kembali wilayah yang diduduki Rusia tetap kuat. “Saya tidak ingin menjadi orang dalam sejarah yang membantu Putin menduduki negara saya,” tegas Zelensky.

    Meskipun mengkritik AS, Zelensky berharap Ukraina dapat memperoleh dukungan dari AS untuk menjamin keamanan negaranya.

     

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Ribuan WNI di AS Terancam Dideportasi, Imbas Aturan Baru Trump

    Ribuan WNI di AS Terancam Dideportasi, Imbas Aturan Baru Trump

    PIKIRAN RAKYAT – Regulasi terbaru yang dikeluarkan oleh Presiden terpilih 2024 Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai penindakan penduduk imigran di AS membuat pemerintah Indonesia meminta Warga Negara Indonesia (WNI) di AS untuk berhati-hati.

    Melalui Kementerian Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia (RI), pemerintah mengimbau para WNI di AS untuk betul-betul memahami dan mematuhi peraturan imigran di negeri Paman Sam tersebut.

    “Kami imbau WNI di AS untuk know your rights supaya tahu ketika terkena penindakan hukum, masih ada hak-hak yang mereka miliki dan harus perjuangkan,” ujar Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu RI Judha Nugraha di Jakarta, Kamis, 13 Februari 2025.

    Berdasarkan final order of removal Dinas Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE), per 24 November 2024, dari total 1,4 juta Warga Negara Asing (WNA) di AS, 4.276 di antaranya merupakan WNI. Ribuan orang ini menghadapi ancaman besar untuk dideportasi.

    Judha kemudian menyampaikan bahwa seluruh perwakilan RI di AS telah mengimbau dan memastikan para WNI tersebut untuk mendapatkan hak-haknya, antara lain hak mendapat akses kekonsuleran dan menghubungi perwakilan RI, hak mendapat pendampingan pengacara, dan hak tidak menyampaikan pernyataan bila tidak didampingi pengacara.

    “Semua hak-hak tersebut dilindungi dalam sistem hukum AS, tapi tentu harus paham supaya ketika mengalami penangkapan, hak-hak mereka tetap terjaga,” ucapnya.

    Pernyataan Judha mengingatkan masyarakat Indonesia kepada penangkapan dua WNI oleh pihak otoritas AS pada akhir Januari lalu. Satu WNI ditahan di Atlanta, Georgia, sementara satu lainnya di New York.

    Sebelumnya, Presiden Trump diketahui menetapkan aturan mengenai deportasi massal imigran yang dinilai tidak memiliki bukti atau dokumen sah untuk tinggal di AS. Aksi ini rupanya mulai diberlakukan pada Rabu, 13 Februari 2025.

    Di hari pertama tersebut, pihak otoritas AS mulai mengirimkan para imigran ke sebuah negara di Amerika Tengah, Panama.

    Meski bukan mayoritas dari tindakan deportasi ini, Indonesia tergolong ke dalam kategori negara Asia yang warganya dideportasi. Adapun mayoritas korban deportasi pada hari pertama ini berasal dari Afghanistan, China, India, Iran, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Turkey, Uzbekistan, dan Vietnam.

    Selain warga negara yang berasal dari Asia, deportasi massal di hari pertama ini juga melibatkan sejumlah besar orang dari Afrika.

    Hingga hari ini, dilaporkan bahwa tindakan deportasi massal masih berlanjut dan kini melibatkan warga negara dari Asia lainnya.

    Kabar terkini mengenai deportasi WNI di AS menyebutkan bahwa, karena tergolong sebagai third world country atau negara dunia ketiga, WNI masuk ke dalam rencana Trump untuk dideportasi ke Guyana, salah satu negara di Amerika Selatan.***(Talitha Azalia Nakhwah_UNPAD)

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 5 Negara Larang Model AI China DeepSeek, RI Mulai Kaji

    5 Negara Larang Model AI China DeepSeek, RI Mulai Kaji

    Bisnis.com, JAKARTA  — Amerika Serikat, Australia, Italia, Irlandia, dan Korea Selatan secara tegas menolak model milik China DeepSeek. Sementara itu Indonesia terus melakukan kajian atas teknologi ini. 

    Badan intelijen Korea Selatan menuduh aplikasi AI Tiongkok DeepSeek “berlebihan” dalam mengumpulkan data pribadi dan menggunakan semua data masukan untuk melatih dirinya sendiri.

    BIN Korea Selatan telah mengirimkan pemberitahuan resmi ke instansi pemerintah Korea Selatan minggu lalu yang mendesak mereka untuk mengambil tindakan pencegahan keamanan terhadap aplikasi kecerdasan buatan tersebut.

