Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • Sempat Ditegur Tiga Kali, Platform X Akhirnya Bayar Denda Rp80 Juta Imbas Konten Pornografi

    Sempat Ditegur Tiga Kali, Platform X Akhirnya Bayar Denda Rp80 Juta Imbas Konten Pornografi

    Jakarta (beritajatim.com) – Platform media sosial global, X (sebelumnya Twitter), akhirnya memenuhi kewajiban hukumnya dengan melunasi denda administratif senilai hampir Rp 80 juta kepada pemerintah Indonesia. Pembayaran yang dilakukan pada Kamis (12/12/2025) ini merupakan sanksi tegas atas kelalaian platform tersebut dalam memoderasi konten bermuatan pornografi yang beredar di ruang digital Tanah Air.

    Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Alexander Sabar, mengonfirmasi bahwa penyelesaian ini tercapai setelah pemerintah mengambil langkah tegas berupa peringatan bertingkat.

    “Pembayaran denda administratif telah dilakukan oleh X tanggal 12 Desember 2025 setelah sebelumnya kami menerbitkan surat teguran ketiga dan melakukan komunikasi lanjutan dengan pihak X,” kata Alexander di Jakarta, Sabtu (13/12/2025).

    Sebelum sanksi finansial ini dipenuhi, Kemkomdigi telah menjalin komunikasi intensif dengan pihak manajemen X. Respons positif akhirnya ditunjukkan melalui surat elektronik resmi dari Platform X yang menginformasikan penunjukan perwakilan untuk menindaklanjuti proses pembayaran denda sesuai regulasi yang berlaku di Indonesia.

    Pemerintah menyambut baik itikad Platform X yang mulai menunjukkan kooperatifnya. Kemkomdigi menegaskan bahwa kepatuhan terhadap aturan moderasi konten adalah syarat mutlak bagi setiap platform yang beroperasi di wilayah hukum Indonesia.

    “Langkah ini merupakan bentuk kepatuhan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) terhadap regulasi yang berlaku, guna menjaga ruang digital Indonesia tetap aman, sehat, dan produktif.” ujar Dirjen Alexander.

    Terkait aliran dana, Alexander memastikan transparansi penuh. Seluruh denda administratif tersebut telah diproses melalui mekanisme resmi perbankan dan disetorkan langsung ke kas negara yang dikelola oleh Kementerian Keuangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Penegakan hukum ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah tidak pandang bulu terhadap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), baik lokal maupun raksasa teknologi global. Fokus utama regulasi ini adalah keselamatan pengguna internet di Indonesia.

    “Penegakan regulasi terhadap platform digital, baik lokal maupun global, merupakan bagian dari upaya berkelanjutan pemerintah untuk melindungi masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak dan kelompok rentan, dari paparan konten berbahaya di ruang digital,” tegas Dirjen Alexander.

    Kemkomdigi mengapresiasi komitmen seluruh pihak yang terlibat dalam penyelesaian kasus ini. Ke depan, pemerintah mengimbau seluruh platform digital untuk lebih proaktif meningkatkan teknologi moderasi konten serta menjalin komunikasi yang responsif demi mewujudkan ruang digital yang aman dan bertanggung jawab. [beq]

  • Dirjen Pajak Bersiap Buka Perluasan Pertukaran Data Antarinstansi

    Dirjen Pajak Bersiap Buka Perluasan Pertukaran Data Antarinstansi

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto menyatakan terbuka untuk saling bertukar data dengan instansi lain dalam upaya kolaborasi meningkatkan penerimaan negara.

    Dalam diskusi publik bertajuk ‘Meneropong Tax Gap & Efektivitas Tata Kelola Fiskal Sektor Minerba’ yang digelar Kamis (11/12/2025), Bimo menyampaikan bahwa praktik pertukaran data antarkementerian dan lembaga sejatinya telah berjalan untuk berbagai kepentingan. Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kerja sama tersebut difokuskan untuk mendorong kepatuhan dan optimalisasi penerimaan pajak.

    Namun, Bimo mengakui bahwa DJP masih dibatasi oleh ketentuan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang mengatur kerahasiaan data wajib pajak (WP). Pembatasan tersebut, menurut dia, kerap menjadi sumber keluhan dari instansi lain yang membutuhkan data perpajakan untuk keperluan analisis dan pengawasan.

