Kementrian Lembaga: Kemlu

  • Hasil Perundingan Program Nuklir Iran di Oman: AS dan Iran Sepakat Bertemu Lagi Minggu Depan – Halaman all

    Hasil Perundingan Program Nuklir Iran di Oman: AS dan Iran Sepakat Bertemu Lagi Minggu Depan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Iran dan Amerika Serikat sepakat untuk mengadakan putaran perundingan nuklir Iran selanjutnya pada minggu depan, tepatnya pada Sabtu (19/4/2025).

    Dengan mediasi Oman, putaran pertama perundingan tidak langsung antara Iran dan AS digelar di ibu kota Oman, Muscat, pada Sabtu (12/4/2025).

    Mengutip PressTV, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dan Steve Witkoff, Utusan Khusus Presiden AS untuk Urusan Timur Tengah, memimpin jalannya perundingan tersebut.

    Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Iran menyampaikan bahwa kedua belah pihak saling bertukar pandangan mengenai program nuklir damai Iran, terutama terkait pencabutan sanksi terhadap negara tersebut.

    Disebutkan pula bahwa perundingan berlangsung dalam suasana yang konstruktif dan dilandasi rasa saling menghormati.

    Di sela-sela pertemuan, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, mengatakan kepada IRIB News di Muscat bahwa Iran memiliki satu tujuan yang sangat jelas dalam perundingan ini, yaitu untuk melindungi kepentingan nasionalnya.

    “Kami memberikan kesempatan yang tulus dan jujur kepada diplomasi. Melalui perundingan ini, kami berharap dapat memajukan tidak hanya isu nuklir, tetapi yang lebih penting bagi kami, isu pencabutan sanksi,” ujar Baghaei.

    Menlu Oman: Pembicaraan Iran-AS Kondusif bagi Perdamaian Regional

    Menteri Luar Negeri Oman, Badr bin Hamad Al Busaidi, menyambut baik negosiasi antara Iran dan AS yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang adil dan mengikat.

    Dalam sebuah unggahan di akun X miliknya, Al Busaidi mengatakan bahwa pembicaraan tidak langsung antara Araghchi dan Witkoff berlangsung dalam suasana bersahabat.

    “Pertemuan tersebut kondusif untuk menjembatani berbagai sudut pandang dan, pada akhirnya, mewujudkan perdamaian, keamanan, serta stabilitas regional dan global,” tulis Al Busaidi.

    Ia juga menegaskan bahwa Oman akan terus bekerja sama dan melakukan upaya lebih lanjut guna membantu pencapaian tujuan tersebut.

    Isu Program Nuklir Iran

    Program nuklir dan persenjataan rudal Iran menarik perhatian internasional di tengah meningkatnya ketegangan dengan Israel.

    Mengutip Council on Foreign Relations, banyak pakar kebijakan luar negeri berpendapat bahwa jika Iran berhasil memperoleh senjata nuklir, hal itu dapat menyebabkan ketidakstabilan di Timur Tengah dan wilayah sekitarnya.

    Kekhawatiran utama adalah bahwa kepemilikan senjata nuklir oleh Iran akan menjadi ancaman besar bagi Israel, musuh bebuyutannya sejak lama.

    Beberapa pakar juga memperingatkan bahwa jika Iran meluncurkan serangan nuklir ke Israel, hal tersebut justru akan membawa kehancuran bagi dirinya sendiri.

    Apa pun skenarionya, terdapat risiko salah perhitungan yang dapat memicu pertukaran nuklir, menurut para analis.

    Kekhawatiran lainnya adalah bahwa kepemilikan senjata nuklir oleh Iran dapat mendorong negara-negara pesaing di kawasan, termasuk Arab Saudi, untuk mengembangkan program senjata nuklir mereka sendiri.

    Pengawasan internasional terhadap program nuklir dan rudal Iran semakin intensif pada akhir tahun 2024, menyusul terjadinya konflik militer antara Iran dan Israel, serta terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS.

    Pada masa jabatan pertamanya, Trump secara sepihak menarik Amerika Serikat dari perjanjian nuklir Iran tahun 2015 (JCPOA) dan memberlakukan sanksi berat terhadap Iran.

    JCPOA adalah perjanjian internasional yang bertujuan membatasi program nuklir Iran dengan imbalan pelonggaran sanksi dan sejumlah ketentuan lainnya.

    Perjanjian ini disepakati di Wina pada 14 Juli 2015 antara Iran dan P5+1, yaitu lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (China, Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat) ditambah Jerman, serta Uni Eropa.

    Kini, pemerintahan Trump menyatakan kesediaannya untuk melanjutkan perundingan dengan Iran, untuk pertama kalinya sejak AS menarik diri dari kesepakatan tersebut tujuh tahun lalu.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Seribu Warga Gaza, Seribu Tanya untuk Republik
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 April 2025

    Seribu Warga Gaza, Seribu Tanya untuk Republik Nasional 13 April 2025

    Seribu Warga Gaza, Seribu Tanya untuk Republik
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    PERNYATAAN
    Presiden Prabowo Subianto untuk mengevakuasi seribu warga Palestina dari
    Gaza
    ke Indonesia menyentak ruang publik kita.
    Di tengah dunia yang terbelah antara rasa kemanusiaan dan kepentingan geopolitik, inisiatif ini seperti suara baru dari belantara diplomasi Asia Tenggara.
    Namun, dalam euforia menyambut langkah yang disebut-sebut sebagai “misi kemanusiaan”, ada pertanyaan-pertanyaan yang menggantung di langit-langit republik ini: Untuk siapa evakuasi ini ditujukan? Apa landasan hukumnya?
    Siapa yang bertanggung jawab atas proses pemindahan dan perlindungan para pengungsi? Dan, pertanyaan paling mendasar: apakah langkah ini benar-benar untuk menyelamatkan, atau sekadar simbolisme global yang tak berpijak pada realitas domestik?
    Pernyataan Presiden Prabowo bahwa Indonesia siap mengevakuasi seribu warga Gaza—anak-anak, korban luka, serta warga yang mengalami trauma—adalah ekspresi dari simpati mendalam atas tragedi kemanusiaan yang terjadi di Palestina.
    Sebagai bangsa yang sejak awal mendukung kemerdekaan Palestina, suara Indonesia memang tak boleh hilang dari arena kemanusiaan global.
    Namun dalam politik internasional, bahkan empati pun tak pernah steril dari strategi. Di balik niat baik evakuasi ini, muncul pertanyaan: apakah langkah ini murni sebagai respons moral, atau bagian dari posisi diplomatik baru Indonesia yang ingin memainkan peran lebih besar di dunia Islam dan kawasan Timur Tengah?
    Jika betul demikian, maka evakuasi ini harus dibingkai secara transparan sebagai bagian dari strategi politik luar negeri, bukan sekadar reaksi emosional terhadap penderitaan Gaza.
    Dalam perspektif hukum internasional, pemindahan populasi dari wilayah konflik memerlukan legitimasi yang kokoh dan kehati-hatian luar biasa.
    Pasal 49 Konvensi Jenewa IV Tahun 1949 secara tegas menyatakan bahwa: “Pemindahan secara individual atau massal terhadap penduduk sipil dari wilayah yang diduduki ke wilayah negara pendudukan atau ke wilayah lain yang diduduki, dalam atau di luar wilayah itu, dilarang, terlepas dari motifnya.”
    Namun, pasal yang sama memberikan pengecualian: “Evakuasi diperbolehkan jika keamanan penduduk atau alasan militer yang mendesak mengharuskannya.”
    Lebih lanjut, Pasal 78 Protokol Tambahan I Tahun 1977 mengatur tentang perlindungan terhadap anak-anak dalam konflik bersenjata:
    “Jika keadaan memerlukan, anak-anak dapat dievakuasi secara sementara dari wilayah yang terkena konflik ke wilayah lain yang lebih aman, dengan persetujuan dari pihak yang bertikai serta otoritas orangtua atau wali.”
    Dari ketentuan ini, jelas bahwa evakuasi warga sipil, apalagi dalam jumlah besar, harus melalui prosedur yang ketat, mendapat persetujuan dari semua pihak yang bertikai, serta tidak boleh menjadi dalih untuk pemindahan permanen atau pelanggaran hak untuk kembali.
    Jika Indonesia hendak mengevakuasi warga Palestina dari Gaza, maka koordinasi dengan Otoritas Palestina, negara-negara transit seperti Mesir, bahkan persetujuan tidak langsung dari Israel menjadi kebutuhan tak terelakkan.
    Tanpa dasar hukum yang jelas, evakuasi dapat dianggap sebagai pelanggaran prinsip-prinsip dasar hukum humaniter internasional, atau lebih jauh lagi, mendukung—secara tak sengaja—narasi “pengosongan Gaza” yang diusung kelompok ekstrem kanan Israel.
    Majelis Ulama Indonesia telah mengingatkan: jangan sampai evakuasi ini menjadi jalan sunyi menuju eksodus paksa, bukan penyelamatan sukarela.
    Seribu warga Palestina yang terluka, trauma, atau yatim piatu bukan sekadar angka statistik. Mereka adalah individu dengan kebutuhan perlindungan hukum, pemulihan psikososial, akses kesehatan, pendidikan, dan jaminan hidup bermartabat.
    Apakah negara kita siap?
    Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 maupun Protokol 1967, sehingga tidak memiliki kewajiban hukum formal untuk memberikan status pengungsi, kecuali berdasarkan kebijakan domestik atau
    goodwill
    politik.
    Di sisi lain, sistem hukum kita belum memiliki regulasi nasional yang secara komprehensif mengatur perlindungan pengungsi asing.
    Akibatnya, status hukum para penyintas Gaza ini bisa menggantung: apakah mereka “pengungsi”, “pencari suaka”, atau “tamu negara”?
    Tanpa kepastian, mereka berisiko menjadi warga bayangan: tak dapat bekerja, bersekolah, apalagi membangun hidup baru.
    Ketiadaan kejelasan inilah yang berpotensi mencederai niat baik dari misi yang sedianya bersandar pada kemanusiaan.
    Solidaritas terhadap Palestina adalah bagian dari narasi kemerdekaan Indonesia. Namun, dalam dunia hukum dan kebijakan publik, solidaritas harus dijalankan dengan sistem. Tidak bisa hanya bermodalkan niat dan pernyataan pers.
    Jika Indonesia memang serius ingin memainkan peran strategis dalam isu kemanusiaan global, maka langkah awal yang paling logis adalah: membentuk regulasi nasional soal pengungsi dan pencari suaka, atau minimal menetapkan prosedur evakuasi internasional berbasis hukum.
    Tanpa itu, evakuasi Gaza ini rawan menjadi headline sesaat, bukan laku institusional yang berkelanjutan.
    Presiden Prabowo telah menjajaki dukungan dari negara-negara kunci di Timur Tengah—UEA, Turki, Qatar, Mesir, dan Yordania. Itu langkah diplomatik yang cerdas.
    Namun pertanyaannya: apakah diplomasi ini dibarengi koordinasi dalam negeri yang matang? Apakah Kementerian Luar Negeri, Hukum dan HAM, Sosial, dan Kesehatan telah duduk satu meja menyusun rencana lintas sektoral?
    Apa suara DPR dalam isu ini? Apakah ada alokasi anggaran? Siapa yang akan menanggung beban fiskal dan sosial dari rencana ini?
    Pengalaman Indonesia dalam menampung pengungsi Rohingya harus menjadi cermin. Tanpa regulasi dan sistem yang mapan, para pengungsi hidup dalam ketidakpastian. Tanpa pekerjaan. Tanpa pendidikan. Tanpa masa depan.
    Evakuasi Gaza tak boleh mengulang pola yang sama. Negara harus hadir sejak awal, bukan hanya saat pesawat mendarat. Kita butuh sistem perlindungan jangka panjang—bukan semata tempat singgah sementara yang minim harapan.
    Evakuasi seribu warga Gaza bukan sekadar persoalan logistik atau niat baik. Ia adalah ujian menyeluruh atas cara republik ini memahami kemanusiaan, hukum, dan tata kelola negara.
    Setiap langkah yang diambil pemerintah harus berpijak pada pertimbangan hukum, etika, dan kebijakan yang matang.
    Publik berhak tahu. Sebab dari langit yang dihujani bom di Gaza, kini tanggung jawab berpindah ke pundak republik ini. Dan pertanyaan-pertanyaan mendasar itu tak bisa dihindari:
    Apa dasar hukum dari rencana evakuasi ini? Apakah ia memiliki legitimasi dalam sistem hukum nasional dan sejalan dengan ketentuan hukum humaniter internasional?
    Bagaimana status hukum seribu jiwa yang dibawa ke Indonesia? Apakah mereka akan disebut pengungsi, pencari suaka, atau sekadar tamu negara tanpa perlindungan hukum yang memadai?
    Siapa yang akan menjamin hak-hak dasar mereka—akses terhadap perlindungan hukum, kesehatan, pendidikan, dan kehidupan yang layak?
    Sampai kapan mereka akan tinggal di Indonesia? Adakah batas waktu atau skenario pemulangan yang terukur?
    Apa jaminan bahwa mereka kelak dapat kembali ke Gaza ketika situasi memungkinkan? Apakah ada mekanisme yang melindungi hak untuk kembali sebagaimana ditegaskan dalam hukum internasional?
    Terakhir, apakah semua ini telah melalui uji etika, kalkulasi diplomatik, serta pertimbangan risiko keamanan nasional yang menyeluruh?
    Pertanyaan-pertanyaan ini bukan untuk melemahkan niat baik pemerintah. Justru di sinilah pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan keberanian negara menjawab tantangan kemanusiaan dengan langkah terukur, bukan langkah gegabah.
    Karena di balik setiap jiwa yang dievakuasi, ada harapan yang dibawa, ada luka yang dibungkus, dan ada masa depan yang harus dijaga. Di sinilah kemanusiaan diuji, dan di sinilah republik harus membuktikan: bahwa niat baik pun wajib dipertanggungjawabkan.
    Langkah Prabowo bukan tanpa niat baik. Namun, dalam tata kelola negara, niat baik tidak cukup. Harus ada sistem hukum yang mengikat, kebijakan berpihak, dan kesiapan institusi yang solid.
    Evakuasi Gaza adalah ujian bagi republik ini—apakah kita masih bisa berdiri atas nama kemanusiaan, atau hanya akan tercatat sebagai pemberi tumpangan dalam kisah panjang pengungsian dunia.
    Karena di balik setiap anak Gaza yang datang, ada satu tanya yang akan hidup bersama mereka: benarkah republik ini siap menampung luka dunia, dengan tangan dan hati yang benar-benar terbuka?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Vietnam Kena Tarif Tinggi AS Buat Samsung ‘Khawatir’, Kok Bisa?

    Vietnam Kena Tarif Tinggi AS Buat Samsung ‘Khawatir’, Kok Bisa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketika pimpinan Samsung Electronics Jay Y. Lee bertemu dengan perdana menteri Vietnam Pham Minh Chinh pada bulan Juli, ia menyampaikan pesan sederhana.

    “Keberhasilan Vietnam adalah keberhasilan Samsung, dan perkembangan Vietnam adalah perkembangan Samsung,” kata Lee kepada Pham Minh Chinh dilansir dari Reuters.

    Ia juga menjanjikan investasi jangka panjang untuk menjadikan negara itu sebagai basis manufaktur terbesar untuk produk display.

    Sejak konglomerat Korea Selatan itu memasuki Vietnam pada tahun 1989, perusahaan itu telah menggelontorkan miliaran dolar untuk memperluas jejak manufaktur globalnya di luar Tiongkok. Banyak perusahaan sejenisnya mengikuti jejak itu setelah Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif tinggi pada barang-barang Tiongkok pada masa jabatan pertamanya.

    Langkah itu menjadikan Samsung sebagai investor dan eksportir asing terbesar di Vietnam.

    Sekitar 60% dari 220 juta ponsel yang dijual Samsung setiap tahun secara global dibuat di Vietnam, dan banyak yang ditujukan untuk AS, tempat Samsung menjadi vendor ponsel pintar nomor 2, menurut firma riset Counterpoint.

    Kini, ketergantungan pada Vietnam itu terancam menjadi bumerang karena negara ini terkena tarif tinggi 46%, salah satu paling tinggi di Asean.

    Sementara Vietnam dan Samsung memperoleh penangguhan hukuman minggu ini setelah Trump menghentikan tarif pada 10% selama 90 hari, wawancara Reuters dengan lebih dari 12 orang, termasuk di Samsung dan pemasoknya, menunjukkan bahwa perusahaan itu akan menjadi korban utama jika tarif AS yang lebih tinggi mulai berlaku pada bulan Juli.

    “Vietnam adalah tempat kami memproduksi sebagian besar ponsel pintar kami, tetapi tarif (awalnya) jauh lebih tinggi dari yang diharapkan untuk negara itu, jadi ada rasa kebingungan secara internal,” kata seorang eksekutif Samsung yang enggan disebutkan Namanya.

    Bahkan jika kedua negara mencapai kesepakatan, surplus perdagangan Vietnam sekitar $120 miliar dengan AS telah menjadi perhatian serius Donald Trump. Hanoi berharap bea masuk dapat dikurangi ke kisaran 22% hingga 28%, kalua bisa lebih rendah.

    Di tengah ketidakpastian tersebut, Samsung dan para pemasoknya tengah mempertimbangkan untuk menyesuaikan produksi, kata empat orang yang mengetahui masalah tersebut. Hal itu dapat melibatkan peningkatan produksi di India atau Korea Selatan, meskipun langkah-langkah tersebut akan mahal dan memakan waktu, kata mereka.

    Samsung menolak berkomentar tentang bagaimana mereka menghadapi ancaman tarif tersebut. Sebelumnya, Samsung telah mengatakan akan menanggapi tarif AS secara fleksibel dengan rantai pasokan global dan jejak manufakturnya.

    Kementerian luar negeri dan industri Vietnam juga tidak membalas permintaan komentar.

    Saingan Samsung, Apple membuka langkah baru menghadapi tantangan yang lebih besar setidaknya dalam jangka pendek, karena tarif Trump atas impor Tiongkok telah meningkat menjadi 145%. Apple mengimpor sekitar 80% iPhone yang dijual di AS dari Tiongkok, menurut Counterpoint. Apple tidak membalas permintaan komentar.

    Kehilangan Daya Tarik Biaya Rendah

    Ketakutan tarif adalah awan terbaru yang menyelimuti lanskap manufaktur di Vietnam, yang telah menjadi tujuan populer bagi perusahaan yang ingin melakukan diversifikasi di tengah ketegangan Tiongkok-AS.

    Namun, lonjakan tersebut telah menyebabkan masalah pasokan listrik. Vietnam juga telah meningkatkan tarif pajak efektifnya pada perusahaan multinasional besar sesuai dengan standar global yang dipimpin OECD, yang menurut beberapa perusahaan tidak disertai kompensasi yang memadai atas hilangnya insentif pajak sebelumnya.

    (fsd/fsd)

  • ISIS Peringatkan Bahaya Nuklir Iran, Negosiasi Dimulai di Oman tapi 2 Delegasi Pisah Ruang – Halaman all

    ISIS Peringatkan Bahaya Nuklir Iran, Negosiasi Dimulai di Oman tapi 2 Delegasi Pisah Ruang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Institut Sains dan Keamanan Internasional (ISIS) yang berpusat di Washington, DC telah membunyikan peringatan tentang program nuklir Iran.

    Mereka menyebutnya sebagai “sangat berbahaya.”

    Institut tersebut memperingatkan bahwa aktivitas Iran dapat dengan cepat beralih ke aplikasi militer kapan saja.​

    Dalam laporannya yang berjudul “The Iran Threat Geiger Counter: Extreme Danger Grows,” yang dirilis pada 12 April 2025, ISIS menyoroti peningkatan signifikan dalam tingkat ancaman yang dirasakan sejak Februari 2024.

    Penilaian ini menggarisbawahi urgensi yang berkembang seputar ambisi nuklir Iran.

    Laporan tersebut menekankan kurangnya kerja sama Iran yang transparan dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), khususnya terkait produksi ribuan sentrifus canggih di luar pengawasan IAEA, dikutip dari khaama.

    Kerahasiaan ini memicu kecurigaan tentang niat dan kemampuan Iran.

    Menyadari meningkatnya kekhawatiran ini, ISIS telah meningkatkan peringkat ancaman nuklir Iran dari 151 menjadi 157 dari kemungkinan 180 poin, yang menunjukkan status “bahaya serius”.

    Ini menandai kedua kalinya berturut-turut tingkat ancaman mencapai status tinggi ini.

    Laporan tersebut menggunakan metafora penghitung Geiger, sebuah alat yang mengukur peluruhan radioaktif, untuk melambangkan meningkatnya ancaman nuklir.

    Sama seperti alarm penghitung Geiger yang semakin kuat seiring meningkatnya radiasi, laporan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat internasional harus menanggapi perkembangan nuklir Iran dengan semakin waspada.

    Peringatan ini bertepatan dengan dimulainya kembali perundingan tidak langsung antara pejabat Iran dan AS di Muscat, Oman.

    Perundingan ini bertujuan untuk membahas program nuklir Iran yang terus berkembang dan menjajaki kemungkinan jalan untuk meredakan ketegangan regional.

    Laporan ISIS berfungsi sebagai pengingat penting tentang potensi risiko yang terkait dengan aktivitas nuklir Iran.

    Laporan tersebut menyerukan peningkatan kewaspadaan dan upaya diplomatik terpadu untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.

    Negosiasi yang sedang berlangsung di Oman merupakan peluang penting untuk mengatasi masalah ini dan berupaya mencapai hasil yang stabil dan aman.

    Masyarakat internasional harus tetap memperhatikan dinamika yang berkembang dalam program nuklir Iran.

    Pemantauan berkelanjutan, pelaporan yang transparan, dan diplomasi proaktif sangat penting untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh ambisi nuklir Iran.

    Perkembangan di Oman dapat menjadi langkah yang menentukan untuk memastikan keamanan regional dan global.

    Negosiasi Dimulai

    Iran dan Amerika Serikat telah memulai perundingan nuklir tingkat tinggi di Oman, dengan masing-masing delegasi ditempatkan di aula terpisah.

    Sementara pejabat Oman bergerak di antara mereka untuk menyampaikan pesan, menurut Kementerian Luar Negeri Iran pada 12 April.

    Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dan utusan AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff memimpin delegasi masing-masing dalam apa yang merupakan keterlibatan diplomatik signifikan pertama antara kedua musuh bebuyutan itu sejak ketegangan meningkat menyusul runtuhnya kesepakatan nuklir 2015.

    “Tujuan kami adalah mencapai kesepakatan yang adil dan terhormat dari posisi yang setara,” kata Araghchi kepada wartawan IRIB saat tiba di Oman.

    “Jika pihak lain masuk dengan posisi yang sama, akan ada peluang untuk pemahaman awal yang dapat mengarah pada proses negosiasi.”

    Pemisahan delegasi secara fisik menggarisbawahi sifat rumit dari diskusi tersebut, dengan pejabat Iran menekankan bahwa ini adalah “pembicaraan tidak langsung” yang hanya berfokus pada isu nuklir. 

    Sumber yang mengetahui pengaturan tersebut mengindikasikan bahwa konfigurasi dua aula merupakan prasyarat Iran untuk pertemuan tersebut.

    Delegasi tingkat tinggi Iran termasuk Wakil Menteri Luar Negeri Majid Takht-Ravanchi, Kazem Gharibabadi, dan Esmaeil Baghaei, menurut sebuah posting media sosial oleh Hossein Jaberi Ansari, mantan diplomat dan Kepala Eksekutif kantor berita IRNA.

    Laporan menunjukkan delegasi Amerika termasuk para ahli nuklir yang mendampingi Witkoff.

    Pembicaraan itu terjadi saat Presiden AS Donald Trump mengancam tindakan militer jika Iran gagal menghentikan program nuklirnya, yang telah maju secara signifikan sejak Trump meninggalkan kesepakatan nuklir selama masa jabatan pertamanya.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyatakan harapannya bahwa perundingan tersebut akan menghasilkan perdamaian, dengan mengatakan,

    “Kami sudah sangat jelas bahwa Iran tidak akan pernah memiliki senjata nuklir, dan saya pikir itulah yang menyebabkan pertemuan ini.”

  • Prabowo Mau Evakuasi 1.000 Warga Gaza ke Indonesia, ‘Lebih Baik Urus Ribuan Rakyat yang Kena PHK!’

    Prabowo Mau Evakuasi 1.000 Warga Gaza ke Indonesia, ‘Lebih Baik Urus Ribuan Rakyat yang Kena PHK!’

    PIKIRAN RAKYAT – Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengevakuasi 1.000 warga Gaza ke Indonesia menuai reaksi keras dari publik. Di tengah kondisi ekonomi yang memburuk dan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), banyak pihak menilai langkah ini tidak tepat dan justru bertentangan dengan sikap Indonesia selama ini yang menolak relokasi warga Palestina dari tanahnya sendiri.

    Rencana Evakuasi dan Latar Belakangnya

    Isu relokasi warga Gaza ke negara ketiga pertama kali mencuat pada Januari 2024, ketika Israel penjajah dan Hamas mulai memasuki tahap awal proses perdamaian. Amerika Serikat, sebagai mediator utama, mendorong solusi jangka panjang dengan membangun kembali Gaza dan, sementara itu, merelokasi warganya demi alasan keamanan.

    “Jika kita tidak menolong warga Gaza, jika kita tidak membuat hidup mereka lebih baik, jika kita tidak memberikan harapan, akan tetap ada pemberontakan,” ucap seorang pejabat AS kepada NBC.

    Sejak saat itu, Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu tujuan relokasi. Namun, banyak pihak curiga bahwa relokasi ini hanyalah kedok Israel penjajah untuk mengusir permanen warga Palestina. Pemerintah Indonesia saat itu membantah keras terlibat dalam wacana tersebut.

    “Indonesia tetap tegas dengan posisi: segala upaya untuk memindahkan warga Gaza tidak dapat diterima,” ujar Kementerian Luar Negeri.

    Namun, pada 9 April 2025, Prabowo Subianto justru mengumumkan bahwa Indonesia siap menerima 1.000 warga Gaza “pada gelombang pertama”.

    “Kami siap mengevakuasi mereka yang luka-luka, mereka yang kena trauma, anak-anak yatim piatu… kami siap akan kirim pesawat-pesawat untuk mengangkut mereka,” katanya.

    Prabowo Subianto menyebut bahwa evakuasi hanya bersifat sementara, dengan catatan bahwa warga tersebut akan kembali ke Gaza setelah situasi membaik.

    “Mereka di sini hanya sementara sampai mereka pulih sehat kembali… dan pada saat mereka pulih, mereka harus kembali ke daerah asal,” tuturnya.

    Prabowo Subianto juga melakukan lawatan diplomatik ke UEA, Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania untuk membicarakan rencana tersebut.

    Kritik Pedas dari MUI dan Pengamat

    Majelis Ulama Indonesia (MUI) langsung mempertanyakan tujuan Indonesia ikut dalam skema yang dinilai mendukung strategi Israel penjajah dan AS.

    “Pertanyaannya, untuk apa Indonesia ikut-ikutan mendukung rencana Israel dan Amerika tersebut?” ujar Wakil Ketua Umum MUI, Buya Anwar Abbas.

    Pengamat Timur Tengah, Smith Alhadar, menyebut bahwa Prabowo Subianto memanfaatkan situasi ketika AS dan Israel penjajah “putus asa” mencari negara tujuan bagi pengungsi Gaza, dan memakainya sebagai alat negosiasi dengan Presiden AS Donald Trump.

    “Prabowo melihat ini kesempatan bagaimana bernegosiasi dengan Trump… yaitu dia mau menerima pengungsi Palestina,” katanya.

    Smith Alhadar menilai, seharusnya Indonesia tidak perlu “menyerahkan masa depan Palestina” hanya demi tawar-menawar diplomatik.

    “Kenapa harus tunduk pada Trump? Kenapa mempertaruhkan Palestina?” ucapnya.

    Kontradiksi dengan Kepentingan Dalam Negeri

    Langkah ini dinilai tidak peka terhadap situasi dalam negeri, di mana rakyat sedang menghadapi gelombang PHK, harga kebutuhan pokok naik, dan ekonomi yang melemah.

    “Lebih baik pemerintah mengurus ribuan orang yang kena PHK itu bagaimana?” kata Tia Mariatul Kibtiah, pengamat Timur Tengah dari Universitas Bina Nusantara.

    Menurut data UNHCR, saat ini masih ada lebih dari 12.000 pengungsi yang terkatung-katung di Indonesia tanpa kepastian. Selain itu, muncul pula gelombang penolakan terhadap pengungsi Rohingya karena alasan Indonesia tidak meratifikasi konvensi pengungsi PBB.

    Smith Alhadar menilai rencana menerima pengungsi Gaza justru akan memunculkan pertanyaan besar.

    “Kalau Indonesia menerima pengungsi Palestina, kenapa menolak Rohingya? Apa bedanya?” ujarnya.

    Potensi Pelanggaran Konstitusi

    Smith Alhadar menegaskan bahwa relokasi ini berpotensi melanggar konstitusi Indonesia, yang secara tegas menyatakan penolakan terhadap segala bentuk penjajahan.

    “Kita itu punya konstitusi yang secara jelas mengamanatkan bahwa penjajahan di muka bumi ini harus dihapuskan. Sekarang, mana konstitusi yang kita pegang dari dulu?” tuturnya.

    Kekhawatiran terbesar adalah jika warga Gaza tidak pernah bisa kembali karena Israel tidak memberikan jaminan tersebut. Ini akan menjadi preseden yang membahayakan perjuangan kemerdekaan Palestina.

    “Sejak Israel berdiri tahun 1948, jutaan orang Palestina terusir. Tidak satu pun yang bisa kembali. Kenapa sekarang kita percaya mereka akan dikembalikan?” kata Smith Alhadar.

    Solusi yang Lebih Masuk Akal

    Tia menyarankan agar Indonesia lebih bijak dalam menunjukkan dukungan terhadap Palestina, seperti dengan mengirimkan tenaga medis dan bantuan kemanusiaan ke negara-negara penampung di sekitar Gaza, seperti Mesir dan Yordania.

    “Tidak logis. Jarak Indonesia dan Gaza jauh. Untuk apa dirawat di sini?” ucapnya.

    “Kalau memang mendukung kemerdekaan Palestina, bukan begini caranya. Negara-negara pendukung Palestina seharusnya bersatu, mendesak two-state solution,” tuturnya menambahkan, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.

    ‘Bukan untuk Relokasi, Kita hanya Membantu’

    Di tengah kecaman terkait rencananya, Prabowo Subianto menegaskan bahwa rencana evakuasi 1.000 warga Palestina di Gaza yang terluka akibat serangan militer Israel penjajah bukan bertujuan untuk merelokasi mereka dari rumahnya.

    Presiden menjelaskan rencana evakuasi itu hanya bersifat sementara. Jika situasi di Gaza kembali stabil, para penyintas perang yang dievakuasi itu nantinya akan dipulangkan kembali ke sana.

    “Tidak, tidak, tidak. Kita ini untuk membantu,” kata Prabowo Subianto saat ditemui selepas menghadiri Antalya Diplomacy Forum di Kota Antalya, Turki, Jumat 11 April 2025 sore waktu setempat.

    Dia mengatakan hal itu ketika menjawab pertanyaan wartawan apakah rencana evakuasi warga Palestina itu sebagai upaya merelokasi mereka ke luar Gaza. Presiden menekankan bahwa saat ini, rencana itu masih dikonsultasikan ke para pemimpin Palestina dan sejumlah pemimpin negara di kawasan Timur Tengah.

    “Ya, itu tawaran kami untuk ikut serta membantu masalah kemanusiaan, penderitaan rakyat Palestina yang begitu dahsyat. Kami ingin berbuat sesuatu,” ucap Prabowo Subianto.

    Akan tetapi, dia tidak menjelaskan siapa pemimpin Palestina yang akan ditemui, serta tempat dan waktunya. Dia juga belum membagikan hasil konsultasinya dengan Presiden Uni Emirat Arab (UAE) Sheikh Mohamed bin Zayed (MBZ) Al Nahyan saat keduanya bertemu di Abu Dhabi, dan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan saat bertemu di Ankara dan Antalya.

    Presiden melawat ke lima negara Timur Tengah sejak Rabu 9 April 2025, di antaranya untuk berdiskusi mengenai krisis kemanusiaan di Gaza dan berkonsultasi mengenai rencana Indonesia mengevakuasi rakyat Palestina yang saat ini menjadi penyintas genosida Israel penjajah. Kelima negara itu adalah UAE, Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Prabowo Ungkap Rencana Bertemu Donald Trump: Saya Sudah Minta Waktu

    Prabowo Ungkap Rencana Bertemu Donald Trump: Saya Sudah Minta Waktu

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto, mengamini bahwa dirinya berencana untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Ketika ditanya oleh awak media mengenai kemungkinan pertemuan dengan tokoh Partai Republik yang kembali berhasil memenangkan pemilihan presiden AS tersebut, Prabowo menjawab singkat tetapi optimistis bahwa keduanya bisa bertemu.

    Hal tersebut disampaikannya usai menjadi pembicara dalam sesi ADF Talk di Antalya Diplomacy Forum (ADF) 2025 yang digelar di Nest Convention Center, Antalya, Jumat (11/4/2025) waktu setempat.

    “Saya sudah minta waktu. Mudah-mudahan [bisa bertemu], ya,” ujarnya kepada wartawan.

    Sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono menyatakan bahwa pemerintah Indonesia telah mengajukan permohonan agar Presiden Prabowo Subianto dapat bertemu dengan Presiden AS Donald Trump.

    Bahkan, Sugiono menyebut permintaan pertemuan kedua kepala negara ini dilakukan sebelum pengumuman kebijakan tarif impor dari AS. Pertemuan tersebut direncanakan dalam konteks mempererat hubungan bilateral antara kedua negara.

    “Kami sudah melayangkan permintaan pertemuan dengan presiden Trump itu beberapa waktu yang lalu jauh sebelum tarif dan tentu saja dalam kaitannya dengan hubungan bilateral antar kedua negara, sekarang ada perkembangan situasi yang kita lihat,” ucapnya kepada wartawan dikutip melalui Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (11/4/2025).

    Terkait dengan situasi terbaru soal tarif perdagangan, Sugiono menyatakan bahwa topik tersebut kemungkinan besar akan turut dibahas jika pertemuan dengan Trump terjadi.

    “Dengan perkembangan ini, saya kira itu juga pasti akan dibicarakan. Kita lihat saja nanti,” katanya.

    Sugiono juga mengonfirmasi bahwa pihak Kementerian Luar Negeri sudah mengirimkan surat permintaan resmi sejak awal masa jabatan Presiden Trump.

    “Sebelum ada [tarif Trump], sesaat setelah Presiden Trump dilantik waktu itu,” jelasnya.

    Dia menambahkan bahwa tim dari Indonesia juga telah bersiap untuk berangkat ke AS dalam waktu dekat sebagai bagian dari upaya diplomasi menyikapi kebijakan perdagangan baru yang diumumkan pemerintah AS.

    Ketika ditanya apakah sudah ada balasan dari pihak Gedung Putih, Sugiono belum memberikan jawaban pasti.

    “Kalau sudah [ada jawaban dari Gedung Putih], nanti dikasih tahu,” pungkas Sugiono.

    Diberitakan sebelumnya, Presiden AS Donald Trump akhirnya memberlakukan pengenaan tarif dasar 10% untuk semua produk impor ke Amerika Serikat (AS) dan bea masuk yang lebih tinggi untuk belasan mitra dagang terbesar di negara tersebut. Vietnam mendapat tarif timbal balik “resiprokal” tertinggi 46%, sementara Indonesia 32%.

    Kebijakan kontroversial yang diumumkan Trump di Rose Garden, Gedung Putih pada Rabu sore (2/4/2025) waktu setempat memperdalam perang dagang yang ia mulai saat dirinya kembali menjabat sebagai Presiden AS.

    Bea masuk ini akan menimbulkan hambatan baru di negara dengan ekonomi konsumen terbesar di dunia ini, membalikkan liberalisasi perdagangan selama puluhan tahun yang telah membentuk tatanan global, dan menciptakan perang dagang baru.

    Negara-negara yang menjadi mitra dagang AS diperkirakan akan merespons dengan “tindakan balasan” masing-masing yang dapat menyebabkan harga-harga melonjak untuk semua produk, mulai dari sepeda hingga wine. Saham-saham berjangka AS merosot setelah pengumuman Trump.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih dilansir dari Reuters.

  • Misteri Ilmuwan Muda Italia Jadi Korban Mutilasi Mengerikan

    Misteri Ilmuwan Muda Italia Jadi Korban Mutilasi Mengerikan

    Jakarta

    Seorang ilmuwan Italia ditemukan tewas di Kolombia. Ia meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan di mana beberapa potongan tubuhnya ditemukan di jalan setapak di kota pesisir Santa Marta.

    Polisi setempat mengatakan bahwa penyelidikan menunjukkan gelang yang ditemukan pada jenazah itu milik Alessandro Coatti, ahli biologi yang baru saja memulai perjalanan di Amerika Selatan. Potongan jasad lain kemudian ditemukan di dua lokasi lain di sekitar kota itu.

    Menurut polisi, Coatti menginap di sebuah hostel dan mungkin mengunjungi daerah garis Pantai Tayrona yang indah pada tanggal 5 April 2025. Belum ada petunjuk jelas mengenai penyebab kematiannya yang mengerikan.

    “Saat ini tidak ada rincian lebih lanjut tentang apa yang terjadi. Hal itu sedang diselidiki. Belum diketahui apa yang terjadi atau di mana,” sebut informasi dari kantor kejaksaan Kolombia.

    Total ada 3 potongan tubuhnya ditemukan. Wali kota Santa Marta Carlos Pinedo Cuello berjanji menemukan mereka yang bertanggung jawab. Pemerintah kota menyebut kematian Coatti sebagai pembunuhan dan mengumumkan hadiah USD 11.300 untuk informasi yang membantu pihak berwenang Kolombia.

    Dikutip detikINET dari CNN, Sabtu (12/4/2025) Kementerian Luar Negeri Italia membantu keluarga Coatti dan polisi Italia bekerja sama dengan pihak berwenang Kolombia dalam kasus tersebut.

    Coatti yang berusia 38 tahun, bekerja di London untuk Royal Society of Biology (RSB) selama delapan tahun. Dia kemudian meninggalkan organisasi tersebut pada tahun 2024 untuk melakukan perjalanan dan riset ke Amerika Selatan.

    “Ale lucu, hangat, cerdas, dicintai semua orang yang bekerja dengannya, dan akan sangat dirindukan oleh semua orang yang mengenal dan bekerja dengannya. Pikiran dan harapan terbaik kami menyertai teman-teman dan keluarganya pada saat yang benar-benar mengerikan ini,” kata RSB.

    Mereka menyebutnya sebagai ilmuwan yang bersemangat dan berdedikasi. Coatti memimpin pekerjaan sains hewan di organisasi tersebut. Jaksa agung Roma Francesco Lo Voi mengatakan Coatti telah mengunjungi Peru, Bolivia, dan Ekuador sebelum melakukan perjalanan melalui Kolombia sendirian.

    Ada dugaan kematiannya terkait dengan kelompok geng bersenjata di lokasi tersebut dan mungkin Coatti adalah korban salah sasaran. Kabarnya, kematian mengerikan dengan cara mutilasi sudah beberapa kali terjadi di sana.

    (fyk/fay)

  • Prabowo telah meminta waktu Trump untuk bertemu

    Prabowo telah meminta waktu Trump untuk bertemu

    Kita sudah melayangkan permintaan pertemuan dengan Presiden Trump jauh sebelum kebijakan tarif diberlakukan,

    Jakarta (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto mengemukakan bahwa dirinya telah mengajukan permintaan waktu untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

    Hal itu disampaikan usai menghadiri Forum Diplomasi Antalya 2025, bertempat di Gedung Nest Convention Center, Turki, Jumat (11/4).

    “Saya sudah minta waktu, mudah-mudahan,” ujar Presiden secara singkat ketika ditanya wartawan mengenai rencana pertemuan tersebut.

    Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Sugiono mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia telah sejak lama mengajukan permintaan resmi agar Presiden Prabowo dapat bertemu dengan Presiden Trump.

    Menurut Sugiono, surat permintaan pertemuan itu sudah dikirim bahkan sejak awal masa jabatan Trump, jauh sebelum pengumuman kebijakan tarif impor terbaru dari AS.

    “Kita sudah melayangkan permintaan pertemuan dengan Presiden Trump jauh sebelum kebijakan tarif diberlakukan,” ujarnya, melansir siaran Sekretariat Presiden.

    Ia menambahkan, permintaan itu diajukan dalam rangka memperkuat hubungan bilateral kedua negara. Saat ini, Kementerian Luar Negeri masih menunggu konfirmasi waktu pasti pertemuan dua pemimpin tersebut.

    Sementara itu, terkait kebijakan tarif resiprokal AS sebesar 32 persen terhadap Indonesia yang diumumkan 2 April lalu dan sedianya berlaku 9 April, Sugiono menyebut pemerintah sudah mengirim tim ke AS untuk memulai negosiasi.

    Namun, Trump kemudian mengumumkan penundaan tarif itu selama 90 hari bagi 75 mitra dagang, termasuk Indonesia.

    Pewarta: Andi Firdaus
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

  • Tiba di Antalya, Prabowo Bakal Jadi Pembicara di ADF Talk

    Tiba di Antalya, Prabowo Bakal Jadi Pembicara di ADF Talk

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto, tiba Bandar Udara Internasional Antalya, Turkiye, pada Jumat (11/4/2025) sekitar pukul 13.05 waktu setempat.

    Kedatangan Kepala Negara disambut oleh Wakil Menteri Luar Negeri Turkiye Madame Berris Ekinci, Duta Besar Perwakilan Kementerian Luar Negeri di Antalya Deha Erpek, Gubernur Antalya Hulusi Şahin, Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Turkiye Achmad Rizal Purnama, dan Atase Pertahanan KBRI Ankara Kolonel Ctp Ari Maryadi.

    Dari Bandara, Prabowo terlebih dahulu menuju salah satu hotel di Antalya. Sore harinya, Presiden Prabowo dijadwalkan menghadiri pembukaan Antalya Diplomacy Forum (ADF) yang digelar di Nest Convention Center. Usai pembukaan, Presiden Prabowo akan menjadi pembicara pada sesi ADF Talk.

    “Di situ, Antalya, saya juga akan melaksanakan konsultasi dengan beliau (Presiden Erdogan) tentang beberapa hal, juga menyangkut geopolitik dan geoekonomi, juga kerja sama industri dan perdagangan, dan pendidikan serta kebudayaan. Kita punya hubungan yang cukup luas dan komprehensif dengan Turkiye,” ujar Prabowo dalam keterangan persnya di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Rabu (9/4/2025)

    ADF ke-4 mengangkat tema diplomasi sebagai kekuatan penyeimbang di tengah meningkatnya fragmentasi global. ADF juga akan mempertemukan para pemimpin global, pembuat kebijakan, akademisi, pakar bisnis, perwakilan media, hingga masyarakat sipil.

    Turut mendampingi Presiden Prabowo dalam kunjungan di Antalya adalah Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya. 

  • Indonesia Ajukan Pertemuan dengan Trump Jauh Sebelum Tarif AS Diumumkan

    Indonesia Ajukan Pertemuan dengan Trump Jauh Sebelum Tarif AS Diumumkan

    JAKARTA – Pemerintah Indonesia telah mengajukan permintaan resmi untuk menggelar pertemuan bilateral antara Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Permintaan tersebut diajukan sejak awal masa jabatan Trump pada Januari 2025, jauh sebelum kebijakan tarif resiprokal diumumkan.

    Hal ini diungkapkan Menteri Luar Negeri RI Sugiono, sebagai respons atas isu rencana pertemuan kedua pemimpin yang kembali mencuat setelah Presiden Trump menunda pengenaan tarif resiprokal kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia.

    “Kita sudah melayangkan permintaan pertemuan dengan Presiden Trump itu beberapa waktu lalu, jauh sebelum pengumuman tarif sebenarnya,” ujar Menlu Sugiono saat memberikan keterangan di Ankara, seperti dikutip dari ANTARA.

    Sugiono menjelaskan bahwa sejumlah delegasi, termasuk dari Kementerian Luar Negeri, telah dikirim ke Washington D.C. untuk membahas hubungan bilateral Indonesia–AS, serta dinamika kebijakan perdagangan terbaru dari Negeri Paman Sam.

    Hingga saat ini, lanjut Menlu, pihaknya masih menunggu konfirmasi resmi dari Gedung Putih mengenai jadwal pertemuan antara kedua kepala negara.

    “Permintaan sudah disampaikan sejak sesaat setelah Presiden Trump dilantik. Kita masih menantikan jadwal pastinya,” jelasnya.

    Sebelumnya, Presiden Donald Trump pada Rabu (9/4) mengumumkan penundaan selama 90 hari terhadap kebijakan tarif resiprokal bagi sejumlah negara mitra dagang. Meski demikian, AS tetap menaikkan tarif impor terhadap produk asal Tiongkok hingga 125 persen.

    Untuk negara lain, termasuk Indonesia, tarif resiprokal yang sebelumnya direncanakan akan dinaikkan kini hanya dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen, berlaku untuk komoditas seperti baja, aluminium, dan kendaraan bermotor.

    Trump mengklaim bahwa lebih dari 75 negara telah menyatakan kesiapan untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat, meskipun AS juga mempertimbangkan peningkatan tarif di sektor farmasi.

    Menanggapi kebijakan ini, Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan sejumlah opsi dan paket negosiasi yang akan dibawa dalam perundingan di Washington D.C., sebagai langkah strategis dalam menghadapi tekanan tarif dagang dari AS.