    Korea Selatan masuk ke dalam negara-negara yang menolak DeepSeek, dan menganggap teknologi tersebut sebagai ancaman. 

    Ancaman tersebut juga disadari oleh Australia dan Amerika Serikat. Kedua negara menegaskan melarang penggunaan DeepSeek. Di Eropa, Italia juga menerapkan kebijakan yang sama. 

    5 Negara

    Pemerintah Australia mengumumkan larangan penggunaan aplikasi kecerdasan buatan (AI) DeepSeek pada seluruh perangkat dan sistem milik pemerintah.

    Pelarangan ini dilakukan dengan alasan kekhawatiran terkait potensi risiko keamanan yang ditimbulkan oleh perusahaan rintisan kecerdasan buatan (AI) asal China tersebut.

    Melansir dari Reuters, Kamis (6/2/2025) Sekretaris Departemen Dalam Negeri Australia mengeluarkan arahan yang mewajibkan semua badan pemerintah untuk menghentikan penggunaan atau pemasangan produk, aplikasi, dan layanan web DeepSeek.

    Perintah tersebut juga mencakup perintah untuk menghapus semua contoh produk dan layanan DeepSeek yang sudah terpasang di perangkat pemerintah.

    Tampilan muka DeepSeekPerbesar

    Menteri Dalam Negeri, Tony Burke, menjelaskan bahwa DeepSeek menimbulkan risiko yang tidak dapat diterima bagi teknologi yang digunakan oleh pemerintah, dan larangan ini diberlakukan untuk melindungi keamanan nasional serta kepentingan Australia.

    Menurutnya, langkah ini diambil untuk memastikan perlindungan terhadap data dan infrastruktur kritis negara.

    Adapun pelarangan DeepSeek ini bukan terjadi di Australia saja. Sebelumnya Gedung Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS), Pentagon, juga memblokir akses jaringannya ke model kecerdasan buatan DeepSeek setelah data sejumlah karyawan mereka yang tersangkut di peladen atau server China.

    Tidak hanya itu, kekhawatiran terhadap Deepseek juga diperlihatkan oleh negara-negara di Eropa.

    Pemerintah Italia dan Irlandia mengirim surat kepada Deepseek meminta pertanggungjawaban atas pengelolaan data pengguna yang dilakukan platform kecerdasan buatan (AI) asal China tersebut.

    Terakhir, Korea Selatan telah memblokir akses ke layanan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) DeepSeek dari perangkat pemerintah karena masalah keamanan. 

    Kantor Berita Yonhap pada Kamis (6/2/2025) melaporkan Kementerian pertahanan, Kementerian luar negeri, dan Kementerian perdagangan Korea Selatan telah membatasi akses pejabat ke layanan tersebut di komputer pemerintah, berdasarkan informasi dari beberapa sumber yang tidak disebutkan namanya. 

    Kementerian pertahanan mengatakan kepada Bloomberg bahwa mereka telah mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan pada komputer yang digunakan di tempat kerja karena masalah keamanan dan teknis atas layanan AI generatif.

    Berikut daftar negara yang memblokir DeepSeek:

    1. Amerika Serikat
    2. Irlandia
    3. Italia
    4. Australia
    5. Korea Selatan

    RI Kaji 

    Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) masih mengkaji mengenai model kecerdasan buatan (AI) asal China DeepSeek. Regulator belum melihat sebagai ancaman dan menduga larangan sejumlah negara terkait persaingan bisnis. 

    Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kebijakan Strategis Kementerian Komunikasi dan Digital Indonesia Oki Suryowahono mengatakan hingga saat ini pemerintah belum melarang DeepSeek sebagaimana yang terjadi di negara-negara Eropa seperti Italia. 

    Komdigi juga tidak melihat sebagai ancaman. Konten-konten yang berada di platform tersebut masih aman. Kendati demikian, Komdigi berjanji akan terus memantau perkembangan DeepSeek. Jika ada aturan baru berupa larangan, Komdigi segera mengambil langkah tegas. 

    “Sampai saat ini tidak menjadi konten yang dilarang, jadi kita masih kaji, masih wait and see ya, sampai kemudian memang diputuskan secara aturan, secara legal, bahwa ini memang melanggar undang-undang atau peraturan yang berlaku di Indonesia. Sampai itu dibutuhkan, itu barulah kami punya kewajiban untuk memblokir, atau mencegah peredaran dari DeepSeek,” kata Oki kepada Bisnis, Selasa (11/2/2025). 

