Kementrian Lembaga: kementerian kkp

  • Trump Patok Tarif Impor Tinggi, RI Kirim Tuna ke China

    Trump Patok Tarif Impor Tinggi, RI Kirim Tuna ke China

    Jakarta

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana akan memperluas pasar tuna Indonesia. Hal ini lantaran ada kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donal Trump yang mengenakan tarif timbal balik sebesar 32% ke Indonesia yang dinilai akan berdampak terhadap daya saing ekspor Indonesia ke AS. Terutama terhadap produk-produk perikanan laut.

    Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekonomi Sosial dan Budaya⁠ Trian Yunanda mengatakan negara-negara yang bakal menjadi target perluasan pasar tuna Indonesia yakni Uni-Eropa, Jepang, negara-negara Timur Tengah, Afrika, hingga China. Hal ini penting agar produk unggulan ekspor Indonesia tidak hanya satu pasar.

    “Mungkin sebelum kebijakan Trump juga kita tahu kan ada yang masalah terkait dengan masalah tarif barrier juga. Itu juga tentunya menjadi concern kita. Tapi juga peluang-peluang pasar baru ini juga perlu. Seperti Middle East, Kemudian saya kira Jepang, Cina juga terbuka itu. Saya kira kita akan lakukan diversifikasi pasar,” katanya dalam acara dalam Bincang Bahari KKP, Rabu (30/4/2025).

    Selain perluasan pasar, Trian mengatakan pentingnya peningkatan mutu dari produk tuna Indonesia saat ini. Hal ini guna memenuhi standar mutu internasional dari produk tuna.

    Ia mengatakan, perlu juga adanya peremajaan kapal penangkap ikan di Indonesia masih berbahan kayu. Hal ini menjadi krusial dalam upaya Indonesia memperoleh approval number dari pasar global, khususnya Uni Eropa yang dikenal ketat dalam pengawasan mutu dan legalitas produk.

    “Yang terpenting tadi ya kita bagaimana bisa memberikan added value kepada produk kita tadi. Jadi jangan ya sekedar kita menangkap kemudian dibekukan. Tapi bagaimana dari sisi kualitas ya baik itu yang terkait dengan mutu maupun legalitas dari produk ini,” katanya.

    Trian mengatakan saat ini AS masih menjadi tujuan utama eskpor tuna. Tercatat pada nilai ekspor hasil produksi perikanan nasional mencapai US$ 5,95 miliar 2024.

    Ia mengatakan dari hasil tersebut, produk tuna menjadi nomor dua penyumbang terbesar setelah udang. Di mana produk udang sebesar US$ 1,68 miliar, sementara tuna, tongkol, cakalang sebesar Rp US$ 1,3 miliar.

    “Tuna cakalang tongkol ini dengan volume sebesar 278 ribu ton menghasilkan nilai sekitar US$ 1,03 miliar, atau sekitar Rp 16,7 triliun,” kata Trian.

    (rrd/rrd)

  • Organisasi Tuna Dunia Wajibkan Kapal Penangkap Pakai VMS

    Organisasi Tuna Dunia Wajibkan Kapal Penangkap Pakai VMS

    Jakarta

    Organisasi pengelolaan perikanan tuna atau Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) mewajibkan pemasangan vessel monitoring system (VMS) pada kapal-kapal penangkap tuna yang beroperasi di wilayah Samudera Hindia. Penggunaan alat tersebut bertujuan untuk memastikan kepatuhan penangkap dari praktik illegal unreported unregulated fishing (IUUF).

    “Ini sudah diatur dalam resolusi 15/03, di mana VMS wajib digunakan oleh kapal-kapal tuna. Jadi ayo sama-sama kita benahi, VMS itu wajib, supaya hasil tangkapan teman-teman bisa berdaya saing,” ungkap Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Trian Yunanda dalam talk show Bincang Bahari di Kantor KKP, Jakarta Pusat dikutip keterangan tertulis, Rabu (30/4/2025).

    Dia mengatakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam menyusun aturan VMS di dalam negeri, berpatok pada regulasi internasional. Hal ini sebagai komitmen pemerintah menjaga keberlanjutan ekosistem, melawan IUUF, serta meningkatkan daya saing hasil perikanan Indonesia di pasar global. Dengan adanya VMS, menurutnya sistem pengawasan kapal penangkap ikan menjadi lebih optimal.

    Trian juga meluruskan penggunaan VMS saat ini hanya diwajibkan untuk kapal berizin pusat, bukan untuk kapal nelayan kecil.

    “VMS itu untuk kapal komersial, yang digunakan pelaku usaha, kapal 30 GT keatas, atau di atas 10 GT yang nangkap ikan di atas 12 mil laut,” terangnya.

    Dia menyebut berkat adanya peningkatan kepatuhan Indonesia termasuk dalam melaksanakan program VMS, Indonesia berhasil menambah kuota tangkapan tuna dalam sidang ke-29 IOTC di La Reunion, Prancis beberapa waktu lalu.

    Diplomasi delegasi Indonesia yang dipimpin KKP berhasil menyakinkan IOTC, sehingga memperoleh tambahan kuota tangkapan untuk tiga jenis tuna. Adapun rinciannya kuota tangkapan big eye dari 2.791 ton menjadi 21.396 ton untuk periode 2026-2028, skipjack tuna (cakalang) menjadi 138.000 ton, dan yellowfin tuna yang disepakati menjadi 45.426 ton untuk tahun 2025.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) Muhammad Billahmar mengajak semua pihak agar patuh dan mengikuti aturan main. Dia mengatakan penangkapan tuna tidak diatur oleh tiap negara, melainkan secara regional.

    Meski saat ini masih terjadi penolakan penggunaan VMS, dia berharap segera ada jalan tengah agar seluruh kapal khususnya penangkap tuna memiliki perangkat teknologi satelit tersebut. Jika tidak ikut aturan, tuna Indonesia berpotensi sulit bersaing di pasar global.

    “Mau tidak mau karena ini sudah aturan, dari RFMO juga ya harus diikuti, kalau tidak nanti dampaknya ke pasar,” ungkap Billahmar.

    (akd/akd)

  • Kopdes Merah Putih momentum tingkatkan taraf hidup nelayan

    Kopdes Merah Putih momentum tingkatkan taraf hidup nelayan

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    HNSI: Kopdes Merah Putih momentum tingkatkan taraf hidup nelayan
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 28 April 2025 – 19:45 WIB

    Elshinta.com – Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Ahmad Yohan menilai Koperasi Desa Merah Putih menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesejahteraan, taraf hidup, dan kemandirian para nelayan di seluruh Indonesia.

    “Nelayan Indonesia telah memiliki payung hukum yang sangat kuat di tingkat undang-undang terkait perlindungan dan pemberdayaan, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam,” kata Wakil Ketua Umum DPP HNSI Ahmad Yohan melalui keterangan dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

    Menindaklanjuti undang-undang tersebut, kata Yohan, telah banyak langkah yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah, baik itu dalam bentuk kebijakan, program, maupun anggaran agar nelayan semakin terlindungi dan berdaya.

    “Upaya-upaya tersebut juga didukung langkah-langkah yang secara paralel dilakukan para pemangku kepentingan termasuk HNSI,” ujar Ahmad Yohan yang juga sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR itu.

    Kini, lanjut Yohan, upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan semakin mendapatkan momentum dengan terbitnya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 27 Maret 2025.

    Ia menegaskan bahwa strategi pemberdayaan nelayan melalui penguatan kelembagaan dan kemitraan usaha merupakan amanat Undang-Undang Perlindungan Nelayan yang harus dijalankan.