    “Dulu mungkin Ditjen Pajak [dikeluhkan] cuma minta-minta data doang, enggak mau ngasih data. Iya, pasal 34 enggak boleh ngasih karena rahasia. Sekarang gini terus terang saja, saya buka data untuk bapak ibu sesuai dengan aturan,” ujar Bimo dalam forum yang disiarkan melalui kanal YouTube Pusdiklat Pajak, dikutip Minggu (14/12/2025).

    Bimo mengungkapkan bahwa usulan untuk memperluas ruang pertukaran data WP telah ia sampaikan kepada Menteri Keuangan, baik saat jabatan tersebut masih dipegang Sri Mulyani Indrawati maupun di era Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Tujuannya agar DJP dapat lebih leluasa berbagi data dengan tetap mematuhi kerangka hukum yang berlaku.

    Menurut Bimo, sikap tersebut dilandasi keinginan agar DJP tampil lebih inklusif dan membangun hubungan timbal balik yang setara dengan instansi lain. Saat ini, Kemenkeu telah melakukan pertukaran data secara terbatas dengan sejumlah lembaga, terutama untuk kebutuhan pengawasan lintas sektor.

    “Kalau bapak ibu memang mau mendapatkan data untuk menganalisis kinerja di sektor bapak ibu, saya kasih. Tentu tanpa identifikasi. Itu halal, enggak usah dipersulit. Saya kasih, saya minta Direktur Data. Kenapa? Karena dengan begitu ada trust, kan dari [Ditjen] Minerba [Kementerian ESDM] juga ngasih. Sama-sama kami awasi,” tuturnya.

    Pada kesempatan yang sama, Bimo juga menyinggung langkah pengawasan terhadap wajib pajak kaya atau high wealth individual (HWI). Ia mengungkapkan, pada hari tersebut DJP baru saja memanggil sejumlah WP dengan kekayaan besar untuk klarifikasi kepatuhan.

    Bimo menjelaskan bahwa sebagian WP kaya masih belum menyadari otoritas pajak memiliki akses ke berbagai sumber data lintas instansi, termasuk data kepemilikan manfaat (beneficial ownership/BO) yang berada di bawah kewenangan Kementerian Hukum. Data tersebut dinilai penting sebagai pembanding kepatuhan pelaporan pajak.

    “Sekarang itu data luar biasa untuk benchmarking kepatuhan dari wajib pajak, terkadang wajib pajak mungkin merasa kami enggak punya akses terhadap data tersebut, sehingga di laporan SPT-nya itu tidak dimasukkan,” ungkapnya.

  • Otoritas Pajak Soroti Praktik Sawit, Ungkap Dugaan Pelanggaran Hulu hingga Hilir

    Otoritas Pajak Soroti Praktik Sawit, Ungkap Dugaan Pelanggaran Hulu hingga Hilir

    Bisnis.com, JAKARTA — Bencana Sumatra memicu semakin banyak pihak yang menyoroti dampak masifnya perkebunan sawit di Indonesia terhadap berkurangnya area tutupan hutan. Hal itu tidak terkecuali dari otoritas pajak.

    Banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat dinilai berkaitan dengan masifnya penggundulan hutan di Sumatra. Kondisi tersebut disebut kian diperburuk oleh fenomena siklon tropis Sinyar yang terjadi dalam periode yang sama.

    Dalam diskusi publik bertajuk “Meneropong Tax Gap & Efektivitas Tata Kelola Fiskal Sektor Minerba” yang digelar Kamis (11/12/2025), Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto menyinggung peran Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dalam menindak pelanggaran di sektor kehutanan dan pertambangan. Satgas tersebut dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945.

    Bimo, yang juga tergabung dalam Satgas PKH, menjelaskan bahwa penindakan dilakukan dari sisi hulu hingga hilir. Di sektor hulu, perusahaan industri ekstraktif, termasuk perkebunan sawit dan pertambangan, menjadi sasaran apabila ditemukan memiliki perizinan yang tidak sesuai, meskipun aktivitas usaha telah terlanjur berlangsung di kawasan hutan.

    “Bahkan ada beberapa kawasan hutan lindung taman nasional yang majority areanya itu digunakan untuk di-exploit untuk perkebunan sawit, untuk tambang dan lain-lain. Tesso Nilo itu perkebunan sawitnya menutupi 80 persen area Taman Nasional Tesso Nilo di Riau. Itu sangat menyedihkan sekali,” ujar Bimo dalam forum yang disiarkan melalui kanal YouTube Pusdiklat Pajak, dikutip Minggu (14/12/2025).

    Menurut Bimo, praktik tersebut berkontribusi terhadap dampak lingkungan yang kini dirasakan masyarakat, seperti banjir dan longsor di sejumlah wilayah Sumatra. Kerusakan ekosistem akibat alih fungsi kawasan hutan dinilai meningkatkan kerentanan bencana hidrometeorologi.

    Selain di hulu, dugaan ketidakpatuhan juga ditemukan di sisi hilir. Otoritas pajak mengungkap masih maraknya praktik penyelundupan, salah satunya melalui modus underinvoicing, yakni pelaporan nilai transaksi yang lebih rendah dari harga sebenarnya untuk menghindari bea masuk, pajak, dan pungutan lain.

    Salah satu temuan besar yang diungkap Direktorat Jenderal Pajak adalah dugaan penghindaran bea keluar ekspor sawit dengan melaporkannya sebagai limbah crude palm oil (CPO) atau fatty acid methyl ester (FAME). Melalui skema base erosion and profit shifting (BEPS), sebanyak 87 kontainer CPO dikirim ke luar negeri, tetapi dilaporkan sebagai FAME sehingga dibebaskan dari bea keluar.

    “Kalau tadi di sisi hulu serious non-compliance activity-nya mengambil hutan yang tidak seharusnya dimanfaatkan untuk perkebunan atau pertambangan, di sisi hilir masih terdapat banyak sekali penyelundupan. Penyelundupan yang mungkin dilegalisasi karena sistem,” kata Bimo.

  • Setoran Pajak Minerba Baru Rp43,3 Triliun jelang Akhir 2025, DJP Buka-bukaan soal Kepatuhan

    Setoran Pajak Minerba Baru Rp43,3 Triliun jelang Akhir 2025, DJP Buka-bukaan soal Kepatuhan

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat bahwa penerimaan pajak dari sektor mineral dan batu bara (minerba) baru mencapai Rp43,3 triliun sampai dengan November 2025. Angka itu merupakan yang terendah sejak realisasi secara keseluruhan pada 2020.

    Pada 2020 atau tahun pertama pandemi Covid-19, setoran penerimaan pajak dari sektor minerba tercatat Rp25,2 triliun. Realisasinya meningkat pada 2021 menjadi Rp48,3 triliun, dan melonjak tajam seiring dengan periode peningkatan harga komoditas pada 2022 menjadi Rp111,2 triliun. 

    Peningkatan berlanjut pada 2023 menjadi Rp137,4 triliun. Setelah itu, penurunan harga komoditas terjadi dan setoran pajak dari minerba pada 2024 anjlok ke Rp71,4 triliun. 

    Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Kemenkeu Ihsan Priyawibawa pada acara diskusi publik bertajuk ‘Meneropong Tax Gap & Efektivitas Tata Kelola Fiskal Sektor Minerba’, Kamis (11/12/2025). 

    Menurut Ihsan, ini sejalan dengan kondisi kontribusi sektor minerba terhadap PDB Indonesia yang pada kuartal III/2025 tercatat tumbuh hanya 5,04% (yoy). Dalam hal ini, batu bara menyumbang 3,36% terhadap PDB, sedangkan mineral lebih kecil yaitu 1,74%. 

    “Artinya kalau kita lihat angka penerimaan sejalan juga kontribusi sektor minerba ini total Rp43,3 triliun atau 2,65% total penerimaan nasional,” ujarnya pada acara yang disiarkan melalui YouTube Pusdiklat Pajak itu, dikutip Minggu (14/12/2025). 

    Secara terperinci, penerimaan pajak dari sektor mineral memiliki kontribusi lebih tinggi terhadap penerimaan sampai dengan November 2025 yakni Rp35,5 triliun. Kontribusinya setara 2,18% di mana sumbangsih terbesar berasal dari pertambangan tembaga. 

    Ihsan tidak menampik bahwa kondisi harga komoditas, khususnya nikel dan batu bara, ikut menyumbang semakin turunnya setoran pajak sektor minerba. Akan tetapi, dia turut mengungkap bahwa ada permasalahan juga soal kepatuhan wajib pajak (WP) di sektor tersebut. 

    Berdasarkan catatan Ditjen Pajak, rekomendasi treatment terhadap WP minerba selama 2020-2024 didominasi oleh tindakan pemeriksaan atau sebesar 76% dari total WP yang ada. Sisanya, 13% dari total WP direkomendasikan untuk pengawasan, 9% edukasi dan pelayanan, serta 2% dilakukan penegakan hukum. 

    “Jadi kalau kami lihat piramidanya, risiko kepatuhan di sektor ini memang cukup tinggi. Aktivitas pengawasan dan pemeriksaan, itu nilainya bisa hampir mendekati 90%,” ungkap pejabat eselon II Ditjen Pajak Kemenkeu itu. 

    Ihsan memaparkan, beberapa risiko ketidakpatuhan yang dimaksud berkaitan dengan pelaporan tidak benar atau incorrect reporting. Dia menduga ada ketidaksesuaian antara pelaporan WP minerba kepada Ditjen Pajak, maupun terhadap instansi lain seperti Kementerian ESDM, maupun dengan unit lainnya di bawah Kemenkeu. 

    “Atau yang disampaikan ke teman kami di Bea Cukai misalnya transaksi berkaitan dengan ekspor PEB, termasuk yang disampaikan ke DJ [Ditjen Anggaran] untuk PNBP,” ungkapnya. 

    Dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP), Ditjen Anggaran Kemenkeu mengakui bahwa Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (Simbara) yang saat ini sudah beroperasi juga belum bisa merekam keseluruhan potensi minerba yang ada. 

    Pada forum yang sama, Direktur Potensi dan Pengawasan PNBP Kemenkeu Kukuh Sumardono Basuki menceritakan bahwa pada awal penerapan Simbara, banyak pembayaran PNBP yang ditolak karena menggunakan pelaporan yang sudah dilakukan di masa sebelumnya. 

    “Simabra tidak bisa identifikasi minerba yang diperdagangkan legal atau tidak, yang bisa dilakukan Simbara sekarang memastikan semua transaksi sudah dibayar PNBP-nya. Ada cukup banyak indikasi minerba ilegal belum bisa kami potret,” ujarnya. 

    Kukuh turut memaparkan bahwa ini turut dipengaruhi oleh belum adanya peta jalan (roadmap) sektor minerba yang bisa disepakati oleh seluruh pihak. 

    “Tidak ada roadmap industri minerba yang bagus yang bisa disepakati, maka regulasinya tidak sinergis. Semua kementerian membuat kebijakan sesuai pikirannya sendiri-sendiri,” terangnya. 

  • Perhapi Minta Perbaikan Aturan Royalti di Tengah Tekanan Harga Nikel & Batu Bara

    Perhapi Minta Perbaikan Aturan Royalti di Tengah Tekanan Harga Nikel & Batu Bara

    Bisnis.com, JAKARTA — Perhitungan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) meminta pemerintah untuk memperbaiki aturan pengenaan royalti terhadap mineral dan batu bara (minerba) di tengah penurunan harga nikel serta batu bara. 

    Pada diskusi publik bertajuk ‘Meneropong Tax Gap & Efektivitas Tata Kelola Fiskal Sektor Minerba’, Kamis (11/12/2025), Wakil Ketua Umum Perhapi Resvani menyampaikan bahwa kenaikan tarif royalti minerba sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.19/2025 memberatkan para pengusaha di sektor pertambangan. 

    Belum lagi, berdasarkan kajian yang dilakukan olehnya, Indonesia menjadi negara yang menerapkan tarif royalti paling tinggi di antara sejumlah negara. 

    “Tarif royalti Indonesia salah satu yang tertinggi, bedanya kita sama Queensland, Australia saja. Porsi TGT [total government tax] lebih besar pada saat kondisi yang sulit,” ungkapnya pada forum yang juga dihadiri oleh pejabat Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu, dikutip Minggu (14/12/2025). 

    Tekanan dari pengenaan royalti yang lebih tinggi itu, terangnya, berdampak khususnya kepada industri nikel dan batu bara yang harganya saat ini mengalami tren menurun. Tantangan yang dialami keduanya juga berbeda-beda. 

    Untuk batu bara, paparnya, keseluruhan pungutan negara atau TGT paling banyak berdampak kepada pengusaha dengan rezim izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Untuk diketahui, IUPK adalah izin yang diberikan pemerintah kepada badan usaha untuk mengelola pertambangan di wilayah tertentu seringkali berasal dari bekas kontrak karya (KK) atau PKP2B. 

    Pengenaan pungutan terhadap tambang dengan IUP lebih sedikit. Apabila dibandingkan antara IUPK dan IUP, IUPK memiliki tambahan pungutan yakni PHT dan BMN, serta PNBP dari keuntungan bersih yakni 10%. 

    “Dengan asumsi volume yang sama, cost yang sama, rezim fiskal kita menjadikan IUPK TGT jauh lebih tinggi dari IUP. Porsi TGT semakin tinggi pada kondisi sulit di mana harga turun, SR [stripping ratio] naik, jarak angkut jauh,” terang Resvani. 

    Adapun untuk nikel, pria yang juga menggeluti jasa konsultan pertambangan dan energi itu menyebut beban TGT lebih besar untuk IUP tambang nikel yang sekaligus terintegrasi dengan fasilitas pemurnian atau smelter.

    Dia menyebut perusahaan nikel yang memiliki izin pertambangan dan smelter itu bisa menanggung beban kenaikan royalti serta tambahan royalti apabila membeli pasokan dari luar pertambangan mereka.  

    “[Kemudian] tekanan pada saat sebagian ore [bijih nikel] yang dia beli tidak cukup untuk pabrik integrasi, dia akan kena double royalti dia. Belum ada aturan sampai dengan hari ini bagaimana menyelesaikan persoalan itu, dan itu terjadi pada dua PT di Indonesia yaitu Antam dan PT Wanatiara Persada,” ungkapnya. 

    Khusus nikel, yang kini menjadi prioritas hilirisasi pemerintah, tantangan yang dihadapi akibat penurunan harga adalah oversupply. Jumlah smelter nikel yang semakin menjamur di dalam negeri tidak diimbangi oleh peningkatan permintaan, di tengah banyak negara yang juga kini sudah beralih ke LFP untuk bahan baku baterai mobil listrik. “Berkurangnya demand itu sudah sangat memukul kebijakan yang kita buat untuk hilirisasi,” ujarnya. 

    Selain turunnya harga komoditas, lanjutnya, Resvani menyebut pengusaha tambang turut menghadapi tantangan dari kewajiban B40, maupun kebijakan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) yang wajib diparkirkan dalam negeri 100% selama 12 bulan. 

    Padahal, berdasarkan hitung-hitungannya, total valuasi dari tujuh mineral dan batu bara Indonesia bisa mencapai US$7 triliun berdasarkan harga terkini. “Kalau buy margin itu US$1 triliun sampai dengan US$2 triliun, jadi total government tax dari tujuh mineral ini saja US$1 triliun sampai dengan US$2 triliun,” pungkasnya. 

    Namun demikian, berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sampai dengan November 2025, penerimaan pajak dari minerba hanya sebesar Rp43,3 triliun. Sejalan dengan fluktuasi harga komoditas, kontribusinya terhadap seluruh penerimaan pajak yakni hanya 2,65% sampai dengan November 2025. 

  • Purbaya Pastikan Dana Rehabilitasi Aceh-Sumatera Tersedia

    Purbaya Pastikan Dana Rehabilitasi Aceh-Sumatera Tersedia

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan ketersediaan anggaran jumbo di kisaran Rp 50 triliun hingga Rp 60 triliun untuk mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, termasuk pembangunan hunian sementara (huntara).

    Purbaya menegaskan, masalah pendanaan tidak akan menjadi kendala dalam pemulihan infrastruktur maupun penanganan sosial bagi masyarakat terdampak di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    “Kan yang diperkirakan dananya Rp 50 triliun–Rp 60 triliun ya? Untuk rehabilitasi segala macam gitu,” ujar Purbaya seusai peresmian alat pemindai peti kemas di Terminal 3 dan Terminal Mustika Alam Lestari, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dikutip Sabtu (13/12/2025).

    Meski demikian, Purbaya menegaskan kewenangan untuk menjelaskan secara terperinci penggunaan anggaran, termasuk detail program huntara dan rehabilitasi, berada di tangan Presiden Prabowo Subianto dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

    Kementerian Keuangan, kata dia, berperan memastikan pendanaan tersedia sesuai kebutuhan pemerintah pusat. Purbaya menjamin dukungan penuh dari sisi fiskal selama hitungan kebutuhan sudah valid.

    “Pokoknya kalau mereka minta, kita kasih,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Kepala BNPB Suharyanto telah memaparkan hitungan kebutuhan anggaran pemulihan bencana dalam rapat terbatas bersama Presiden Prabowo di Aceh Besar, Minggu (7/12/2025). Total kebutuhan untuk tiga provinsi terdampak diperkirakan mencapai Rp 51,82 triliun.

    Perinciannya, Aceh membutuhkan dana terbesar mencapai Rp 25,41 triliun akibat luasnya kerusakan infrastruktur dan permukiman. Sumatera Barat membutuhkan sekitar Rp 13,52 triliun, sementara Sumatera Utara membutuhkan sekitar Rp 12,88 triliun.

  • 231 Desa di Ponorogo Terdampak, Ini Solusi Pencairan DD Tahap II

    231 Desa di Ponorogo Terdampak, Ini Solusi Pencairan DD Tahap II

    Ponorogo (beritajatim.com) — Kebuntuan pencairan Dana Desa (DD) tahap II, yang sempat menghantui 231 desa di Kabupaten Ponorogo akhirnya menemukan jalan keluar.

    Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah membuka skema solusi, agar pekerjaan fisik desa yang terlanjur rampung tetap bisa dibayar, tanpa melanggar regulasi keuangan negara.

    Masalah ini bermula dari terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025, yang membatasi pencairan Dana Desa non-earmark hanya sampai 17 September 2025. Akibatnya, ratusan desa di Ponorogo gagal mencairkan DD tahap II, meski sebagian besar proyek infrastruktur telah selesai dikerjakan.

    Situasi tersebut membuat pemerintah desa kelimpungan. Tidak sedikit kepala desa terpaksa menalangi biaya proyek dengan berutang, sembari berharap ada kebijakan korektif dari pemerintah pusat.

    Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Ponorogo, Anik Purwani, mengungkapkan bahwa seluruh desa terdampak mengalami persoalan serupa akibat regulasi tersebut.

    “Dalam PMK itu salah satu poinnya DD non-earmark (bukan peruntukan, -red) hanya bisa dicairkan sampai 17 September, sisanya tidak bisa dicairkan. Mayoritas pekerjaan fisik rampung, tinggal menanti administrasi dan pencairan,” kata Anik, Sabtu (13/12/2/25).

    Kebuntuan itu akhirnya terurai setelah pemerintah pusat menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri. Yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Desa dan PDT, serta Kementerian Dalam Negeri. SKB ini menjadi landasan hukum baru yang memungkinkan desa melakukan penyesuaian anggaran.

    Salah satu poin krusial dalam SKB tersebut adalah izin menggeser anggaran Dana Desa earmark untuk menutup defisit non-earmark. Skema ini memberi ruang fiskal bagi desa agar kewajiban pembayaran proyek tidak terkatung-katung.

    “Mana yang bisa digeser (DD,-red), bisa dilakukan perubahan anggaran sampai pertengahan bulan ini,” jelasnya.

    Anggaran earmark yang dapat digeser meliputi sejumlah pos, antara lain penanganan stunting, operasional desa, penyertaan modal BUMDes, hingga program ketahanan pangan, dengan tetap memperhatikan kebutuhan prioritas desa.

    Tak berhenti di situ, pemerintah juga menyiapkan opsi lanjutan apabila pergeseran anggaran belum mampu menutup seluruh kewajiban pembayaran. Utang yang terlanjur muncul dapat dibebankan ke anggaran desa tahun 2026, dengan batasan ketat.

    “Jika postur anggaran tersebut tak cukup tutupi defisit, utang tersebut dapat diambilkan dari anggaran desa tahun 2026. Syaratnya, pembayaran tidak diizinkan menggunakan alokasi DD 2026, melainkan menggunakan sumber anggaran lain seperti bagi hasil pajak maupun pendapatan lain,” tambah Anik.

    Skema ini dinilai menjadi jalan tengah agar desa tidak tersandera utang berkepanjangan. Selain itu, sekaligus tetap menjaga kepatuhan terhadap aturan penggunaan Dana Desa. Lebih jauh, Anik menegaskan bahwa persoalan ini harus menjadi evaluasi bersama, terutama dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan desa agar tidak menumpuk di akhir tahun anggaran.

    “Ini pembelajaran semuanya saja, agar disiplin dalam kegiatan dan tidak difokuskan akhir tahun,” tegasnya.

    Dengan solusi yang kini terbuka, desa-desa di Ponorogo diharapkan dapat segera merampungkan administrasi. Kemudiam membayar kewajiban proyek, serta memulihkan stabilitas keuangan desa yang sempat terguncang akibat macetnya pencairan Dana Desa tahap II. (end/ted)

  • Cek di Sini Cara Gabungkan NPWP Istri & Suami

    Cek di Sini Cara Gabungkan NPWP Istri & Suami

    Jakarta

    Pasangan suami dan istri bisa mendapatkan keuntungan saat membayar pajak penghasilan (PPh). Keuntungan bisa didapatkan jika NPWP suami dan istri digabungkan.

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengatakan keuntungan dari penggabungan ini dapat menghindari kurang bayar saat terdapat perbedaan tarif progresif saat penghasilan digabungkan dengan suami.

    “Menggabungkan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan suami-istri itu jauh lebih menguntungkan secara administrasi? Selain pelaporannya jadi satu pintu, ini juga cara ampuh menghindari status Kurang Bayar akibat perbedaan tarif progresif saat penghasilan digabung,” tulis informasi Instagram resmi @ditjenpajakri, dikutip Jumat (12/12/2025).

    Mengutip dari laman Ditjen Pajak, keuntungan lain penggabungan NPWP suami dan istri, yakni SPT Tahunan hanya dilaporkan oleh suami dan penghasilan istri digabungkan dalam pelaporan tersebut.

    Bagi istri yang penghasilannya hanya dari satu pemberi kerja, maka penghasilan istri akan dilaporkan di SPT Tahunan suami pada bagian penghasilan yang dikenakan pajak final.

    “Dalam hal penghasilan istri dilaporkan sebagai penghasilan final, suami tidak akan dikenakan tambahan PPh. Inilah keuntungan bagi suami istri yang memilih NPWP gabung,” tulis keterangan resmi.

    Kemudian, bukti potong PPh 21/26 atas penghasilan istri tetap menggunakan NIK istri, meskipun status NPWP-nya digabung dengan suami.

    Lantas, bagaimana caranya menggabungkan NPWP istri ke NPWP suami?

    DJP memastikan penggabungan tersebut mudah dilakukan melalui Coretax menggunakan fitur Family Tax Unit (FTU).

    Cara Gabungkan NPWP Suami-Istri:

    1. Langkahnya cukup ajukan penghapusan (penonaktifan) NPWP istri terlebih dahulu

    2. Setelah itu, pastikan data istri sudah masuk ke dalam daftar anggota keluarga di akun Coretax suami

    (kil/kil)

  • Manuver Bea Cukai setelah Berkali-kali Diancam Menkeu Purbaya

    Manuver Bea Cukai setelah Berkali-kali Diancam Menkeu Purbaya

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) atau Bea Cukai berbenah setelah mendapat peringatan dan ancaman pembekuan dari Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. Beberapa langkah awal Bea Cukai, yakni dengan membuat laman website canggih dan meresmikan mesin cerdas pemindai peti kemas di pelabuhan.

    Manuver Bea Cukai ini terjadi setelah ancaman pembekuan Bea Cukai oleh Purbaya, dengan menonaktifkan 16.000 karyawan hingga dialihkan ke perusahaan Swiss, yakni Société Générale de Surveillance (SGS).

    Purbaya Berkali-kali Sebut Pembekuan Bea Cukai

    Purbaya saat itu melontarkan peringatan tegas kepada Bea Cukai. Ia menilai memburuknya pengawasan di lapangan telah mengganggu penerimaan negara dan menunjukkan persoalan integritas yang serius.

    Pada rapat di DPR, Kamis (27/11/2025), Purbaya menyampaikan bahwa Bea Cukai harus segera berbenah. Ia mengingatkan  sejarah ketika kewenangan lembaga di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu pernah dialihkan kepada Societe Generale de Surveillance (SGS), perusahaan asal Swiss seperti pada era Orde Baru karena marak praktik korupsi.

    “Kalau Bea Cukai enggak bisa memperbaiki kinerjanya dan masyarakat masih tidak puas, Bea Cukai bisa dibubarkan diganti dengan SGS, seperti zaman dahulu lagi,” ujarnya.

    Ancaman tersebut bukan yang pertama kali diucapkan mantan kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tersebut. Pada Rapimnas Kadin 2025, Purbaya juga menyoroti persoalan integritas yang merembet ke dunia usaha dan menegaskan bahwa pemerintah tidak ragu mengambil tindakan ekstrem apabila perbaikan tidak berjalan. 

    “Kalau memang tidak bisa perform, ya kita bekukan dan betul-betul beku,” katanya.

    Kemudian, pada rapat kerja bersama Komisi XI DPR pada Senin (8/12/2025), Purbaya mengulangi ultimatum tersebut. Ia meminta Bea Cukai secara serius menindak praktik under invoicing serta penyimpangan lain yang merugikan negara.

    “Saya bilang ke mereka (Bea Cukai), kalau Anda enggak bisa perbaiki dalam waktu setahun, ada kemungkinan besar Bea Cukai akan dirumahkan seluruh pegawainya,” tegasnya.

    Namun, Purbaya mengaku telah meminta waktu satu tahun kepada Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan reformasi total di lingkungan Bea Cukai.

    Saat ini, sekitar 16.000 pegawai berpotensi dirumahkan apabila pembenahan tidak menunjukkan hasil. Ia menambahkan bahwa ancaman tersebut bukan sekadar formalitas.

    Respons Bea Cukai: Janji Berbenah

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama memastikan pihaknya berkomitmen memperbaiki pelayanan, pengawasan, dan budaya kerja internal. Ia mengatakan bahwa pihaknya terus mengupayakan peningkatan kinerja.

    “Yang pasti, Bea Cukai ke depan akan berupaya untuk lebih baik,” ujarnya.

    Djaka menyebut salah satu fokus utama adalah pemanfaatan teknologi artificial intelligence (AI) untuk mendeteksi under invoicing. Ia optimistis pembaruan menyeluruh dapat tercapai dalam waktu satu tahun sesuai target Purbaya.

    Transformasi Digital Bea Cukai dengan Peluncuran Website Baru

    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai meluncurkan tampilan baru www.beacukai.go.id, sebagai bagian dari transformasi digital pelayanan kepabeanan dan cukai.

    Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan bahwa pembaruan tersebut membawa pengalaman digital yang lebih cepat dan responsif.

  • Purbaya Puji Perbaikan Bea Cukai, Meski Sempat “Perlu Digebuk Dikit”

    Purbaya Puji Perbaikan Bea Cukai, Meski Sempat “Perlu Digebuk Dikit”

    GELORA.CO -Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memuji langkah cepat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang dinilainya menunjukkan perbaikan signifikan setelah sebelumnya ia mengancam akan membekukan lembaga tersebut.

    Purbaya menilai perubahan itu terlihat dari pengoperasian X-Ray peti kemas di Terminal 3 dan Terminal Mustika Alam Sari, Tanjung Priok, serta penerapan dua inovasi digital: Self Service Report Mobile (SSR-Mobile) dan Trade AI.

    “Layanan kepada masyarakat dan dunia usaha harus semakin cepat, semakin sederhana, dan semakin berintegritas. Itu komitmen Bea Cukai dan Kementerian Keuangan. Karena ada ancaman juga, kalau enggak bisa beres, awas! Tapi mereka sedang melakukan perbaikan dengan signifikan,” kata Purbaya dalam peresmian alat pemindai di Terminal 3 dan Terminal Mustika Alam Sari, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat 12 Desember 2025.

    Dengan nada bercanda, Purbaya mengatakan bahwa pegawai Bea Cukai sebenarnya mampu bekerja cepat, “asal sedikit diancam.”

    “Rupanya orang Bea Cukai pintar-pintar, cuma perlu digebuk sedikit. Dua minggu mereka bisa bikin AI canggih. Saya juga kaget,” katanya.

    Ia menjelaskan bahwa X-Ray baru mampu mendeteksi bahan nuklir dan zat radioaktif tanpa perlu membuka kontainer, sementara Trade AI dapat membandingkan data barang impor-ekspor dengan harga di marketplace untuk menekan praktik underinvoicing. Teknologi ini diyakini akan memperkuat transparansi dan menutup celah kecurangan.

    “Mereka sudah melakukan perbaikan signifikan. Saya harapkan nanti Maret tahun depan gambaran Bea Cukai akan jauh berbeda dengan yang kemarin-kemarin,” ujar Purbaya.

    Sebelumnya ancama  pembekuan Bea Cukai pertama kali diumumkan Purbaya pada 27 November lalu. Ia menilai citra DJBC buruk di mata publik, media, hingga Presiden Prabowo Subianto. Ia bahkan menyebut akan menggantikan Bea Cukai ke Suisse Generale Surveillance (SGS3), yang berarti 16 ribu pegawai DJBC terancam dirumahkan.