    Oki mengaku pemerintah sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan terhadap DeepSeek. Komdigi belum mengetahui posisi DeepSeek. Sebagai ancaman atau justru korban kampanye negatif kompetitor mereka. 

    “Kami tidak tahu ada masalah apa antara DeepSeek ini dengan pengguna kompetitornya. Yang pasti kami harus hati-hati. Jangan sampai kita juga terlalu gegabah gitu ya, tiba-tiba memblok DeepSeek padahal ada banyak juga orang yang terbantu dengan DeepSeek,” kata Oki. 

  • Arab Saudi Perketat Kebijakan Visa, Izin Masa Tinggal Berlaku Selama 30 Hari – Halaman all

    Arab Saudi Perketat Kebijakan Visa, Izin Masa Tinggal Berlaku Selama 30 Hari – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mulai 1 Februari 2025, Arab Saudi menerapkan perubahan signifikan pada kebijakan visa bagi pelancong dari 14 negara.

    Visa multiple-entry yang sebelumnya berlaku selama setahun kini digantikan dengan visa single-entry yang hanya berlaku selama 30 hari, dengan masa tinggal maksimal 30 hari.

    Negara-negara yang terkena dampak aturan ini adalah Aljazair, Bangladesh, Mesir, Ethiopia, India, Indonesia, Irak, Yordania, Maroko, Nigeria, Pakistan, Sudan, Tunisia, dan Yaman.

    Perubahan kebijakan ini diambil untuk mengatasi penyalahgunaan visa multiple-entry, Times of India dan Economic Times melaporkan.

    Beberapa pelancong memasuki Arab Saudi dengan visa jangka panjang lalu mereka tinggal secara ilegal untuk bekerja atau melaksanakan ibadah haji tanpa izin yang sah.

    Hal ini menyebabkan kepadatan di tempat-tempat ziarah, yang menjadi masalah serius selama pelaksanaan ibadah haji.

    Pada 2024, lebih dari 1.200 jemaah haji meninggal dunia akibat panas ekstrem dan kepadatan yang berlebihan.

    Pemerintah meyakini jemaah haji yang tidak terdaftar turut berkontribusi pada tragedi tersebut.

    Oleh karena itu, perubahan kebijakan visa bertujuan untuk mengurangi risiko ini dan memastikan hanya jemaah haji yang sah yang dapat melaksanakan ibadah haji.

    Ketentuan Baru Visa

    Dengan kebijakan baru, hanya visa single-entry yang akan dikeluarkan bagi pelancong dari 14 negara tersebut.

    Visa ini berlaku selama 30 hari, dengan masa tinggal maksimum juga 30 hari.

    Visa untuk ibadah haji, umrah, diplomatik, dan tinggal tetap tidak terpengaruh oleh perubahan ini.

    Pemerintah Arab Saudi menyatakan bahwa kebijakan visa yang lebih ketat ini bersifat sementara, namun belum ada jadwal untuk peninjauan ulang keputusan tersebut.

    Kementerian Luar Negeri Saudi juga mengingatkan para pelancong dari negara-negara yang terkena dampak untuk mengajukan visa single-entry jauh-jauh hari dan mematuhi aturan terbaru guna menghindari denda atau gangguan perjalanan.

    Terkait dengan kebijakan ini, pada musim haji 2024, 24 jemaah Indonesia yang memegang visa non-haji diamankan oleh aparat keamanan Saudi karena kedapatan tidak dapat menunjukkan dokumen resmi haji saat hendak melakukan Miqat di Bir Ali, Madinah.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • 4.276 WNI Masuk Daftar Deportasi dari Amerika Serikat

    4.276 WNI Masuk Daftar Deportasi dari Amerika Serikat

    loading…

    Kementerian Luar Negeri mengungkap 4.276 WNI masuk dalam daftar deportasi dari Amerika Serikat. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri ( Kemlu ) Judha Nugraha mengungkap sebanyak 4.276 WNI masuk ke dalam daftar Final Order of Removal kantor Immigration and Custom Enforcement (ICE) yang berpotensi dideportasi dari Amerika Serikat (AS).

    Diketahui, Final Order of Removal merupakan perintah deportasi untuk seorang pendatang yang tidak memiliki izin legal untuk tinggal di suatu negara. “Berdasarkan informasi yang diterima perwakilan RI per 24 November 2024, ada 4.276 WNI yang tercatat dalam Final Order of Removal,” kata Judha, dikutip Jumat (14/2/2025).