    Sehingga, menurut dia, dengan terbitnya Inpres 9 tentang Koperasi Desa atau Kelurahan Merah Putih menjadi momentum penting yang wajib dioptimalkan untuk semakin meningkatkan taraf hidup nelayan di seluruh Indonesia.

    Wakil Ketua Umum DPP HNSI Agus Suherman menambahkan, dalam mendukung pelaksanaan Inpres Nomor 9 Tahun 2025 pihaknya sedang melakukan konsolidasi secara menyeluruh terkait identifikasi dan pemetaan desa di sektor perikanan dengan melibatkan seluruh perangkat yang dimiliki HNSI, mulai dari DPP sampai pengurus kabupaten/kota.

    Menurut dia, koperasi adalah soko guru perekonomian rakyat Indonesia. Sehingga inisiatif Presiden Prabowo dengan KDMP tentunya harus dimanfaatkan sebagai momentum penguatan ekonomi rakyat.

    “Di sektor perikanan, nelayan kecil harus menjadi prioritas utama, yaitu nelayan buruh atau nelayan yang memiliki kapal perikanan berukuran di bawah 5 gross tonase,” ujar Agus.

    Agar tujuan besar itu mendapat hasil yang optimal, menurut Agus, proses teknis dan dukungan aspirasi dari bawah memegang tahapan yang sangat krusial.

    “Ada istilah the devil is in the details. Artinya turunan teknis memegang peranan kunci untuk kesuksesan sebuah kebijakan. Perlu ditanya dan dijaring betul, apa yang diinginkan nelayan kita, dan bagaimana strategi mengembangkannya,” kata Agus.

    Terlebih, lanjut Agus, target pemerintah untuk Koperasi Merah Putih ini cukup besar yaitu sebanyak 80.000 koperasi.

    Dia menyebutkan, berdasarkan rilis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sektor kelautan dan perikanan setidaknya akan disinergikan 20.000 menjadi kelompok usaha yang telah ada menjadi 2.000 calon KDMP baru.

    “Ini adalah sebuah pekerjaan kolosal,” ucap Agus.

    Oleh karena itu, dia menegaskan pihaknya siap bermitra dengan pemerintah khususnya dengan KKP serta kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah untuk mendukung pelaksaan program Koperasi Desa Merah Putih ini.

    “HNSI akan membantu menyerap seluruh aspirasi nelayan di seluruh desa pesisir kita. Insya Allah dengan kolaborasi dan kerja sama yang baik, niat mulia ini dapat mewujudkan tujuannya,” kata Suherman.

    Sumber : Antara

  • Kades Kohod Dibebaskan dalam Kasus Pagar Laut, Riyono PKS Mengaku Terkejut

    Kades Kohod Dibebaskan dalam Kasus Pagar Laut, Riyono PKS Mengaku Terkejut

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Langkah Bareskrim Polres menangguhkan penahanan Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip atas kasus pagar laut di Pesisir Tangerang, Banteng menuai sorotan.

    Apalagi, penangguhan penahanan itu mengindikasikan lemahnya proses hukum yang dilakukan aparat terhadap Arsin Cs, setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka pagar laut.

    Anggota Komisi IV DPR, Riyono mengaku kaget dengan kabar Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip dan bebeberapa tersangka kasus pagar laut di Tangerang memperoleh penangguhan penahanan.

    “Saya ingin sampaikan, ya, cukup terkejut atas dibebaskannya Kepala Desa Kohod,” kata Riyono dalam keterangan persnya seperti dikutip Minggu (27/4).

    Menurutnya, pemberian penangguhan penahanan menunjukkan perkembangan penanganan kasus pagar laut lemah.

    “Sikap saya tentu satu, menyayangkan terkait dengan penanganan kasus pagar laut ini sampai kemudian prosesnya sekarang belum jelas, belum pasti,” lanjut dia.

    Riyono mengatakan lemahnya penanganan hukum membuat Komisi IV perlu menanyakan komitmen pemerintah terkait penanganan kasus pagar laut. Terlebih lagi, ujarnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebelumnya telah melaporkan secara resmi ke Komisi IV DPR RI dalam rapat kerja terkait kasus pemasangan pagar laut.

    Legislator Fraksi PKS itu menyebut, kedua institusi menyatakan komitmen menuntaskan kasus pagar laut, termasuk pembayaran denda sebesar Rp48 miliar ke pihak yang bersalah. Dia menilai bahwa komitmen tersebut kini perlu segera diuji pelaksanaannya setelah proses penyelesaian hukum yang mandek.

  • Pengelola Ruang Laut Wajib Lapor Tiap Tahun, KKP: Denda Rp5 Juta/Hari jika Telat

    Pengelola Ruang Laut Wajib Lapor Tiap Tahun, KKP: Denda Rp5 Juta/Hari jika Telat

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengimbau pemegang dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) untuk menjalankan kewajibannya menyerahkan laporan tahunan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut.

    Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Doni Ismanto Darwin menyatakan KKP bakal mengenakan sanksi tegas bagi pemegang KKPRL yang tidak menaati aturan wajib lapor tiap tahun.

    Dia menuturkan, KKP bakal mengenakan sanksi administratif sebesar Rp5 juta per hari kepada pemegang KKPRL yang mengabaikan kewajiban tersebut.

    Doni menjelaskan pengiriman laporan merupakan salah satu kewajiban bagi pemegang dokumen KKPRL. Hal itu telah diatur sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.28/2021 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang Laut.

    “Kami sudah selalu mengimbau bahwa ada sanksi bagi yang telat apalagi tidak menyerahkan laporan,” kata Doni dalam keterangannya, Minggu (27/4/2025).

    Pengawasan penataan ruang laut yang mengatur sanksi terhadap Pemegang KKPRL yang tidak memenuhi kewajiban tersebut tercantum dalam Permen KP No.31/2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan.

    Lebih lanjut, Doni mengungkap bahwa laporan tahunan ini meliputi kemajuan dalam memperoleh Persetujuan Lingkungan dan Perizinan Berusaha, serta realisasi luas perairan dan pemanfaatannya dalam hal Perizinan Berusaha yang telah diterbitkan.

    “Laporan tahunan ini untuk melihat komitmen dari pemegang KKPRL terhadap kewajiban dalam pemanfaatan ruang laut, salah satunya dalam pengelolaan lingkungan dan tanggungjawab sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir,” tuturnya.

    Sejak lima tahun terakhir, KKP telah menerbitkan 2.530 dokumen KKPRL. Dari total tersebut, 17 dokumen diantaranya tidak lagi berlaku lantaran telah dibatalkan atau dicabut sehingga pemegang tak perlu lagi melaporkan laporan tahunan.

    Merujuk data Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, sekitar 739 pemegang dokumen KKPRL yang belum maupun terlambat menyerahkan laporan tahunan.

    Untuk diketahui, penyampaian laporan tahunan dilakukan setiap tahun. Pelaporan tidak boleh melebihi tanggal diterbitkannya dokumen KKPRL. Misalnya, dokumen KKPRL milik Vino terbit pada 24 Agustus 2023. Itu artinya, laporan tahunan wajib diserahkan maksimal 23 Agustus setiap tahunnya.

    Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut KKP Fajar Kurniawan menambahkan, penyerahan laporan tahunan akan memberi kepastian hukum atas kegiatan usaha yang dilakukan di ruang laut.

    Merujuk Permen KP No.28/2021, masa berlaku dokumen KKPRL hanya 2 tahun jika tidak ada tindak lanjutnya dalam bentuk usaha. Untuk masa berlaku perizinan berusaha bervariasi, bisa mencapai 20 tahun sesuai dengan jenis-jenis kegiatan usahanya.

    Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.5/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, KKPRL merupakan persyaratan dasar untuk mengurus perizinan perizinan berusaha yang pengajuannya wajib melalui sistem Online Single Submission (OSS).

    “Jadi kalau perizinan berusaha sudah ada maka masa berlaku KKPRL yang tadinya hanya dua tahun, menyesuaikan masa berlaku perizinan berusahanya. Tapi kalau kami tidak terinfo bahwa izin usaha atas pemanfaatan ruang laut ini telah terbit, ya kami menganggap masa berlakunya hanya 2 tahun,” tuturnya. 

  • Kedubes RI Dampingi Proses Hukum 35 WNI Nelayan yang Langgar Perbatasan Ditahan di Port Moresby PNG

    Kedubes RI Dampingi Proses Hukum 35 WNI Nelayan yang Langgar Perbatasan Ditahan di Port Moresby PNG

    JAKARTA – Kedutaan Besar (Kedubes) RI di Port Moresby, Papua Nugini (PNG), mendampingi proses hukum terhadap sebanyak 35 orang nelayan yang ditahan di Port Moresby.

    “Kedubes RI di Port Moresby saat ini mendampingi proses hukum 35 orang nelayan yang ditahan di Port Moresby,” kata Dubes RI untuk PNG Andriana Supandi saat dihubungi Jumat 25 April, disitat Antara. 

    Andriana mengatakan, Kedubes RI di Port Moresby sudah meminta izin kepada otoritas perikanan Papua Nugini National Fisheries Authority (NFA) untuk mendapatkan akses bertemu dengan 12 nelayan RI yang saat ini ditahan di penjara Bobana, PNG.

    Sedangkan untuk 23 nelayan yang merupakan anak buah kapal (ABK) KM Eka Jaya, lanjut dia, kedutaan sudah mengantongi izin dan akan segera berkunjung ke pelabuhan di mana kapal tersebut berlabuh.

    Dia menjelaskan, dari informasi yang didapat dari NFA, ada tiga kapal nelayan RI ditangkap saat melaut di area “dogleg”, yang merupakan wilayah perairan PNG berbatasan dengan RI. 

    Ketiga kapal itu yakni KM Eka Jaya yang membawa 23 ABK, KM Akifa 7 ABK dan KM Bintang Samudra dengan 5 ABK.

    Kapal-kapal nelayan itu ditangkap dengan jarak waktu terpisah, saat tentara PNG (PNGDF) dan NFA melakukan patroli di sekitar perairan perbatasan RI-PNG tanggal 12-15 Maret.

    Dari informasi yang diterima, pemilik kapal KM Eka Jaya meminta agar hukuman yang diberikan dapat diselesaikan melalui proses administratif.

    Atas permintaan itu, pihak NFA telah kirimkan penalty notice kepada pemilik kapal melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI di Jakarta, terkait besarnya denda yang ditetapkan Pemerintah PNG melalui NFA berdasarkan pelanggaran perikanan sesuai UU Perikanan PNG.

    “Untuk berapa besar denda yang diberikan, kami masih menunggu informasi lanjutan dari KKP,” kata Andriana.

    Menurutnya, untuk ABK kedua kapal lainnya yakni KM Bintang Samudra dan KM Akifa kasusnya sudah disidangkan di pengadilan PNG dan diputuskan bersalah.

    Dalam sidang tanggal 4 April 2025, Pengadilan PNG memutuskan kapten dari kedua kapal tersebut dikenakan denda masing-masing 150.000 PNG Kina (mata uang PNG) karena melakukan tiga pelanggaran perikanan yang dilakukan sesuai UU Perikanan PNG.

    Sedangkan 10 ABK masing-masing dikenakan karena melakukan dua pelanggaran perikanan yang dilakukan sesuai UU Perikanan PNG.

    “Kapten dan ABK itu diberikan waktu tiga bulan untuk membayar seluruh denda, atau terancam lima tahun penjara,” kata Andriana.

  • KKP: NTT memiliki iklim panas stabil dan cocok untuk produksi garam

    KKP: NTT memiliki iklim panas stabil dan cocok untuk produksi garam

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) segera membangun modeling pergaraman di Nusa Tenggara Timur (NTT) karena dinilai memiliki iklim panas yang stabil dan sangat cocok untuk pengembangan sektor garam nasional secara berkelanjutan.

    “NTT memiliki iklim panas yang stabil dan cocok untuk produksi garam, kondisinya mirip dengan kawasan Dampier di Australia Barat. Ini membuat NTT sangat potensial untuk menjadi lokasi modelling tambak garam dengan target produktivitas 200 ton per hektare,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP Koswara dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

    Ia menuturkan pihaknya bersama tim teknis dari KKP dan perwakilan PT Garam telah meninjau sejumlah lokasi di Kabupaten Sabu Raijua dan Kabupaten Kupang, NTT yang direncanakan menjadi lokasi pembangunan modeling garam.

    Koswara menyebutkan di Kabupaten Sabu Raijua, terdapat tiga lokasi yang dikunjungi, yaitu Desa Menia (Kecamatan Sabu Barat), Desa Bodae (Sabu Timur), dan Desa Deme (Sabu Liae).

    Sementara di Kabupaten Kupang, peninjauan difokuskan di Desa Bipoli dan Oetata, Kecamatan Camplong, yang telah dikelola oleh PT Garam.

    Selain potensi alam, aspek sosial-budaya, kejelasan status lahan dan kesiapan infrastruktur, juga menjadi pertimbangan penting dalam menentukan kelayakan pengembangan lahan garam terintegrasi di Nusa Tenggara Timur.

    Peninjauan itu merupakan awal dari langkah konkret KKP dalam membangun model ekstensifikasi tambak garam di wilayah-wilayah strategis agar mampu memenuhi target kebutuhan nasional.

    “Hasil peninjauan ini akan melengkapi analisis dan evaluasi KKP dalam menentukan lokasi pembangunan modeling garam dengan skema ekstensifikasi,” ucapnya.

    Lebih lanjut, dia mengatakan pembangunan modeling ekstensifikasi bertujuan untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam lokal dalam mewujudkan swasembada garam di tahun 2027.

    Kebutuhan garam nasional per tahunnya mencapai 4,9 juta – 5 juta ton untuk konsumsi, industri, peternakan dan perkebunan, water treatment, hingga pengeboran minyak.

    “Pengelolaan model ini akan melibatkan pemerintah pusat, pemda dan pelaku usaha melalui skema ekonomi yang disepakati,” imbuh Koswara.

    Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menekankan pentingnya lompatan nyata untuk memajukan industri garam nasional agar semakin mandiri dan berdaya saing tinggi.

    Selain pembangunan modeling ekstensifikasi, produktivitas garam nasional juga akan didongkrak oleh strategi intensifikasi yakni memaksimalkan tambak garam rakyat yang sudah ada.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Legislator desak pemerintah tindak penangkapan ikan ilegal di Maluku

    Legislator desak pemerintah tindak penangkapan ikan ilegal di Maluku

    Ambon (ANTARA) – Anggota DPR asal daerah pemilihan Maluku mendesak pemerintah menindak tegas praktik penangkapan ikan ilegal yang masih marak terjadi di wilayah perairan Indonesia, termasuk di Provinsi Seribu Pulau itu.

    Anggota Komisi IV (bidang Pertanian, Kehutanan dan Kelautan) DPR RI Saadiah Uluputty, di Ambon, Kamis mendesak agar ada tindakan tegas terhadap kapal asing antara lain dari Vietnam, Taiwan, hingga Filipina yang diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah Indonesia, termasuk Maluku.

    Menurutnya, praktik pencurian ikan bukan hanya pelanggaran hukum tetapi juga bentuk nyata perusakan ekosistem laut dan mengancam kedaulatan negara.

