Kementrian Lembaga: kementerian kkp

  • KKP dorong ekonomi biru lewat budidaya lobster perdana di Batam

    KKP dorong ekonomi biru lewat budidaya lobster perdana di Batam

    Pasar global ‘seafood’ diperkirakan mencapai 414 miliar dolar AS, kontribusi ekspor Indonesia baru sekitar 5 miliar dolar AS

    Batam (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong perkembangan ekonomi biru yakni pemanfaatan sektor sumber daya laut, dengan panen perdana budidaya lobster di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Kota Batam, Kepulauan Riau.

    Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan bahwa penelitian dan riset pengembangan lobster telah dilakukan selama hampir dua tahun.

    “Sekarang kita sudah berhasil. Keberhasilan ini menjadi langkah awal agar Indonesia bisa memiliki kekuatan di sektor perikanan dan kelautan. Nilai panen perdana ini mencapai sekitar 1,7 ton dengan harga Rp400 ribu per kilogram,” ujar Sakti Wahyu Trenggono pada acara panen lobster perdana di BPBL Batam, Rabu.

    Ia menegaskan Indonesia memiliki potensi besar karena ketersediaan bibit lobster yang melimpah secara alami.

    “Pasar global seafood diperkirakan mencapai 414 miliar dolar AS, sementara kontribusi ekspor Indonesia baru sekitar 5 miliar dolar AS. Jadi kami memiliki potensi yang sangat besar di Kepri dan Batam,” kata dia.

    Sebagai informasi, lobster yang berhasil dipanen sebanyak 6.000 ekor, terdiri dari tiga macam yakni jenis pasir, bambu dan mutiara.

    Panen perdana ini juga dihadiri Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming Raka dan Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto.

    Wapres Gibran menekankan pentingnya melibatkan pemangku kepentingan lokal dalam pengembangan ekonomi biru, serta mempercepat finalisasi Peraturan Presiden (Perpres) terkait pencegahan penyelundupan benih-benih lobster (BBL).

    “Survival rate lobster kita sudah 80 persen. Tinggal digencarkan lagi dan dimodelkan ke daerah lain,” katanya.

    Sementara itu, Titiek Soeharto memberikan apresiasi tinggi atas capaian KKP. Menurut dia, teknologi pembesaran lobster ini memberi nilai tambah signifikan.

    “Selama ini benih banyak diekspor, namun sekarang kita bisa membesarkan sendiri. Ke depan, kerja sama luar negeri harus diarahkan agar pembesaran dilakukan di Indonesia, sehingga membuka lapangan kerja dan meningkatkan devisa,” katanya.

    Melalui program ini, KKP menargetkan pengembangan lobster tidak hanya untuk pasar ekspor, tetapi untuk menggerakkan ekonomi biru secara nasional dengan melibatkan nelayan, masyarakat pesisir, hingga industri perikanan lokal.

    Pewarta: Amandine Nadja
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Garam, pangan biru, dan masa depan NTB

    Garam, pangan biru, dan masa depan NTB

    Mataram (ANTARA) – Di meja makan setiap keluarga Indonesia, garam selalu hadir. Butir putih sederhana itu memberi rasa pada setiap sajian, namun jarang disadari sebagai bagian penting dari kedaulatan pangan.

    Lebih dari sekadar bumbu dapur, garam adalah komoditas strategis yang menopang industri besar, mulai dari makanan, kimia, hingga farmasi.

    Ironisnya, meskipun Indonesia memiliki garis pantai yang panjang, kebutuhan garam nasional masih jauh melampaui produksi dalam negeri.

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, kebutuhan bahan baku garam pada tahun 2025 mencapai 4,9 juta ton, meningkat sekitar 2,5 persen per tahun dari 2024 yang juga tercatat 4,9 juta ton.

    Tahun 2023 bahkan lebih tinggi, mencapai 5 juta ton, dengan lebih dari 3 juta ton digunakan oleh sektor industri. Sementara itu, produksi dalam negeri 2025 diperkirakan hanya 2,25 juta ton, dengan cadangan stok 836 ribu ton, sehingga pasokan lokal hanya mampu memenuhi sekitar 63 persen kebutuhan nasional.

    Kesenjangan ini memaksa Indonesia masih mengimpor garam dari negara lain, seperti Australia dan India. Ketergantungan ini bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga soal kedaulatan.

    Target pemerintah melalui Perpres 126/2022 tentang Percepatan Pembangunan Industri Garam Nasional adalah menghentikan impor garam pada 2027. Target tersebut bukan sekadar angka, tetapi simbol kemandirian bangsa maritim.

    Namun mencapai target itu bukan perkara mudah. Produksi garam dalam negeri harus ditingkatkan, kualitasnya konsisten, dan distribusinya efisien. Garam bukan hanya komoditas, tetapi juga penentu keberlangsungan industri nasional.

    Tanpa pasokan lokal yang memadai dan berkualitas, sektor industri tetap tergantung pada impor, menimbulkan biaya tambahan dan risiko pasokan.

    Peran strategis NTB

    Di Bima, Dompu, hingga Lombok Timur, hamparan tambak rakyat membentang seperti cermin di bawah terik matahari. Musim kering panjang, sinar matahari melimpah, dan pengalaman masyarakat pesisir yang sudah terbiasa menambak garam menjadi modal penting.

    Pemerintah Provinsi NTB menargetkan produksi garam rakyat mencapai 180 ribu ton pada 2025, meningkat dari 150 ribu ton pada 2024, dan 140 ribu ton pada 2023. Produksi ini bersumber dari lahan tambak seluas 9.789 hektare, sebagian besar berada di Kabupaten Bima dan Dompu.

    Meski meningkat, kontribusi NTB terhadap kebutuhan nasional masih kecil dibandingkan 4,9 juta ton yang dibutuhkan, menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas produksi dan kualitas.

    Persoalan klasik tetap menghantui: teknologi yang terbatas, modal kecil, kualitas garam belum konsisten, dan tata niaga yang belum berpihak. Banyak petani masih bergantung pada metode tradisional yang menghasilkan garam berkualitas rendah (K2 dan K3).

    Dominasi tengkulak dan fluktuasi harga membuat mereka rentan terhadap kerugian. Produksi berlimpah tidak akan berarti jika kesejahteraan petani tidak terjamin.

    Untuk mengubah kondisi ini, hilirisasi garam menjadi strategi kunci. Dengan pengolahan modern berupa pencucian, pengeringan, pengemasan, maka garam rakyat bisa memenuhi standar industri.

    Program teknologi geomembran, misalnya, memperbaiki kualitas kristal garam, mengurangi pencemaran tanah, dan meningkatkan harga jual. Namun, akses teknologi masih terbatas bagi banyak petani kecil.

    Di sinilah peran pemerintah, koperasi, dan lembaga keuangan sangat penting dengan menyediakan skema pembiayaan yang inklusif dan ramah bagi petani.

    Selain itu, tata niaga harus diperbaiki. Koperasi dan kelompok tani perlu diperkuat agar bisa menyalurkan garam langsung ke industri atau pasar ekspor, meminimalkan dominasi tengkulak. Dengan demikian, produksi yang meningkat juga berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat pesisir.

    Agenda masa depan

    Keberlanjutan menjadi kata kunci dalam pengembangan garam NTB. Produksi garam yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak pada ekosistem pesisir. Tambak yang dibuka tanpa perencanaan dapat merusak hutan mangrove, sementara limbah pengolahan garam bisa mencemari perairan. Oleh karena itu, teknologi ramah lingkungan dan pengelolaan lahan terintegrasi harus menjadi bagian dari roadmap produksi garam NTB.

    Agenda mendesak NTB meliputi beberapa hal. Pertama, perbaikan kualitas produksi melalui teknologi modern agar garam dapat memenuhi standar industri dan mengurangi ketergantungan impor. Kedua, pembiayaan inklusif untuk petani kecil agar mereka mampu membeli alat dan bahan untuk meningkatkan kualitas.

    Ketiga, penguatan koperasi agar posisi petani lebih kuat dalam rantai distribusi, tidak lagi bergantung pada tengkulak. Keempat, integrasi garam dalam konsep pangan biru, yang menekankan pemanfaatan laut secara berkelanjutan.

    Konsep pangan biru melihat laut bukan hanya sebagai sumber protein, tetapi juga sumber pangan non-protein strategis seperti garam. Dengan mengelola tambak garam secara berkelanjutan, NTB tidak hanya menyediakan komoditas bagi industri nasional, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem pesisir. Garam bisa menjadi simbol keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan, antara produktivitas dan konservasi.

    Kolaborasi menjadi kunci keberhasilan. Pemerintah memberikan kebijakan dan dukungan teknologi, swasta menyediakan investasi, sementara petani memastikan pasokan bahan baku berkualitas. Sinergi ini akan menentukan keberhasilan hilirisasi dan pencapaian swasembada garam pada 2027. Dengan langkah-langkah konkret, NTB bisa menjadi teladan bagi daerah lain di Indonesia.

    Jika semua pihak bekerja konsisten, target 2027 bukan sekadar angka. Itu akan menjadi penanda sejarah: Indonesia berdiri tegak dengan garamnya sendiri. Petani pesisir tidak hanya menjadi produsen bahan mentah, tetapi bagian dari rantai industri bernilai tinggi, menikmati kesejahteraan, dan berperan dalam kedaulatan pangan nasional.

    Butiran garam putih yang sederhana di tangan mereka adalah simbol masa depan yang manis, hasil kerja keras, inovasi, dan kolaborasi seluruh bangsa.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Jalan panjang hilirisasi garam NTB

    Jalan panjang hilirisasi garam NTB

    Mataram (ANTARA) – Di banyak pesisir Indonesia, garam masih dipandang sebagai komoditas sederhana. Sekilas, butiran putih itu tampak sepele, hanya pelengkap dapur yang memberi rasa pada makanan.

    Namun jika ditelusuri lebih jauh, garam adalah bagian penting dari rantai industri bernilai tinggi yang meliputi makanan, farmasi, hingga industri kimia. Hilirisasi garam, istilah yang kini kian sering disebut, sejatinya adalah jalan panjang yang dapat mengubah wajah ekonomi pesisir.

    Nusa Tenggara Barat (NTB), dengan garis pantai yang luas dan potensi lahan tambak melimpah, berada di posisi strategis untuk membuktikan bahwa garam bukan sekadar cerita kemiskinan, tetapi juga masa depan yang menjanjikan.

    Di Bima, Dompu, dan Lombok Timur, masyarakat pesisir sudah lama mengenal garam sebagai denyut kehidupan. Namun selama ini, sebagian besar garam hanya dijual mentah tanpa pengolahan, sehingga nilainya rendah.

    Beberapa tahun terakhir, NTB mulai menjadi laboratorium kecil hilirisasi garam. Sejumlah pabrik pengolahan berdiri di Bima dan Lombok. Garam rakyat yang dulu dijual apa adanya kini diproses menjadi produk bernilai tambah.

    Tahapan pencucian, pengeringan modern, hingga pengemasan menjadikan garam lebih bersih, lebih higienis, dan siap masuk pasar industri. Penerapan teknologi ini tidak hanya meningkatkan mutu, tetapi juga meningkatkan harga jual, memberi ruang bagi petani untuk mendapatkan pendapatan lebih baik.

    Namun, hilirisasi tidak berhenti pada teknologi. Ini juga soal membangun ekosistem industri, dari hulu hingga hilir. Tanpa bahan baku berkualitas dari tambak rakyat, pabrik kesulitan menghasilkan produk standar industri.

    Tanpa jaringan distribusi yang efisien, garam olahan tidak bisa mencapai pasar dengan tepat waktu. Dengan kata lain, hilirisasi menuntut transformasi menyeluruh, baik di tingkat produksi maupun tata niaga.

    Produksi dan kebutuhan

    Meskipun ada kemajuan, kesenjangan antara produksi dan kebutuhan masih nyata. Kapasitas produksi pabrik terbatas, kualitas garam rakyat bervariasi, dan rantai distribusi belum tertata dengan baik.

    Secara nasional, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat bahwa kebutuhan bahan baku garam pada tahun 2025 mencapai 4,9 juta ton, sama dengan tahun sebelumnya. Pada 2023, kebutuhan sedikit lebih tinggi, yakni sekitar 5 juta ton, dengan lebih dari 3 juta ton digunakan sektor industri.

    Di sisi produksi, rencana nasional 2025 memperkirakan 2,25 juta ton, dengan cadangan stok tambahan sekitar 836 ribu ton, sehingga total pasokan lokal hanya memenuhi sekitar 63 persen kebutuhan. Produksi 2024 tercatat 2,04 juta ton, melampaui target 2 juta ton.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Swasembada garam di ujung negeri

    Swasembada garam di ujung negeri

    Di tambak-tambak kecil Bima, Dompu, dan Lombok Timur, setiap butir garam putih yang mengilap bukan sekadar kristal asin, melainkan harapan, asa, dan simbol kemampuan bangsa untuk berdiri tegak dengan garamnya sendiri

    Mataram (ANTARA) – Di sepanjang garis pantai Bima, Dompu, hingga Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), hamparan tambak garam mengilap di bawah terik Matahari. Sekilas, pemandangan itu tampak sederhana, bahkan menenangkan, dengan kristal putih yang memantulkan cahaya.

    Namun di balik kilauannya tersimpan persoalan lama yang tidak kunjung selesai. Bagaimana negeri dengan garis pantai lebih dari 108 ribu kilometer justru masih bergantung pada impor garam?

    Kebutuhan garam nasional terus meningkat setiap tahun. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa pada tahun 2025, kebutuhan bahan baku garam nasional diperkirakan mencapai 4,9 juta ton, meningkat sekitar 2,5 persen per tahun.

    Tahun 2024 tercatat jumlah yang sama, sedangkan pada 2023 sedikit lebih tinggi, sekitar 5 juta ton, dengan lebih dari 3 juta ton digunakan oleh sektor industri. Bersamaan dengan itu, produksi dalam negeri belum mampu menutupi kebutuhan tersebut secara penuh.

    Di tengah paradoks itu, NTB menampilkan asa swasembada yang terus dijaga. Sejak lama, masyarakat pesisir mengenal garam sebagai denyut kehidupan. Mereka menambak dengan cara-cara tradisional yang turun-temurun, seperti tanah dipadatkan, air laut dialirkan ke lahan tambak, dan kemudian dipasrahkan pada panas Matahari yang menjadi “mesin alami” mengeringkan air tersebut hingga terbentuk butiran garam. Dari proses sederhana itu, terbentuk sumber nafkah yang menopang keluarga dan membentuk identitas sosial masyarakat pesisir.

    Hanya saja, tantangan tidak berhenti di situ. Perubahan iklim menghadirkan risiko nyata. Musim hujan datang lebih cepat, curah hujan lebih tinggi dari biasanya, dan pola cuaca yang tidak menentu membuat musim produksi sering terpangkas.

    Hasil panen menjadi tidak stabil, dan bagi petani tradisional, setiap hari tanpa produksi berarti ancaman terhadap penghasilan keluarga. Tidak jarang, mereka harus menanggung risiko menumpuknya hutang karena harga garam yang fluktuatif di pasar lokal.

    Jejak sejarah

    Sejak era kolonial, garam telah menjadi komoditas strategis di Indonesia. Belanda membangun sentra produksi di Madura, sementara wilayah lain dibiarkan berkembang seadanya. Warisan itu masih terasa hingga kini. Madura tetap identik dengan garam, meski kebutuhan industri modern terus meningkat dan persaingan global semakin ketat.

    NTB, meskipun lebih jarang diperhitungkan, memiliki potensi besar. Faktor alamiah, seperti musim kemarau panjang, intensitas sinar Matahari tinggi, dan garis pantai yang luas menjadi modal kuat untuk produksi garam. Jika dikelola optimal, produksi di Bima dan Dompu dapat mencapai puluhan ribu ton per tahun.

    Target pemerintah provinsi NTB pada tahun 2025 adalah 180 ribu ton dari lahan tambak seluas 9.789 hektare. Sebagai perbandingan, produksi NTB pada tahun 2024 tercatat sekitar 150 ribu ton, sedangkan 2023 diperkirakan 140 ribu ton.

    Namun kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan. Infrastruktur tambak dan pengolahan yang terbatas membuat produktivitas tidak maksimal. Banyak lahan masih dikelola secara tradisional, sehingga hasil panen tidak seragam dan kualitasnya bervariasi.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KKP perkuat pembangunan fasilitas perikanan tangkap di Indonesia timur

    KKP perkuat pembangunan fasilitas perikanan tangkap di Indonesia timur

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkuat pembangunan fasilitas perikanan tangkap di Indonesia timur, meliputi Papua, Maluku dan Nusa Tenggara Timur guna meningkatkan tata kelola, produktivitas, serta kesejahteraan nelayan setempat.

    “KKP terus melalukan berbagai upaya penguatan tata kelola dan pembangunan fasilitas perikanan tangkap di Papua, Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT),” kata Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Ridwan Mulyana di Jakarta, Selasa.