    Judha menjelaskan WNI yang masuk dalam daftar tersebut berstatus “undocumented” atau tidak dilengkapi dengan dokumen. Mereka kemudian masuk dalam dalam daftar “Non-Citizen, Non-Detained with Final Order of Removal”.

    “Jadi (mereka) tidak ditangkap, tidak ditahan, namun masuk dalam list Final Order of Removal. (Jumlah WNI) ada 4.276 dari total 1,4 juta warga negara asing yang ada di Amerika Serikat yang masuk dalam Final Order tersebut,” jelasnya.

    Sebelumnya Judha menyampaikan sudah ada dua WNI yang telah ditahan imbas program deportasi massal AS. Dua WNI yang dilaporkan undocumented tersebut ditahan di Atlanta, Georgia dan New York.

    Judha mengungkapkan WNI yang ditahan berinisial TN ditangkap di Georgia pada 29 Januari 2025. Kemudian, WNI berinisial BK ditangkap imigrasi AS di New York pada 28 Januari 2024. Dia menyebut BK ditangkap saat melakukan lapor tahunan di Kantor ICE AS.

    Judha mengatakan BK sudah masuk dalam daftar deportasi sejak 2009 dan kemudian yang bersangkutan telah mengajukan asilum atau izin tinggal tetapi ditolak. Sementara itu, Judha masih terus memantau terkait 4.276 WNI di AS yang berpotensi ditangkap oleh otoritas ICE AS.

    “Kami akan terus pantau, terus monitor. Sekali lagi kita terus menghimbau kepada masyarakat jika terjadi kasus penangkapan, segera hubungi hotline perwakilan KBRI terdekat. Kemudian pahami hak-hak yang mereka miliki dalam sistem hukum Amerika Serikat. KBRI ataupun KJRI akan memberikan pendampingan hukum yang diperlukan,” ujarnya.

    (cip)

  • 4 Ribu WNI di AS Terancam Dideportasi Buntut Kebijakan Trump

    4 Ribu WNI di AS Terancam Dideportasi Buntut Kebijakan Trump

    Jakarta

    Sebanyak 4.276 Warga Negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat (AS) masuk daftar pemerintahan Presiden Donald Trump untuk segera dideportasi. Di antara mereka adalah WNI yang mengalami masalah dokumen imigrasi, status legal yang kadaluarsa, juga terkena kasus kriminal.

    Lebih dari 4.000 WNI tersebut menerima final order removal atau perintah akhir pemindahan.

    Mereka dilaporkan tidak memiliki izin legal untuk tinggal sehingga harus angkat kaki dari negara tersebut.

    Final order removal ini umumnya diberikan kepada mereka yang memiliki catatan kriminal, pelanggaran imigrasi, serta status legal yang kadaluarsa.

    Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menjelaskan, di antara 4.276 orang ini, ada yang tidak memiliki dokumen imigrasi yang sah, dan berstatus belum dihukum.

    Judha menambahkan 4.276 orang ini merupakan bagian dari dari keseluruhan 1,4 juta orang yang masuk daftar final order removal.

    Getty ImagesSejumlah warga El Salvador yang dideportasi dari Amerika Serikat (AS) membawa barang-barang pribadi mereka saat tiba di kantor Imigrasi di San Salvadir, El Salvador, 12 Februari 2025.

    Judha menyebutkan contoh kasus WNI berinisial BK di New York yang ditangkap akhir Januari 2025 lalu.

    Ini terjadi saat BK melakukan pelaporan tahunan di kantor Immigration and Custom Enforcement (ICE).

    BK diketahui masuk daftar deportasi sejak 2009 silam.

    Selain itu, Judha mengungkap ada WNI lain, berinisial TRN yang ditahan di Atlanta, Georgia pada 29 Januari.

    “Saat ini hanya dua WNI yang kami dapat informasi ditahan. Kami akan terus monitor,” kata Judha kepada media, Kamis (13/02), di Jakarta

    Apa yang harus dilakukan ribuan WNI yang terancam dideportasi dari AS?

    Judha mengatakan WNI di AS yang masuk daftar ini bisa melapor ke perwakilan diplomatik Indonesia di negeri tersebut.

    Ia mengimbau agar para WNI mengetahui hak mereka sesuai hukum AS.

    Judha mengatakan perwakilan diplomatik Indonesia di AS bakal memberikan pendampingan hukum.

    Sebelum pengumuman daftar deportasi dari Kemenlu, Menteri Koordinator (Menko) bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Imigrasi Yusril Ihza Mahendra juga sempat menyinggung perihal rencana Presiden AS Donald Trump yang akan melakukan deportasi besar-besaran para imigran.

    Ia mengatakan pemerintah Indonesia mengantisipasi kebijakan presiden baru AS tersebut.

    “Oleh karena kita harus bertindak melindungi warga negara kita yang ada di luar negeri. Saya kira itu normalnya kita akan lakukan,” kata Yusril, seperti dikutip dari detikcom.

    Baca juga:

    Apa yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia?

    Akhir Januari lalu, pemerintah Indonesia juga berencana membentuk tim khusus untuk mengantisipasi isu deportasi WNI dari AS, pasca Trump terpilih.

    Menteri HAM Natalius Pigai mengatakan kementeriannya bakal bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri untuk memastikan perlindungan yang bisa diberikan para WNI yang terimbas deportasi.

    Ia sempat menyebut bahwa pada masa kampanye menjelang pemilihan presiden AS, pihaknya mendengar ada sejumlah WNI yang mengaku resah di negara itu.

    Salah satu penyebabnya karena mereka mengalami masalah dokumen imigrasi, katanya.

    “Misalnya saja ada yang menetap dengan bekal visa turis atau menggunakan modus pencari suaka politik, tetapi ternyata dokumennya palsu. Ini kejadiannya ada yang terkait WNI kita juga,” kata Pigai, seperti dikutip dari Antara.

    Apakah pemerintah Indonesia perlu mengakomodasi pemulangan ribuan WNI?

    Dengan kondisi ini, pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana mengimbau pemerintah Indonesia perlu memastikan akomodasi para WNI sekiranya kebijakan deportasi sudah final dan siap dieksekusi pemerintahan Trump.

    “Siapa tahu mereka tidak punya uang. Kalau mereka tidak punya uang, ya kita bisa pick up mereka dalam satu pesawat untuk kembali ke Indonesia,” kata Hikmahanto kepada wartawan Johanes Hutabarat yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (14/02).

    Hikmahanto mengatakan kebijakan ini tak terhindarkan karena umumnya mereka yang masuk daftar tersebut “visanya expired ataukah mungkin mereka sudah tidak sesuai dengan izin tinggalnya.”

    Apa perbedaan kebijakan imigran pemerintahan Trump dan Biden?

    Hikmahanto mengatakan isu imigran yang mengalami masalah terkait dokumen keimigrasian ini sudah lama terdengar, namun menurutnya belum ditindak secara masif.

    Pergantian rezim di AS ikut mengubah kebijakan terkait imigran, katanya.

    Getty ImagesMereka yang masuk daftar deportasi ini adalah yang masa tinggalnya sudah kadaluarsa, mengalami masalah dokumen keimigrasian, dan punya catatan kriminal.

    Dia menilai pemerintahan Trump lebih keras dalam mengambil kebijakan bagi para imigran, dibanding Joe Biden.

    Dugaan Hikmawanto, AS di bawah Biden lebih kendur dalam menindak para imigran.

    Alasannya, menurutnya, kehadiran tenaga kerja para imigran ini memang dibutuhkan untuk mendongkrak kegiatan ekonomi di AS.

    “Banyak yang tahu tapi dianggap oleh pemerintah Amerika tidak terjadi, sehingga ya mereka enggak mengalami deportasi,” kata Hikmahanto.

    Berita ini akan diperbarui.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Korea Utara Tolak Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Kedaulatan Tidak Bisa Jadi Bahan Negosiasi – Halaman all

    Korea Utara Tolak Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Kedaulatan Tidak Bisa Jadi Bahan Negosiasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Korea Utara menolak dengan tegas usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk “mengambil alih” Jalur Gaza dan merelokasi warga Palestina ke negara lain.

    Usulan tersebut dianggap sebagai bentuk “pengusiran paksa warga Gaza”, menurut laporan dari Anadolu.

    Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor berita pemerintah Korea Utara, KCNA, Pyongyang menegaskan kedaulatan nasional tidak bisa menjadi bahan negosiasi, apalagi dengan Amerika Serikat.

    “Pada saat darah dan air mata masih tertumpah di Jalur Gaza dan kekhawatiran tumbuh di dalam dan luar negeri tentang keadaan yang rapuh ini, dunia dikejutkan oleh retorika keterlaluan yang menginjak-injak harapan Palestina akan perdamaian dan kehidupan yang stabil di kawasan tersebut,” ungkap Korea Utara.

    Kekhawatiran mengenai kondisi Gaza semakin meningkat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

    Usulan Trump dipandang sebagai tindakan yang menghancurkan harapan rakyat Palestina akan perdamaian, dianggap sangat tidak dapat diterima.

    KCNA juga mengkritik retorika keras tersebut yang dianggap merusak harapan rakyat Gaza untuk kehidupan yang lebih stabil.

    Selain itu, Korea Utara menilai usulan Trump sebagai pelanggaran terhadap Piagam PBB dan hukum internasional, Middle East Monitor melaporkan.

    Hal ini tidak hanya menghambat upaya penyelesaian solusi dua negara untuk konflik Palestina-Israel, tetapi juga dianggap sebagai tindakan sembrono yang sama sekali tidak bisa diterima oleh dunia internasional.

    Meski tidak secara langsung menyebut nama Trump, KCNA mengecam kebijakan Washington yang dinilai mendukung “kekejaman tidak manusiawi” Israel, dengan mengutip pembelaan AS terhadap hak Israel untuk mempertahankan diri dan penyediaan teknologi senjata canggih yang digunakan oleh Israel.

    Usulan Trump ini pertama kali disampaikan pada 4 Februari, dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Trump menyatakan AS berencana untuk “mengambil alih” Gaza dan memindahkan warga Palestina ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania.

    Ia menggambarkan rencananya sebagai suatu “pembangunan kembali luar biasa” yang dapat mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Usulan tersebut langsung mendapatkan penolakan luas, tidak hanya dari Palestina, tetapi juga dari banyak negara Arab dan masyarakat internasional, termasuk negara-negara besar seperti Kanada, Prancis, Jerman, dan Inggris.

    Bahkan, banyak pihak menilai rencana ini sebagai bentuk penindasan terhadap warga Palestina yang sudah lama menderita akibat konflik berkepanjangan di wilayah tersebut.

    Vatikan Tolak Relokasi Warga Gaza

    Menteri Luar Negeri Vatikan Pietro Parolin menjelaskan bahwa penduduk Palestina harus tetap berada di tanah mereka.

    “Ini adalah salah satu poin mendasar dari Tahta Suci: tidak ada deportasi,” katanya, seperti dikutip dari kantor berita ANSA.

    Pernyataan ini disampaikan dalam pertemuan resmi di Italia pada Kamis (13/2/2025).

    Parolin menambahkan memindahkan warga Palestina akan menciptakan ketegangan regional dan dianggap tidak masuk akal.

    Parolin juga mencatat bahwa negara-negara tetangga, termasuk Yordania, menolak usulan Trump tersebut.

    Paus Fransiskus juga turut bersuara mengenai isu ini.

    Ia mengkritik rencana Trump untuk deportasi massal migran yang tidak berdokumen di Amerika Serikat.

    Dia menekankan pentingnya martabat manusia, mengatakan bahwa memulangkan orang-orang yang melarikan diri dari negara mereka dalam keadaan sulit adalah tindakan yang merusak martabat para migran.

    Kepala perbatasan Trump, Tom Homan, menanggapi pernyataan Paus dengan mengharapkan agar pemimpin gereja tersebut tetap berpegang pada nilai-nilai Gereja Katolik.

    Ia berharap agar masalah penegakan hukum perbatasan diserahkan kepada timnya.

    Prancis Tolak Relokasi Warga Gaza

    Presiden Prancis Emmanuel Macron menolak usulan pengusiran warga Palestina dari Gaza.

    Macron menegaskan bahwa pengusiran hingga dua juta warga Palestina dari Gaza, seperti yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tidaklah tepat.

    Ia menyatakan, “Bagi saya, solusi di Gaza bukanlah solusi real estat. Ini adalah solusi politik.”

    Pernyataan ini menggambarkan keyakinan Macron bahwa masalah yang dihadapi di Gaza harus diselesaikan melalui pendekatan politik yang komprehensif, bukan dengan pemindahan paksa penduduk.

    Macron mengaitkan usulan Trump untuk membeli Greenland—wilayah otonomi di dalam Kerajaan Denmark—dengan apa yang ia sebut sebagai “ketidakpastian strategis ekstrem” yang sedang dialami dunia saat ini.

    Usulan tersebut, menurut Macron, mencerminkan sikap yang tidak bijaksana dan berbahaya dalam menangani isu-isu geopolitik.

    China Tolak Relokasi Warga Gaza

    Sebelumnya, Beijing telah menegaskan penentangannya terhadap rencana Trump yang ingin memindahkan warga Gaza ke tempat lain.

    Penolakan tegas ini disampaikan oleh pemerintah China dalam sebuah konferensi pers pada Rabu (5/2/2025).

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menegaskan Gaza adalah wilayah Palestina dan merupakan bagian integral dari negara Palestina.

    China menyatakan mereka dengan tegas menolak setiap upaya pemindahan paksa warga Gaza.

    “Gaza adalah milik Palestina dan bagian dari wilayah yang tidak terpisahkan,” ujar Guo Jiakun, menanggapi pertanyaan tentang rencana Trump yang mengusulkan relokasi penduduk Gaza.

    China lebih lanjut menekankan bahwa pemerintah Palestina memiliki hak penuh untuk mengatur wilayah mereka tanpa adanya intervensi dari pihak luar.

    Beijing menganggap bahwa pemindahan paksa warga Gaza bertentangan dengan prinsip dasar mengenai hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Palestina.

    Sebelumnya, penolakan telah disuarakan oleh Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian.

    Jian mengatakan pemerintah meyakini warga Palestina yang berhak memerintah negara itu.

    “Itu adalah prinsip dasar pemerintah pasca konflik di Gaza,” kata Lin saat konferensi pers pada Rabu (5/2/2025), dikutip dari Anadolu Agency.

    “Kami menentang pemindahan paksa warga Gaza,” imbuhnya.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Erdogan undang Prabowo hadiri forum Diplomasi Antalya April 2025

    Erdogan undang Prabowo hadiri forum Diplomasi Antalya April 2025

    Saya telah mengundang beliau, Presiden Prabowo untuk menghadiri Forum Diplomasi Antalya pada 11-12 April mendatang. Beliau juga telah berjanji untuk hadir

    Jakarta (ANTARA) – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan telah mengundang Presiden RI Prabowo Subianto untuk menghadiri forum Diplomasi Antalya yang direncanakan berlangsung pada April 2025 di Antalya, Turki.

    “Saya telah mengundang beliau, Presiden Prabowo untuk menghadiri Forum Diplomasi Antalya pada 11-12 April mendatang. Beliau juga telah berjanji untuk hadir,” kata Erdogan dalam sebuah gelar wicara yang disaksikan melalui jaringan YouTube di Jakarta, Jumat.

    Mengacu pada informasi di situs website atau laman resmi Forum Diplomasi Antalya, forum ini merupakan kegiatan tahunan yang digagas Pemerintah Republik Turki sejak 2020.

    Forum ini telah menjadi wadah bagi para pemimpin negara, pembuat kebijakan, akademisi, dan ahli bisnis untuk mengeksplorasi diplomasi menjadi navigasi untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih baik lewat berbagai tindakan kolektif.

    Untuk pelaksanaannya di 2025, Forum Diplomasi Antalya yang dilangsungkan oleh Kementerian Luar Negeri Turki di bawah pembinaan Presiden Erdogan akan mengangkat tema “Reclaming Diplomacy in a Fragmented World”.

    Dalam edisi keempatnya, forum ini ingin menegaskan pentingnya peranan diplomasi untuk menstabilkan negara di tengah beragam konflik global yang berpotensi memecah belah persatuan.

    Erdogan menyebutkan dalam kunjungan Prabowo ke Turki, nantinya Prabowo akan diterima terlebih dahulu di Ibu Kota Turki yaitu Ankara sebelum menghadiri Forum Diplomasi Antalya 2025.

    Nantinya kedua Kepala Negara itu akan bersama-sama bertolak ke Antalya untuk menghadiri forum tersebut.

    “Kami akan bertemu terlebih dahulu di Ankara, lalu bersama-sama berangkat ke Forum Diplomasi di Antalya,” ujar Erdogan.

    Pewarta: Livia Kristianti
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2025

  • Usulkan Kemenlu Ditutup Sementara, Kapasitas Sugiono Dipertanyakan

    Usulkan Kemenlu Ditutup Sementara, Kapasitas Sugiono Dipertanyakan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Luar (Kemenlu) Negeri RI juga menjadi lembaga yang terkena efisiensi anggaran tahun 2025.

    Adapun anggaran dari Kemenlu yang terkena efisiensi anggaran terbilang sangat besar yaitu Rp2,03 triliun.

    Sebagaimana tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

    Terkait hal ini, kritikan berbeda justru dilontarkan oleh Pengamat kebijakan publik Gigin Praginanto.

    Gigin Praginanto menilai Kemenlu sangat buruk. Mulai dari Menterinya yang dinilainya nol.

    Dari segi pengalaman dan kemampuannya berbahasa asing yang amburadul menurutnya.

    “Dilihat dari menterinya yang nyaris nol pengalaman dan kemampuan bahasa asingnya masih amburadul,” tulisnya dikutip di cuitan akun X pribadinya, dikutip Jumat (14/2/2025).

    Ia pun memberikan sindiran keras agar Kementerian Luar Negeri ini sebaiknya ditutup.

    “Kementerian ini sebaiknya ditutup dulu,” sebutnya.

    Gigin menilai Presiden Prabowo perlu meningjau bahkan mencari Menteri yang benar-benar cocok mengisi posisi Menteri Kemenlu yang tentunya piawai dan idealis.

    “Sampai presiden mengangkat Menlu baru yang benar-benar piawai dan idealis,” tuturnya.

    (Erfyansyah/fajar)

  • 200.000 Orang Ajukan Petisi Agar Denmark Beli California, Tolak Ambisi Trump Caplok Greenland – Halaman all

    200.000 Orang Ajukan Petisi Agar Denmark Beli California, Tolak Ambisi Trump Caplok Greenland – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak 200.000 orang kompak menekan petisi bertajuk “Måke Califørnia Great Ægain” , menuntut Denmark membeli California.

    Di antara para “pendukung” petisi yang tercantum adalah raja Skandinavia kuno Sven the Viking, Karen dari bidang akuntansi dan Lars Ulrich, drummer Denmark dan anggota pendiri band Metallica.

    Selain seruan untuk membeli pulau California, petisi online ini juga mengusulkan beberapa kemungkinan setelah akuisisi California, seperti mengganti nama Disneyland menjadi “Hans Christian Andersenland.”

    Tak hanya itu, menurut situs tersebut membeli California dari AS akan memberikan masyarakat Denmark akses terhadap sinar matahari tanpa akhir dan “dominasi teknologi” berkat Silicon Valley yang ada di California.

    Kelompok Dutoit yang mencetuskan petisi tersebut dengan bercanda turut menyarankan bahwa akuisisi akan membawa nilai-nilai budaya Denmark, termasuk “hygge” (kenyamanan), jalur sepeda, dan roti lapis Smorrebrod ke California.

    “Apakah kamu pernah melihat peta dan berpikir, Sepertinya Denmark butuh lebih banyak sinar matahari, pohon palem, dan jalur sepatu roda. Nah, sekarang kita punya kesempatan sekali dalam seumur hidup untuk mewujudkan impian itu,” demikian pernyataan di web itu, dikutip dari Deutsche Welle .

    “Mari kita beli California dari Donald Trump! Ya, kamu tidak salah baca. California bisa menjadi milik kita.”

    Apa Tujuan Petisi 

    Petisi yang di ditandatangani ratusan ribu orang ini bertujuan untuk “Membuat California Hebat Lagi.”

    Sebagai bentuk sindiran satir atas rencana Presiden AS Donald Trump yang berambisi membeli Greenland, pulau terbesar di bumi yang menjadi bagian dari kedaulatan Kerajaan Denmark.

    Dalam konferensi pers yang digelar Gedung Putih, Trump menyebut akan menggunakan kekuatan untuk mencaplok Greenland. 

    Dia berdalih rencana ini untuk memperkuat ekonomi AS.

    Akan tetapi para ahli mengatakan rencana akuisisi Trump dimaksudkan untuk kepentingan strategis tertentu, karena mencairnya es laut yang membuka rute pelayaran Arktik bar di wilayah itu.

    Selain itu rencana Trump mengambil alih Greenland dan California bertujuan untuk menguasai penuh  Pangkalan Udara Thule, yang telah dioperasikan oleh AS sejak perang dunia ke II.

    “Jika Rusia mengirim rudal ke AS, rute terpendek untuk meluncurkan senjata nuklir adalah melalui Kutub Utara dan Greenland,” kata Marc Jacobsen, seorang profesor madya di Royal Danish Defence College.

    “Itulah mengapa Pangkalan Luar Angkasa Pituffik sangat penting dalam mempertahankan AS.”

    Dapatkan Petisi Direalisasikan ?

    Kementerian Luar Negeri Denmark dan kantor Gubernur California Gavin Newsom hingga kini belum menanggapi permintaan komentar terkait petisi ini.

    Namun setelah petisi ini dirilis di situs web denmarkification.com, setidaknya sudah ada penggalangan dana yang masuk sebesar 1 triliun dolar AS.

    Kendati begitu petisi ini jelas merupakan parodi, seperti yang tertulis di web, sehingga rencana Denmark mengakuisisi California kemungkinan besar tidak akan terjadi.

    Terlebih Penyelenggara Denmarkifikasi telah menetapkan tujuan penggalangan petisi hanya untuk mengumpulkan tanda tangan, bukan sumbangan untuk mengakuisisi California.

    (Tribunnews.com / Namira)