    Politisi asal Maluku ini mengungkapkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menunjukkan dua kapal berbendera Vietnam dengan muatan 4.500 kilogram ikan ditangkap di Laut Natuna Utara pada pertengahan April 2025.

    Selain itu, kapal asing asal Taiwan juga diamankan di Laut Aru Maluku dan kapal Filipina di perairan Talaud.

    Total potensi kerugian negara akibat praktik ini ditaksir lebih dari Rp150 miliar, termasuk dampak terhadap kerusakan ekosistem laut.

    Tak hanya menyoroti pelaku asing, Saadiah juga menegaskan bahwa praktik penangkapan ilegal oleh nelayan lokal, seperti penggunaan alat tangkap cantrang dan setrum rakitan, turut menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan sumber daya perikanan.

    “Ini bukan sekadar pelanggaran teknis. Ini adalah ancaman terhadap keberlanjutan dan ketahanan pangan laut kita,” ujarnya.

    Ia menekankan tentang pentingnya penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu, serta perlunya sinergi antara kementerian dan lembaga dalam memperkuat pengawasan laut.

    Saadiah juga mendorong peningkatan penggunaan teknologi pemantauan seperti Vessel Monitoring System (VMS), namun tetap memberikan dukungan biaya bagi nelayan kecil agar tidak terbebani.

    “Negara harus hadir secara utuh, menjaga laut dari pencurian oleh asing sekaligus tidak memberatkan nelayan kecil dalam menjalankan usaha mereka yang sah,” ucapnya.

    Pewarta: Winda Herman
    Editor: Iskandar Zulkarnaen
    Copyright © ANTARA 2025

  • KKP segel usaha jual beli Arwana Super Red tanpa izin di Kalbar

    KKP segel usaha jual beli Arwana Super Red tanpa izin di Kalbar

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegel usaha jual beli ikan Arwana Super Red (Scleropages formosus) tanpa izin di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar).

    Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono (Ipunk) mengatakan penyegelan dilakukan lantaran ikan Arwana Super Red termasuk dalam ikan dilindungi penuh yang wajib dilengkapi Surat Izin Pemanfaatan Jenis Ikan (SIPJI) dan Surat Angkut Jenis Ikan (SAJI) sebagai persyaratan pemanfaatannya.

    “Ada tiga lokasi yang kami segel dengan total 545 ekor ikan Arwana Super Red,” kata Ipunk dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

    Dia menjelaskan dari tiga lokasi tersebut, petugas menemukan 393 ekor ikan di satu lokasi dengan pemilik inisial AH berada di komplek PU Pengairan Limbung, Kecamatan Sungei Raya.

    Kemudian 152 ekor di dua lokasi dengan pemilik inisial AG yang berada di gudang penampungan arwana PT TJS dan rumah tinggal pemilik di kota Pontianak

    “Saat ini kami lakukan penghentian sementara kegiatan usaha jual beli ikan arwana. Barang bukti kami amankan dan dua pelaku dengan potensi dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif,” ujar Ipunk.

    Sementara itu, Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan KKP Halid K Jusuf menjelaskan ikan arwana super red merupakan jenis ikan dilindungi yang masuk dalam daftar Apendiks Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) yang pemanfaatannya diatur dalam peraturan perundang-undangan.

    “Ada tata caranya, pelaku usaha harus memiliki SIPJI baik untuk pengembangbiakan maupun perdagangan karena Pemerintah Indonesia telah menetapkan ikan arwana sebagai jenis ikan dilindungi penuh melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2021,” jelas Halid.

    Halid menyebutkan kedua pelaku diduga melanggar Pasal 84 ayat (2) jo Pasal 4 ayat (2) Permen KP Nomor 61 Tahun 2018 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan Yang Dilindungi dan/atau jenis Ikan Yang Tercantum dalam Appendiks CITES jo Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 3 ayat (2) huruf d Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26 Tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan.

    Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono sangat menyayangkan masih adanya pelaku usaha yang melakukan praktik usaha ilegal, karena dapat mengancam kelastarian spesies dilindungi.

    Untuk itu, pihaknya terus mendorong pelaku usaha untuk mengedepankan legalitas dan keberlanjutan sebagai prinsip utama dalam pemanfaatan jenis ikan dilindungi.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mengatasi Permasalahan Sampah Melalui Metode Budidaya Maggot – Halaman all

    Mengatasi Permasalahan Sampah Melalui Metode Budidaya Maggot – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT PP Properti Tbk (PPRO) mendukung ajakan Wali Kota Depok, Supian Suri, yang mendorong seluruh masyarakat dan pelaku usaha untuk berkontribusi aktif dalam mengatasi permasalahan sampah melalui pendekatan berbasis lingkungan.

    PPRO melalui anak usahanya Evenciio Apartment melakukan inovasi pengelolaan sampah organik melalui metode budidaya maggot (Black Soldier Fly atau BSF). 

    Dalam mewujudkan terobosan ini, Evenciio bekerja sama dengan Den Maggot, mitra binaan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), untuk mengoptimalkan metode budidaya maggot dengan sistem rak vertikal.

    Seluruh proses ini dijalankan oleh tim Building Management dengan membentuk tim 3R (Reduce, Reuse, Recycle), serta melibatkan partisipasi aktif penghuni melalui edukasi dan penyediaan fasilitas pemilahan sampah khusus di area apartemen.

    Setiap harinya, hunian yang berada di pusat Kota Depok, tepatnya di Jalan Margonda Raya ini, menghasilkan sampah sebanyak 9 meter kubik yang terdiri dari 20 persen sampah organik dan 70 persen sampah anorganik, serta 10 persen limbah B3.  

    Inovasi ini terbukti efektif dalam menurunkan biaya pengelolaan sampah hingga 78 persen per bulannya. Tidak hanya itu, hampir seluruh sampah organik dapat diuraikan secara maksimal dalam waktu yang relatif singkat, sehingga dapat menciptakan lingkungan hunian yang lebih sehat.

    Selain itu, sisa penguraian maggot dapat digunakan sebagai pupuk organik, sementara maggot yang sudah dikeringkan dan menjadi tepung dimanfaatkan sebagai pakan ikan di kolam.

    VP Corporate Secretary, Afrilia Pratiwi, menyatakan bahwa langkah ini merupakan bukti nyata dari komitmen PPRO terhadap lingkungan sekaligus tanggung jawab sosial.

    “Kami percaya bahwa menghadirkan lingkungan yang sehat dan berkelanjutan adalah bagian penting dari pengalaman tinggal yang berkualitas. Dengan sistem ini, terbukti bahwa pengelolaan sampah dapat dilakukan secara mandiri, efisien, dan berdampak positif bagi penghuni dan masyarakat sekitar,” ujar Afrilia dikutip Kamis (24/4/2025). 

    Dengan terobosan ini, PPRO berharap dapat menjadi pelopor untuk mengadopsi praktik berkelanjutan, sekaligus menginspirasi gaya hidup yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. 

    “Inisiatif ini diharapkan juga dapat menginspirasi sekaligus menjadi pengingat bagi generasi muda, khususnya para penghuni Evenciio, bahwa menjaga lingkungan dapat kita lakukan dari langkah-langkah sederhana seperti memilah sampah dan mengelolanya dengan bijak,” tutur Afrilia. 

    Langkah inovatif ini tidak hanya sebatas solusi pengelolaan sampah, namun juga menjadi bagian dari gerakan transformasi menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. 

    Sejalan dengan prinsip SDGs, khususnya Tujuan 11 (Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan), Tujuan 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab), serta Tujuan 13 (Penanganan Perubahan Iklim), inisiatif ini mencerminkan bagaimana PPRO dapat mengambil peran strategis dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan.