Kementrian Lembaga: Kementerian Sekretariat Negara

  • Jimly Asshiddiqie: PP Terkait Perpol 10/2025 Selesaikan Kisruh Rangkap Jabatan Polri

    Jimly Asshiddiqie: PP Terkait Perpol 10/2025 Selesaikan Kisruh Rangkap Jabatan Polri

    Jimly Asshiddiqie: PP Terkait Perpol 10/2025 Selesaikan Kisruh Rangkap Jabatan Polri
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi Percepatan
    Reformasi Polri
    , Jimly Asshiddiqie, menilai penerbitan
    Peraturan Pemerintah
    (PP) akan menjadi solusi untuk menyelesaikan kisruh seputar Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025.
    Perpol tersebut menjadi sorotan karena membuka ruang bagi anggota Polri menduduki jabatan di 17 kementerian dan lembaga negara.
    Jimly berharap, jika PP itu terbit pada Januari 2026, polemik terkait
    rangkap jabatan Polri
    di jabatan sipil dapat terselesaikan.
    “Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak lama, katakanlah bulan Januari nanti, Peraturan Pemerintah yang akan memberi solusi kepada kisruh berbagai permasalahan mengenai isu rangkap jabatan dan lain-lain sebagainya,” kata Jimly di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).
    Ia menyebutkan, rancangan awal PP akan diprakarsai oleh Kementerian PAN-RB dan Kementerian Hukum, serta melibatkan kolaborasi Tim Reformasi Polri dan BKN.
    “Kami bantu gitu sebagai Komisi Percepatan Reformasi dan bahkan juga dari BKN akan berkolaborasi semua instansi terkait. Mudah-mudahan bisa cepat selesai,” tambahnya.
    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan pemerintah telah menyepakati penyusunan PP untuk menyelesaikan polemik
    Perpol 10/2025
    , yang dinilai sebagian pihak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
    Atas arahan Presiden Prabowo Subianto, Yusril bersama sejumlah pemangku kepentingan menggelar rapat membahas hal ini. Hasilnya, disepakati pembentukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
    Rapat dihadiri Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djamari Chaniago, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, serta sejumlah wakil menteri terkait.
    “Dan untuk mencari solusi menyelesaikan persoalan ini, maka dengan persetujuan dari Bapak Presiden, itu akan dirumuskan dalam bentuk satu Peraturan Pemerintah karena bisa melingkupi semua instansi, kementerian, lembaga yang diatur oleh Peraturan Pemerintah,” ujar Yusril dalam konferensi pers di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).
    Yusril menambahkan, rincian mengenai jumlah kementerian/lembaga yang dapat diduduki anggota Polri akan dibahas lebih lanjut.
    Ia juga memastikan Kementerian PAN-RB dan Kementerian Sekretariat Negara telah menyiapkan draf awal RPP, yang akan dikoordinasikan bersama Kemenko Bidang Hukum dan Kementerian Hukum.

    Insya Allah
    akan digodok dan Kementerian PAN-RB dan Kementerian Sekretariat Negara juga sudah mempersiapkan draf awal dari RPP ini yang akan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, dan juga oleh Kementerian Hukum,” tutup Yusril.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemerintah Siapkan PP, Bakal Izinkan Polisi Menjabat di Luar Polri?

    Pemerintah Siapkan PP, Bakal Izinkan Polisi Menjabat di Luar Polri?

    Pemerintah Siapkan PP, Bakal Izinkan Polisi Menjabat di Luar Polri?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pemerintah menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk menyelesaikan polemik Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang mebuka ruang bagi anggota Polri menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga negara.
    Pembahasan RPP ini diputuskan setelah pemerintah bersama Komite Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia menggelar rapat tingkat menteri.
    “Dan kita sampai pada kesepakatan bahwa kita akan segera menyusun
    Rancangan Peraturan Pemerintah
    (RPP),” kata Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan,
    Yusril Ihza Mahendra
    , dalam konferensi pers di Balai Kartini, Jakarta Pusat, Sabtu (20/12/2025).
    Rancangan PP itu nantinya akan membahas peluang polisi aktif untuk menjabat dalam kementerian/lembaga di luar Polri.
    Namun, rinciannya akan dibahas lebih lanjut.
    Yusril belum bisa memastikan apakah isi Perpol 10/2025 mengenai 17 kementerian/lembaga akan dimuat sama dalam PP.
    “Ya, apakah 17 itu akan masuk atau tidak dalam PP, itu nanti akan kami diskusikan bersama-sama,” tutur dia.
    Yusril menuturkan, isi rancangan PP akan merujuk ke Perpol 10/2025, tetapi pemerintah juga akan meminta masukan dari para tokoh, termasuk Komite Percepatan Reformasi Polri.
    “Tentu itu menjadi referensi kami, di samping juga masukan-masukan yang dilakukan oleh para tokoh dan juga masukan-masukan dari komisi percepatan reformasi Polri,” lanjutnya.
    Yusril menambahkan, draf PP ini sedang dipersiapkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) serta Kementerian Sekretariat Negara.
    Penyusunan RPP ini akan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
    “Akan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan, dan juga oleh Kementerian Hukum. Kebetulan Wamenkum, Pak Eddy, hadir hari ini,” ucapnya.
    Yusril menargetkan PP ini segera selesai, yaitu pada akhir Januari 2026.
    “Targetnya kapan akan selesai? Ya secepatnya. Mudah-mudahan bisa selesai akhir bulan Januari, paling lambat sudah keluar PP-nya,” kata Yusril.
    Rapat yang digelar Yusril mengenai PP ini dihadiri Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djamari Chaniago, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, serta Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD.
    Diketahui, Perpol Nomor 10 Tahun 2025 menjadi polemik karena membuka ruang bagi anggota Polri menduduki jabatan di 17 kementerian dan lembaga negara.
    Kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang melarang polisi aktif menduduki jabatan di luar struktur kepolisian.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polemik Perpol 10/2025: Jimly Terkejut, Menkum Minta Tidak Diperdebatkan

    Polemik Perpol 10/2025: Jimly Terkejut, Menkum Minta Tidak Diperdebatkan

    Polemik Perpol 10/2025: Jimly Terkejut, Menkum Minta Tidak Diperdebatkan
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Terbitnya Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 diperdebatkan, karena peraturan itu mengatur soal anggota polisi aktif boleh menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga.
    Polemik terkait
    Perpol 10/2025
    semakin menjadi diskursus, karena beberapa waktu sebelumnya Mahkamah Konstitusi (
    MK
    ) mengeluarkan Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
    Putusan tersebut diketahui memutuskan bahwa anggota Polri harus mengundurkan diri atau mengajukan pensiun dari dinas kepolisian jika akan menduduki jabatan sipil.
    Ketua
    Komisi Percepatan Reformasi Polri

    Jimly Asshiddiqie
    hingga Menteri Hukum (
    Menkum
    )
    Supratman Andi Agtas
    pun sudah buka suara soal Perpol 10/2025.
    Bagaimana sikap ketiganya terkait Perpol tersebut? Berikut rangkumannya dari Kompas.com:
    Jimly yang merupakan Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri mengaku terkejut dengan terbitnya Perpol 10/2025.
    Saking terkejutnya dengan terbitnya Perpol tersebut, Jimly sampai menghubungi anggota
    Komisi Reformasi Polri
    yang juga mantan Wakapolri Jenderal (purn) Ahmad Dofiri.
    “Kami lagi rapat bertiga malam-malam terus saya pulang ke rumah saya dikasih WA ada Perpol baru, saya forward ke Pak Ahmad Dofiri dia juga kaget, jadi kita enggak tahu. Kami tidak tahu. Kami tidak diberitahu sebelumnya,” kata Jimly saat ditemui di Posko Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jakarta Selatan, Kamis (18/12/2025).
    Jimly menjelaskan, kehadiran Komisi Percepatan Reformasi Polri bukan untuk dipertentangkan, melainkan bentuk sinergi dengan internal kepolisian.
    Oleh karena itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga tergabung dalam komisi bentukan Presiden Prabowo Subianto itu.
    “Sejak awal saya sudah mengatakan jangan dipertentangkan dengan komisi internal, itu sebabnya Kapolri langsung menjadi anggota komisi ini,” ujar Jimly.
    Ke depan, ia berharap adanya komunikasi dan koordinasi terkait penerbitan peraturan hingga kebijakan strategis di lingkungan Polri.
    “Kalau ada kebijakan-kebijakan baru, ya kita harus diberitahu sebelumnya, ya mudah-mudahan kejadian kemarin tidak terjadi lagi,” jelas eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
    KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie ditemui di Posko Komisi Reformasi, Jakarta Selatan, Kamis (18/12/2025).
    Sementara itu pada Rabu (17/12/2025), Jimly mengaku melihat adanya kesalahan dalam bagian “menimbang dan mengingat” di Perpol 20/2025.
    Dalam bagian “menimbang dan mengingat” Perpol itu, tidak ada Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
    “(Bagian) Menimbangnya itu, tidak ada sama sekali menyebut putusan MK. (Bagian) Mengingatnya pun tidak sama sekali menyebut putusan MK,” ujar Jimly di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (17/12/2025), dikutip dari Kompas TV.
    “Artinya yang dijadikan rujukan Perpol itu adalah undang-undang yang belum mengalami perubahan dengan putusan MK. Maka ada orang menuduh ‘Ohh ini bertentangan dengan putusan MK’ ya eksplisit memang begitu, mengingatnya enggak ada, artinya putusan MK yang mengubah undang-undang enggak dijadikan rujukan,” sambungnya menegaskan.
    Jimly juga menjelaskan, Perpol itu menurut pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan hanya bisa mengatur hal-hal yang bersifat internal di kepolisian.
    “Kalau ada masalah yang ada irisannya itu berhubungan antara instansi, enggak bisa diatur sendiri secara internal,” ujar Jimly.
    Adapun Menkum Supratman Andi Agtas menilai perbedaan pandangan terkait Perpol 10/2025 dengan putusan MK sebagai hal yang wajar dan tidak perlu diperdebatkan.
    Ia menjelaskan, setiap pihak memiliki cara pandang serta penafsiran masing-masing terhadap putusan MK.
    Politikus Partai Gerindra itu menilai, dinamika perbedaan pendapat semacam ini merupakan sesuatu yang lumrah dalam praktik demokrasi.
    “Bahwa ada dinamika yang berkembang terkait dengan perbedaan cara memandang putusan MK, itu biasa-biasa saja, enggak usah diperdebatkan,” ujar Supratman dalam konferensi pers penutupan rapat koordinasi Kementerian Hukum di Jakarta, Kamis (18/12/2025).
    Kendati demikian, Supratman menegaskan bahwa pemerintah tetap konsisten menghormati dan melaksanakan setiap putusan MK.
    Ia menilai, sejauh ini tidak ada persoalan dalam hubungan pemerintah dengan lembaga peradilan konstitusi tersebut.
    “Kan pemerintah selama ini tidak ada masalah dengan putusan MK. Tetap ikut, kan?” ujar Supratman.
    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas dalam konferensi pers penutupan rapat koordinasi Kemenkum, Jakarta, Kamis (18/12/2025).
    Diketahui, anggota Polri aktif kini resmi dapat menduduki jabatan sipil di 17 kementerian dan lembaga pemerintah.
    Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri.
    Berdasarkan salinan aturan yang dilihat Kompas.com dari situs peraturan.go.id, Kamis (11/12/2025), daftar kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh personel Polri diatur dalam Pasal 3 Ayat (2) Perpol tersebut.

    Pelaksanaan Tugas Anggota Polri pada kementerian/lembaga/badan/komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan
    ,” bunyi pasal tersebut.
    Berikut 17 kementerian/lembaga yang bisa diisi polisi aktif:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jimly Sebut Penempatan Polisi di Kementerian Seharusnya Diatur di PP, Bukan Perpol

    Jimly Sebut Penempatan Polisi di Kementerian Seharusnya Diatur di PP, Bukan Perpol

    Jimly Sebut Penempatan Polisi di Kementerian Seharusnya Diatur di PP, Bukan Perpol
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie buka suara soal Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang membolehkan polisi aktif menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga.
    Menurutnya, aturan tersebut seharusnya diatur lewat Peraturan Pemerintah (PP), bukan peraturan
    Polri
    ,
    “Soal penempatan anggota Polri di berbagai, yang jadi isu sekarang ini. Itu mudah itu, bikin PP yang mengintegrasikan dan mengharmoniskan implementasi Undang-Undang ASN, Undang-Undang Polri, lalu ada undang-undang yang saling kait-berkait,” ujar Jimly di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (17/12/2025), dikutip dari
    Kompas TV
    .
    Menurutnya, anggota Polri dapat ditempatkan di kementerian/lembaga yang memiliki Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum), seperti Kementerian Kehutanan (Kemenhut) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
    Jika PP tersebut ada, barulah pihak kementerian/lembaga terkait bisa menyurati Kapolri untuk permintaan anggota Polri untuk menempati posisi kementerian/lembaganya.
    “Lalu pas nyari orangnya, menterinya itu kirim surat kepada Kapolri ‘tolong dong pejabat eselon III, eselon I, kalau bisa bintang 2, bintang 3’. Jadi diminta dari luar,” ujar Jimly.
    “Nah ini harus diatur di PP, tidak bisa diatur di internal Perpol,” sambungnya menegaskan.
    Jimly menjelaskan, Perpol itu menurut pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan hanya bisa mengatur hal-hal yang bersifat internal di kepolisian.
    “Kalau ada masalah yang ada irisannya itu berhubungan antara instansi, enggak bisa diatur sendiri secara internal,” ujar Jimly.
    Dalam kesempatan berbeda, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut,
    Perpol 10/2025
    akan ditingkatkan menjadi Peraturan Pemerintah (PP).
    “Perpol ini tentunya nanti akan ditingkatkan menjadi PP,” ujar Sigit di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).
    Setelah itu, Sigit mengungkap bahwa ada kemungkinan aturan tersebut akan dimasukkan ke revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
    “Kemudian kemungkinan akan dimasukkan dalam revisi undang-undang,” ujar Sigit.
    KOMPAS.com/Rahel Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Kompleks Istana, Jakarta, Senin (15/12/2025).
    Perpol 10/2025, kata Sigit, merupakan bentuk penghormatan Polri terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
    Putusan tersebut diketahui memutuskan bahwa anggota Polri harus mengundurkan diri atau mengajukan pensiun dari dinas kepolisian jika akan menduduki jabatan sipil.
    Setelah adanya putusan MK itu, Polri berkonsultasi dengan kementerian/lembaga sebelum terbitnya Perpol 10/2025.
    “Jadi Perpol yang dibuat oleh Polri, tentunya dilakukan dalam rangka menghormati dan menindaklanjuti putusan MK,” ujar Sigit.
    Diketahui, anggota Polri aktif kini resmi dapat menduduki jabatan sipil di 17 kementerian dan lembaga pemerintah.
    Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri.
    Berdasarkan salinan aturan yang dilihat Kompas.com dari situs peraturan.go.id, Kamis (11/12/2025), daftar kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh personel Polri diatur dalam Pasal 3 Ayat (2) Perpol tersebut.

    Pelaksanaan Tugas Anggota Polri pada kementerian/lembaga/badan/komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan,
    ” bunyi pasal tersebut.
    Berikut 17 kementerian/lembaga yang bisa diisi polisi aktif:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jimly Sebut Penempatan Polisi di Kementerian Seharusnya Diatur di PP, Bukan Perpol

    4 Ketua Komisi Reformasi Polri Ungkap 3 Pihak yang Bisa Batalkan Perpol 10/2025 Nasional

    Ketua Komisi Reformasi Polri Ungkap 3 Pihak yang Bisa Batalkan Perpol 10/2025
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie menyebut bahwa Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 hanya bisa dibatalkan oleh tiga pihak.
    Diketahui,
    Perpol 10/2025
    mengatur soal anggota polisi aktif boleh menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga.
    Adapun pihak pertama yang bisa membatalkan Perpol 20/2025 adalah Polri itu sendiri.
    “Kan bisa Polri itu melihat evaluasi, ya udah dicabut sama dia, boleh, misal gitu, iya kan. Tapi ini kan tidak bisa dipaksa, orang dia yang udah neken,” ujar Jimly di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (17/12/2025), dikutip dari
    Kompas TV
    .
    Pihak kedua yang bisa membatalkan Perpol 10/2025 adalah Mahkamah Agung (MA). Jimly menjelaskan, MA memiliki kewenangan
    judicial review
    .
    “Menguji peraturan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Kalau ada yang mengatakan ‘Ini Perpol bertentangan dengan undang-undang’ ehh bawa ke Mahkamah Agung aja,” ujar Jimly.
    Menurut Jimly, ada kesalahan dalam Perpol tersebut di bagian menimbang dan mengingat. Sebab dalam bagian menimbang dan mengingat Perpol itu, tidak ada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
    “(Bagian) Menimbangnya itu, tidak ada sama sekali menyebut putusan MK. (Bagian) Mengingatnya pun tidak sama sekali menyebut putusan MK,” ujar Jimly.
    “Artinya yang dijadikan rujukan Perpol itu adalah undang-undang yang belum mengalami perubahan dengan putusan MK. Maka ada orang menuduh ‘Ohh ini bertentangan dengan putusan MK’ ya eksplisit memang begitu, mengingatnya enggak ada, artinya putusan MK yang mengubah undang-undang enggak dijadikan rujukan,” sambungnya menegaskan.
    Sedangkan pihak terakhir yang bisa membatalkan Perpol yang mengatur polisi bisa menjabat di 17 kementerian/lembaga adalah Presiden.
    “Presiden, pejabat atasan punya kewenangan menerbitkan perpres (peraturan presiden) atau PP (peraturan pemerintah), yang PP itu misalnya itu mengubah materi aturan yang ada di perpol, itu boleh. Nah itu lebih praktis,” kata Jimly.
    Diketahui, anggota Polri aktif kini resmi dapat menduduki jabatan sipil di 17 kementerian dan lembaga pemerintah.
    Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri.
    Berdasarkan salinan aturan yang dilihat Kompas.com dari situs peraturan.go.id, Kamis (11/12/2025), daftar kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh personel Polri diatur dalam Pasal 3 Ayat (2) Perpol tersebut.

    Pelaksanaan Tugas Anggota Polri pada kementerian/lembaga/badan/komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan,
    ” bunyi pasal tersebut.
    Berikut 17 kementerian/lembaga yang bisa diisi polisi aktif:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jimly Sebut Penempatan Polisi di Kementerian Seharusnya Diatur di PP, Bukan Perpol

    Jimly Tunjuk Kesalahan Perpol 10/2025: Tak Menyebut Putusan MK

    Jimly Tunjuk Kesalahan Perpol 10/2025: Tak Menyebut Putusan MK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menunjuk kesalahan yang ada dalam Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang mengatur jabatan polisi aktif di 17 kementerian/lembaga.
    “Bawa ke Mahkamah Agung aja. Mau nyari kesalahannya, gampang,” kata Jimly di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (17/12/2025).
    Jimly mempersilakan publik yang tidak setuju dengan Perpol itu untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA), karena ada kesalahan dalam Perpol itu yang sudah terlihat oleh Jimly.
    Kesalahan ada pada bagian menimbang dan mengingat di Perpol itu. Tidak ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) di situ.
    “Apa contohnya? Lihat pertimbangan menimbang dan mengingatnya, itu ada yang tidak tepat,” ujar Jimly.
    “(Bagian) Menimbangnya itu, tidak ada sama sekali menyebut putusan MK. (Bagian) Mengingatnya pun tidak sama sekali menyebut putusan MK,” lanjutnya.
    Sebagaimana diketahui, ada putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang melarang anggota polisi aktif menduduki jabatan di luar institusi
    Polri
    , dibacakan MK pada 13 November 2025.
    Bukan putusan MK terbaru itu yang dijadikan rujukan oleh Perpol tersebut melainkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
    “Artinya, yang dijadikan rujukan Perpol itu adalah undang-undang yang belum mengalami perubahan dengan putusan MK,” kata Jimly.
    Mantan Ketua MK ini setuju dengan penilaian bahwa Perpol itu bertentangan dengan putusan MK.
    “Ya eksplisit memang begitu, mengingatnya enggak ada. Artinya putusan MK yang mengubah undang-undang enggak dijadikan rujukan,” kata Jimly.
    Solusi dari kontroversi Perpol ini, menurut Jimly, yakni Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencabut Perpol yang sudah dia teken sendiri.
    Namun, langkah yang lebih realistis menurutnya adalah menggugat ke MA.
    “Atau, nah ini pejabat “ketiga” yang boleh. Yaitu Presiden. Pejabat atasan punya kewenangan menerbitkan Perpres atau PP yang PP itu misalnya mengubah aturan materi yang ada di Perpol. Nah itu boleh, itu lebih praktis,” kata dia.
    Profesor dan guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia (UI) ini menyatakan saat ini sebaiknya publik menerima saja Perpol yang punya kelemahan tersebut untuk sementara waktu.

    Praesumptio iustae causa
    (asas praduga sah).
    Presumption of legality
    dari peraturan perundang-undangan. Terlepas dia keliru menurut kita, tapi sebagai negara hukum ya sudah kita taati saja,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi Reformasi Polri Akan Bahas Aturan Baru Kapolri Bolehkan Polisi Aktif Menjabat di 17 Kementerian

    Komisi Reformasi Polri Akan Bahas Aturan Baru Kapolri Bolehkan Polisi Aktif Menjabat di 17 Kementerian

    Liputan6.com, Jakarta – Komisi Percepatan Reformasi Polri akan membahas polemik Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Polisi aktif pun dapat menjabat di 17 Kementerian/Lembaga.

    “Akan ada kelanjutan rapat dari Komisi Percepatan Reformasi Polri di Gedung Sekretariat Negara di Jalan Veteran mengenai hal ini,” tutur Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Rabu (17/12/2025), dikutip dari Antara.

    Nantinya, dalam rapat tersebut akan dibahas berbagai masukan yang telah diterima Komisi Percepatan Reformasi Polri, khususnya mengenai terbitnya Perpol Nomor 10 Tahun 2025 yang menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

    Yusril mengaku telah mendengar pendapat dari jajaran Komisi Percepatan Reformasi Polri, seperti Mahfud MD dan Jimly Asshiddiqie perihal Perpol tersebut. Hanya saja, dia belum dapat memberikan tanggapan lantaran dirinya merupakan anggota komisi yang berada dalam pemerintahan.

    “Tentu membutuhkan satu koordinasi untuk membahas masalah ini dengan sebaik-baiknya,” jelas dia.

    Selain itu, pihaknya juga masih berkoordinasi dengan Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Hukum, serta Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, sebelum memberikan pandangan mengenai Perpol Nomor 10 Tahun 2025. 

     

     

    Lama dinanti, Presiden Prabowo Subianto akhirnya melantik 10 anggota Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian (KPRK).

  • 2
                    
                        Jimly Jelaskan Ide Kapolri Dipilih Presiden: Agar Tak Terpengaruh Politik
                        Nasional

    2 Jimly Jelaskan Ide Kapolri Dipilih Presiden: Agar Tak Terpengaruh Politik Nasional

    Jimly Jelaskan Ide Kapolri Dipilih Presiden: Agar Tak Terpengaruh Politik
    Tim Redaksi
    J
    AKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menyatakan ada kemungkinan Presiden bisa memilih langsung Kapolri tanpa melalui proses politik di DPR agar Kapolri tidak sibuk membalas jasa ke DPR.
    “Saya rasa salah satu yang saudara tanya itu kemungkinan, walaupun belum kami buat keputusan resmi, tapi kira-kira ada kemungkinan ke arah itu (
    Presiden
    pilih langsung Kapolri),” ujar Jimly di Gedung Kemensetneg, Jakarta Pusat, Rabu (10/12/2025).
    Apalagi, usulan agar
    Kapolri
    ditunjuk Presiden sudah banyak bergulir dalam rapat Komisi Percepatan
    Reformasi Polri
    bersama unsur eksternal, termasuk oleh para mantan Kapolri.
    Jimly menyampaikan bahwa usulan Presiden bisa langsung menunjuk Kapolri memang mendapat perhatian dari semua kalangan.
    Dengan demikian, dia menekankan, Komisi Percepatan Reformasi Polri akan mengusulkan agar aturan baru tersebut diatur.
    “Tadi kami terperanjat, saya sendiri terperanjat. Karena apa? Karena ini mantan-mantan polisi yang senior-senior, pikirannya kok sama gitu lho, masukan-masukan yang diberikan dari kalangan masyarakat,” jelasnya.
    “Termasuk isu polisi jangan sampai ke depan itu banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik dan juga kepentingan ekonomi. Supaya dia betul-betul menjadi aparatur untuk kepentingan rakyat. Jadi antara negara dengan masyarakat, bisnis, politik, betul-betul polisi itu garda terdepan untuk hidup damai, aman, damai, dan adil. Jadi dia keamanan, dia juga pintu untuk penegak keadilan,” imbuh Jimly.
    Sebelumnya, mantan Kapolri Jenderal (Purn) Da’i Bachtiar mengusulkan agar Presiden bisa langsung memilih Kapolri sendiri tanpa melalui proses politik di DPR.
    Da’i menyebut, Pusat Purnawirawan (PP) Polri telah membahas perubahan aturan tersebut dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri.
    Hal tersebut Da’i sampaikan usai PP Polri bertemu dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri di Gedung Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Jakarta Pusat, Rabu (10/12/2025).
    “Yang tadi disinggung adalah bahwa pemilihan Kapolri itu kan Presiden toh, hak prerogatifnya Presiden. Tetapi, Presiden harus mengirimkan ke DPR untuk minta persetujuan. Nah, ini juga jadi pertanyaan. Apakah masih perlu aturan itu?” ujar Da’i.
    “Tidakkah sepenuhnya kewenangan prerogatif dari seorang Presiden memilih calon Kapolri dari persyaratan yang dipenuhi dari Polri itu sendiri? Tidak perlu membawa kepada forum politik gitu, melalui DPR,” sambungnya.

    Da’i khawatir, jika dipilih melalui DPR, Kapolri yang terpilih bakal memikul beban balas jasa.
    Sebab, selama ini, calon Kapolri yang dipilih Presiden harus melalui fit and proper test di DPR dulu.
    Jika disetujui, barulah nama calon Kapolri dikembalikan ke Presiden.
    “Sebab apa? Ini dikhawatirkan ada beban-beban yang dihadapi oleh si Kapolri ini setelah milih, karena mungkin ada balas jasa dan sebagainya di forum persetujuan itu. Walaupun tujuannya baik ya, kontrol kepada kekuasaan prerogatif dari Presiden,” jelas Da’i.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PBNU Kubu Gus Yahya Gelar Pleno Besok, Undang Keponakan Ma”ruf Amin Bukan Sebagai Pj Ketum

    PBNU Kubu Gus Yahya Gelar Pleno Besok, Undang Keponakan Ma”ruf Amin Bukan Sebagai Pj Ketum

    PBNU Kubu Gus Yahya Gelar Pleno Besok, Undang Keponakan Maruf Amin Bukan Sebagai Pj Ketum
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan, pihaknya akan menggelar rapat pleno di Plaza PBNU, Jakarta Pusat, pada Kamis (11/12/2025).
    Gus Yahya
    akan mengundang Pj Ketua Umum
    PBNU

    Zulfa Mustofa
    yang mengaku ingin bertemu.
    Adapun keponakan Wapres ke-13 RI Ma’ruf Amin tersebut baru saja ditetapkan sebagai
    Pj Ketum PBNU
    via rapat pleno tadi malam.
    “Ya boleh saja. Saya ndak tahu, besok kami undang kok. Besok kami undang,” kata Yahya, di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Rabu (10/12/2025).
    Hanya saja, Gus Yahya menekankan, undangan kepada Zulfa ditujukan bukan sebagai Pj Ketua Umum PBNU, melainkan sebagai Wakil Ketua Umum PBNU.
    Ia menegaskan penunjukan keponakan Zulfa Mustofa sebagai Pj Ketum PBNU tidak sah.
    Menurut dia, rapat pleno yang digelar untuk menetapkan posisi Zulfa Mustofa tadi malam tidak sesuai mekanisme.
    “Ya tidak akan kita bahas panjang-panjang juga ya. Karena sebetulnya secara aturan ya tidak bisa dianggap ada, karena memang pertama itu dinyatakan sebagai kelanjutan dari sesuatu yang tidak konstitusional, yang tidak sah, makanya dia menjadi tidak sah dan juga prosedur serta mekanismenya juga tidak sesuai dengan tatanan yang ada,” kata dia.
    Diberitakan sebelumnya,
    rapat pleno PBNU
    di Hotel Sultan, pada Selasa (9/12/2025), resmi menetapkan KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat (Pj) Ketua Umum PBNU.
    Dalam struktur sebelumnya, keponakan Wakil Presiden ke-13 RI Ma’ruf Amin itu menjabat Wakil Ketua Umum Tanfidziyah PBNU.
    “Penetapan Penjabat (Pj) Ketua Umum PBNU masa bakti sisa sekarang ini yang mulia Bapak KH Zulfa Mustofa,” ujar M Nuh, selaku pimpinan rapat pleno.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PBNU Kubu Gus Yahya Gelar Pleno Besok, Undang Keponakan Ma”ruf Amin Bukan Sebagai Pj Ketum

    3 Gus Yahya Gelar Pleno Besok, Undang Keponakan Ma'ruf Amin Bukan Sebagai Pj Ketum Nasional

    Gus Yahya Gelar Pleno Besok, Undang Keponakan Maruf Amin Bukan Sebagai Pj Ketum
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan, pihaknya akan menggelar rapat pleno di Plaza PBNU, Jakarta Pusat, pada Kamis (11/12/2025).
    Gus Yahya
    akan mengundang Pj Ketua Umum
    PBNU

    Zulfa Mustofa
    yang mengaku ingin bertemu.
    Adapun keponakan Wapres ke-13 RI Ma’ruf Amin tersebut baru saja ditetapkan sebagai
    Pj Ketum PBNU
    via rapat pleno tadi malam.
    “Ya boleh saja. Saya ndak tahu, besok kami undang kok. Besok kami undang,” kata Yahya, di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Rabu (10/12/2025).
    Hanya saja, Gus Yahya menekankan, undangan kepada Zulfa ditujukan bukan sebagai Pj Ketua Umum PBNU, melainkan sebagai Wakil Ketua Umum PBNU.
    Ia menegaskan penunjukan keponakan Zulfa Mustofa sebagai Pj Ketum PBNU tidak sah.
    Menurut dia, rapat pleno yang digelar untuk menetapkan posisi Zulfa Mustofa tadi malam tidak sesuai mekanisme.
    “Ya tidak akan kita bahas panjang-panjang juga ya. Karena sebetulnya secara aturan ya tidak bisa dianggap ada, karena memang pertama itu dinyatakan sebagai kelanjutan dari sesuatu yang tidak konstitusional, yang tidak sah, makanya dia menjadi tidak sah dan juga prosedur serta mekanismenya juga tidak sesuai dengan tatanan yang ada,” kata dia.
    Diberitakan sebelumnya,
    rapat pleno PBNU
    di Hotel Sultan, pada Selasa (9/12/2025), resmi menetapkan KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat (Pj) Ketua Umum PBNU.
    Dalam struktur sebelumnya, keponakan Wakil Presiden ke-13 RI Ma’ruf Amin itu menjabat Wakil Ketua Umum Tanfidziyah PBNU.
    “Penetapan Penjabat (Pj) Ketua Umum PBNU masa bakti sisa sekarang ini yang mulia Bapak KH Zulfa Mustofa,” ujar M Nuh, selaku pimpinan rapat pleno.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.