Kementrian Lembaga: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)

  • Profil Irjen Karyoto: Pengungkap Kasus Pemerasan Eks Ketua KPK yang Kini Jabat Kabaharkam Polri – Page 3

    Profil Irjen Karyoto: Pengungkap Kasus Pemerasan Eks Ketua KPK yang Kini Jabat Kabaharkam Polri – Page 3

    Setelah tiga tahun di KPK, Irjen Karyoto kembali ke institusi Polri dan ditunjuk sebagai Kapolda Metro Jaya pada Maret 2023. Selama kepemimpinannya di Polda Metro Jaya, Karyoto berhasil mengungkap beberapa kasus besar. Salah satunya adalah kasus dugaan pemerasan yang menjerat mantan Ketua KPK Firli Bahuri.

    Selain itu, Polda Metro Jaya di bawah kepemimpinannya juga membongkar praktik melindungi situs judi online oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta menangani kasus penemuan tujuh jenazah remaja di Kali Bekasi.

    Kini, sebagai Kabaharkam Polri, Karyoto akan mengemban tugas yang sangat vital dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan yang mencakup pemeliharaan dan upaya peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas) di seluruh wilayah Indonesia. Tugas ini juga meliputi pemberian bimbingan teknis tentang keamanan kepada seluruh Kepolisian Daerah (Polda) di Indonesia, serta penanganan keamanan unjuk rasa dan pengamanan konflik sosial.

    Irjen Karyoto juga tercatat memiliki harta kekayaan yang signifikan. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan kepada KPK pada 10 Maret 2025, total harta kekayaannya mencapai Rp11,5 miliar. Harta tersebut meliputi aset tanah dan bangunan senilai Rp6,67 miliar, serta aset kendaraan senilai Rp3,65 miliar. Selain itu, Irjen Karyoto juga memiliki hubungan kekerabatan dengan tokoh publik, di mana putrinya menikah dengan putra Dedi Mulyadi, menjadikannya besan dari mantan Bupati Purwakarta tersebut.

  • Gak Ketangkep karena Bayar Orang Bandara

    Gak Ketangkep karena Bayar Orang Bandara

    GELORA.CO – Sebuah video yang memperlihatkan perbincangan pengguna Ome TV dengan seseorang yang mengaku sebagai admin judi online (judol) asal Indonesia mendadak viral di media sosial.

    Dalam video tersebut, pria yang mengaku tengah bekerja di Thailand itu mengklaim mendapatkan penghasilan hingga Rp 3 miliar per tahun dan mengaku bisa bebas keluar masuk Indonesia dengan membayar orang dalam di bandara.

    Video berdurasi 4 menit 10 detik itu pertama kali diunggah oleh akun Twitter (X) @somexthread pada 22 Juli 2025 dan telah ditonton lebih dari 57 ribu kali.

    Unggahan tersebut langsung memancing reaksi publik karena memperlihatkan secara terbuka pengakuan pelaku praktik ilegal yang justru tampak bangga atas pekerjaannya.

    Dalam rekaman video yang beredar, tampak tiga pengguna Ome TV asal Indonesia—dua pria dan satu wanita—terhubung secara acak dengan seorang perempuan yang mengaku sedang bekerja di Thailand.

    Kepada pengguna Ome TV tersebut, wanita itu menyebut dirinya sebagai admin judol dan memperlihatkan ruangan kantor tempatnya bekerja yang dipenuhi oleh komputer.

    “Hey, gua admin judol, gua admin judol. Nih rame nih, rame kan. Di Thailand, kok Kamboja sih anjir, ilang dong ginjal gua,” ujar perempuan itu dalam video sambil tertawa.

    Ia juga menunjukkan sejumlah uang kertas mata uang Thailand (Baht) yang memperkuat klaim bahwa dirinya memang sedang berada di luar negeri.

    Dalam pengakuannya, admin judol tersebut menyebutkan bahwa pendapatan yang ia hasilkan dari pekerjaannya bisa mencapai miliaran rupiah setiap tahun. Ia bahkan menyebut angka pasti: Rp 3 miliar per tahun.

    “Ya segini nih, nih gua spill dikit. Pertahun (Rp 3 miliar), serius. Gua udah tiga tahun di sini,” ungkapnya sambil memperlihatkan layar komputer dan bukti nominal pendapatan.

    Yang membuat publik semakin geram, perempuan tersebut mengaku belum pernah tertangkap pihak berwajib selama bekerja sebagai admin judol. Bahkan, dengan gamblang ia menyebut telah membayar orang dalam di bandara untuk memuluskan perjalanannya keluar-masuk Indonesia.

    “Enggak (ketangkap), kan gua udah bayar orang bandara,” katanya dengan nada santai.

    Pernyataan tersebut memicu kecurigaan publik mengenai adanya praktik korupsi atau pembiaran oleh oknum petugas di pintu-pintu masuk dan keluar wilayah Indonesia, terutama di bandara internasional.

    Pengakuan terang-terangan dari admin judol itu langsung menuai berbagai komentar pedas dari warganet. Banyak yang mengecam kelonggaran sistem pengawasan dan menilai bahwa pernyataan tersebut mencerminkan lemahnya penegakan hukum terhadap praktik judi online.

    “Buset negara ini murah bener ya gua lihat-lihat,” tulis salah satu akun.

    “Gak lama lagi ilang ini orang wkwkwk,” tulis warganet lainnya, merujuk pada kemungkinan pelaku akan ditangkap setelah viral.

    “Jadi bener ekonomi Indonesia ambruk ini bukan karena toko online, tapi semua karena judi online,” tulis akun lain dengan nada satire.

    Beberapa warganet juga meminta aparat penegak hukum, termasuk kepolisian dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), untuk segera bertindak dan melakukan pelacakan terhadap akun serta individu yang terlibat dalam video tersebut.

    Judi online memang tengah menjadi isu serius yang ditangani pemerintah. Presiden Joko Widodo bahkan telah membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online yang dipimpin oleh Menko Polhukam Hadi Tjahjanto.

    Pemerintah menilai dampak dari judi daring tidak hanya merugikan individu dan keluarga, tetapi juga mengancam stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat.

    Data dari berbagai lembaga menyebutkan bahwa perputaran uang dari judi online di Indonesia mencapai triliunan rupiah per tahun.

    Pelaku umumnya berasal dari jaringan internasional yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar utama karena tingginya pengguna internet dan penetrasi gawai pintar.

    Video pengakuan dari admin judol ini memunculkan desakan dari masyarakat agar Kominfo segera memblokir akses ke situs-situs dan platform yang memfasilitasi judi online, termasuk jaringan yang berada di luar negeri.

    Selain itu, aparat penegak hukum diminta melakukan investigasi untuk menelusuri dugaan suap terhadap petugas bandara seperti yang diakui oleh pelaku.

    Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Kepolisian RI maupun pihak Direktorat Jenderal Imigrasi terkait pengakuan viral tersebut.***

  • Transfer Data WNI ke AS Disorot, Pakar: Langkah Sensitif, Risiko Tinggi

    Transfer Data WNI ke AS Disorot, Pakar: Langkah Sensitif, Risiko Tinggi

    Jakarta

    Kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) yang menyertakan klausul transfer data pribadi warga negara Indonesia ke luar negeri menuai sorotan tajam. Ardi Sutedja, Ketua Umum Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), menyebut langkah ini sangat sensitif dan berisiko tinggi bagi kedaulatan digital nasional.

    “Kami kaget saja, surprise. Kalau pertukaran data lintas batas dijadikan bagian dari negosiasi perdagangan, itu nggak pernah kebayang,” kata Ardi saat ditemui usai peluncuran Where’s The Fraud Hub yang digelar Vida di Kembang Goela, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2026).

    Menurut Ardi, keputusan ini diambil tanpa konsultasi yang memadai dengan komunitas keamanan siber maupun Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Padahal, isu transfer data lintas batas sangat sensitif karena menyangkut kepercayaan publik terhadap pemerintah.

    Menurut Ardi, keputusan ini diambil tanpa konsultasi yang memadai dengan komunitas keamanan siber maupun Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Padahal, isu transfer data lintas batas sangat sensitif karena menyangkut kepercayaan publik terhadap pemerintah.

    “Proses harmonisasi lambat, insiden seperti PDNS justru menggerus kepercayaan publik,” ujarnya.

    Ardi melanjutkan pada Pasal 56 UU PDP sebenarnya memperbolehkan transfer data ke luar negeri, tapi dengan syarat negara tujuan memiliki tingkat perlindungan yang setara. Di sinilah letak masalah besar karena AS tidak memiliki undang-undang perlindungan data pribadi di tingkat federal.

    “Yang ada cuma regulasi sektoral per industri atau negara bagian. Jadi siapa yang bisa jamin data kita aman di sana?” ucapnya.

    Ancaman Kebocoran hingga Manipulasi Publik

    Ardi memperingatkan risiko kebocoran data selama proses transfer, yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan komersial atau politik. Ia menyinggung kembali kasus Cambridge Analytica sebagai bukti bagaimana data dapat dipakai untuk merekayasa opini publik.

    “Data preferensi, kebiasaan belanja, hingga orientasi politik bisa dimanfaatkan untuk manipulasi algoritma,” tambahnya.

    Lebih jauh, kebijakan ini dinilai bisa melemahkan ekosistem digital lokal. Jika data bisa langsung diproses di luar negeri, insentif bagi perusahaan asing untuk membangun pusat data di Indonesia akan berkurang.

    Ardi Sutedja, Ketua Umum Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    “Kalau semua diproses di AS, untuk apa mereka investasi di sini? Lapangan kerja bisa hilang, industri lokal jadi lesu,” katanya.

    Ardi juga memperingatkan efek domino: jika AS mendapat perlakuan khusus, negara lain mungkin akan menuntut hal serupa. Ini berpotensi membuat kebijakan lokalisasi data Indonesia goyah.

    Dengan kondisi ini, Ardi menilai pembentukan Otoritas Perlindungan Data Pribadi (PDP) menjadi semakin mendesak. Lembaga ini harus independen, punya fungsi pengawasan kuat, dan kemampuan intelijen digital.

    “Kalau tidak ada pengawasan strategis, kita hanya jadi pasar data global tanpa kendali,” tegasnya.

    Ardi mengingatkan masyarakat agar lebih waspada terhadap potensi penyalahgunaan data pribadi. Ia juga mengajak pemerintah, termasuk Presiden Prabowo, untuk mempertimbangkan ulang dampak jangka panjang kesepakatan dagang ini.

    “Data adalah aset strategis, seperti sumber daya alam. Jangan dikorbankan demi kepentingan jangka pendek,” pungkasnya.

    (afr/afr)

  • Penjaja RTRW Net Menjerit Starlink Setop Tambah Pelanggan Baru

    Penjaja RTRW Net Menjerit Starlink Setop Tambah Pelanggan Baru

    Bisnis.com, JAKARTA — Langkah SpaceX yang berhenti menambah pengguna baru, baik residensial maupun mitra, menjadi musibah bagi pengusaha internet lokal khususnya RT/RW Net. Mereka tidak dapat lagi membuka layanan tersebut kepada pihak lain. 

    Sekadar informasi, RT/RW-Net adalah jaringan internet lokal yang dikelola dan dijual kembali oleh  (reseller) kepada masyarakat dalam skala lingkungan RT (Rukun Tetangga) atau RW (Rukun Warga). Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) kerap menemukan layanan internet Starlink dijual kembali ke masyarakat. Adapun situasinya kini telah berubah. 

    Sekretaris Jenderal APJII Zulfadly Syam mengatakan penghentian layanan ini kemungkinan besar akan berdampak pada akses internet di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), terutama layanan untuk pengguna residensial.

    “Dan ISP yang melayani layanan ini pun terpaksa gigit jari,” kata Zulfadly kepada Bisnis, Selasa (15/7/2025).

    Dia berharap Starlink dapat membantu meminimalkan distribusi internet ilegal, terutama di tengah masa penghentian layanan sementara ini.

    Sebagai anggota APJII, lanjut Zulfadly, Starlink dan para ISP legal lainnya berada dalam pengawasan asosiasi. Oleh karena itu, APJII turut mencatat dan menindaklanjuti keluhan-keluhan dari para penyelenggara layanan internet.

    Menurut Zulfadly, Starlink dan APJII telah sepakat untuk bersama-sama meminimalkan distribusi internet ilegal. Namun, dengan semakin banyaknya jumlah penyelenggara layanan, dia berharap agar ISP lokal dapat tumbuh lebih kuat dan kompetitif dibandingkan dengan pemain asing.

    “Pemerintah harus memiliki tools. Tidak saja hanya berharap dari laporan-laporan kinerja semata. Tools ini akan membantu pemerintah untuk melakukan pengawasan sekaligus mempelajari potensi gangguan terhadap layanan internet Indonesia,” tandasnya.

    Pada Februari 2025, Zulfadly mengatakan Starlink turut mendorong penetrasi internet di Indonesia. Sayangnya, Starlink belum berhasil dalam mengontrol penggunaan secara berbagi atau sharing, yang kemudian dikomersialisasi oleh penyelenggara internet ilegal (RT/RW net ilegal). 

    “Jadi mereka masih melakukan sharing terhadap satu koneksinya, satu equipment kemudian dibagi dengan beberapa, tetapi dikomersialisasikan. Kalau tidak dikomersialisasikan sebenarnya tidak menjadi satu hal yang masalah, bahkan itu membantu benar-benar membuka mata masyarakat-masyarakat di daerah-daerah tertinggal,” kata Zulfadly kepada Bisnis

    Peluncuran Starlink

    APJII mengaku hingga saat ini belum pernah diperlihatkan bagaimana cara Elon Musk mengatur layanan internetnya agar tidak disharing. Pun dengan cara Starlink memblokir penyalahgunaan jual kembali internet Starlink tanpa izin.

    APJII juga mengkhawatirkan mengenai model terbaru Starlink, yang ke depan memungkinkan internet langsung disuntikan dari satelit ke smartphone tanpa perantara. Terobosan tersebut menurutnya akan berdampak pada keberlanjutan  ekosistem internet Indonesia. 

    “Ini menurut kami akan merusak seluruh ekosistem yang ada, seluruh ekosistem internet yang ada gitu,” kata Zulfadly. 

    Berdasarkan pengamatannya, saat ini kecepatan internet Starlink tak jauh berbeda dengan ketika diperkenalkan pada Mei 2024. 

    “Prinsipnya hampir di semua koneksi satelit itu masih terganggu dengan seperti noise pada hujan gitu ya. Jadi hujan yang deras pasti akan menurunkan kualitas. Itu sudah umum terjadi di hampir semua perangkat satelit,” kata Zul. 

    Diketahui, Starlink, layanan internet satelit dari SpaceX milik Elon Musk, memulai operasinya di Indonesia pada Mei 2024 setelah mendapatkan izin dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai penyedia layanan internet untuk konsumen ritel. 

    Peluncuran ini dilakukan oleh Elon Musk bersama Presiden Joko Widodo di Bali, bertepatan dengan World Water Forum ke-10 pada 19 Mei 2024.  Pada awal kehadirannya, Starlink hanya menggelontorkan investasi sebesar Rp30 miliar  di Indonesia, yang belum terungkap secara jelas pemanfaatannya.

    Sementara itu, berdasarkan laporan awal pasca-peluncuran pada Mei 2024, dikabarkan sekitar 15.000 warga Indonesia menyatakan minat untuk menggunakan layanan Starlink. 

    Secara global, Starlink melayani 4 juta pelanggan pada September 2024, setelah sebelumnya 3 juta pada Mei 2024, menunjukkan pertumbuhan sekitar 1 juta pelanggan dalam 4 bulan.

  • Terungkap Kode ‘Bagi PM’ di Sidang Judol, Aliran Dana ke Budi Arie?

    Terungkap Kode ‘Bagi PM’ di Sidang Judol, Aliran Dana ke Budi Arie?

    GELORA.CO – Fakta baru terungkap dalam sidang lanjutan kluster koordinator, kasus pengamanan situs judi online (judol) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang sekarang Komunikasi dan Digital (Komdigi).

    Kode “Bagi PM” muncul dalam sidang saat Ketua Majelis Hakim Arif Budi Cahyono bertanya ke Alwin Jabarti Kiemas di ruang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin malam, 14 Juli 2025.

    Saat ditanya hakim, Alwin mengaku bahwa ada kode “Bagi PM” sebanyak 50 persen kepada Budi Arie yang kala itu menjabat sebagai Menteri Kominfo.  

    “Kode PM itu apa?” tanya Hakim Arif.

    “Setahu saya, Pak Menteri,” jawab Alwin. 

     

    Alwin pun mengaku hanya menerima perintah mencatat dari Tony untuk kode “bagi PM” tersebut.  

    Dimana, usai mencatat, hasil uang haram dari penjagaan website judol itu kemudian diberikan kepada Tony lalu rencananya diserahkan kepada Budi Arie. 

    “Ketika uang diserahkan ke Pak Tony, untuk PM tadi. Tahu enggak bahwa uang itu sampai ke PM?” tanya Arif dengan nada tegas.

    Sayangnya, Alwin tidak mengetahuinya dan idak pernah mendapatkan cerita dari Tony tentang aliran dana untuk Budi Arie. 

    Tak hanya Alwin, Adhi Kismanto yang juga terdakwa dalam kasus ini juga mengaku terdapat kode “Bagi PM”.

    Tony pun menjelaskan dan memastikan bahwa ia sampai detik ini tidak pernah memberitahu Budi Arie soal praktik melindungi situs judol. 

    Padahal, Adhi telah menerima uang senilai Rp36 miliar dari Alwin dan Muhrijan, dan untuk Budi Arie. 

    “Total Rp36 miliar. Oh tidak (untuk sendiri), itu ada juga titipan, makanya jumlahnya besar. (Kalau untuk sendiri kira-kira saja kali ya, sekitar Rp17 miliar-an,” ungkap Tony. 

    Kuasa hukum Tony, Christian Malonda, juga membenarkan bahwa kliennya menerima uang pengamanan yang rencananya akan diserahkan ke Budi Arie. 

    “Tapi setelah diterima Tony, itu enggak dikasih sama Pak Menteri (Budi Arie), enggak pernah dibicarakan juga sama dia. Jadi Bagi PM itu memang benar ada, tapi enggak direalisasikan sama Tony,” kata Christian di PN Jakarta Selatan. 

    Kini, uangnya juga tekah disita oleh penyidik untuk barang bukti.

    Persidangan ini telah dibagi menjadi empat klaster.

    Klaster pertama adalah koordinator, dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.

    Klaster kedua merupakan mantan pegawai Kemkominfo, yakni Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.

    Klaster ketiga agen situs judol, dengan terdakwa antara lain Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, dan Ferry alias William alias Acai.

    Serta klaster keempat mencakup tindak pidana pencurian uang (TPPU) Darmawati dan Adriana Angela Brigita.

    Seiring berjalannya waktu, nama mantan Menteri Kominfo yang kini Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, juga sempat muncul dalam surat dakwaan kasus dugaan penjagaan situs judol tersebut

    Untuk tersangka klaster koordinator dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) UU 1/2024 tentang Perubahan Kedua atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau Pasal 303 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Zulkarnaen Ngaku Tak Beri Tahu Budi Arie soal Beking Situs Judol Kominfo
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        14 Juli 2025

    Zulkarnaen Ngaku Tak Beri Tahu Budi Arie soal Beking Situs Judol Kominfo Megapolitan 14 Juli 2025

    Zulkarnaen Ngaku Tak Beri Tahu Budi Arie soal Beking Situs Judol Kominfo
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Terdakwa
    Zulkarnaen Apriliantony
    alias Tony mengaku tak memberitahu soal praktik melindungi situs judi
    online
    (judol) agar tidak terblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kepada
    Budi Arie
    yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kominfo.
    Hal tersebut Tony sampaikan saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (14/7/2025).
    Mulanya, Tony mengaku mengenal terdakwa lain, Muhrijan alias Agus, setelah dikenalkan oleh terdakwa Adhi Kismanto. Mereka bertemu terkait pengamanan situs judol di Kominfo.
    Kata Tony, Adhi mengenalkan Muhrijan kepadanya agar bisa memuluskan rencana praktik situs judol di Kementerian Kominfo.
    “Fungsinya Anda dikenalkan itu apa?” tanya jaksa di muka persidangan, Senin.
    “Ya mungkin karena saudara Adhi merasa saya dekat sama Pak Menteri, itu saja,” jawab Tony.
    Belum puas dengan jawaban Tony, jaksa kembali mencecarnya terkait tujuan Adhi mengenalkan Muhrijan kepadanya.
    “Ya mungkin diharapkan lewat saya, saya bisa menginformasikan ke Pak Menteri (Budi Arie) tentang pengamanan situs ini,” ungkap Tony.
    Kendati demikian, Tony mengaku sampai saat ini tidak pernah memberitahukan tentang praktik beking judol kepada Budi Arie.
    “Yang mana, yaitu, sampai detik ini, saya tidak menginformasikan itu ke Pak Menteri,” tegas dia.
    Diberitakan sebelumnya, setidaknya terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
    Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
    Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
    Klaster ketiga adalah agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
    Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol. Para terdakwa yang baru diketahui adalah Rajo Emirsyah, Darmawati, dan Adriana Angela Brigita.
    Para terdakwa klaster koordinator dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Mereka juga dikenakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4 Terdakwa Klaster Koordinator Judol Kominfo Akui Terima Uang Miliaran Rupiah 
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        14 Juli 2025

    4 Terdakwa Klaster Koordinator Judol Kominfo Akui Terima Uang Miliaran Rupiah Megapolitan 14 Juli 2025

    4 Terdakwa Klaster Koordinator Judol Kominfo Akui Terima Uang Miliaran Rupiah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Empat terdakwa
    klaster koordinator
    mengakui menerima
    uang miliaran
    rupiah dari praktik melindungi situs
    judi online
    (judol) agar tidak terblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kini Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
    Para terdakwa ini adalah Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Adhi Kismanto, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
    Hal tersebut diungkapkan mereka saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (14/7/2025).
    “Kalau untuk saudara sendiri berapa? Bersihnya dari
    pengamanan situs
    -situs (judol)?” tanya JPU.
    “Kira-kira saja, sekitar Rp 17 (miliar),” jawab Tony.
    Setelah menerima dan duduk di kursi pesakitan, Tony mengaku bersalah karena turut terlibat dalam praktik ini.
    Sementara itu, Adhi mengaku menerima uang Rp 16 miliar. Dana itu ia gunakan untuk membeli sejumlah aset.
    “Dapatnya Rp 16 miliar,” ungkap Adhi.
    Kemudian, Alwin mengaku menerima Rp 13,9 miliar.
    “Dari Maret 2023 (hingga) Maret 2024 sekitar Rp 13,9 miliar. Bersama-sama membantu pengamanan (situs) judi online,” tutur Alwin.
    Lalu, Muhrijan mengaku menerima Rp 13,7 miliar dari praktik membekingi situs judol.
    “Saya dapat Rp 13,7 miliar,” katanya.
    “Uangnya dapat dari mana?” tanya JPU kepada Muhrijan.
    “Dari (pengamanan situs) judol,” jawab Muhrijan.
    Diberitakan sebelumnya, setidaknya terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
    Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
    Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
    Klaster ketiga yaitu agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
    Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol.
    Para terdakwa yang baru diketahui adalah Rajo Emirsyah, Darmawati, dan Adriana Angela Brigita.
    Para terdakwa klaster koordinator dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
    Mereka juga dikenakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komdigi Masih Cari Pendekatan Terbaik untuk Penyusunan Peta Jalan AI

    Komdigi Masih Cari Pendekatan Terbaik untuk Penyusunan Peta Jalan AI

    Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) belum memutuskan pendekatan spesifik yang akan diadopsi dalam penyusunan peta jalan (road map) kecerdasan buatan (AI). 

    Staf Ahli Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) R. Wijaya Kusumawardhana mengatakan, pihaknya masih mencari pendekatan yang terbaik. 

    “Kami belum memilih, masih dalam proses. Nanti akan masuk dalam road map AI. Saya tidak ingin mendahului, tapi kami akan cari pilihan terbaik,” kata Wijaya dalam acara Ngopi Bareng Media di Jakarta pada Jumat (11/7/2025). 

    Dia menyebut, salah satu acuan yang dipertimbangkan adalah Undang-Undang Kecerdasan Artifisial yang dirumuskan Uni Eropa atau yang dikenal sebagai EU AI Act. Meski mengakui regulasi tersebut cukup komprehensif, Wijaya menegaskan pemerintah belum mengambil keputusan final.

    Dalam penyusunan peta jalan ini, lanjut Wijaya, Komdigi tidak hanya mengandalkan pandangan internal semata, melainkan juga mendengarkan masukan dari kementerian dan sektor lainnya.

    “Karena pemerintah itu bukan hanya Komdigi, pemerintah itu ada kementerian lain. Makanya kami akan mendengarkan. Tapi yang paling penting adalah,kami harus integratif. Sistemnya harus bisa interoperabilitas satu sama lain. Bisa kita terkoneksi ke lain. Nah, itu yang paling penting,” katanya. 

    Dia menilai pentingnya membangun sistem yang terintegrasi dan terbuka sehingga dapat terkoneksi antarsektor dan mampu bersinergi secara nasional. Dalam konteks ini, Indonesia juga bisa belajar dari negara-negara lain yang sudah lebih maju, seperti Singapura.

    Wijaya juga membandingkan ekosistem digital Indonesia dengan Singapura yang dinilai sudah sangat mapan. Dia menyoroti bagaimana ekspor teknologi informasi dan komunikasi Indonesia menurun dibandingkan dengan Singapura dalam kurun waktu 2010 hingga 2021.

    “Kita dari kalau enggak salah 11%, ternyata makin lama makin turun menjadi sekitar 4% atau 5%. Nah, sementara yang Singapura, itu yang tadi cuma 6%, kok ini makin meningkat. Singapura ini sudah sangat bagus karena apa? Ekosistem yang dibangun itu sudah sangat maju, sudah sangat mapan,” katanya. 

    Menurutnya, keberhasilan Singapura tak lepas dari skala negara yang kecil, integrasi sistem yang baik, serta kolaborasi yang luas dengan lembaga-lembaga riset internasional.

    “Singapura ini bisa memanfaatkan research-research dari luar, berkolaborasi. Nah, ini salah satu juga tantangan kita harus berani membuka diri dan mengakui bahwa kita harus juga open-minded untuk bisa berkolaborasi dengan banyak pihak yang memang bisa membantu kita untuk lebih maju,” tandasnya.

  • Komdigi Target Regulasi AI Masuk Legislasi Awal Agustus 2025

    Komdigi Target Regulasi AI Masuk Legislasi Awal Agustus 2025

    Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap regulasi terkait dengan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) diharapkan sudah masuk legislasi pada awal Agustus 2025. 

    “Kami berharap dalam akhir bulan ini sudah bisa, atau awal bulan depan, sudah masuk legislasi. Jadi sudah dibahas lintas kementerian,” kata Staf Ahli Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya Wijaya Kusumawardhana dalam acara Ngopi Bareng di Kantor Komdigi pada Jumat (11/7/2025).

    Wijaya menegaskan bahwa regulasi terkait AI tersebut sebenarnya sudah diproses di internal Komdigi. Mereka tengah mencoba mencari kesepakatan dengan berbagai kementerian dan lembaga. 

    Nantinya setelah mendapatkan hasil, lanjut Wijaya, baru akan dibawa ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Pihaknya berharap aturan tersebut bisa berbentuk minimal Peraturan Presiden (Perpres). 

    “Kami harapkan minimal Perpres, syukur-syukur bisa setingkat di atasnya,” katanya. 

    Wijaya menambahkan seperti halnya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP Tunas), yang awalnya hanya setingkat Perpres. Namun, ternyata setelah melalui pembahasan lebih lanjut, aturan tersebut dinaikan menjadi PP. 

    “Jadi tidak hanya Perpres, dinaikan ke tingkat peraturan pemerintah, supaya lebih kuat dan menjangkau segala macam,” katanya. 

    Pada Januari 2025, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyampaikan pihaknya masih menggodok aturan mengenai penggunaan dan etika AI. 

    Kala itu, Meutya menyebut, regulasi tersebut diharapkan dapat selesai 3 bulan lagi atau pada April 2025. Dia menambahkan, Indonesia sebetulnya sudah memiliki aturan terkait etika kecerdasan artifisial atau AI yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). 

    Namun, Meutya menuturkan, pihaknya memang berencana mengubah surat edaran tersebut menjadi peraturan yang lebih mengikat.

    “Ini digodok oleh Pak Wamen Nezar dan kami sudah tugaskan beliau. Dalam waktu 3 bulan kita akan buatkan juga peraturannya,” kata Meutya di Komdigi, Senin (13/1/2025).

  • Pakar: Literasi Digital Rendah Jadi Akar Polemik Kuota Internet Hangus – Page 3

    Pakar: Literasi Digital Rendah Jadi Akar Polemik Kuota Internet Hangus – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Polemik mengenai pemberlakuan sisa kuota internet hangus saat masa aktif berakhir ternyata masih menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

    Pakar Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansah, menilai permasalahan ini berakar pada rendahnya tingkat literasi digital masyarakat terhadap produk-produk telekomunikasi dari operator seluler.

    Menurutnya, masyarakat cenderung kurang teliti dalam memahami detail produk dan ketentuan yang ditetapkan oleh operator seluler sebelum melakukan pembelian pulsa atau paket data internet.

    “Padahal, operator telekomunikasi, sebelum menjual produknya telah memberikan informasi yang jelas dan rinci mengenai syarat dan ketentuan yang berlaku,” ujar Trubus, dalam keterangannya, Kamis (10/7/2025).

    Sebagai industri yang sangat teregulasi, Trubus meyakini bahwa seluruh praktik penjualan paket data dan pulsa oleh operator telekomunikasi selama ini telah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, termasuk Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang kini dikenal dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

    “Syarat dan ketentuan terkait penjualan pulsa dan kuota internet berbatas waktu oleh operator seluler sebenarnya sudah diinformasikan dengan baik. Namun, pemahaman publik terhadap hal ini masih minim. Inilah yang menunjukkan betapa lemahnya literasi digital masyarakat kita,” ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini.

    Trubus mendorong Komdigi bersama dengan para pelaku industri telekomunikasi untuk lebih gencar melakukan sosialisasi dan memberikan penjelasan yang lebih mendalam kepada masyarakat terkait regulasi penjualan kuota data dan pulsa yang telah ada.

    Langkah ini dianggap krusial untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman yang berpotensi menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.