    Dia menyampaikan berbagai program dan pembiayaan dilakukan secara masif, baik yang dilakukan langsung KKP maupun melalui mekanisme transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

    Bantuan yang disalurkan secara langsung maupun dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK) kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota bertujuan meningkatkan produktivitas usaha perikanan tangkap dan kesejahteraan nelayan.

    “Bentuknya berupa pengembangan fasilitas pelabuhan perikanan, bantuan sarana produksi di kampung nelayan, serta bantuan kapal perikanan dan alat penangkapan ikan bagi nelayan kecil,” ujarnya.

    Sepanjang tahun 2020 hingga 2024, KKP mengucurkan dana dari APBN untuk Indonesia Timur sebesar Rp70,9 miliar, DAK provinsi sebesar Rp415,13 miliar, dan DAK kabupaten/kota sebesar Rp502,16 miliar.

    “Selain melalui DAK, pembangunan di Indonesia Timur juga dilakukan melalui anggaran yang di kelola KKP,” katanya.

    Tahun 2023, KKP berhasil membuat kampung nelayan modern (Kalamo) percontohan di Samber Binyeri Biak yang sukses dan menjadi inspirasi model pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) yang akan dilaksanakan secara masif di tahun 2025-2027.

    “Dari 65 lokasi yang direncanakan dapat dibangun tahun 2025, beberapa calon lokasi berada di Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua,” tuturnya.

    Demikian pula dengan pengembangan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, dari jumlah Kopdes Merah Putih yang memiliki unit bisnis di sektor kelautan perikanan sebanyak 34.606 lokasi, 5.077 diantaranya berada di wilayah Maluku, Nusa Tenggara dan Papua.

    Lebih lanjut, Ridwan menerangkan pembangunan di Indonesia timur juga dibiayai melalui dana bagi hasil (DBH) yang berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA) Perikanan.

    Baik Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) maupun Pungutan Hasil Perikanan (PHP) dikelola dan hasilnya dikembalikan lagi ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan pembangunan dan sebagian besar dikelola langsung oleh pemerintah daerah melalui mekanisme DBH.

    Sesuai amanat UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), 80 persen dari realisasi PNBP SDA Perikanan ditransfer langsung kepada pemerintah daerah melalui mekanisme DBH.

    KKP mencatat pada tahun 2024, realisasi PNBP SDA Perikanan mencapai Rp951,01 miliar. Dari penerimaan tahun 2024 tersebut, pada APBN 2025 sebesar Rp737 miliar diantaranya ditransfer ke daerah melalui mekanisme DBH. Untuk wilayah Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua mencapai Rp195,9 miliar.

    Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menegaskan transformasi tata kelola perikanan tangkap melalui kebijakan penangkapan ikan terukur menjadi strategi KKP untuk menopang ketahanan pangan yang berkelanjutan, selain menyeimbangkan aspek ekonomi dan ekologi.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Endang Sukarelawati
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Waskita kerjakan proyek tambak nila salin senilai Rp238 miliar

    Waskita kerjakan proyek tambak nila salin senilai Rp238 miliar

    Jakarta (ANTARA) – PT Waskita Karya (Persero) Tbk mendapatkan kontrak baru senilai Rp238,86 miliar untuk pengerjaan konstruksi terintegrasi rancang dan bangun penyelesaian modeling budi daya ikan nila salin di bekas Tambak Inti Rakyat (TIR) Karawang, Jawa Barat.

    Corporate Secretary Waskita Karya Ermy Puspa Yunita mengatakan pembangunan proyek ini bertujuan meningkatkan produksi ikan nila salin.

    Dengan begitu, dapat memenuhi permintaan tinggi dari pasar lokal dan pasar ekspor.

    “Diharapkan budi daya ikan nila salin dapat dikembangkan serta dicontoh oleh masyarakat pembudi daya, khususnya yang berada di Pantura (Pesisir Utara) Jawa. Pasalnya, saat ini masih banyak tambak terbengkalai atau idle, sehingga perlu dimanfaatkan,” ujar Ermy dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan masih terdapat sekitar 78 ribu hektare (ha) tambak idle di kawasan Pantura Jawa. Pemerintah berencana merevitalisasi lahan tersebut untuk menggenjot produktivitas perikanan, terutama nila salin.

    Pada proyek konstruksi budi daya nila salin di eks TIR Karawang, kata Ermy, nantinya terdiri atas kolam pembesaran seluas 230 ha dan kolam pembenihan dengan luas kurang lebih 36 ha. Kemudian, dilengkapi automatic feeder sebanyak 102 unit, rumah jaga tambak enam unit, rumah genset 20 unit, serta penangkal petir sebanyak 16 unit.

    Ia melanjutkan budi daya ikan nila memiliki beragam potensi ekonomi. Tidak hanya diminati pasar, tapi juga membuka peluang produksi pakan ikan yang lebih banyak.

    “Budi daya ikan nila salin diharapkan dapat menyerap banyak tenaga kerja. Maka akan mendorong kesejahteraan masyarakat serta berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah,” katanya.

    Budi daya ini, lanjut dia, mampu mengurangi dampak terhadap lingkungan. Hal itu karena, ikan nila salin memanfaatkan daerah berair payau dan mempunyai Feed Conversion Ratio (FCR) lebih rendah, sehingga mengurangi beban ekosistem lokal.

    Dalam pengerjaan proyek ini, Waskita menggunakan geomembran sebagai dasar kolam budidaya. Penggunaan geomembran bertujuan untuk menciptakan lingkungan kedap air yang stabil, menjaga kualitas air, dan meminimalisir kontaminasi tanah.

    Material ini turut mencegah kebocoran, mengurangi risiko luka pada ikan, memudahkan pembersihan, mengontrol suhu air, serta membuat ikan lebih segar dan tidak bau tanah.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KKP Ungkap Sumber Radioaktif yang Bikin Udang RI Ditarik AS

    KKP Ungkap Sumber Radioaktif yang Bikin Udang RI Ditarik AS

    Jakarta

    Udang beku Indonesia ditarik oleh Otoritas Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA) karena berpotensi terkontaminasi isotop radioaktif, Cesium-137. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut dugaan awal terkontaminasi radioaktif berasal dari pabrik baja yang dipaparkan melalui udara.

    Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (KKP) Ishartini usai mendapatkan notifikasi terkait penarikan udang beku asal Indonesia, KKP ikut inspeksi bersama dengan Bapeten dan Kementerian Lingkungan Hidup untuk mencari penyebabnya. Diketahui, produk udang yang terkontaminasi ini merupakan produksi dari PT Bahari Makmur Sejati (BMS).

    Penelusuran itu diawali dari sisi hulu, yakni dari petambak yang memasok bahan baku ke PT BMS. Ishartini menyebut hasilnya tidak ditemukan Cesium-137 dari sisi hulu. Kemudian penelusuran dilakukan ke lokasi industri kawasan Cikande.

    “Di sana memang ditemukan ada paparan, ya, paparan di bagian-bagian luar dari pabrik pengolahan udang tersebut,” kata Ishartini dikutip dari akun Instagram @bppmhkp, Selasa (9/9/2025).

    Ia menerangkan cemaran bahan berbahaya tersebut berasal dari pabrik baja yang berada di dekat pabrik produksi PT BMS. Paparan itu bisa terjadi melalui udara.

    “Jadi dari luar, dari luar kawasan pabrik itu yang ada cemaran, dan teman-teman dari BAPETEN mungkin nanti lebih berkompeten untuk bisa menyampaikan duga-dugaan awal, seperti misalnya dari besi-besi tua yang ada di sekitar situ. Itu yang diduga bisa mencemari ke pabrik itu, karena itu bisa melalui udara,” terang Ishartini.

    Ishartini memastikan PT BMS tidak lagi memproduksi udang beku hingga persoalan ini selesai. Pihaknya juga telah menyampaikan ke FDA bahwa permasalahan tersebut hanya bersifat kasuistik.

    “Tapi kami sudah sampaikan kepada FDA ya, bahwa ini adalah incidental, hanya terjadi di situ saja, hanya terjadi pada kontainer-kontainer, tidak terjadi di tempat yang lain,” jelas Ishartini.

    Tadi di hulu, di tambak, sudah kita pastikan aman. Dan juga di pabrik-pabrik yang lain, karena PT BMS ini pabriknya kan nggak cuma satu. Ada juga di lokasi-lokasi lain, kita sudah sampaikan kepada FDA, bahwa ini terjadi hanya dari pabrik yang ada di Cikande dan dari pengiriman kode tertentu,” terangnya.

