Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • Pemerintah Tarik Utang Lebih Awal Rp 43,5 T buat APBN 2025

    Pemerintah Tarik Utang Lebih Awal Rp 43,5 T buat APBN 2025

    Jakarta

    Pemerintah menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) denominasi dolar Amerika Serikat (AS) atau Sukuk Global senilai US$ 2,75 miliar atau Rp 43,56 triliun (kurs Rp 15.842). Ini merupakan penerbitan keempat kalinya yang dilakukan selama 2024.

    Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Suminto mengatakan penerbitan Sukuk Global tersebut untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 lebih awal (prefunding).

    “Transaksi ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk membiayai APBN pada tahun 2025,” kata Suminto dalam keterangan tertulis, Rabu (20/11/2024).

    Menurut Suminto, hal ini menunjukkan masih tingginya minat investor terhadap penerbitan surat utang pemerintah. Penerbitan Sukuk Global dilakukan dalam format Reg S/144A yang terdiri dari US$ 1,1 miliar bertenor 5,5 tahun, US$ 900 juta bertenor 10 tahun dan US$ 750 juta bertenor 30 tahun yang jatuh temponya masing-masing pada tahun 2030, 2034 dan 2054.

    “Transaksi ini berhasil menarik minat dari berbagai jenis investor dan geografis, memperlihatkan minat investasi yang kuat dan kepercayaan pasar terhadap pemerintah, mengingat kuatnya fundamental ekonomi negara. Pesanan akhir mencapai lebih dari US$ 4,9 miliar secara total atau tingkat kelebihan permintaan (oversubscribed) lebih dari 1,8x dari penerbitan, di mana puncak pesanan (peak order) mencapai lebih dari US$ 6,9 miliar,” ungkapnya.

    Sukuk Global ini diterbitkan oleh pemerintah melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia III (PPSI-III), suatu badan hukum yang didirikan dan dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah dengan tujuan untuk menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip syariah dalam mata uang asing di pasar internasional.

    Setelmen Sukuk Global akan dilakukan pada 25 November 2024 dan akan dicatatkan di Singapore Exchange Securities Trading Limited dan NASDAQ Dubai. Setiap tenor sudah mendapatkan peringkat Baa2 oleh Moody’s Investor Service, BBB oleh S&P Global Ratings Services, dan BBB oleh Fitch Ratings.

    Sukuk Global ini dijual dengan tingkat imbal hasil masing-masing sebesar 5% untuk tenor 5,5 tahun, 5,25% untuk tenor 10 tahun dan 5,65% untuk tenor 30 tahun. Panduan Harga Awal (Initial Price Guidance) Sukuk Global ini masing-masing sebesar 5,30% untuk tenor 5,5 tahun, 5,50% untuk tenor 10 tahun dan 5,85% untuk tenor 30 tahun.

    “Harga akhir tersebut mencerminkan tingkat spread yang paling ketat dibandingkan dengan US Treasury tenor 10 tahun dan 30 tahun baik untuk surat hutang konvensional maupun Sukuk dalam sejarah penerbitan pemerintah,” jelasnya.

    Lebih rinci dijelaskan, penerbitan dengan tenor 5,5 tahun didistribusikan sebanyak 16% kepada investor Asia (ex. Indonesia, Timur Tengah, Malaysia, Brunei), 61% kepada investor Timur Tengah, Malaysia dan Brunei, 6% kepada investor Indonesia, 6% kepada investor Amerika Serikat, dan 11% kepada investor Eropa.

    Alokasi untuk investor Timur Tengah, Malaysia dan Brunei untuk tenor 5,5 tahun sebesar 61% lebih tinggi dibandingkan dengan tenor 5 tahun untuk Sukuk yang diterbitkan pada Juni 2024 sebesar 50%, menunjukkan peningkatan penetrasi terhadap basis investor Timur Tengah, Malaysia dan Brunei oleh Pemerintah.

    Berdasarkan jenis investor, tenor 5,5 tahun dialokasikan 15% kepada manajer aset/manajer dana, 63% kepada bank/institusi finansial, 19% kepada dana kekayaan negara/bank sentral, 1% kepada dana asuransi/dana pensiun dan 2% kepada bank swasta/lainnya.

    Kemudian tenor 10 tahun didistribusikan sebanyak 16% kepada investor Asia (ex. Indonesia, Middle East, Malaysia, Brunei), 52% kepada investor Timur Tengah, Malaysia dan Brunei , 10% kepada investor Indonesia, 9% kepada investor Amerika Serikat dan 13% kepada investor Eropa. Berdasarkan jenis investor, tenor 10 tahun dialokasikan 22% kepada manajer aset/manajer dana, 69% kepada bank/institusi finansial, 4% kepada dana asuransi/dana pensiun, 3% kepada dana kekayaan negara/bank sentral dan 2% kepada bank swasta/lainnya.

    Sementara itu, tenor 30 tahun didistribusikan sebanyak 10% kepada investor Asia (ex. Indonesia, Middle East, Malaysia, Brunei), 1% ke investor Timur Tengah, Malaysia dan Brunei, 9% kepada investor Indonesia, 43% kepada investor Amerika Serikat dan 37% kepada investor Eropa. Berdasarkan jenis investor, tenor 30 tahun ini dialokasikan 84% kepada manajer aset/manajer dana, 11% kepada bank/institusi finansial, 3% kepada dana asuransi/dana pensiun, 1% kepada dana kekayaan negara/bank sentral dan 1% kepada bank swasta/lainnya.

    Capaian dari penerbitan Sukuk Global ini merupakan penerbitan USD terbesar di Asia Tenggara tahun ini dan telah membantu pemerintah menggalang US$ 5,1 miliar melalui penerbitan Sukuk USD pada tahun 2024. Jumlah ini merupakan jumlah volume terbesar yang pemerintah berhasil galangkan dalam satu tahun melalui penerbitan Sukuk Global.

    Sukuk Global ini disebut menggunakan struktur akad Wakalah dan telah memperoleh persetujuan opini syariah dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) serta Khalij Islamic, Penasihat Syariah Deutsche Bank AG, Singapore Branch, Komite Pengawas Internal Syariah Dubai Islamic Bank PSJC, Komite Syariah J.P. Morgan, Dewan Pengawasan Fatwa & Syariah KFH Capital, and Komite Pengawasan Syariah Global Standard Chartered Bank.

    Deutsche Bank, Dubai Islamic Bank, J.P. Morgan, KFH Capital, and Standard Chartered Bank bertindak sebagai Joint Lead Managers dan Joint Bookrunners. PT BRI Danareksa Sekuritas dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk bertindak sebagai Co-Manager dalam transaksi ini.

    Saksikan juga video: Mendikdasmen soal Arahan Prabowo: Pendidikan Diprioritaskan di APBN

    (acd/acd)

  • Wacana Tax Amnesty Jilid III, Sri Mulyani Ubah Haluan?

    Wacana Tax Amnesty Jilid III, Sri Mulyani Ubah Haluan?

    Bisnis.com, JAKARTA — Wacana pemberlakuan kembali program pengampunan pajak alias Tax Amnesty Jilid III mencuat. Padahal, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menyatakan pemerintah tidak akan lagi memberlakukan program serupa.

    Pernyataan itu sempat disampaikan Sri Mulyani usai berakhirnya masa Tax Amnesty Jilid II dua tahun lalu.

    “Kami tidak akan lagi memberikan program pengampunan pajak,” tegas Sri Mulyani di Kantor Pusat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Jumat (1/7/2022).

    Dengan demikian, sambungnya, semua data yang diperoleh lewat Tax Amnesty Jilid I dan II akan menjadi database di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan untuk menegakkan kepatuhan wajib pajak ke depannya.

    Tak hanya itu, bendahara negara tersebut menegaskan, Indonesia akan bekerjasama secara global melalui Automatic Exchange of Information (AEOI). Selain itu, di dalam forum G20 juga sudah disepakati mengenai dua pilar mengenai perpajakan internasional.

    Menurutnya, kerjasama tersebut akan semakin mempersempit langkah wajib pajak melakukan penghindaran pajak. Dalam yurisdiksi manapun, lanjut dia, wajib pajak pasti akan tertangkap oleh para petugas pajak bila ditemukan melanggar aturan yang berlaku.

    “Mau pajak di sini, pajak di sana, semuanya sekarang seluruh dunia makin memiliki kesepakatan bahwa pajak adalah instrumen penting bagi pembangunan bagi semua negara,” ujarnya.

    Wacana Tax Amnesty Jilid III

    Sebagai informasi, pemerintah sebenarnya sudah pernah dua kali mengeluarkan kebijakan tax amnesty, yaitu Jilid I (periode 18 Juli 2016—31 Maret 2017) dan Jilid II (1 Januari—30 Juni 2022).

    Kendati demikian, belakangan muncul wacana Tax Amnesty Jilid III usai DPR resmi memasukkan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak alias tax amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

    Rancangan beleid tersebut diusulkan oleh Komisi XI DPR yang membidangi keuangan. Ketua Komisi XI DPR Misbakhun tidak menampik, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya sempat menyatakan tidak akan memberlakukan lagi tax amnesty.

    Hanya saja, Misbakhun mengingatkan bahwa pemerintahan sudah berganti. Politisi Partai Golkar itu merasa perlu pemberlakuan kembali program tax amnesty untuk mengawal berbagai visi misi pemerintah baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

    Dia menyatakan bahwa DPR, terkhusus Komisi XI, akan turut membantu mengawal berbagai visi misi pemerintah Presiden Prabowo Subianto. Jika salah satu cara mencapai visi misi dengan tax amnesty maka Komisi XI akan mendukungnya.

    Misbakhun menjelaskan bahwa pemerintah dan DPR akan tetap terus berupaya melakukan pembinaan agar wajib pajak tetap patuh. Di saat yang bersamaan, sambungnya, mereka juga ingin memberi peluang kepada orang yang menghindari pajak agar ke depan bisa memperbaiki diri.

    “Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni, maka amnesty ini salah satu jalan keluar,” jelasnya di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).

    Misbakhun mengaku belum bisa menjelaskan substansi yang akan dibahas dalam RUU Tax Amnesty tersebut. Kendati demikian, tidak menampik bahwa akan ada Tax Amnesty Jilid III apabila beleid tersebut selesai dibahas.

    “Sektor apa saja yang akan dicakup di dalam tax amnesty itu, tax amnesty itu meliputi perlindungan apa saja, sektor apa saja, ya nanti kita bicarakan sama pemerintah,” ujarnya.

    Tax Ada Urgensi?

    Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengaku bingung dengan wacana penerapan Tax Amnesty Jilid III. Menurutnya, tidak ada urgensinya melakukan pembersihan dosa para pelaku penghindaran pajak lagi.

    Kebijakan tersebut, sambung Fajry, hanya akan mencederai rasa keadilan bagi wajib pajak yang telah patuh. Sejalan dengan itu, dia khawatir akan banyak wajib pajak yang akan melakukan penghindaran pajak.

    “Buat apa untuk patuh, toh ada tax amnesty lagi?” kata Fajry kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).

    Dia menilai Tax Amnesty Jilid III akan menjadi langkah mundur pemerintah. Apalagi, wacana pengampunan pajak untuk orang tajir itu bergulir ketika pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan.

    Oleh sebab itu, Fajry tidak heran apabila nantinya banyak penolakan dari berbagi kalangan masyarakat ihwal wacana Tax Amnesty Jilid III.

    “Terlebih, tax amnesty ini untuk siapa? Sebagian besar konglomerat sebenarnya sudah masuk ke Tax Amnesty Jilid I dan sebagian lagi melengkapinya kemarin,” jelasnya.

  • PHRI Sebut PPN 12 Persen akan Berdampak pada Penurunan Penjualan

    PHRI Sebut PPN 12 Persen akan Berdampak pada Penurunan Penjualan

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani memberikan peringatan kepada pemerintah terkait kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%. Menurut dia, kenaikan tersebut akan berdampak pada penurunan penjualan.

    “Semua sektor di dunia usaha rasanya sudah memberikan warning bahwa itu akan berdampak kepada penurunan penjualan,” kata Hariyadi kepada wartawan di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).

    Kenaikan 1% PPN pada awal 2025 itu diperkirakan akan sangat berdampak pada daya beli atau tingkat konsumsi masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah. Masyarakat juga merasa semakin terbebani dengan naiknya pajak.

    Hariyadi menegaskan, dunia usaha juga akan merasakan dampak akibat menurunnya daya beli masyarakat. Tidak hanya sektor hotel dan restoran, tetapi juga bisnis lainnya yang memiliki target konsumen dari masyarakat menengah ke bawah.

    Oleh sebab itu, PHRI menyampaikan pesan kepada Kementerian Keuangan maupun pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan kenaikan PPN. Dia berharap perputaran ekonomi di Indonesia bisa tetap stabil.

    “Jadi dalam surat kami, tidak hanya ke bu menteri keuangan juga ke bapak presiden, kami sampaikan bahwa kami mohon untuk ditinjau kembali,” jelas Hariyadi.

    Sementara itu, pemerintah akan menaikkan tarif PPN sebanyak 1%, dari 11% menjadi 12%. Kebijakan itu akan dijalankan mulai 1 Januari 2025.

  • RUU Tax Amnesty Jilid III, Komisi XI DPR Sebut Tak Revisi Aturan Lama
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        19 November 2024

    RUU Tax Amnesty Jilid III, Komisi XI DPR Sebut Tak Revisi Aturan Lama Nasional 19 November 2024

    RUU Tax Amnesty Jilid III, Komisi XI DPR Sebut Tak Revisi Aturan Lama
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua
    Komisi XI DPR
    RI
    Mukhamad Misbakhun
    mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) tidak akan merevisi undang-undang yang telah ada sebelumnya.
    RUU ini telah dimasukkan ke dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas pada 2025.
    “Jadi, kalau menurut saya, jika ada tax amnesty berikutnya, itu adalah jilid tiga,” kata Misbakhun usai acara diskusi Fraksi Partai Golkar bertajuk “Mencari Cara Ekonomi Tumbuh Tinggi” di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (19/11/2024).
    Misbakhun menjelaskan bahwa DPR RI bersama pemerintah akan merumuskan kembali
    RUU Tax Amnesty
    jilid III ini.
    “Ya kita konsepkan kembali seperti apa? Pemerintah punya konsep seperti apa? Didiskusikan dengan DPR seperti apa? Nanti akan menjadi keputusan inisiatif siapa? Nah ini kan tinggal kita bicarakan,” ujarnya.
    Ia juga menekankan bahwa RUU Tax Amnesty tidak akan merevisi undang-undang sebelumnya.
    Menurutnya, beleid Tax Amnesty jilid I dan jilid II adalah dua aturan yang tidak saling berkaitan.
    “Jadi,
    one of regulation
    . Undang-undang Tax Amnesty pertama sudah tertutup. Pengampunan sukarela juga sudah tutup,” jelasnya.
    Lebih lanjut, Misbakhun mengungkapkan bahwa RUU Tax Amnesty awalnya merupakan usulan dari Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, bukan dari Komisi XI.
    Namun demikian, Komisi XI kemudian mengambil alih RUU tersebut untuk menjadi usulannya, mengingat urusan
    tax amnesty
    berkaitan dengan mitra kerja mereka, yaitu Kementerian Keuangan.
    “Nah itulah kemudian saya rapatkan internal dengan persetujuan semua anggota Komisi XI. Diputuskan bahwa Komisi XI untuk prolegnas prioritas meminta kepada Badan Legislasi melalui surat untuk dijadikan prolegnas prioritas yang diusulkan oleh Komisi XI,” ungkap Misbakhun.
    Diketahui, RUU Tax Amnesty telah resmi masuk ke dalam daftar prolegnas prioritas 2025, yang dikonfirmasi oleh Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia.
    Hal ini ditetapkan dalam rapat pembahasan mengenai daftar prolegnas prioritas 2025 dan prolegnas jangka menengah 2025-2029 yang berlangsung pada Senin (18/11/2024) sore.
    “(RUU Tax Amnesty) jadi masuk tadi,” ujar Doli kepada wartawan.
    Dalam rapat paripurna DPR RI yang berlangsung hari ini juga ditetapkan bahwa RUU Tax Amnesty akan dibahas tahun depan.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR: PPN 12 Persen Masih Wacana, Bakal Dibahas Sepulang Prabowo ke Indonesia

    DPR: PPN 12 Persen Masih Wacana, Bakal Dibahas Sepulang Prabowo ke Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua DPR bidang ekonomi Adies Kadir menegaskan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025, masih sebatas wacana. Kebijakan tersebut akan dibahas dan diputuskan Presiden Prabowo Subianto setelah pulang ke Indonesia dari rangkaian kunjungan ke luar negeri.

    “Jadi, kita tunggu saja pak presiden kembali. Jangan berandai-andai. Tidak usah kita berkonotasi yang nanti ada kenaikan begini, begitu. Pasti menteri keuangan pun kalau mengusulkan ke Pak Presiden ada dasar-dasarnya,” ujarnya di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024).

    Adies memastikan Presiden Prabowo akan memihak pada kepentingan masyarakat. Apalagi, kebijakan-kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bakal berorientasi kepada kepentingan masyarakat.

    “Kita lihat yang pasti kan Pak Presiden dalam menjalankan pemerintah selama 5 tahun intinya kan selalu tidak akan menyusahkan rakyatnya gitu kan. Seperti itu,” kata wakil ketua umum Partai Golkar tersebut.

    Adies mengimbau publik agar menunggu keputusan pasti dari Presiden Prabowo. Menurut dia, bakal ada pembahasan dengan DPR jika sudah diputuskan oleh Prabowo.

    “Kita tunggu saja, belum (ada keputusan resmi). Tentunya kalau ada begitu kan, ada pembahasan juga dengan DPR. Kita tunggu sajalah,” imbuh dia.

    Adies menjelaskan, jika nanti PPN mengalami kenaikan, pasti memiliki pertimbangan dan bakal dihitung dan dikalkulasi secara matang sehingga tidak merugikan rakyat.

    “Jadi, kalau pun ada kenaikan pasti akan diatur sebagaimana mestinya. Namun, ini kan belum, masih menunggu presiden. Jadi kita tunggu saja seperti apa nanti,” pungkas Adies.

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan kesiapan implementasi kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan hal tersebut dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).

    “Kami sudah membahas bersama bapak/ibu sekalian, lalu sudah ada undang-undangnya. Kita perlu menyiapkan agar itu bisa dijalankan, tetapi dengan penjelasan yang baik,” ujar Sri Mulyani.

  • Ramai Penolakan PPN naik jadi 12%, Ini Respons Anak Buah Sri Mulyani

    Ramai Penolakan PPN naik jadi 12%, Ini Respons Anak Buah Sri Mulyani

    Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% yang akan berlaku pada 2025 ramai mendapatkan penolakan dari sejumlah lapisan masyarakat. Namun, di tengah gelombang penolakan itu, kenaikan PPN masih tetap direncanakan untuk berlaku.

    Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Wahyu Utomo menegaskan bahwa terkait kenaikan tarif PPN tersebut, pemerintah senantiasa mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan fiskal, serta aspirasi dari masyarakat luas.

    Meski dengan pertimbangan tersebut, Wahyu enggan menyampaikan secara gamblang rencana pemerintah pada tahun depan.

    “Intinya pemerintah akan menentukan pilihan yang optimal bagi masyarakat dan perekonomian,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024). 

    Ketentuan kenaikan PPN menjadi 12% tersebut tertuang dalam Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam Pasal 7 Bab IV beleid tersebut, tercantum ketentuan terbaru terkait tarif PPN. Di mana tarif PPN naik 1% menjadi sebesar 11% yang telah mulai berlaku sejak 1 April 2022.   

    “Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu.. sebesar 12% [dua belas persen] yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025,” tulis huruf b ayat (1) Pasal 7 beleid tersebut, dikutip pada Selasa (19/11/2024).

    Untuk diketahui, pemerintah mematok target Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 2025 senilai Rp945,12 triliun. Target tersebut 15,4% lebih besar dari outlook tahun ini yang senilai Rp819,2 triliun.

    Target APBN 2025 tersebut pun tercatat masih menggunakan asumsi PPN berada di angka 11%, bukan 12%. Artinya, penerimaan negara dapat jauh lebih besar jika menggunakan PPN 12%.

    Hari-hari menuju 2025, pelaku usaha was-was terhadap daya beli masyarakat yang saat ini sedang tidak baik-baik saja akan semakin anjlok.

    Bahkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Cucun Ahmad Syansurijal mendorong agar rencana tersebut dikaji ulang. Dirinya khawatir akan berdampak terhadap kesejahteraan rakyat karena kenaikan pajak akan memiliki efek domino atau efek turunan.

    “Tentunya hal ini harus dihindari, apalagi kemiskinan dan pengangguran semakin tinggi. Kenaikan harga-harga kita khawatirkan akan membuat masyarakat semakin sulit, padahal PR negara masih banyak, terutama dari sisi ekonomi kerakyatan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (19/11/2024). 

    Setelah sebelumnya tidak ada kejelasan akan kenaikan tarif PPN tahun depan karena menunggu pergantian pemimpin negara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sinyal rencana yang berangkat dari UU HPP tetap berlanjut. 

    “Jadi kami di sini sudah dibahas dengan bapak ibu sekalian sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa [jalankan],” ujarnya dalam Raker bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).

    Bendahara Negara tersebut pun menegaskan pihaknya tidak akan memungut PPN secara ‘membabi-buta’. Dalam hal kenaikan PPN, menjadi kebutuhan dalam menyehatkan APBN yang jumlahnya tidak sedikit.

    Pasalnya, pada saat bersamaan APBN harus menjalankan berbagai fungsi, termasuk shock absorber dalam merespon kondisi gejolak ekonomi global dan krisis finansial. 

  • PPN Naik Jadi 12 Persen, PHRI: Kami Mohon untuk Ditinjau Kembali

    PPN Naik Jadi 12 Persen, PHRI: Kami Mohon untuk Ditinjau Kembali

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menegaskan, antisipasi terhadap kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 % tidak mudah bagi pelaku bisnis dan usaha.

    “Antisipasi terhadap masalah ini, terus terang kami tidak semua bisa mengantisipasi dengan baik,” kata Hariyadi kepada wartawan di Hotel Grand Sahid Jaya, Selasa (19/11/2024).

    Menurutnya, hanya ada beberapa daerah yang mampu mengantisipasi kenaikan PPN pada 2025. Hariyadi menjelaskan, daerah tersebut adalah daerah yang ramai dikunjungi oleh wisatawan mancanegara, seperti Bali dan Batam.

    Sementara itu, daerah lain tidak memiliki tingkat kunjungan wisata mancanegara yang cukup signifikan, tentu akan kesulitan untuk mengantisipasi. Sebab, mereka hanya mengandalkan konsumen dari warga lokal yang juga terbebani dengan kenaikan PPN.

    Ketua PHRI itu turut menjelaskan bahwa salah satu cara terbaik untuk mengantisipasi kenaikan tarif PPN adalah melalui pengelolaan pengeluaran. Hal itu dia sebut sebagai mode survival atau bertahan hidup.

    “Kita mau tidak mau modenya adalah mode survival, yaitu kita harus bisa mengendalikan biaya,” ujar Hariyadi.

    Pada kesempatan yang sama, PHRI berharap kepada pemerintah agar kebijakan kenaikan PPN dapat ditinjau ulang. Sebab yang merasakan dampaknya bukan hanya pelaku usaha, tetapi juga masyarakat.

    “Kami sampaikan bahwa kami mohon untuk ditinjau kembali,” tegasnya.

    Kebijakan kenaikan tarif PPN sebesar 1 % menjadi 12 % akan mulai dijalankan pada 1 Januari 2025. Kementerian Keuangan ingin meningkatkan kas negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2025.

  • 20 Tahun Beroperasi, Geo Dipa Energi Akhirnya Setor Dividen ke Negara Rp 22 M

    20 Tahun Beroperasi, Geo Dipa Energi Akhirnya Setor Dividen ke Negara Rp 22 M

    Jakarta

    PT Geo Dipa Energi (Persero) akhirnya bisa memberikan setoran dividen ke pemerintah setelah 20 tahun beroperasi sejak 2002. Dividen pertama kali diberikan pada 2022.

    “Sejak 2022 kami berhasil menyetorkan dividen ke pemerintah setelah 20 tahun kami beroperasi dengan dividen payout rasio kami sekitar 10%,” kata Direktur Utama Geo Dipa Energi Yudistian Yunis dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (19/11/2024).

    Geo Dipa Energi saat ini diposisikan sebagai salah satu BUMN Special Mission Vehicle (SMV) di bawah Kementerian Keuangan yang bergerak khusus di sektor panas bumi (geothermal). Komposisi kepemilikan sahamnya terdiri dari 94,5% oleh Kementerian Keuangan dan sisanya 5,5% oleh PT PLN (Persero).

    Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2024, pendapatan Geo Dipa Energi sudah mencapai Rp 1,13 triliun dengan EBITDA margin berkisar di 58% atau Rp 655 miliar. Tercatat laba bersih mencapai Rp 224 miliar.

    Setoran bagian pemerintah yang telah dilakukan yakni Rp 148 miliar dengan dividen yang disetorkan Rp 22,4 miliar.

    “Alhamdulillah dengan kinerja keuangan tersebut, kami mendapatkan AAA dari fitch rating,” ucap Yudistian.

    Geo Dipa Energi saat ini memiliki aktivitas operasional 120 megawatt (MW) pembangkit yang terdiri dari 55 MW di Dieng, 10 MW di Dieng dan 55 MW di Patuha.

    “Saat ini kami tengah mengembangkan dan tengah membangun proyek untuk Dieng unit kedua dan Patuha unit kedua,” imbuhnya.

    Lihat juga video: Pelan Tapi Pasti, Menghijaunya IHSG di Pasar Saham

    (acd/acd)

  • PPN Naik Jadi 12% Tahun Depan, Ini Kriteria Barang yang Kena

    PPN Naik Jadi 12% Tahun Depan, Ini Kriteria Barang yang Kena

    Jakarta

    Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sejauh ini pemerintah masih mengacu kepada peraturan tersebut.

    Lantas, jika PPN naik menjadi 12% mulai 2025, barang dan jasa apa saja yang terdampak?

    Melansir laman resmi Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (18/11/2024), subjek PPN ialah pengusaha kena pajak (PKP) baik orang pribadi maupun badan yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

    Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, PPN dikenakan atas:

    – Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
    – Impor barang kena pajak
    – Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
    – Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
    – Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
    – Ekspor barang kena pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak
    – Ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak
    – Ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

    (acd/acd)

  • Berlaku Mulai 2025, Ini Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena Kenaikan PPN 12 Persen

    Berlaku Mulai 2025, Ini Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena Kenaikan PPN 12 Persen

    TRIBUNJAKARTA.COM – Berlaku mulai 1 Januari 2025, ketahui daftar barang dan jasa yang terdampak dan tidak terdampak kenaikan PPN 12 persen.

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sri Mulyani mengumumkan akan menerapkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

    Informasi ini disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).

    Menkeu mengatakan, kenikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen ini mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)

    “Sudah ada UU-nya. Kami perlu menyiapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan tapi dengan penjelasan yang baik,” tutur Sri Mulyani.

    Dia menambahkan, kenaikan tarif PPN diperlukan salah satunya untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Sebagai informasi, PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. 

    Namun, ada barang dan jasa yang dikecualikan dari pengenaan tarif PPN.

    Lalu, apa saja barang dan jasa yang terdampak serta bebas dari PPN 12 persen?

    Barang dan Jasa yang Tidak Kena PPN 12 Persen

    Pemerintah telah menetapkan sejumlah barang dan jasa yang tidak kena PPN dalam beberapa peraturan perundang-undangan, berikut rinciannya:

    Barang yang tidak kena PPN 12 persen

    Ilustrasi Pajak (WartaKota)

    Dalam UU HPP Pasal 4A dan 16B, disebutkan barang yang tidak kena PPN, antara lain:

    Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman, baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah
    -Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.

    Selain itu, barang yang tidak kena PPN juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 116/PMK/010/2017, berikut rinciannya:

    Beras dan gabah berkulit, dikuliti, disosoh atau dikilapkan maupun tidak, setengah giling atau digiling semua, pecah, menir, salin yang cocok untuk disemai
    Jagung dikupas maupun belum, termasuk pipilan, pecah, menir, tidak termasuk bibit
    Sagu berupa empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung bubuk dan tepung kasar
    Kedelai berkulit, utuh dan pecah, selain benih
    Garam konsumsi beryodium atau tidak, termasuk garam meja dan garam didenaturasi untuk konsumsi atau kebutuhan pokok
    Daging segar dari hewan ternak dan unggas dengan/tanpa tulang yang tanpa diolah, dibekukan, dikapur, didinginkan, digarami, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain
    Telur tidak diolah, diasinkan, dibersihkan, atau diawetkan, tidak termasuk bibit
    Susu perah yang melalui proses dipanaskan atau didinginkan serta tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya
    Buah-buahan segar yang dipetik dan melalui proses dicuci, dikupas, disortasi, dipotong, diiris, digrading, selain dikeringkan
    Sayur-sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dibekukan, disimpan dalam suhu rendah, atau dicacah
    Ubi-ubian segar, melalui proses dicuci, dikupas, disortasi, diiris, dipotong, atau digrading
    Bumbu-bumbuan segar, dikeringkan, dan tidak dihancurkan atau ditumbuk
    -Gula konsumsi kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa tambahan bahan pewarna atau perasa.

    Jasa yang tidak kena PPN 12 persen

    Kemudian, daftar jasa yang tidak kena PPN 12 persen diatur dalam UU HPP Pasal 4A ayat 3 dan Pasal 16B ayat 1a huruf j, berikut rinciannya:

    Jasa keagamaan
    Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah
    Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah
    Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan aktivitas pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain
    Jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik atau pengusaha pengelola tempat parkir, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah
    Jasa boga atau katering, meliputi semua aktivitas pelayanan penyediaan makanan dan minuman, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah
    Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
    Jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam sistem program jaminan kesehatan nasional (JKN)
    Jasa pelayanan sosial
    Jasa keuangan
    Jasa asuransi
    Jasa pendidikan
    Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri
    -Jasa tenaga kerja.

    Barang dan jasa yang dikenakan PPN 12 persen

    Objek yang dikenakan pajak PPN diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UU PPN Nomor 42 Tahun 2009, berikut daftarnya:

    Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
    Impor BKP
    Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
    Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
    Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
    Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
    Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP
    Ekspor JKP oleh PKP.

    Masih mengacu pada UU PPN, BKP dikategorikan menjadi dua, yaitu BKP berwujud dan BKP tidak berwujud.

    Barang kena pajak berwujud

    Barang berwujud adalah jenis barang yang memiliki bentuk fisik, seperti barang elektronik, pakaian dan barang fashion lainnya, tanah, bangunan, perabot rumah tangga, makanan olahan kemasan, dan kendaraan.

    Barang kena pajak tidak berwujud

    Barang kena pajak tidak berwujud mengacu pada barang yang memiliki hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana perusahaan, formula rahasia atau merek dagang.

    Selain itu, juga meliputi pengunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan industrial, komersial atau ilmiah. Kemudian, pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial atau komersial.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya