Kementrian Lembaga: Kementerian Perhubungan

  • 8
                    
                        Transjakarta hingga MRT Siap-siap Kebanjiran Penumpang
                        Megapolitan

    8 Transjakarta hingga MRT Siap-siap Kebanjiran Penumpang Megapolitan

    Transjakarta hingga MRT Siap-siap Kebanjiran Penumpang
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
     – Rencana pemerintah menaikkan tarif ojek online (
    ojol
    ) sebesar 8 hingga 15 persen berpotensi mendorong pergeseran besar-besaran pola mobilitas warga, khususnya di ibu kota.
    Warga mulai melirik moda
    transportasi umum
    seperti
    Transjakarta
    dan MRT sebagai alternatif yang lebih terjangkau.
    Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa pengkajian soal kenaikan tarif ojol telah selesai dilakukan dan kini memasuki tahap diskusi dengan para aplikator.
    Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan, menyampaikan bahwa besaran tarif nantinya akan disesuaikan dengan tiga zona yang telah ditentukan.
    “Kami sudah melakukan pengkajian, sudah final untuk perubahan tarif. Terutama roda dua, itu ada beberapa kenaikan,” ujar Aan dalam rapat bersama Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/6/2025).
    “Bervariasi kenaikan tersebut, ada 15 persen, ada 8 persen, tergantung dari zona yang kita tentukan. Ada tiga zona, zona I, zona II, dan zona III,” sambungnya.
    Meskipun belum diberlakukan secara resmi, kabar kenaikan tarif ini langsung mengundang respons dari masyarakat pengguna ojol harian.
    Banyak dari mereka yang mulai mempertimbangkan untuk beralih ke transportasi umum demi menekan pengeluaran.
    Fani (25), karyawan swasta asal Jakarta Utara, termasuk salah satunya.
    “Saya beralih ke alternatif lain pasti, seperti MRT dan juga Transjakarta,” katanya saat ditemui
    Kompas.com
    , Selasa (1/7/2025).
    Fani mengaku, dengan tarif ojol saat ini saja ia sudah menghabiskan sekitar Rp 40.000 per hari untuk pergi dan pulang kerja.
    Jika tarif naik, pengeluarannya bisa membengkak hingga Rp 50.000 per hari.
    “Kenaikan tersebut mempengaruhi pengeluaran sehari-hari untuk moda transportasi bekerja,” ungkapnya.
    Fani juga membandingkan ongkos ojol dengan tarif Transjakarta.
    Dari tempat tinggalnya di kawasan Karet, Benhil menuju Sudirman, ia biasa membayar Rp 20.000 dengan ojol. Namun jika menggunakan Transjakarta, ia hanya dikenai Rp 3.500.
    Kalaupun harus menambah perjalanan dengan ojol ke halte atau ke rumah, totalnya tetap lebih hemat.
    “Saya kalau naik TJ hanya Rp 3.500, ditambah naik ojol sampai rumah Rp 7.000,” ujarnya.
    Kendati demikian, Fani mengaku selama ini tetap mengandalkan ojol karena halte Transjakarta jauh dari rumah dan tempat kerjanya.
    “Soalnya haltenya jauh, tidak terjangkau kalau jalan kaki. Tetapi kalau naik ojol kan sampai depan rumah,” imbuhnya.
    Sikap serupa diungkapkan oleh Hukmana (30), warga lainnya yang juga mempertimbangkan untuk meninggalkan ojol demi Transjakarta atau MRT.
    “Sudah bagus naik Transjakarta dan MRT murah. Ini malah ojol naik 15 persen. Jadi sama saja bohong,” keluhnya.
    Menurut perhitungan Hukmana, dengan kombinasi Transjakarta dan MRT, ia hanya perlu mengeluarkan biaya Rp 25.000 per hari untuk perjalanan pulang-pergi ke kantornya.
    “Kalau naik Busway sekalian MRT, sehari Rp 25.000, itu sudah pulang pergi,” ujarnya.
    Bila rencana ini benar-benar diterapkan, bukan tidak mungkin operator transportasi umum seperti Transjakarta, MRT, dan LRT diperkirakan akan mengalami lonjakan penumpang dalam waktu dekat.
    Sebaliknya, para pengemudi ojol mungkin akan menghadapi penurunan permintaan, kecuali jika aplikator dan pemerintah mampu menjelaskan urgensi kebijakan ini secara komprehensif kepada publik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rencana Tarif Ojol Naik 8-15 Persen yang Tak Dikomunikasikan ke DPR

    Rencana Tarif Ojol Naik 8-15 Persen yang Tak Dikomunikasikan ke DPR

    Rencana Tarif Ojol Naik 8-15 Persen yang Tak Dikomunikasikan ke DPR
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Perhubungan (
    Kemenhub
    ) mengungkapkan bahwa tarif ojek online (
    ojol
    ) akan dinaikkan secara zonasi dengan kisaran 8 hingga 15 persen.
    Namun, langkah Kemenhub tersebut langsung disorot oleh
    Komisi V
    DPR yang mengaku kaget dengan rencana kenaikan
    tarif ojol
    hingga 15 persen.
    Wakil Ketua Komisi V Syaiful Huda mengungkap, pihaknya belum pernah diajak berkomunikasi atau dilibatkan dalam pembahasan mengenai wacana tersebut.
    “Terus terang kami di Komisi V DPR RI belum pernah diajak komunikasi oleh Kementerian Perhubungan tentang rencana kenaikan transportasi online di Indonesia,” ujar Huda, kepada Kompas.com, Selasa (1/7/2025).
    “Jadi, kami agak kaget mendengar pernyataan dari Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan yang menyatakan jika kajian kenaikan tarif transportasi online sudah hampir final,” sambungnya.
    Ia menegaskan, kenaikan tarif ojol akan bersinggungan dengan kehidupan banyak orang. Pasalnya, pengguna transportasi online di Indonesia disebut mencapai 147 juta jiwa per Mei 2025.
    Oleh karena itu, butuh kajian dan simulasi yang matang terlebih dahulu sebelum mengimplementasikan kebijakan tarif itu.
    “Jumlah yang cukup besar. Maka menurut kami perlu kajian matang dan mendalam dari berbagai kalangan sebelum keputusan kenaikan tarif transportasi online benar-benar direalisasikan,” ujar Huda.
    Kenaikan tarif disebutnya dapat meningkatkan kesejahteraan pengemudi ojol, tetapi akan berdampak terhadap penggunanya.
    Jika tarif terlalu tinggi, pengguna bisa kembali ke kendaraan pribadi, yang justru berpotensi memperburuk kemacetan dan menurunkan pendapatan driver.
    “Ini tentu menjadi simalakama bagi kita semua mengingat sektor transportasi online menjadi bantalan atas rendahnya peluang kerja di tanah air akhir-akhir ini,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
    Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan mengungkapkan, tarif ojol akan dinaikkan secara zonasi dengan kisaran 8 hingga 15 persen.
    Pembagian zona yang dimaksud meliputi:
    Tarif saat ini masih mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 564/2022, yaitu:
    Aan menyatakan, kenaikan tarif ojol tersebut sedang dalam tahap finalisasi dan waktu implementasi akan ditentukan setelah diskusi dengan para
    aplikator
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemenhub Masih Kaji Usul Kenaikan Tarif Ojol-Diskon Potongan Aplikator

    Kemenhub Masih Kaji Usul Kenaikan Tarif Ojol-Diskon Potongan Aplikator

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan masih mengkaji usulan kenaikan tarif ojek online (ojol) dan pengurangan potongan aplikator. Disebutkan, rencana kenaikan tarif ojek online belum merupakan keputusan final. 

    Pengkajian, pembahasan, dan pendalaman terhadap berbagai masukan dari para pemangku kepentingan terkait kenaikan ini masih dilakukan. 

    “Rencana kenaikan tarif ojek online masih dalam proses pengkajian. Ini bukan keputusan yang sudah ditetapkan. Kami masih akan berdiskusi lebih lanjut dengan para aplikator dan perwakilan asosiasi driver ojek online,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan dalam keterangan resmi, Selasa (1/7/2025).

    “Setiap kebijakan pemerintah yang berdampak langsung kepada masyarakat luas, terutama terkait tarif transportasi, harus melalui proses dialog dan pertimbangan yang matang. Oleh karena itu, Kemenhub akan membuka ruang komunikasi secara intensif dengan para pihak terkait,” tegasnya.

    Pemerintah, katanya, ingin menjaga keseimbangan antara kepentingan pengemudi, aplikator, dan kemampuan bayar masyarakat sebagai pengguna.

    “Pemerintah memastikan setiap perubahan tarif harus didasari kajian menyeluruh agar tidak menimbulkan dampak negatif, baik secara sosial maupun ekonomi,” ujarnya.

    “Kemenhub berkomitmen untuk memastikan kebijakan yang diambil akan bersifat adil, transparan, dan berkelanjutan serta mengedepankan dialog dan keterbukaan dengan semua pemangku kepentingan,” sambungnya.

    Lebih lanjut, dia berharap dengan pendekatan yang adil dan transparan, keputusan terkait tarif ojek online akan dapat diterima oleh semua pihak dan membawa manfaat yang optimal bagi ekosistem transportasi daring di Indonesia.

    “Prinsip kami adalah mencari titik temu yang terbaik, yang tidak hanya memastikan keberlangsungan ekosistem ojek online tetapi juga menjaga kesejahteraan pengemudi dan keterjangkauan layanan bagi masyarakat,” ucap Aan.

    Ditjen Perhubungan Darat juga masih mengkaji aspirasi mitra pengemudi terkait usulan pembatasan potongan biaya aplikasi sebesar maksimal 10 persen.

    “Hingga saat ini, belum ada keputusan kebijakan yang bersifat final,” katanya.

    “Hal ini harus dipertimbangkan dengan matang karena tentu akan berdampak pada seluruh bagian dari ekosistem. Saat ini, ada lebih dari 1 juta mitra pengemudi serta lebih dari 20 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang juga tergabung. Semua aspek ini harus dikaji secara menyeluruh,” ujarnya.

    Kemenhub, sambung dia, berencana menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk mitra pengemudi, perusahaan aplikator, dan DPR RI. Pertemuan ini dimaksudkan untuk merumuskan solusi terbaik terhadap berbagai isu dalam sistem transportasi berbasis aplikasi.

    “Ke depan, Ditjen Perhubungan Darat bersama para pemangku kepentingan juga akan memprioritaskan penyusunan regulasi yang lebih rinci terkait ekosistem transportasi online,” pungkasnya.

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pungli Bebani 15-20% Ongkos Angkut Logistik di Indonesia, Harus Masuk dalam Program Zero ODOL

    Pungli Bebani 15-20% Ongkos Angkut Logistik di Indonesia, Harus Masuk dalam Program Zero ODOL

    PIKIRAN RAKYAT – Praktik pungutan liar (pungli) di sektor logistik telah membebani 15-20% ongkos angkut logistik di Indonesia. 

    Data dari asosiasi pengusaha angkutan barang menyebutkan dalam setahun truk dengan ritase yang padat rata-rata menghabiskan Rp 120 juta sampai Rp 150 juta untuk pungli.

    Hal ini terungkap dalam diskusi bersama Asosiasi Pengemudi Angkutan Barang di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, pekan lalu. Oleh karena itu, penghapusan pungli harus dimasukkan juga dalam program Zero ODOL (Over Dimension Over Load) yang sedang ditangani pemerintah.

    “Punglinya dilakukan mulai (yang mengenakan) baju seragam hingga tidak memakai baju. Penuturan pengusaha truk, ongkos logistik di Indonesia sudah lebih tinggi dari Thailand, sehingga pungli penting untuk dihilangkan dan masuk dalam Program Zero ODOL yang sedang ditangani Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah,” ujar Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, Selasa 1 Juli 2025.

    Dia menuturkan, pengusaha truk angkutan memberi kesaksian jika pemalakan dilakukan oknum preman mulai dari Tol Cikampek hingga Kramat Jati. Supir truk harus membawa uang dalam jumlah besar untuk bayar pungli setidaknya Rp 200.000.

    Bahkan jika istirahat di bahu jalan (setelah gerbang tol), supir juga kena pungli petugas tol. “Katanya, sudah pernah disampaikan ke direksi, tetapi sampai sekarang masih ada pungli. Sementara menurut komunitas sopir truk, jika di bahu jalan dipungli sama oknum PJR, sedangkan di rest area dipungli oleh satpam rest area,” tutur Djoko.

    Lainnya, ada pengakuan pengusaha angkutan barang. Di sekitar Tanjung Priok ada sebuah kampung yang menjadi jalur menuju gudang. Untuk masuk portal harus bayar Rp 100.000 dengan stempel RT setempat.

    “Untuk mengangkut sayuran dari Garut ke Pasar Kramat Jati, Jakarta juga harus menyisihkan paling tidak Rp 175.000 melewati 5-6 titik pungutan liar,” katanya.

    Sesungguhnya, pemilik barang dan pengusaha juga korban pungli yang jumlahnya lebih besar. Bedanya, pemilik barang tertutup, pengusaha angkutan setengah terbuka, dan kalangan sopir berani buka-bukaan. Alhasil, diperkirakan praktik pungli di sektor logistik telah membebani 15-20% ongkos angkut logistik di Indonesia.

    Dalam setahun, truk dengan ritase yang padat rata rata menghabiskan Rp 120 juta sampai Rp 150 juta untuk pungli. Kalau dirata-rata sebulan, bisa Rp 10 juta hingga Rp 12 juta, dari angkut sampai bongkar semua ada punglinya.

    “Pemerintah hanya berpikir untuk memberantas ODOL, tapi tidak pernah memikirkan bagaimana memberantas pungli. Di Indonesia, biaya logistik makin tinggi karena 20-30% habis untuk pungli,” ujar Djoko. (*)

  • Tak Antusias Sambut Kenaikan Tarif, Driver di Makassar Khawatir Potongan Aplikator Makin Membengkak
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        1 Juli 2025

    Tak Antusias Sambut Kenaikan Tarif, Driver di Makassar Khawatir Potongan Aplikator Makin Membengkak Regional 1 Juli 2025

    Tak Antusias Sambut Kenaikan Tarif, Driver di Makassar Khawatir Potongan Aplikator Makin Membengkak
    Tim Redaksi
    MAKASSAR, KOMPAS.com
    – Sejumlah driver ojek online (ojol) di Kota
    Makassar
    , Sulawesi Selatan, menyambut rencana pemerintah menaikkan
    tarif ojol
    dengan kekhawatiran.
    Alih-alih merasa diuntungkan, para pengemudi justru mencemaskan potensi kenaikan potongan dari pihak aplikator yang dinilai akan menggerus pendapatan harian mereka.
    Rencana
    kenaikan tarif ojol
    sebesar 8–15 persen sebelumnya disampaikan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Aan Suhanan, dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI pada Senin (30/6/2025).
    Ali (45), driver Gojek di Makassar, mengaku dirinya tidak terlalu mempersoalkan kenaikan tarif.
    Menurutnya, potongan aplikator justru menjadi beban utama yang mengurangi pendapatan.
    “Kalau saya lebih bagusnya tidak ada kenaikan tarif, tapi potongan aplikator yang diturunkan. Kalau sekarang Gojek sekitar 30 persen potongan, besar sekali,” ucap Ali saat diwawancarai Kompas.com, Selasa (1/7/2025).
    Ali juga berharap kebijakan bonus pendapatan seperti yang pernah diterapkan dahulu bisa dihidupkan kembali demi menunjang kesejahteraan driver.
    “Bagusnya juga seperti kebijakan dulu aplikator menyediakan bonus target supaya ada biaya operasional bisa driver dapat. Tapi kalau tarif naik otomatis potongan aplikator juga naik, karena kan aplikator juga cari untung otomatis itu,” ungkapnya.
    Senada dengan Ali, Andi (40), driver Maxim, menyebut potongan aplikator menjadi kunci utama yang perlu diawasi.
    Ia mengatakan, potongan dari aplikator tempatnya bekerja saat ini sebesar 15 persen.
    “Otomatis berpengaruh sama keadaan driver, jumlah orderan juga kemungkinan berkurang karena kan naik, berpengaruh. Menurut saya itu hanya bagaimana kebijakan aplikator ke mitranya (driver) harus dipertimbangkan juga,” kata Andi.
    Andi yang merupakan mantan karyawan swasta mengaku khawatir kebijakan kenaikan tarif justru tidak berdampak nyata pada kesejahteraan pengemudi jika aplikator tetap mengambil persentase potongan besar.
    “Karena kan kebijakan pemerintah itu ke driver hanya melalui aplikator. Kalau aplikator punya kebijakan kepada mitranya otomatis kami driver aman. Tapi kalau berat sebelah, takutnya berdampak sama kami, pendapatan harian berkurang,” ujarnya.
    “Pengaruhnya besar pasti kalau ada kenaikan tarif. Pastilah, otomatis itu naik juga potongan, itu yang harus dipertimbangkan. Kalau potongan naik dan tarif naik kan sama saja,” tutup Andi.
    Kemenhub menegaskan bahwa kenaikan tarif ojol akan disesuaikan berdasarkan zonasi wilayah:
    “Kami sudah melakukan pengkajian, sudah final untuk perubahan tarif. Terutama roda dua, itu ada beberapa kenaikan,” ujar Aan.
    “Bervariasi kenaikan tersebut, ada 15 persen, ada 8 persen, tergantung dari zona yang kita tentukan,” tambahnya.
    Meski begitu, rencana ini masih berproses. Pemerintah akan memanggil pihak aplikator untuk berdiskusi sebelum implementasi kebijakan dijalankan.
    Sebagai informasi, dorongan untuk menaikkan tarif sebelumnya menjadi salah satu tuntutan utama dalam aksi unjuk rasa para driver ojol pada 20 Mei 2025 lalu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Driver Gojek-Grab Cs Tolak Kenaikan Tarif Ojol, Desak Potongan Aplikasi jadi 10%

    Driver Gojek-Grab Cs Tolak Kenaikan Tarif Ojol, Desak Potongan Aplikasi jadi 10%

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia menolak rencana Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang akan menaikkan tarif ojek online (ojol). 

    Ketua Umum Garda, Raden Igun Wicaksono, mengatakan pihaknya menolak kenaikan tarif sebesar 8–15% karena tidak pernah dilibatkan dalam kajian tersebut dan menilai pemerintah belum menyentuh persoalan utama yang dikeluhkan para pengemudi.

    “Garda tidak setuju adanya kenaikan tarif 8–15% karena hingga saat ini tidak ada komunikasi dan kajian komprehensif mengenai kenaikan tarif,” kata Igun saat dikonfirmasi Bisnis pada Selasa (1/7/2025).

    Dia menegaskan fokus utama asosiasi bukan pada besaran tarif, melainkan pada potongan biaya aplikasi yang selama ini dirasa sangat merugikan pengemudi. 

    Selama bertahun-tahun, kata Igun, aplikator telah melanggar batas maksimal potongan yang diatur pemerintah dan belum pernah mendapat sanksi tegas dari regulator. Dia pun meminta potongan biaya aplikasi menjadi 10%. 

    “Sudah saatnya perusahaan aplikasi harus menerima biaya potongan aplikasi cukup 10% saja dan hal ini harus menjadi atensi khusus dari pemerintah dan negara, mohon agar pemerintah pro rakyat, jangan pro kepada pengusaha atas nama kestabilan dan keadilan, karena aplikator sudah tidak adil namun didiamkan begitu saja,” katanyq. 

    Igun mengatakan peningkatan tarif juga dapat menimbulkan efek domino yang tidak diinginkan. Dia pun menegaskan ada lima poin utama tuntutan Garda kepada pemerintah, yang telah disampaikan baik melalui demonstrasi maupun surat resmi. 

    Pertama, Negara menghadirkan Undang-Undang (UU) Transportasi Online atau minimal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Kedua, penetapan potongan biaya aplikasi maksimal 10%. Ketiga, diskresi tarif untuk layanan pengantaran barang dan makanan.

    Keempat, audit investigatif terhadap perusahaan aplikasi terkait potongan 5% dari pengemudi sesuai Kepmenhub KP No.1001 Tahun 2022. Kelima penghapusan skema-skema sistem kerja seperti member, prioritas, hemat, slot, aceng, multi-order, dan biaya layanan lain yang dianggap mengkotak-kotakkan pengemudi

    Igun juga mengultimatum apabila tuntutan tersebut tidak segera ditindaklanjuti, Garda akan menggelar aksi lanjutan pada 21 Juli 2025.

    “Selain aksi demonstrasi kami juga akan melakukan aksi mematikan aplikasi massal serentak seluruh platform aplikasi di seluruh Indonesia dengan target pengemudi yang akan mematikan aplikasi hingga 500.000 pengemudi seluruh Indonesia,” katanyq. 

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan, menyampaikan keputusan untuk merevisi tarif ojol sudah final dan telah melalui kajian zonasi. Besaran kenaikan bervariasi antara 8—15%, tergantung zona yang telah ditetapkan.

    “Sudah kami buat, kami kaji sesuai dengan zona yang sudah ditentukan. Bervariasi kenaikan tersebut, ada [yang naik] 15%, ada 8% tergantung dari zona yang kita tentukan ada 3, Zona 1, 2, dan 3,” ujar Aan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi V DPR RI, pada Senin (30/6/2025).

  • Rencana Tarif Ojol Naik 8-15 Persen yang Tak Dikomunikasikan ke DPR

    Tarif Ojol Bakal Naik, Warga: Mending Naik Transjakarta atau MRT Megapolitan 1 Juli 2025

    Tarif Ojol Bakal Naik, Warga: Mending Naik Transjakarta atau MRT
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Rencana pemerintah menaikkan tarif ojek
    online
    (
    ojol
    ) sebesar 8 hingga 15 persen membuat sejumlah penumpang mempertimbangkan beralih ke transportasi umum.
    Fani (25), warga
    Jakarta
    Utara, mengaku bakal beralih ke Transjakarta atau MRT untuk pergi dan pulang bekerja untuk menghindari dampak
    kenaikan tarif ojol
    tersebut.
    “Saya beralih ke alternatif lain pasti, seperti MRT dan juga TransJakarta,” ujarnya kepada
    Kompas.com,
    Selasa (1/7/2025).
    Fani pun tidak menyetujui adanya kenaikan tarif tersebut. Menurut dia, kenaikan tarif akan sangat mempengaruhi pengeluarannya.
    “Kenaikan tersebut mempengaruhi pengeluaran sehari-hari untuk moda transportasi bekerja,” ucapnya.
    Fani menyebutkan, saat ini ia mengeluarkan uang sekitar Rp 40.000 setiap hari hanya untuk ongkos ojek online (ojol).
    Jika nantinya terjadi kenaikan
    tarif ojol
    , Fani mengatakan pengeluarannya bisa saja bertambah menjadi sekitar Rp 50.000 per hari.
    “Biasanya saya Rp 40.000, ditambah menjadi sekitar Rp 50.000, kalau itu terjadi kenaikan,” ungkapnya.
    Namun, angka tersebut masih merupakan perkiraan awal, karena hingga saat ini Fani belum mengetahui secara pasti seberapa besar kenaikan tarif ojol yang akan berlaku.
    Fani membandingkan biaya naik ojol dan transportasi umum. Ia mencontohkan pengalamannya saat berangkat kerja dari tempat tinggalnya di kawasan Karet, Benhil, Jakarta Pusat menuju Sudirman.
    Jika menggunakan ojol, biayanya sekitar Rp 20.000 menuju tempat kerja. Sementara jika naik Transjakarta hanya dikenakan tarif Rp 3.500.
    “Saya kalau naik TJ hanya Rp 3.500, ditambah naik ojol sampai rumah Rp 7.000,” ungkapnya.
    Selama ini, menurut Fani, ia memilih naik ojol lantaran halte Transjakarta tidak mudah dijangkau dari tempat tinggalnya. Selain itu, dari halte menuju tempat kerjanya juga masih harus berjalan kaki cukup jauh.
    “Soalnya haltenya jauh, tidak terjangkau kalau jalan kaki. Tetapi kalau naik ojol kan sampai depan rumah,” imbuhnya.
    Namun, di tengah kebijakan kenaikan tarif ojol sebesar 8-15 persen ini, Fani berpikir ulang untuk meneruskan kebiasaannya itu.
    Hal yang sama dilontarkan oleh Hukmana (30). Dirinya lebih memilih untuk naik TransJakarta atau MRT untuk menghindari pengeluaran yang membengkak.
    “Sudah bagus naik Transjakarta dan MRT murah. Ini malah ojol naik 15 persen. Jadi sama saja bohong,” imbuhnya.
    Ia mengatakan, ia hanya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 25.000 per hari jika menggunakan kombinasi Transjakarta dan MRT untuk pulang-pergi ke kantornya.
    “Kalau naik Busway sekalian MRT, sehari Rp 25.000, itu sudah pulang pergi,” kata dia.
    Adapun, Pemerintah berencana menaikkan tarif ojek
    online
    (ojol) sekitar 8 hingga 15 persen.
    Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Aan Suhanan menyebutkan, rencana perubahan tarif tersebut sudah tahap final setelah dikaji.
    Hal ini disampaikan Aan dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).
    “Kami sudah melakukan pengkajian, sudah final untuk perubahan tarif. Terutama roda dua, itu ada beberapa kenaikan,” kata Aan, Senin.
    Ia menyampaikan, besaran kenaikan tarif berbeda sesuai dengan zona yang sudah ditentukan.
    Setidaknya, terdapat tiga zona dengan kenaikan tarif sekitar 8 persen hingga 15 persen.
    “Bervariasi kenaikan tersebut, ada 15 persen, ada 8 persen, tergantung dari zona yang kita tentukan. Ada tiga zona, zona I, zona II, zona III,” beber Aan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ekonom minta pemerintah hati-hati soal kenaikan tarif ojol

    Ekonom minta pemerintah hati-hati soal kenaikan tarif ojol

    Jakarta (ANTARA) – Ekonom Piter Abdullah meminta pemerintah untuk mengedepankan kehati-hatian sebelum memutuskan kenaikan tarif ojek daring/online (ojol) sebesar 8-15 persen.

    Piter dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, menilai kebijakan tersebut belum tentu memberikan keuntungan bagi pengemudi maupun industri, serta memiliki risiko penurunan minat pengguna terhadap layanan jasa berbasis aplikasi ini.

    “Kenaikan tarif harus jelas tujuannya. Untuk siapa kenaikan ini? Jika membebani penumpang, tapi tidak menjamin pendapatan pengemudi naik, maka itu bukan kebijakan yang bijak,” ujar Piter.

    Ia mengingatkan, baik kenaikan maupun penurunan tarif memiliki dampak yang perlu dikaji secara menyeluruh.

    Menurunkan tarif, lanjut Piter, bisa merugikan pengemudi, sementara menaikkan tarif bisa mengurangi jumlah penumpang, yang ujungnya juga menurunkan omzet pengemudi dan perusahaan aplikasi.

    Piter pun mendorong agar pemerintah lebih berhati-hati dan menyusun kebijakan berbasis kebutuhan serta kajian yang objektif, bukan sekadar menyesuaikan permintaan salah satu pihak.

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Aan Suhanan mengatakan kajian terkait kenaikan tarif ojol sebesar 8-15 persen sudah memasuki tahapan final.

    “Untuk tuntutan terkait dengan tarif, kami sudah melakukan pengkajian dan sudah final untuk perubahan tarif, terutama roda dua, itu ada beberapa kenaikan,” kata Aan dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (30/6).

    Finalisasi kenaikan tarif tersebut, lanjut Aan, dibuat berdasarkan kajian mendalam dan terus-menerus. Nantinya, kenaikan tarif akan bervariasi, tergantung zona masing-masing pengguna.

    “Ini yang sudah kami buat, kami kaji, sesuai dengan zona yang sudah ditetapkan. Ada bervariasi, kenaikan tersebut ada 15 persen, ada 8 persen, tergantung dari tiga zona yang kita tetapkan,” ujar dia.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Tarif Ojol Naik hingga 15 Persen, Kemenhub Siapkan Aturanya

    Tarif Ojol Naik hingga 15 Persen, Kemenhub Siapkan Aturanya

    JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menaikkan tarif perjalanan ojek online (ojol) untuk roda dua sebesar 8 hingga 15 persen. Pembahasan kenaikan tarif ini sudah tahap akhir dan regulasi terkait akan terbut dalam waktu dekat.

    Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kemenhub, Aan Suhanan mengatakan bahwa kenaikan tarif merupakan tindakan lanjut dari tuntutan pengemudi alias driver ojol dalam aksi massa yang digelar pada 20 Mei 2025.

    “Untuk tuntutan terkait dengan tarif, kami sudah melakukan pengkajian dan sudah final untuk perubahan tarif, terutama roda II,” ujar Aan dalam rapat kerja bersama komisi V DPR, Senin, 30 Juni.

    Lebih lanjut, Aan bilang berdasarkan skemanya, kenaikan tarif ojol ini akan didasarkan pada tiga zona, yakni Zona 1, Zona II, dan Zona III.

    “Itu ada beberapa kenaikan, ini yang sudah kami buat, kami kaji, sesuai dengan Zona yang sudah ditentukan. Bervariasi, kenaikan tersebut ada 15 persen, ada 8 persen, tergantung dari zona yang kita tentukan. Ada tiga Zona, Zona I, Zona II, Zona III,” jelasnya.

    Aan menjelaskan saat ini aturan baru soal kenaikan tarif belum diberlakukan lantaran Kemenhub masih harus menyampaikan kepada pihak aplikator. Ia memastikan para aplikator tetap menyetujui kebijakan baru ini.

    “Dan ini proses masih kami teruskan, besok (1 Juli 2025) kami akan memanggil, tapi pada prinsipnya kenaikan tarif ini sudah disetujui oleh aplikator, namun untuk memastikan kami akan panggil aplikator terkait dengan kenaikan tarif ini,” katanya.

    Sekadar informasi, saat ini tarif ojol masih mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.

    Dalam beleid ini diputuskan, perusahaan aplikasi menerapkan biaya tidak langsung berupa biaya sewa penggunaan aplikasi paling tinggi 15 persen dan/atau perusahaan aplikasi dapat

    menerapkan biaya penunjang berupa baya dukungan kesejahteraan mitra pengemudi paling tinggi 5 persen berupa asuransi keselamatan tambahan; penyediaan fasilitas pelayanan mitra pengemudi; dukungan pusat informasi; bantuan biaya operasional; dan/atau bantuan lainnya.

    Sementara mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 tentang berikut rincian tarif ojol:

    Zona I (Sumatera, Jawa di luar Jabodetabek, Bali):

    Tarif Batas Bawah: Rp2.000 per km

    Tarif Batas Atas: Rp2.500 per km

    Biaya Jasa Minimal: Rp8.000 hingga Rp10.000 untuk empat km pertama.

    Zona II (Jabodetabek):

    Tarif Batas Bawah: Rp2.650 per km

    Tarif Batas Atas: Rp2.750 per km

    Biaya Jasa Minimal: Rp10.500 hingga Rp13.000 untuk empat km pertama.

    Zona III (Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua):

    Tarif Batas Bawah: Rp2.300 per km

    Tarif Batas Atas: Rp2.750 per km

    Biaya Jasa Minimal: Rp9.200 hingga Rp11.000 untuk empat km pertama.

  • Adian Napitupulu Cecar Menteri Perhubungan Ubah Aturan Potongan Tarif Ojol Jadi 15 Plus 5 Persen

    Adian Napitupulu Cecar Menteri Perhubungan Ubah Aturan Potongan Tarif Ojol Jadi 15 Plus 5 Persen

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Peraturan terkait potongan tarif (fee) ojek online (ojol) oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang kerap berubah-ubah menuai sorotan tajam Komisi V DPR RI.

    Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu mengutip adagium dalam filsafat hukum, ia menekankan kewibawaan sebuah keputusan terletak pada argumen yang melandasinya, bukan pada siapa yang mengeluarkan.

    “Wibawa sebuah keputusan tidak lahir karena siapa yang membuatnya, tapi dasar-dasar pertimbangan apa yang membuat keputusan itu dilahirkan,” ungkap Adian dalam Rapat Kerja Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (30/6/2025).

    Demikian hal tersebut disampaikannya sebagai landasan kritik terhadap serangkaian Peraturan Menteri (Permen) yang mengatur potongan tarif ojol. Dirinya pun menyoroti Permen 667 yang menetapkan potongan 15 persen, yang kemudian diubah lagi dalam kurun waktu dua bulan menjadi Permen 1001 dengan angka 15 persen plus 5 persen (total 20 persen).

    Ia juga mengungkapkan bahwa dalam satu tahun, terjadi empat kali perubahan Permen dengan persentase yang bervariasi (mulai dari) 20 persen, 20 persen, 15 persen, dan kembali 20 persen. “Saya mau tahu kementerian sendiri, apa pertimbangannya 15 persen plus 5 persen,” tegasnya.

    Ia juga membandingkan keberanian Walikota Balikpapan yang menurunkan potongan menjadi 15 persen, serta kebijakan Gojek di Singapura yang hanya 10 persen.

    Sebab itu, secara terbuka, ia mengajak Kementerian Perhubungan untuk berdebat sekaligus memaparkan data serta pertimbangan di balik angka 15 persen plus 5 persen dalam Permen 1001.