Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • Dampak PPN Naik Jadi 12 Persen Akan Memperkecil Akses Masyarakat untuk Membeli Rumah

    Dampak PPN Naik Jadi 12 Persen Akan Memperkecil Akses Masyarakat untuk Membeli Rumah

    Jakarta, Beritasatu.com – Pelaku usaha sektor properti yang tergabung dalam asosiasi Real Estate Indonesia (REI) menilai, dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% yang bakal berlaku pada 2025 akan semakin memperkecil akses masyarakat untuk membeli rumah.

    “Ketika PPN itu menjadi 12% pada tahun depan, maka pasti memberi beban yang besar kepada masyarakat. Dalam artian, memperkecil akses mereka untuk membeli (properti),” tutur Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto dalam “Investor Market Today ” diIDTV, Kamis (21/11/2024).

    Joko melanjutkan, target backlog juga otomatis akan mengalami koreksi karena biaya yang dikeluarkan lebih banyak dan harga properti lebih tinggi. Terlebih daya beli masyarakat terhadap produk properti belum bertumbuh, Ia meminta hal ini yang harus sama-sama diperhatikan.

    Oleh sebab itu, Joko berharap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bisa secara bijak melihat sinkronisasi antar regulasi.

    “Kita sedang akan ada program tiga juta rumah era Prabowo-Gibran untuk memberikan stimulus dan dimaksudkan untuk memberikan dorongan pertumbuhan ekonomi dari sektor properti. Namun, kemudian ini ada kenaikan (PPN), jadi ada anomali atau kontraproduktif,” jelasnya.

    Dengan demikian, semestinya ekosistem (environment) itu harus dibenahi terlebih dahulu baik secara kebijakan dan anggaran, sehingga pembangunan tiga juta rumah tersebut bisa segera berjalan. Kemudian pertumbuhan bisa terealisasikan yang berimplikasi pada distribusi pendapatan yang ikut terkerek.  

    Diketahui, skema kenaikan PPN berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tarif PPN telah berangsur naik sejak 2020 dari level 10%. Kemudian pada level 11% yang berlaku pada 1 April 2022 lalu dan akan kembali ditingkatkan pada 1 Januari 2025 ke level 12%.

    Apabila pemerintah tetap menaikkan PPN 12% pada Januari 2025 mendatang, maka dampaknya masyarakat akan semakin sulit untuk memiliki rumah.
     

  • Mahfud MD Sebut LHKPN Tidak Efektif Jaga Perilaku Pamer Harta Pejabat

    Mahfud MD Sebut LHKPN Tidak Efektif Jaga Perilaku Pamer Harta Pejabat

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menekankan kian marak fenomena pamer harta atau flexing di kalangan pejabat menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menekan perilaku koruptif.

    Hal ini disampaikan olehnya dalam diskusi daring dengan tema Ragu Kebijakan Pemberantasan Korupsi yang diadakan oleh Universitas Paramadina & Institut Harkat Negeri, Kamis (21/11/2024). 

    “Fenomena flexing itu kalau terkait dengan pejabat itu membuktikan kegagalan Negara untuk mengendalikan pejabat dari perilaku korupsi. Kalau Swasta enggak apa-apa deh, karena kita merdeka agar orang yang ingin bermewah bisa dilakukan agar sesuai dengan landasan hukum dan melalui usaha sendiri,” tuturnya dalam forum itu

    Menurutnya, ada alasan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dibentuk oleh pemerintah adalah untuk mengukur dan menjadi batasan jumlah harta yang dimiliki oleh seseorang sebelum menjadi pejabat Negara. 

    Sayangnya, kata Mahfud, peran LHKPN sudah mulai kurang berimbas terhadap pengawasan keuangan pejabat Negara.

    Mahfud mencontohkan bahwa kasus Rafael Alun yang menjadi sorotan sejak putranya yakni Mario Dandy Satrio melakukan penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora yang merupakan putra pengurus GP Ansor. 

    Saat itu, Mahfud menyebut bahwa media sosial ramai membahas kasus kekerasan tersebut usai videonya viral. Tak hanya itu, publik pun mengusut siapa Mario Dandy Satrio hingga diketahui sebagai anak dari Rafael Alun.

    Sejak itu, harta kekayaan fantastis Rafael selaku pejabat eselon III sebesar Rp56 miliar mendapat sorotan tajam dari publik. Sedangkan, Mario Dandy divonis 12 tahun penjara karena bersalah menganiaya David. 

    “Ini sekarang nggak ada efek dari sebuah LHKPN. Saya tanya PPATK ‘itu [Rafael] hartanya berapa sih? Kok anaknya punya kayak gini? Pak, ini orang ini sudah kami laporkan punya masalah pencucian uang di Kementerian Keuangan sejak 2009. Tidak ada yang menindak, udah dilaporkan, tidak ditindak,” imbuhnya.

    Mahfud menegaskan bahwa melalui LHKPN sebenarnya pejabat Negara bisa diawasi dengan baik untuk tak melakukan tindak pidana korupsi. Mengingat rekam jejak hartanya bisa terus diperhatikan perkembangannya. 

    “Nah, oleh sebab itu, bagi saya, pengawasan terhadap perkembangan harta kekayaan penjabat sesuai dengan profilnya itu harus diperiksa. Oleh sebab itu kita dulu mengajukan undang-undang perampasan aset. Itu agar terkontrol,” pungkas Mahfud.

  • Asosiasi dukung usulan perpanjangan tarif pajak UMKM 0,5 persen

    Asosiasi dukung usulan perpanjangan tarif pajak UMKM 0,5 persen

    Berikan ruang lagi selama 1-2 tahun ke depan. Kalau kondisi ekonomi lebih bagus, kami sesuaikan dengan harapan pemerintah

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero menyatakan mendukung usulan perpanjangan tarif pajak penghasilan (PPh) final 0,5 persen bagi para pelaku UMKM.

    Ia menilai fasilitas tersebut perlu diperpanjang karena kondisi ekonomi dalam negeri saat ini yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi COVID-19.

    “Berikan ruang lagi selama 1-2 tahun ke depan. Kalau kondisi ekonomi lebih bagus, kami sesuaikan dengan harapan pemerintah,” ujar Edy saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

    Ia menyadari bahwa UMKM bertanggung jawab dalam pembangunan negara melalui kontribusi pajak.

    Namun, ia berharap pemerintah dapat memberikan dukungan lebih lanjut kepada UMKM dengan mempertimbangkan masa berlaku tarif PPh final 0,5 persen. Ia juga menekankan pentingnya dilakukan evaluasi secara berkala terhadap kebijakan tersebut dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian nasional.

    Usulan perpanjangan tarif pajak UMKM 0,5 persen disampaikan oleh Menteri UMKM Maman Abdurrahman saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Selasa (19/11).

    Maman menyatakan bahwa ia akan mengajukan permohonan kepada Kementerian Keuangan terkait usulan tersebut.

    “Sekarang kami sedang melakukan komunikasi dengan Kementerian Keuangan,” ujar Maman.

    Kebijakan PPh final 0,5 persen untuk omzet di bawah Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

    Sementara itu, orang pribadi UMKM dengan omzet maksimal Rp500 juta dibebaskan dari pajak.

    Aturan tersebut berlaku sejak Juli 2018 dan akan berakhir pada tahun ini.

    Dengan berakhirnya aturan tersebut maka untuk tahun pajak 2025 dan seterusnya, PPh akan mulai menggunakan norma penghitungan sebelumnya atau menyelenggarakan pembukuan jika omzet di atas Rp4,8 miliar.

    Pewarta: Shofi Ayudiana
    Editor: Ahmad Wijaya
    Copyright © ANTARA 2024

  • Kemenkeu: Pertambahan tarif PPN 1 persen sudah kaji ekonomi-sosial

    Kemenkeu: Pertambahan tarif PPN 1 persen sudah kaji ekonomi-sosial

    Pada dasarnya, kebijakan penyesuaian tarif PPN 1 persen tersebut telah melalui pembahasan mendalam antara Pemerintah dengan DPR

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan pertambahan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen sudah mempertimbangkan aspek ekonomi hingga sosial.

    “Pada dasarnya, kebijakan penyesuaian tarif PPN 1 persen tersebut telah melalui pembahasan mendalam antara Pemerintah dengan DPR, dan pastinya telah mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain ekonomi, sosial, dan fiskal,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.

    Deni menambahkan, dalam perumusan wacana menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen juga memperhatikan kajian ilmiah yang melibatkan akademisi dan praktisi.

    Kebijakan itu tertuang Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor.

    Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat yang terimbas oleh pandemi COVID-19.

    “Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok,” ujar Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (13/11).

    Dia mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dijaga kesehatannya, dan pada saat yang sama, juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis.

    “Seperti ketika terjadinya krisis keuangan global dan pandemi, itu kami gunakan APBN,” tambahnya.

    Namun, dalam implementasinya nanti, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berhati-hati dan berupaya memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat.

    “Sudah ada UU-nya. Kami perlu menyiapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan tapi dengan penjelasan yang baik,” tuturnya.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Ahmad Wijaya
    Copyright © ANTARA 2024

  • Bos Properti Blak-blakan Soal Kuota Rumah Subsidi FLPP Bakal Ditambah

    Bos Properti Blak-blakan Soal Kuota Rumah Subsidi FLPP Bakal Ditambah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebelum muncul program 3 juta rumah per tahun, pemerintah sudah memiliki program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau pembiayaan pemilikan rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

    Kalangan pengembang sudah mempersiapkan diri untuk menggarap program ini di tahun 2025 mendatang. Pemerintah pun sudah memberi arahan ke pengembang bahwa program ini bakal tetap berlanjut.

    “FLPP itu (kuotanya) 220.000 unit, kemudian Tapera 40.000 unit. Komitmen di awal (FLPP tahun 2025) akan ada kenaikan menjadi 300.000. Itu tetap kita pegang dan kita yakini,” kata Joko dalam diskusi dengan media, Kamis (21/11/2024).

    Anggaran untuk program perumahan di dalam APBN tahun 2025 sudah diajukan oleh tim Satgas Perumahan yang kemudian dikoordinasikan dengan Bappenas dengan total Rp53 triliun.

    Tetapi kepastian anggaran tersebut masih menunggu keputusan dari Kementerian Keuangan karena belum ada rincian alokasi anggaran akan masuk ke pos yang mana, mengingat Keppres atau Perpres mengenai Kementerian PKP hingga kini belum terbit.

    Meski begitu, Joko mengaku tetap yakin, program pembangunan 3 juta rumah yang merupakan amanah Presiden Prabowo Subianto akan tetap berjalan sesuai rekomendasi Satuan Tugas (Satgas) Perumahan sebagai tim transisi sebelum terbentuknya Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).

    Sebagai informasi, aturan pembiayaan perumahan rakyat terakhir diperbarui melalui Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020 yang terbit 24 Maret 2020 lalu dan mulai berlaku per 1 April 2020.

    Dalam regulasi baru ini, maksimal penghasilan penerima subsidi dipatok Rp 8.000.000 untuk KPR Sejahtera Tapak dan KPR Sejahtera Susun. Ketentuan itu berlaku baik konvensional maupun syariah.

    Sedangkan dalam aturan lama untuk KPR Sejahtera Tapak hanya Rp 4.000.000 dan Rumah Sejahtera Susun sebesar Rp 7.000.000. Kempen baru ini juga mencabut Kepmen nomor 535/KPTS/M/2019 tentang Batasan Harga Jual Rumah Sejahtera tapak yang Diperoleh Melalui Kredit Pembiayaan Pemilikan Rumah Bersubsidi.

    Adapun masa subsidi berjalan untuk penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) masa subsidi masih berlangsung paling lama 20 tahun. 

    Mengutip situs resmi Kemenkeu,  FLPP adalah program intervensi pemerintah untuk mengatasi masalah keterjangkauan dan akses khususnya bagi MBR yang memiliki kapasitas keuangan yang terbatas. Dalam program ini, pemerintah membuat kebijakan untuk bisa membantu MBR yang ingin memiliki dan menghuni rumah sendiri

    (dce)

  • Pantas Banyak yang ke Penang, Biaya Berobat di RI Lebih Mahal dari Malaysia

    Pantas Banyak yang ke Penang, Biaya Berobat di RI Lebih Mahal dari Malaysia

    Jakarta

    Permasalahan berobat mahal di Indonesia sampai saat ini masih menjadi sorotan publik. Bahkan disebut 2 hingga 3 kali lipat lebih mahal dibandingkan di luar negeri.

    Hal tersebut juga didukung dengan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang menyebut masih ada banyak orang Indonesia yang memilih untuk berobat ke luar negeri.

    Terungkap dari data tersebut bahwa Malaysia menjadi destinasi ‘favorit’ warga untuk berobat ke luar negeri. Salah satunya disebut karena biayanya lebih murah dibandingkan di Indonesia.

    Selain itu di media sosial juga viral pengakuan warga Indonesia yang lebih memilih ke Penang dibandingkan di dalam negeri. Beberapa menyoroti terkait pelayanan sampai harga yang lebih murah.

    “Beberapa kasus teman antar ortunya ke Penang karena dokter di Indo bilang nggak bisa, tetapi di Penang bilang masih ada alternatif lain,” ujar pengguna X.

    “Perawatan bagus, biaya lebih murah juga,” cuit pengguna lainnya.

    Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan RI Azhar Jaya mengatakan pihaknya sampai saat ini masih terus mencari upaya untuk mengatasi permasalahan mengenai berobat mahal di Indonesia.

    Kata Azhar, kemungkinan ada faktor lain yang membuat biaya berobat di RI lebih mahal dibandingkan di luar negeri. Azhar mengatakan pihaknya juga tengah berusaha bernegosiasi dengan Kementerian Keuangan untuk mengurangi pajak.

    “Sehingga tarif kita bisa lebih kompetitif. Walaupun belum tentu semuanya karena pajak, tapi faktor-faktor X yang di luar itu yang perlu kita tingkatkan,” katanya saat ditemui di kantor Kemenkes RI, Kamis (21/11/2024).

    “Obat-obatannya harus terstandar. Terus obat-obatannya kalau bisa diproduksi di Indonesia. Terus jangan ada lagi kolusi antara pabrik obat dengan dokter,” sambungnya lagi.

    Tak hanya itu, Azhar menyebut dari sisi pelayanan dokter di Indonesia juga perlu ditingkatkan. Jangan sampai, katanya, komunikasi antar pasien dengan dokter itu sulit di Indonesia.

    “Kalau di luar negeri kan dokter punya waktu lebih. (5:36) Nah ini semuanya kita akan rancang, masih dalam proses penilaian ke depan, di dalam langkah memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia,” imbuhnya lagi.

    (suc/suc)

  • Cegah Fenomena Downtrading, Harga Jual Eceran Rokok Bakal Disesuaikan

    Cegah Fenomena Downtrading, Harga Jual Eceran Rokok Bakal Disesuaikan

    Jakarta: Pemerintah mengumumkan sejumlah kebijakan penting dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Salah satunya keputusan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT), yang diikuti dengan penyesuaian terhadap Harga Jual Eceran (HJE) rokok untuk tahun depan.
     
    Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menjelaskan, alasan pemerintah tidak menaikkan tarif CHT pada 2025. Ia menyatakan keputusan ini untuk menjaga stabilitas harga dan mendukung kelangsungan usaha di industri hasil tembakau (IHT). 
     
    “Sudah kita sampaikan bulan lalu di APBN 2025 bahwa tidak ada kenaikan tarif CHT. Kami memberikan ruang kepada pelaku usaha,” kata dia usai Konferensi Pers APBN KiTa dilansir, Rabu, 20 November 2024.
    Di sisi lain, penyesuaian HJE rokok sedang dipersiapkan untuk memberikan kepastian kepada pelaku usaha, yang diharapkan mampu menstabilkan harga dan menekan konsumsi tembakau secara bertahap. Kebijakan ini juga untuk mengatasi fenomena downtrading, yakni peralihan ke rokok dengan harga yang lebih murah. 
     
    “Itu yang sedang kita siapkan pengaturannya, terkait dengan HJE, agar memberikan kepastian usaha bagi pelaku usaha,” ungkap Febrio.
     

     
    Sebelumnya, Dirjen Bea Cukai Askolani menjelaskan bahwa kebijakan tarif CHT untuk tahun depan akan difokuskan pada penanganan fenomena downtrading, yang dapat berdampak pada penurunan penerimaan cukai rokok. Apalagi CHT merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara.
     
    “Kebijakan cukai hasil tembakau 2025 ini tentunya bisa mempertimbangkan downtrading,” tuturnya.
     
    Fenomena downtrading tidak hanya berdampak pada merosotnya realisasi target penerimaan negara dari cukai tembakau, namun juga menghambat pengendalian konsumsi. Tingginya konsumsi rokok murah dari golongan 2 dan 3 berpotensi juga mempermudah akses dan keterjangkauan rokok pada anak dan remaja. 
     
    Meski tarif CHT tidak dinaikkan, Askolani mengatakan pemerintah juga akan mengatur HJE rokok di tingkat industri untuk mengatasi fenomena downtrading. Pemerintah akan mempertimbangkan perbedaan antara golongan rokok tersebut dalam merumuskan kebijakan cukai tembakau yang lebih tepat dan efektif. 
     
    “Hal ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara pertumbuhan penerimaan cukai dan keberlanjutan industri tembakau di Indonesia,” ungkap dia.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)

  • Ditjen Pajak Klaim PPN 12% Justru Dongkrak Daya Beli Masyarakat

    Ditjen Pajak Klaim PPN 12% Justru Dongkrak Daya Beli Masyarakat

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan mengeklaim keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 justru akan mendongkrak daya beli masyarakat.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Dwi Astuti menyampaikan, sebelum kebijakan kenaikan tarif pajak ini diluncurkan tahun depan, pemerintah telah menyiapkan berbagai kebijakan pendahuluan.

    “Jadi kalau misalnya terkait kenaikan tarif PPN yang naik 1% ini ya, penyesuaian tarif PPN ini, tentunya juga dibarengi dengan berbagai kebijakan pendahuluan yang sifatnya untuk memperkuat daya beli masyarakat,” ungkapnya dalam pernyataan video kepada B-Universe, Rabu (20/11/2024).

    Berbagai kebijakan yang dinilai akan membantu mendongkrak daya beli masyarakat yaitu, Undang-undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang menetapkan batas penghasilan kena pajak (PKP) orang pribadi menjadi Rp 60 juta dari sebelumnya Rp 50 juta dengan tarif PPh sebesar 5%.

    Kemudian, pemerintah juga telah memperkenalkan pembebasan pajak penghasilan (PPh) bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memiliki omset hingga Rp 500 juta tidak dikenakan pajak atau PPh 0%.

    “Itu adalah bagian dari kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk memperkuat daya beli masyarakat,” ujar Dwi.

    Dwi menerangkan, saat PPN 12% diimplementasikan mulai tahun depan, produk barang dan jasa tertentu yang sifatnya kebutuhan pokok masyarakat akan dibebaskan dari pengenaan PPN. “Nah ini juga bagian dari bagaimana pemerintah memperkuat daya beli masyarakat.

    Selain itu, Dwi menambahkan, pemerintah juga mendorong pertumbuhan ekonomi maupun mendukung iklim investasi di Indonesia. Misalnya terkait pembebasan PPN atas impor dan penyerahan barang tertentu yang bersifat strategis.

    “Kemudian juga ada pemberian fasilitas PPN yang ditanggung pemerintah. Misalnya untuk penyerahan rumah tapak, kemudian kendaraan bermotor listrik,” pungkasnya terkait kebijakan pemerintah yang menopang PPN 12%.

  • PPN Naik Jadi 12% Bisa Kurangi Beban Utang – Page 3

    PPN Naik Jadi 12% Bisa Kurangi Beban Utang – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% mulai Januari 2025. Angka itu naik dari PPN 11% yang berlaku sejak 1 April 2022.

    Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 memiliki dampak yang cukup signifikan ke ekonomi nasional.

    Kenaikan tarif PPN akan meningkatkan pendapatan negara secara signifikan. Dengan PPN yang lebih tinggi, pemerintah akan memperoleh lebih banyak dana untuk mendanai berbagai program penting, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan sektor kesehatan.

    “Menurut sejarahnya, PPN telah menjadi salah satu sumber pendapatan utama negara dan lebih tahan terhadap perubahan ekonomi daripada pajak penghasilan yang bergantung pada laba bisnis,” kata Josua kepada Liputan6.com, Rabu (20/11/2024).

    Peningkatan PPN juga diharapkan akan mengurangi defisit anggaran dan ketergantungan pada utang, terutama setelah pengeluaran pemerintah yang meningkat selama pandemi.

    Selain itu, PPN lebih mudah ditarik karena tercatat dalam semua transaksi ekonomi, terutama yang berkaitan dengan konsumsi. Akibatnya, administrasi perpajakan menjadi lebih efisien.

    “Dengan kenaikan menjadi 12%, tarif PPN Indonesia akan sebanding dengan rata-rata global (15%) dan ASEAN, membuat sistem pajak Indonesia lebih menarik bagi investor,” ujarnya.

    Kemudian, dalam jangka panjang, peningkatan penerimaan pajak dapat berkontribusi pada visi Indonesia 2045, yang bertujuan untuk menjadikan negara maju dan salah satu dari lima ekonomi terbesar di dunia.

    Sebaliknya, jika kebijakan kenaikan PPN tidak diterapkan, akan ada beberapa konsekuensi, pertama, pemerintah akan kehilangan potensi pendapatan tambahan, yang dapat memperbesar defisit anggaran dan membatasi ruang fiskal untuk belanja produktif.

  • Prabowo Naikkan Kuota FLPP 2025 Jadi 300.000 Unit, Ini Kata Pengembang

    Prabowo Naikkan Kuota FLPP 2025 Jadi 300.000 Unit, Ini Kata Pengembang

    Bisnis.com, JAKARTA – Pengembang properti berharap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto merealisasikan rencana penambahan kuota pembiayaan rumah subsidi atau Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada 2025.

    Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Realestate Indonesia (REI), Joko Suranto mengatakan Presiden Prabowo sebelumnya telah berkomitmen untuk menambah kuota FLPP di tahun depan. Dia pun berharap agar janji tersebut dapat direalisasikan.

    Joko menyebut Prabowo bakal menambah cakupan kuota FLPP hingga 300.000 unit rumah atau meningkat dari kuota FLPP pada 2024 yaitu 200.000 unit.

    “FLPP itu [biasanya hanya sampai sekitar] 220.000 unit, kemudian Tapera 40.000 unit. Komitmen di awal [untuk tahun 2025] akan ada kenaikan [kuota FLPP] menjadi 300.000. Itu tetap kita pegang dan kita yakini,” kata Joko saat ditemui di Kantor DPP REI, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    Joko menyebut, apabila komitmen tersebut benar terealisasi, maka hal itu bakal menjadi katalis positif bagi perekonomian nasional. Di tambah, angka itu juga sedikit banyak bakal menekan angka ketimpangan pemilikan rumah atau backlog yang dilaporkan masih berada di angka 9,9 juta unit.

    Di sisi lain, penambahan kuota FLPP juga akan menopang realisasi pembangunan 3 juta rumah yang digagas oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.

    “Kami juga nanti di Rakernas akan menambah banyak hal dan kita akan menyiapkan strategi di organisasi kita, menyesuaikan terhadap nomenklatur kementerian-kementerian yang ada, sehingga kita bisa bersama-sama mendorong program 3 juta rumah ini,” ujarnya.

    Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, pemerintah telah menambah kuota FLPP dari 168.000 unit menjadi 200.000 unit untuk 2024.  

    Adapun saat ini, total serapan kuota rumah subsidi tersebut telah mendekati limit, mencapai 178.000 unit.

    “Saat ini kita pantau, sampai akhir Oktober, itu sudah mencapai realisasi 178.000 unit,” ungkap Febrio dalam konferensi pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, dikutip Sabtu (9/11/2024).  

    Dengan demikian, kuota pembangunan rumah subsidi lewat FLPP kini tersisa 22.000 unit lagi. Febrio meyakini, sisa kuota 22.000 unit tersebut bisa tercapai hingga akhir 2024.

    Adapun, kuota FLPP pada 2025 awalnya ditargetkan mencapai 220.000 unit. Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menjelaskan total nilai alokasi 220.000 unit kuota FLPP tahun anggaran 2025 itu mencapai Rp18,77 triliun yang bersumber dari APBN.

    “Alokasi ini nantinya akan digunakan untuk penyaluran FLPP kepada 220.000 unit rumah dan diharapkan memberi kontribusi sebesar 2,8% terhadap backlog kepemilikan rumah MBR,” kata Heru dalam keterangan resmi, Kamis (5/9/2024).