    Sebelumnya, satu sampel udang goreng tepung roti dinyatakan positif mengandung zat Cesium-137, sebut FDA. Namun sampel itu dipastikan tidak sempat masuk ke pasar AS.

    Konsumen di 13 negara bagian AS, tempat produk udang ini dijual, disarankan untuk membuang produk yang baru yang telah dibeli yang masuk dalam tiga kelompok tanggal kedaluwarsa.

    Bapeten bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Lingkungan Hidup (LH) telah melakukan serangkaian penyelidikan dan pemantauan gabungan (joint investigation and monitoring) di pabrik udang PT Bahari Makmur Sejati (BMS).

    Kepala Biro Hukum, Kerja Sama dan Komunikasi Publik (BHKK), Ishak mengatakan berdasarkan hasil penyelidikan menunjukkan pengukuran laju paparan di area pabrik udang beku PT BMS terdapat kontaminasi Cs-137 di area pabrik tersebut. Sampai saat ini, Bapeten masih berupaya melakukan investigasi terhadap sumber kontaminasinya.

    “Dalam upaya penyelidikan, Bapeten melakukan monitoring radiasi di area yang lebih luas dan menemukan adanya paparan radiasi yang signifikan di tempat pengumpulan besi bekas di kawasan tersebut. Penyelidikan menemukan adanya material logam yang terindikasi mengandung zat radioaktif Cs-137,” katanya dalam tertulis, dikutip Sabtu (23/8/2025).

    (acd/acd)

  • Tambang Nikel di Raja Ampat Sudah Beroperasi Lagi, Ini Pemiliknya

    Tambang Nikel di Raja Ampat Sudah Beroperasi Lagi, Ini Pemiliknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan izin operasi kembali untuk PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya.

    Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menjelaskan bahwa pemberian izin tersebut telah melalui proses evaluasi yang melibatkan lintas Kementerian, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

    Selain itu, Tri beralasan pemberian izin operasi tersebut mempertimbangkan peringkat PROPER Hijau sebagai salah satu faktor penting yang telah diraih oleh perusahaan.

    “Kan secara PROPER dia dapat hijau. Hijau itu artinya, kalau PROPER itu kan ada hitam, merah, biru, hijau, emas. Hijau itu artinya dia sudah comply semua terhadap tata kelola lingkungan plus dia untuk pemberdayaan masyarakatnya ada,” ungkap Tri di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (9/9/2025).

    Lantas, siapa pemilik PT Gag Nikel?

    PT Gag Nikel Indonesia merupakan anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) selaku pemegang Kontrak Karya (KK) di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat.

    Izin operasi produksi tambang PT Gag Nikel ini sudah diterbitkan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM sejak 2017. Namun sebelumnya, pengelolaan tambang di Pulau Gag ini dikelola oleh perusahaan asing berbentuk Kontrak Karya (KK).

    Berdasarkan situs PT Gag Nikel, perusahaan merupakan pemegang Kontrak Karya Generasi VII No. B53 / Pres / I / 1998 tahun 1998 yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 19 Januari 1998.

    Awalnya, kepemilikan saham mayoritas PT Gag Nikel dimiliki oleh Asia Pacific Nickel Pty Ltd (APN Pty Ltd) sebesar 75% dan PT Antam Tbk sebesar 25%. Namun sejak 2008 PT Antam Tbk berhasil mengakuisisi semua saham PT Asia Pacific Nickel Pty Ltd, sehingga pada tahun 2008, PT Gag Nikel sepenuhnya dikendalikan oleh PT Antam Tbk.

    Wilayah tambang yang dikelola PT Gag Nikel tercatat seluas 13.136 ha dan izin operasi produksi berlaku sejak 30 November 2017 hingga 30 November 2047.

    (wia)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tambang Nikel di Raja Ampat Sudah Beroperasi Lagi, Ini Pemiliknya

    Tambang Gag Nikel di Raja Ampat Sudah Beroperasi Lagi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan izin operasi kembali untuk PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat. Izin tersebut diberikan terutama setelah PT Gag Nikel sempat dihentikan kegiatannya pada Juni 2025 lalu.

    Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menjelaskan bahwa pemberian izin tersebut telah melalui proses evaluasi yang melibatkan lintas kementerian. Misalnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

    Selain itu, Tri beralasan, pemberian izin operasi tersebut mempertimbangkan peringkat PROPER Hijau sebagai salah satu faktor penting yang telah diraih oleh perusahaan.

    “Kan secara PROPER dia dapat hijau. Hijau itu artinya, kalau PROPER itu kan ada hitam, merah, biru, hijau, emas. Hijau itu artinya dia sudah comply semua terhadap tata kelola lingkungan plus dia untuk pemberdayaan masyarakatnya ada,” ungkap Tri di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (9/9/2025).

    Sebelumnya, Kementerian ESDM memutuskan untuk menghentikan sementara waktu operasional PT Gag Nikel Indonesia, yang merupakan anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk selaku pemegang Kontrak Karya (KK) di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat.

    Hal ini menyusul dugaan aktivitas perusahaan yang disebut-sebut telah merusak ekosistem alam sekitar di wilayah tersebut. PT Gag sendiri memulai operasinya di wilayah tersebut berdasarkan Kontrak Karya (KK). Adapun kontrak karya sendiri mulai ditandatangani pada tahun 1997-1998.

    Sementara itu, pada tahun 2017, perusahaan memperoleh izin operasi produksi. Perusahaan juga telah mengantongi dokumen AMDAL dari pemerintah.

    (wia)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Diungkap Wamenkum, Jokowi Minta Polisi Aktif Bisa Duduki Jabatan Sipil

    Diungkap Wamenkum, Jokowi Minta Polisi Aktif Bisa Duduki Jabatan Sipil

    GELORA.CO – Terungkap Presiden ke-7 RI, Joko Widodo alias Jokowi pernah meminta agar anggota polisi aktif dapat menduduki jabatan sipil. 

    Hal ini disampaikan Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej dalam sidang gugatan UU Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 dengan nomor perkara 114/PUU-XXIII/2025 yang disidangkan Mahkamah Konstitusi (MK), Senin 8 September 2025. 

    Awalnya, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menanyakan terkait alasan polisi menduduki jabatan sipil yang tidak memiliki kaitan langsung dengan kepolisian. 

    “Kalau jabatan di luar kepolisian ada kaitannya kan, masih reasoning (beralasan). Tapi, kalau tidak? Nah, ini bagaimana ini?” kata Guntur. 

    Guntur merujuk pada penjelasan Eddy sebelumnya, yang menyebut bahwa anggota polisi aktif tetap bisa ditugaskan di jabatan sipil sepanjang penugasan tersebut dilakukan oleh Kapolri. 

    “Nah, itu juga menjadi apa (tidak jelas), setidaknya perlu ada lebih penjelasan lagi menyangkut (diperbolehkannya menduduki jabatan sipil) itu,” kata Guntur. 

    Eddy kemudian menjawab bahwa ada beberapa polisi aktif yang menduduki jabatan sipil tidak dilandaskan oleh penugasan Kapolri. 

    Karena ada beberapa instansi yang meminta secara langsung dengan syarat memenuhi profesionalisme, sehingga ada anggota polisi aktif yang menjadi direktur jenderal atau sekretaris jenderal dalam sebuah kementerian dan lembaga. 

    “Saya ingat persis, Yang Mulia, ketika poin ini dibahas dalam ratas di Istana, waktu itu Presiden (ke-7 RI) Joko Widodo meminta untuk ada resiprokal (timbal balik),” kata Eddy. 

    Atas dasar itu juga, kata Eddy, ketentuan Pasal 20 Undang-Undang ASN yang baru memungkinkan aparatur sipil negara menduduki jabatan di kepolisian. 

    “Nah, itu mengapa sampai ada prinsip resiprokal dalam undang-undang yang terbaru, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 dan itu ditulis secara ekspresif verbis dalam Pasal 20,” kata Eddy.

    Perkara ini diajukan oleh Syamsul Jahidin yang menggugat Pasal 28 Ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri). 

    Alasan mereka menggugat adalah karena saat ini banyak anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil pada struktur organisasi di luar Polri, di antaranya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, dan Kepala BNPT. 

    Para anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan tersebut tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun. 

    Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik, serta merugikan hak konstitusional pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik. 

    Pemohon juga menilai, norma pasal tersebut secara substantif menciptakan dwifungsi Polri karena bertindak sebagai keamanan negara dan juga memiliki peran dalam pemerintahan, birokrasi, dan kehidupan sosial masyarakat.