Kementrian Lembaga: Kemlu

  • Israel Dilaporkan Bersiap Pindahkan 100 Warga Gaza ke Indonesia

    Israel Dilaporkan Bersiap Pindahkan 100 Warga Gaza ke Indonesia

    GELORA.CO –  Media Israel melaporkan pada Rabu bahwa kelompok pertama yang terdiri dari 100 warga Palestina dari Jalur Gaza sedang bersiap untuk melakukan perjalanan ke Indonesia. Program ini disebut sebagai bagian dari program percontohan untuk mendorong “emigrasi sukarela” warga Palestina dari Jalur Gaza.

    Times of Israel mengutip Channel 12 News yang mengatakan bahwa program percontohan akan dijalankan oleh Mayor Jenderal Ghassan Alian, yang mengepalai Koordinator Kegiatan Pemerintah di Wilayah (COGAT), sebuah badan Kementerian Pertahanan. Laporan tersebut menambahkan bahwa sebagian besar warga Palestina akan dipekerjakan dalam pekerjaan konstruksi.

    Menurut surat kabar tersebut, Israel berharap jika program percontohan ini berhasil, maka akan mendorong ribuan warga Gaza untuk pindah ke Indonesia untuk bekerja dan mempertimbangkan pemukiman permanen di sana, sebuah langkah yang memerlukan persetujuan Jakarta, menurut Channel 12.

    Upaya Israel ini kerap dipandang sebagai bagian dari pengosongan Jalur Gaza untuk dicaplok kembali. Berbagai negara dan lembaga internasional melihat rencana “emigrasi sukarela” ini sebagai bagian dari pemberihan ernis di Gaza.

    Israel tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, negara Muslim terbesar di dunia. Kendati demikian saluran komunikasi khusus telah dibuka antara kedua negara untuk mengembangkan program percontohan tersebut, kata laporan itu. Jika uji coba ini berhasil, “departemen imigrasi pemerintah” akan mengambil tanggung jawab atas program tersebut, menurut laporan tersebut.

    Surat kabar tersebut menyatakan bahwa Menteri Pertahanan Israel Israel Katz akan menunjuk pensiunan Brigadir Jenderal Ofer Winter—seorang perwira senior yang kontroversial di militer, namun sangat dihormati oleh orang-orang Israel yang religius—untuk memimpin proyek tersebut.

    Awal bulan lalu, Presiden AS Donald Trump memicu kejutan global ketika ia menyarankan Amerika Serikat mengambil alih Gaza, mengubahnya menjadi “Riviera Timur Tengah,” dan memaksa penduduknya untuk pindah ke Mesir, Yordania, atau negara lain.

    Sementara para menteri di pemerintahan Benjamin Netanyahu memuji usulan tersebut dan menyerukan agar perang dimanfaatkan sebagai peluang untuk membangun kembali pemukiman Israel di Jalur Gaza, Otoritas Palestina dan negara-negara Arab dengan tegas menolak gagasan tersebut.

    Januari lalu, situs Zaman Israel melaporkan bahwa pemerintah Israel melakukan kontak rahasia dengan Kongo dan negara-negara lain untuk mengusir ribuan penduduk dari Gaza.

    Kabar pemindahan warga Gaza ke Indonesia yang dianjurkan Trump sempat mengemuka pada Januari lalu. Saat itu, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menyebut sama sekali tak mengetahui hal tersebut.

    “Pemerintah RI tidak pernah memperoleh informasi apapun, dari siapapun, maupun rencana apapun terkait relokasi sebagian dari dua juta penduduk Gaza ke Indonesia sebagai salah satu bagian dari upaya rekonstruksi pasca konflik,” kata Kemlu RI dalam keterangannya, Selasa (21/1/2025).

    Kemlu RI menolak berspekulasi tentang isu tersebut tanpa adanya informasi lebih jelas. Namun mereka menegaskan bahwa posisi Pemerintah RI tetap menolak upaya pemindahan atau relokasi warga Gaza.

    “Upaya untuk mengurangi penduduk Gaza hanya akan mempertahankan pendudukan ilegal Israel atas wilayah Palestina dan sejalan dengan strategi yang lebih besar yang bertujuan untuk mengusir orang Palestina dari Gaza,” kata Kemlu RI.

  • Jepang Mulai Terima Warga Palestina yang Terluka di Gaza untuk Menjalani Perawatan

    Jepang Mulai Terima Warga Palestina yang Terluka di Gaza untuk Menjalani Perawatan

    JAKARTA – Menteri Pertahanan Gen Nakatani mengatakan, Jepang pada Hari Rabu mulai menerima warga Palestina yang terluka di Jalur Gaza untuk perawatan medis.

    Jepang akan memberikan perawatan medis kepada dua wanita yang telah dirawat di rumah sakit di Mesir, dengan yang pertama tiba lebih awal pada Hari itu di Rumah Sakit Pusat Pasukan Bela Diri di Tokyo. Wanita kedua juga akan tiba dalam beberapa hari mendatang, kata Menhan Nakatani kepada wartawan.

    Penerimaan pasien tersebut diatur atas permintaan Organisasi Kesehatan Dunia dan dengan kerja sama pemerintah Mesir, dan tidak dimaksudkan untuk merelokasi orang ke Jepang, menurut Jenderal Nakatani.

    “Jepang akan memainkan peran proaktif, tidak hanya dalam upaya bantuan kemanusiaan yang mendesak seperti ini tetapi juga dalam mendukung rekonstruksi jangka menengah dan panjang Gaza,” kata Menhan Nakatani, melansir Kyodo News 26 Maret.

    Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Toshihiro Kitamura dalam konferensi pers rutin mengatakan, kedua wanita tersebut dipilih karena kondisi mereka “diharapkan membaik dengan menjalani perawatan yang disediakan di Jepang.”

    Terpisah, seorang pejabat Kementerian Pertahanan mengatakan, Jepang saat ini tidak berencana untuk menerima pasien dari Gaza secara massal.

    Pada Bulan Februari, Perdana Menteri Shigeru Ishiba mengatakan dalam sidang parlemen, pemerintahnya sedang mengatur untuk menawarkan perawatan medis di Jepang bagi mereka yang “jatuh sakit atau terluka di Gaza.”

    Diketahui, Jepang yang sangat bergantung pada Timur Tengah untuk impor minyak, yang miskin sumber daya alam secara tradisional telah mengejar “diplomasi yang seimbang” antara negara-negara Muslim dan Israel, yang didukung oleh Amerika Serikat, sekutu keamanan dekat Tokyo.

  • Data Intelijen AS Ungkap Ancaman Militer Terbesar Jatuh Pada China

    Data Intelijen AS Ungkap Ancaman Militer Terbesar Jatuh Pada China

    Jakarta

    Data intelijen Amerika Serikat (AS) mengungkap ancaman militer terbesar negaranya jatuh pada China. Pasalnya, Negeri Tirai Bambu itu telah membuat kemajuan dalam kemampuan militer hingga sibernya.

    Dirangkum detikcom, Rabu (26/3/2025), Laporan intelijen tersebut berjudul “Annual Threat Assessment” yang dirilis komunitas intelijen AS.

    Laporan tersebut, seperti dilansir AFP, menyebut “tekanan koersif” China terhadap Taiwan dan “operasi siber yang luas terhadap target AS” merupakan indikator meningkatnya ancaman terhadap keamanan nasional AS.

    Laporan tersebut memberikan gambaran umum tentang “wawasan kolektif” dari badan-badan intelijen AS tentang ancaman keamanan terhadap Washington yang ditimbulkan oleh negara-negara asing dan organisasi kriminal.

    “China menghadirkan ancaman militer yang paling komprehensif dan kuat terhadap keamanan nasional AS,” sebut laporan intelijen yang dirilis pada Selasa (25/3).

    Isi Laporan Intelijen AS: China Tak Terlihat Agresif Seperti Rusia-Korut

    Bendera China. Foto: Internet/ebcitizen.com

    Namun, disebutkan juga dalam laporan tersebut bahwa China lebih “berhati-hati” daripada Rusia, Iran, Korea Utara (Korut) agar tidak terlihat “terlalu agresif dan mengganggu”.

    Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, mengatakan dalam sidang Senat pada Selasa (25/3) bahwa “China adalah pesaing strategis kita yang paling mampu” berdasarkan intelijen saat ini.

    “Militer China mengerahkan kemampuan canggih, termasuk senjata hipersonik, pesawat siluman, kapal selam canggih, aset perang siber dan luar angkasa yang lebih kuat, dan persenjataan nuklir yang lebih besar,” sebut Gabbard.

    Laporan intelijen AS itu menyebut Beijing akan terus memperluas “kegiatan pengaruh jahat yang bersifat koersif dan subversif” untuk melemahkan AS secara internal dan global.

    Pemerintah China, menurut laporan intelijen AS, akan berusaha melawan apa yang dilihatnya sebagai “kampanye yang dipimpin AS untuk menodai hubungan global Beijing dan menggulingkan” Partai Komunis China.

    Selain China, penilaian intelijen itu juga menganalisis ancaman terhadap AS yang ditimbulkan oleh Rusia, Korut, Iran dan “para penjahat transnasional non-negara”, termasuk kartel narkoba Meksiko dan kelompok-kelompok ekstremis.

    Respons China

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun. Foto: REUTERS/Florence Lo/File photo Purchase Licensing Rights

    Pemerintah China menanggapi laporan intelijen terbaru AS yang menyebut negaranya sebagai ancaman militer dan siber terbesar bagi kepentingan AS secara global.

    Otoritas Beijing mendesak Washington untuk berhenti memandang China melalui “mentalitas hegemonik” mereka sendiri.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (26/3/2025), menuduh AS telah menyebarkan teori soal Beijing merupakan ancaman hanya untuk membendung dan menekan negara tersebut.

    China, sebut Guo dalam pernyataannya, mendesak AS untuk berhenti berkomplot dan mendukung aktivitas kemerdekaan Taiwan.

    Halaman 2 dari 3

    (taa/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Sebanyak 554 WNI korban TPPO dievakuasi dari wilayah konflik di Myanmar

    Sebanyak 554 WNI korban TPPO dievakuasi dari wilayah konflik di Myanmar

    Selasa, 18 Maret 2025 12:35 WIB

    Sejumlah Warga Negara Indonesia korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berjalan menuju bus setibanya dari Thailand di Terminal 2 F Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (18/3/2025). Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Luar Negeri berhasil mengevakuasi 554 WNI korban TPPO kejahatan online scam dari wilayah konflik bersenjata di Myawaddy, Myanmar. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/nym.

    Sejumlah Warga Negara Indonesia korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) duduk di dalam bus setibanya dari Thailand di Terminal 2 F Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (18/3/2025). Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Luar Negeri berhasil mengevakuasi 554 WNI korban TPPO kejahatan online scam dari wilayah konflik bersenjata di Myawaddy, Myanmar. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/nym.

  • Israel Gempur Wilayahnya, Suriah Geram!

    Israel Gempur Wilayahnya, Suriah Geram!

    Damaskus

    Pemerintah Suriah mengecam rentetan serangan Israel terhadap wilayahnya, yang memakan korban jiwa. Otoritas Suriah menyebut bombardir Israel sebagai “pelanggaran terang-terangan” terhadap kedaulatan Suriah.

    Militer Israel mengklaim pihaknya merespons serangan yang datang dari wilayah Suriah.

    Kekerasan terjadi di dekat zona penyangga, area patroli Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di Dataran Tinggi Golan menyusul serangan udara Israel terhadap wilayah Suriah bagian tengah. Rentetan serangan udar Tel Aviv menghujani Suriah setelah rezim mantan Presiden Bashar al-Assad digulingkan pada Desember lalu.

    Kementerian Luar Negeri Suriah dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Rabu (26/3/2025), mengutuk keras “agresi Israel yang berkelanjutan di wilayah Suriah, yang menyebabkan eskalasi berbahaya di desa Kuwayya”, yang ada bagian selatan di Provinsi Daraa.

    “Artileri berat dan pengeboman udara menargetkan area permukiman dan pertanian, yang menyebabkan kematian enam warga sipil,” sebut Kementerian Luar Negeri Suriah.

    “Eskalasi ini terjadi dalam konteks serangkaian pelanggaran yang dimulai dengan pasukan Israel yang memasuki Provinsi Quneitra dan Daraa, dalam agresi yang sedang berlangsung di wilayah Suriah, yang merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan nasional dan hukum internasional,” tegas pernyataan Kementerian Luar Negeri Suriah.

    Pada Selasa (25/3) waktu setempat, militer Israel mengklaim pasukannya “mengidentifikasi beberapa teroris yang melepaskan tembakan ke arah mereka di wilayah Suriah bagian selatan”. Namun tidak disebutkan lokasi spesifik untuk sumber tembakan itu.

    “Pasukan membalas tembakan sebagai respons dan IAF (Angkatan Udara Israel-red) menyerang para teroris,” sebut militer Israel dalam pernyataannya.

    Gubernur Provinsi Daraa, Anwar al-Zoabi, mengatakan bahwa “pelanggaran tentara pendudukan Israel dan serangan berulang-ulang di wilayah Suriah telah mendorong sekelompok penduduk bentrok dengan pasukan militer yang mencoba menembus” Kuwayya, di barat laut kota Daraa.

    Disebutkan otoritas Suriah bahwa situasi itu “memicu eskalasi” oleh pasukan Israel “dengan tembakan artileri dan pengeboman drone”. Otoritas provinsi setempat menyebut sekitar 350 keluarga telah mengungsi ke tempat-tempat perlindungan di desa terdekat.

    Lihat Video ‘Beda Pernyataan Israel dengan Kesaksian Atas Penyerangan Hamdan Ballal’:

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Disebut AS sebagai Ancaman Militer Terbesar, China Bilang Gini

    Disebut AS sebagai Ancaman Militer Terbesar, China Bilang Gini

    Beijing

    Pemerintah China menanggapi laporan intelijen terbaru Amerika Serikat (AS) yang menyebut negaranya sebagai ancaman militer dan siber terbesar bagi kepentingan AS secara global. Otoritas Beijing mendesak Washington untuk berhenti memandang China melalui “mentalitas hegemonik” mereka sendiri.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (26/3/2025), menuduh AS telah menyebarkan teori soal Beijing merupakan ancaman hanya untuk membendung dan menekan negara tersebut.

    China, sebut Guo dalam pernyataannya, mendesak AS untuk berhenti berkomplot dan mendukung aktivitas kemerdekaan Taiwan.

    Laporan intelijen terbaru AS, berjudul “Annual Threat Assessment” yang dirilis komunitas intelijen Washington pada Selasa (25/3), menyebut China sebagai ancaman terbesar bagi kepentingan AS secara global.

    Namun disebutkan juga dalam laporan intelijen itu bahwa Beijing telah membuat kemajuan dalam kemampuan militer dan sibernya.

    Menurut laporan intelijen AS tersebut, “tekanan koersif” China terhadap Taiwan dan “operasi siber yang luas terhadap target AS” merupakan indikator meningkatnya ancaman terhadap keamanan nasional AS.

    Laporan tersebut memberikan gambaran umum tentang “wawasan kolektif” dari badan-badan intelijen AS tentang ancaman keamanan terhadap Washington yang ditimbulkan oleh negara-negara asing dan organisasi kriminal.

    Namun, disebutkan juga dalam laporan tersebut bahwa China lebih “berhati-hati” daripada Rusia, Iran, Korea Utara (Korut) agar tidak terlihat “terlalu agresif dan mengganggu”.

    Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, mengatakan dalam sidang Senat pada Selasa (25/3) bahwa “China adalah pesaing strategis kita yang paling mampu” berdasarkan intelijen saat ini.

    “Militer China mengerahkan kemampuan canggih, termasuk senjata hipersonik, pesawat siluman, kapal selam canggih, aset perang siber dan luar angkasa yang lebih kuat, dan persenjataan nuklir yang lebih besar,” ujar Gabbard.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Menlu Sugiono terima kunjungan Menlu Prancis bahas kunjungan Macron

    Menlu Sugiono terima kunjungan Menlu Prancis bahas kunjungan Macron

    ANTARA – Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono menerima kunjungan Menteri Eropa dan Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot di Gedung Pancasila, Kemlu, Jakarta, Rabu (26/3). Dalam pertemuan bilateral mereka membahas persiapan kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Indonesia yang dilaksanakan dalam rangka perayaan peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Prancis. (Azhfar Muhammad Robbani/Sandy Arizona/Rijalul Vikry)

  • Deportasi Warga Uighur, Thailand di Tengah Dilema Geopolitik?

    Deportasi Warga Uighur, Thailand di Tengah Dilema Geopolitik?

    Jakarta

    Setelah berminggu-minggu melakukan manuver diplomatik dan mengeluarkan pernyataan-pernyataan ambigu, otoritas Thailand akhirnya mendeportasi sekelompok 40 pria Uighur ke Cina bulan lalu.

    Padahal, selama berbulan-bulan, Amerika Serikat (AS) dan beberapa organisasi hak asasi manusia telah memperingatkan bahwa para warga Uighur itu hampir pasti akan menghadapi penganiayaan, penahanan sewenang-wenang, atau bahkan nasib yang lebih buruk di bawah pemerintahan Cina, jika tindakan itu dilakukan.

    Uighur, minoritas muslim berbahasa Turki dari provinsi Xinjiang di barat laut Cina, telah mengalami penindasan bertahun-tahun oleh otoritas Cina. Washington bahkan telah secara resmi menyebut tindakan Cina sebagai “genosida”.

    Insiden deportasi terbaru ini mirip dengan kejadian pada 2015, ketika pemerintah Thailand juga secara paksa mengembalikan lebih dari 100 pengungsi Uighur ke Cina, yang kemudian memicu kemarahan global dan protes dari warga muslim.

    Kecaman terhadap Pemerintah Thailand

    Menjelang deportasi terbaru ini, Departemen Luar Negeri AS telah mengeluarkan beberapa peringatan, menyerukan Bangkok untuk menghormati kewajibannya berdasarkan hukum internasional, terutama prinsip larangan pengusiran paksa, yang melarang pengembalian individu ke negara di mana mereka berisiko mengalami penyiksaan, perlakuan kejam, hukuman, atau bahaya serius lainnya.

    Pada 27 Februari, hari deportasi terjadi, Kementerian Luar Negeri Jerman mengecam langkah tersebut dalam sebuah pernyataan.

    “Deportasi ini melanggar prinsip dalam hukum internasional yang melarang pengembalian orang ke negara di mana mereka menghadapi pelanggaran hak asasi manusia yang serius,” katanya.

    Komisi Eropa juga mengecam keputusan Bangkok. Dalam sebuah resolusi yang disahkan pada 13 Maret, Parlemen Eropa menyerukan Thailand untuk segera menghentikan deportasi lebih lanjut dan memberikan transparansi mengenai kebijakan pengungsi mereka.

    Banyak analis sepakat bahwa keputusan Thailand ini adalah langkah yang disengaja untuk mencari dukungan dari Cina, yang telah lama menuntut pengembalian pengungsi Uighur dari luar negeri.

    Deportasi ini terjadi pada saat Beijing secara aktif berupaya mempererat hubungannya dengan Bangkok, terutama dalam menangani sindikat industri penipuan siber atau cyberscam yang telah menyebar ke sebagian besar negara tetangga Thailand.

    “Apakah Thailand melakukannya untuk menyenangkan Beijing? Ya. Tetapi apakah Thailand meninggalkan Barat demi Cina? Tidak, sama sekali tidak,” kata seorang analis Thailand dan kolumnis kepada DW. “Thailand sedang memainkan strategi keseimbangan yang biasa, dan dalam hal ini, mereka hanya memprioritaskan kepentingan jangka pendeknya.”

    Utamakan ekonomi daripada isu HAM

    Para analis secara luas melihat keputusan ini lebih didorong oleh pragmatisme ekonomi daripada keselarasan ideologi.

    “Thailand jelas tidak memikirkan kesejahteraan para pembangkang Cina, dan jelas tidak mempertimbangkan kerusakan jangka pendek terhadap reputasinya,” kata Mark Cogan, profesor studi perdamaian dan konflik di Universitas Kansai Gaidai di Osaka, kepada DW.

    Sebaliknya, yang dipikirkan adalah satu hal yang paling penting bagi Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra: pertumbuhan ekonomi. “Saat ini, pertumbuhan ekonomi lebih mungkin terjadi dengan Cina daripada dengan Amerika Serikat,” kata Cogan.

    Ekonomi Thailand memang telah lesu selama bertahun-tahun dan diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 2,5% pada 2025, hampir sama seperti tahun lalu, menurut data pemerintah.

    Salah satu sektor yang jadi perhatian utama Bangkok adalah pariwisata, yang menyumbang sekitar sepersepuluh dari PDB. Namun, enggannya wisatawan Cina untuk kembali dalam jumlah besar sejak pandemi COVID-19, jadi salah satu faktor utama yang merugikan sektor ini.

    Alasan utamanya adalah kepercayaan bahwa Thailand tidak aman, sebuah citra yang sebelumnya dipropagandakan oleh Beijing sebagai bagian dari upayanya menekan pemerintah Asia Tenggara untuk menangani pusat-pusat penipuan atau scam mereka.

    United States Institute of Peace memperkirakan bahwa industri ilegal ini bisa bernilai antara seperempat hingga sepertiga dari ekonomi formal Kamboja, Laos, dan Myanmar, negara tetangga Thailand.

    Banyak pusat penipuan ini ditemukan di kota-kota dekat perbatasan Thailand, dan Thailand adalah titik transit utama dalam perdagangan manusia yang dipaksa bekerja di pusat-pusat tersebut.

    Pada Januari, aktor Cina berusia 31 tahun, Wang Xing, yang juga dikenal dengan nama panggung Xingxing, diselamatkan dari pusat penipuan siber di Myanmar setelah diculik di Thailand.

    Ia dikembalikan ke Thailand setelah mendapat perhatian besar di media sosial Cina.

    Menurut Napon Jatusripitak, peneliti tamu di ISEAS–Yusof Ishak Institute, Bangkok sangat bertekad untuk menarik wisatawan Cina.

    “Namun, tujuan ini dapat terancam oleh laporan berkelanjutan mengenai masalah keamanan bagi wisatawan Cina, atau oleh kegagalan Beijing dalam meyakinkan warganya sendiri,” tambahnya.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Strategi menyeimbangkan kepentingan

    Paul Chambers, pakar urusan Asia Tenggara di Universitas Naresuan, Thailand, mencatat bahwa ini bukan pertama kalinya Bangkok berupaya menenangkan Beijing.

    Sejak Januari, Bangkok dan Beijing telah meningkatkan kerja sama keamanan mereka, yang sebagian besar berfokus pada industri penipuan siber di Asia Tenggara, yang dianggap sebagai ancaman keamanan transnasional paling berbahaya di kawasan ini.

    Namun, Thailand tetap bekerja sama dengan AS, kata Chambers. Negara ini masih menjadi salah satu dari dua sekutu AS di kawasan tersebut, dan kedua negara masih terus berpartisipasi dalam latihan militer dan kepolisian bersama.

    “Sampai kerja sama Thailand-AS menurun drastis, saya ras kita tidak bisa mengatakan bahwa Bangkok telah meninggalkan strategi keseimbangan dan sepenuhnya memasuki orbit Beijing,” kata Chambers.

    Namun, beberapa pihak merasa episode deportasi ini bisa jadi titik balik.

    Bagi Thitinan Pongsudhirak, peneliti senior di Institute of Security and International Studies, kasus ini menandai “titik perubahan” dalam keseimbangan geopolitik Thailand.

    “Thailand kini menjadi bidak terbuka dalam konflik AS-Cina,” katanya kepada DW. “Bahaya strategis terbesar adalah bahwa elite Thailand yang menghadapi sanksi AS kini semakin dekat dengan Cina dan mengorbankan strategi keseimbangan yang pernah terkenal.”

    Untuk saat ini, beberapa analis memperkirakan Bangkok tidak akan terlalu terganggu oleh sanksi visa AS. “Thailand melihat pembatasan perjalanan AS sebagai hukuman yang cukup minimal,” kata Phil Robertson, direktur Asia Human Rights and Labour Advocates, kepada DW.

    Meski begitu, ia menyebutnya “agak cerdik” bahwa kedutaan AS di Bangkok belum mengumumkan siapa yang masuk daftar hitam, yang berarti satu-satunya cara bagi pejabat Thailand untuk mengetahuinya adalah dengan mengajukan visa dan kemudian berisiko mengalami penolakan yang memalukan.

    Robertson di sisi lain juga mempertanyakan: apalah arti potensi kehilangan muka bagi seorang politisi atau pejabat Thailand dibandingkan dengan “neraka yang akan dihadapi 40 orang Uighur di Xinjiang?”

    “Bisa dibilang pemerintah Thailand lolos dengan hukuman yang secara mengejutkan, ringan.”

    Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Inggris.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-1.127, Zelensky Tak Percaya Rusia Akan Patuhi Gencatan Senjata 30 Hari – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-1.127, Zelensky Tak Percaya Rusia Akan Patuhi Gencatan Senjata 30 Hari – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut perkembangan terkini perang Rusia dan Ukraina hari ke-1.127 pada Rabu (26/3/2025).

    Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina melaporkan Rusia menyerang dengan rudal balistik Iskander-M dari Krimea dan 139-ma bpla serang tipe Shahed dan drone imitatorami dari berbagai arah.

    Mereka mencatat serangan Rusia di sejumlah lokasi di antaranya Kharkiv, wilayah Sumy, wilayah Poltava, wilayah Kirovohrad, wilayah Kyiv, wilayah Cherkasy, dan wilayah Odessa.

    Militer Ukraina mengatakan serangan tersebut bisa ditangkis oleh angkatan udara mereka.

    Setidaknya 34 drone imitator Rusia hilang dari lokasi.

    Menlu Rusia: Gencatan Senjata Maritim Bangkitkan Pasar Pupuk Rusia

    Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan kesepakatan keamanan maritim Laut Hitam bertujuan untuk membawa Moskow kembali ke pasar gandum dan pupuk yang dapat diprediksi akan menguntungkan dan memastikan keamanan pangan global.

    “Kami ingin pasar gandum dan pupuk dapat diprediksi, sehingga tidak ada yang mencoba ‘menjauhkan kami’ darinya,” kata Lavrov kepada televisi pemerintah Rusia Channel One pada Selasa (25/3/2025) malam.

    “Bukan hanya karena kami ingin … mendapatkan keuntungan yang sah dalam persaingan yang adil, tetapi juga karena kami prihatin dengan situasi keamanan pangan di Afrika dan negara-negara lain di belahan bumi selatan,” lanjutnya, dikutip dari The Guardian.

    Rusia-Ukraina Sepakat Tak Saling Serang di Laut Hitam

    Rusia dan Ukraina sepakat untuk menghilangkan serangan di Laut Hitam selama 30 hari.

    Keputusan tersebut diumumkan setelah pembicaraan paralel dengan negosiator AS di Arab Saudi pada 23-24 Maret 2025, meskipun Kremlin mengatakan gencatan senjata maritim akan dimulai hanya jika menerima keringanan sanksi atas ekspor pertanian.

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan AS sedang meninjau persyaratan Rusia setelah Kremlin bersikeras telah menegosiasikan konsesi dengan Gedung Putih.

    Jika dikabulkan oleh AS, itu akan menandai pencabutan sanksi besar pertama sejak invasi skala penuh tahun 2022.

    Zelensky: Seharusnya Rusia Tak Perlu Minta Syarat Keringanan Sanksi

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan Rusia seharusnya tidak perlu meminta AS untuk meringankan sanksi terhadapnya sebagai syarat yang diajukan Kremlin untuk menerima kesepakatan gencatan senjata di Laut Hitam.

    Menurutnya, permintaan Rusia itu dapat melemahkan posisi Ukraina.

    “Jika Rusia melanggarnya, kami akan meminta Trump untuk mengenakan sanksi tambahan pada Moskow dan menyediakan lebih banyak senjata untuk Ukraina,” katanya. 

    “Kami tidak percaya pada Rusia, tetapi kami akan bersikap konstruktif,” lanjutnya.

    Presiden Ukraina juga mengatakan tidak ada kesepakatan mengenai gencatan senjata tanpa syarat karena Rusia tidak menginginkannya.

    Ia mengatakan ia yakin seiring berlanjutnya negosiasi semakin hari orang-orang tidak akan percaya kepada Rusia, seperti diberitakan Suspilne.

    Zelensky Kritik Utusan AS, Sebut Ia Condong ke Rusia

    Zelensky mengkritik utusan Trump Steve Witkoff yang mengatakan bahwa referendum yang digelar Rusia di empat wilayah Ukraina yang didudukinya sebagian atau seluruhnya adalah sah.

    Witkoff sebelumnya mengatakan mayoritas rakyat di empat wilayah tersebut ingin berada di bawah kekuasaan Rusia.

    Presiden Ukraina mengatakan komentar Witkoff sangat sejalan dengan pesan Kremlin, tetapi ia berharap seiring berjalannya waktu negosiator AS dan pihak lain di Gedung Putih secara bertahap akan menyadari bahwa kepemimpinan Rusia tidak tulus.

    Rusia Klaim Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia adalah Miliknya

    Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan PLTN Zaporizhzhia adalah fasilitas Rusia dan tidak mungkin untuk mengalihkan kendali PLTN tersebut ke Ukraina atau negara lain mana pun.

    Pasukan Rusia merebut PLTN tersebut pada awal invasinya tahun 2022.

    Sebelumnya Donald Trump, dalam percakapan telepon bulan ini dengan Zelensky, mengisyaratkan bahwa AS dapat membantu mengelola dan mungkin memiliki PLTN Ukraina, termasuk Zaporizhzhia.

    Menlu Estonia: Rusia Lebih Unggul dalam Negosiasi Gencatan Senjata daripada Ukraina

    Menteri luar negeri Estonia Margus Tsahkna mengatakan Rusia telah memperoleh posisi yang lebih unggul dalam perundingan gencatan senjata.

    Ia menyarankan AS mempertimbangkan batas waktu jika tidak ada kemajuan.

    Sebelumnya Margus Tsahkna dan Menteri Luar Negeri Latvia dan Lithuania bertemu bersama pada hari Selasa di Washington dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio.

    “Putin sekarang memiliki posisi yang lebih unggul dalam beberapa hal,” kata Tsahkna kepada AFP dalam sebuah wawancara Senin malam menjelang pembicaraannya dengan Rubio pada hari Selasa.

    “Pertanyaannya sekarang, berapa lama Trump benar-benar akan memberi Putin untuk memainkan permainan?” katanya.

    Dinas Keamanan Ukraina Tangkap Prajurit yang Bantu Rusia

    Dinas keamanan Ukraina (SBU) mengatakan mereka telah menahan seorang prajurit di wilayah Sumy yang dituduh membantu Moskow menyerang pasukan Ukraina yang bertempur di wilayah Kursk Rusia dengan membocorkan lokasi mereka. 

    “Saat berada di garis depan, ‘mata-mata’ itu sedang mempersiapkan koordinat untuk serangan rudal dan bom penyerang ke lokasi pasukan Ukraina,” kata SBU di Telegram pada hari Selasa.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Survei Median: Mayoritas Publik Indonesia Dukung Palestina Sebagai Satu-Satunya Negara Berdaulat – Halaman all

    Survei Median: Mayoritas Publik Indonesia Dukung Palestina Sebagai Satu-Satunya Negara Berdaulat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Konflik Palestina-Israel yang kembali memanas pasca gencatan senjata, mendapat perhatian serius dari publik Indonesia. 

    Menurut survei terbaru Media Survei Nasional (Median) terhadap para pengguna media sosial, mayoritas netizen berpihak pada Palestina dalam isu kedaulatan negara.

    Peneliti senior Median, Rico Marbun, mengungkapkan bahwa isu Palestina memiliki tempat tersendiri dalam kesadaran publik Indonesia.

    Kesamaan sejarah sebagai bangsa yang pernah mengalami kolonialisme, kedekatan identitas, serta faktor kemanusiaan membuat masyarakat Indonesia merasa memiliki ikatan emosional dengan perjuangan rakyat Palestina. 

    “Hal ini diperkuat dengan kebijakan luar negeri Indonesia yang secara konsisten menegaskan dukungan terhadap Palestina, termasuk dalam berbagai pernyataan Presiden Prabowo Subianto dan jajaran Kementerian Luar Negeri yang menjadikan Palestina sebagai isu prioritas,” katanya, Rabu (26/3/2025).

    Keberpihakan publik Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestin itu, terlihat dalam temuan survei.

    Menurut Rico, dalam survei ini, Median menanyakan kepada responden mengenai pandangan mereka terhadap solusi damai bagi konflik Palestina-Israel.

    Dengan tiga opsi yang diajukan antara lain pertama, hanya Israel yang berhak mendirikan negara; kedua, hanya Palestina yang berhak mendirikan negara; dan ketiga, baik Israel maupun Palestina sama-sama berhak mendirikan negara dalam skema solusi dua negara.

     

    “Hasil survei menunjukkan bahwa tidak ada satu pun responden yang menyatakan bahwa hanya Israel yang berhak memiliki negara. Sebaliknya, mayoritas atau 56,9 persen menyatakan bahwa hanya Palestina yang berhak mendirikan negara, sementara 40,5 persen mendukung solusi dua negara, di mana baik Palestina maupun Israel dapat berdiri sebagai negara berdaulat. Serta 2.6 persen tidak tahu,” terangnya.

    Menurut Rico, temuan ini mengonfirmasi bahwa masyarakat Indonesia memiliki sikap yang jelas dalam mendukung Palestina. 

    “Lebih dari separuh responden menegaskan bahwa hanya Palestina yang berhak menjadi negara, sementara sisanya mendukung solusi kompromi berupa dua negara. Tidak ada dukungan sama sekali terhadap gagasan bahwa hanya Israel yang berhak atas kedaulatan,” kata Rico Marbun,” katanya.

    Survei ini dilakukan pada pekan IV Februari-pekan I Maret 2025, dengan pendekatan non-probability sampling, menggunakan kuesioner berbasis Google Form yang disebarkan melalui media sosial.

     Kuesioner disebarkan secara proporsional terhadap populasi pengguna media sosial di 34 provinsi, dengan hasil akhirnya melibatkan 1.000 responden yang tersebar di 28 provinsi.

    Menurut Rico, walaupun sampel survei ini adalah pengguna media sosial, hasil ini tidak dimaksudkan untuk menggambarkan persepsi populasi secara keseluruhan. 

    Namun, survei ini tetap memberikan gambaran bagaimana opini publik di dunia maya, yang semakin aktif dalam diskursus politik dan sosial, cenderung berpihak kepada Palestina. 

    “Temuan ini sekaligus menunjukkan bahwa sikap politik luar negeri Indonesia yang pro-Palestina sejalan dengan aspirasi masyarakat, khususnya pengguna media sosial yang aktif mengikuti isu-isu internasional,” pungkasnya.