Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • Pemerintah Diminta Perpanjang Insentif Pajak buat UMKM

    Pemerintah Diminta Perpanjang Insentif Pajak buat UMKM

    Jakarta

    Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang kebijakan tarif pajak 0,5% untuk omzet di bawah Rp 4,8 miliar berlaku hingga akhir 2024. Pemerintah diminta untuk memperpanjang fasilitas tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5% buat pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menjelaskan, insentif bagi UMKM ini harusnya diperpanjang. Tak hanya itu, Bhima bahkan mengusulkan agar pemerintah memberikan tarif yang lebih rendah sebagai stimulus kepada para pelaku UMKM agar bisnisnya tetap bisa berjalan.”Jadi bukan hanya PPh 0,5% harus dicegah sehingga tidak naik tahun depan, tapi disarankan PPh UMKM itu diturunkan menjadi 0,1 sampai 0,2% dari omzet,” kata dia, ditulis Minggu (24/11/2024).

    Ia mengungkapkan, pertimbangan berikutnya adalah UMKM membutuhkan stimulus fiskal yang jauh lebih besar karena UMKM akan terkena dampak secara langsung dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai tahun depan.

    Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM juga tengah melambat. “Jadi perlu dukungan stimulus perpajakannya berpihak kepada UMKM. Yang terpenting UMKM ini patuh dalam membayar pajak, jadi semakin rendah tarifnya dia semakin patuh membayar pajak. Kepatuhan dari sisi UMKM ini akan mendongkrak penerimaan pajak dibandingkan tarifnya dinaikkan,” ujarnya.

    Sebagai motor penggerak perekonomian, Bhima menambahkan, UMKM harus benar-benar mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Apalagi dengan serapan 117 juta tenaga kerja atau 97 persen di sektor ini, ia berharap, insentif yang lebih rendah akan memberi kepastian bagi UMKM.”Bukan hanya mencegah PPh UMKM dinaikan di 2025 tapi juga memastikan tarifnya lebih rendah lagi, sehingga serapan tenaga kerja di UMKM bisa meningkat untuk mengompensasi terjadinya PHK di sektor industri padat karya,” kata dia.

    Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto juga mengatakan, sebaiknya insentif ini diperpanjang mengingat UMKM masih memerlukan dukungan insentif fiskal, khususnya UMKM di sektor-sektor yang belum pulih dari Pandemi. Jika dicabut, maka beban UMKM akan bertambah, makin sulit bersaing dengan non UMKM.

    “Insentif ini lebih ke UMKM, kalau ke pembeli/konsumennya ya sebaiknya PPN tidak perlu dinaikkan dulu, tunda sampai ekonomi membaik, tumbuh di sekitar 6%,” tambah Eko.

    Sebelumnya, Kementerian UMKM berencana mengusulkan perpanjangan tarif pajak penghasilan (PPh) 0,5% untuk pelaku usaha mikro kecil dan menengah. Kebijakan perpanjangan PPh 0,5% dianggap penting bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar supaya tetap mendapatkan insentif pajak yang meringankan beban usaha.

    Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyampaikan bahwa pihaknya sedang berdiskusi dengan Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani untuk memperpanjang insentif pajak ini. Saat ini, aturan tersebut masih berlaku hingga akhir 2024 sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2018.

    Adapun setelah masa tarif PPh Final berakhir, pelaku usaha dengan omzet hingga Rp4,8 miliar dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). UMKM dengan omzet di atas Rp4,8 miliar atau yang memilih tidak menggunakan NPPN akan dikenakan pajak berdasarkan tarif progresif dengan rincian:

    5% untuk penghasilan kena pajak hingga Rp60 juta15% untuk Rp60 juta-Rp250 juta25% untuk Rp250 juta-Rp500 juta30% untuk Rp500 juta-Rp1 miliar35% untuk lebih dari Rp1 miliar

    (kil/kil)

  • PPN 12% Mulai 2025, Ekonom: Lebih Banyak Rugi daripada Untung!

    PPN 12% Mulai 2025, Ekonom: Lebih Banyak Rugi daripada Untung!

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menerapkan pajak pertambahan nilai alias PPN menjadi 12% mulai 2025 sejatinya dalam rangka menambah penerimaan negara. Alih-alih menggemukkan kas negara, ekonom menilai kebijakan tersebut justru akan mendatangkan kerugian. 

    Direktur Riset Bidang Makroekonomi dan Kebijakan Fiskal Moneter Center Of Reform on Economics (Core) Indonesia Akhmad Akbar Susamto menyampaikan kenaikan tarif PPN tersebut tidak akan efektif mengangkat penerimaan negara pada 2025 maupun tax ratio. 

    Justru konsekuensi yang harus pemerintah hadapi adalah potensi anjloknya konsumsi maupun transaksi masyarakat pascakenaikan tarif pajak. 

    “Kalau PPN naik, maka ada konsekuensi yang terkait dengan perkembangan ekonomi. Sebetulnya, justru lebih banyak ruginya daripada untungnya,” ujarnya dalam Core Economic Outlook 2025, Sabtu (23/11/2024). 

    Akbar menjelaskan dalam paparannya, bahwa imbas kenaikan tarif PPN tersebut akan berdampak pada penerimaan pajak dalam negeri yang melambat karena perlambatan konsumsi domestik.

    Bahkan, dirinya memprediksikan penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang ditargetkan senilai Rp2.189,3 triliun akan tumbuh rendah meski pemerintah menerapkan PPN 12%. 

    Menurutnya, strategi peningkatan penerimaan maupun tax ratio harus menerapkan pajak yang adil, salah satunnya dengan tarif progresif. 

    Di Indonesia, pemerintah masih menggunakan tarif tunggal atau single tariff sehingga hal ini dianggap tidak adil karena tidak mempertimbangkan perbedaan daya beli dan kebutuhan antara kelompok barang dan jasa yang berbeda. 

    Senada, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono sebelumnya membuktikan bahwa PPN 12% otomatis akan menggerus daya beli masyarakat hingga 11,11%. 

    Lebih parahnya, hal tersebut berpotensi menggerus pertumbuhan ekonomi yang diharapkan naik ke level 6%-7% tahun depan (menurut Bappenas). 

    Prianto menjelaskan sebagai contoh, Badu memiliki dana Rp1 juta dan akan membeli barang dengan harga Rp 100.000/unit.  

    Jika sebelumnya dengan tarif PPN 11% Badu dapat membeli sembilan unit barang (harga per barang Rp111.000 x 9 = Rp999.000), kini dengan tarif PPN 12% hanya mampu membeli delapan unit barang karena total yang dibayarkan Rp896.000 (harga per barang Rp112.000 x 8 = Rp896.000). 

    Berdasarkan ilustrasi tersebut, Prianto menyampaikan penambahan PPN 1% dari 11% ke 12% membuat Badu hanya mampu membeli barang sebanyak 8 unit dari sebelumnya 9 unit.

    “Kondisi demikian dapat digunakan sebagai ilustrasi bahwa penurunan daya beli Badu setara dengan 1/9 atau 11,11%,” ujarnya. 

    Menghitung dari data Badan Pusat Statistik (BPS), di mana produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp5.638,9 triliun pada kuartal III/2024, konsumsi rumah tangga menjelaskan 53,08% atau mencakup Rp2.993,13 triliun. 

    Jika terjadi penurunan daya beli sebesar 11,11%, artinya PDB akan turun hingga Rp332,54 triliun. 

    Angka tersebut jauh lebih tinggi dari potensi pendapatan yang akan diterima Kementerian Keuangan bila menerapkan PPN 12%. 

    Di mana sebelumnya Pengamat pajak dan Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai bahwa kenaikan tarif PPN akan meningkatkan penerimaan pajak hingga Rp100 triliun (basis penghitungan kenaikan PPN seperti 2022 ketika PPN naik dari 10% ke 11%). 

    Melalui perhitungan tersebut, artinya pendapatan negara dari pajak yang sebelumnya Rp2.189,3 triliun tersebut akan mencapai Rp2.289,3 triliun, bahkan lebih.

    Meski demikian, negara juga harus bersiap untuk menghadapi penurunan PDB Rp332,54 triliun setiap kuartalnya. 

  • Pemerintah Wanti-wanti Harga Rumah Bakal Naik, Imbas Kebijakan PPN 12%

    Pemerintah Wanti-wanti Harga Rumah Bakal Naik, Imbas Kebijakan PPN 12%

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah bakal segera mengerek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025. Seiring dengan hal itu, harga jual properti diproyeksi bakal mengalami kenaikan.

    Direktur Jenderal (Dirjen) Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Iwan Suprijanto menjelaskan bahwa harga konstruksi bakal meningkat sejalan dengan naiknya PPN yang bakal ditanggung masyarakat.

    “Ya jelas itu hukum matematika sudah pasti naik, PPN jadi 12% ya naik [harga konstruksi]. Bukan hanya harga konstruksi yang naik tapi harga rumah jadi naik,” jelasnya saat ditemui di Hunian Tetap (Huntap) di Desa Babakan Karet, Cianjur, Kamis (21/11/2024).

    Atas dasar hal itu, Iwan membocorkan bahwa pemerintah bakal segera merumuskan sejumlah insentif bagi sektor perumahan untuk tetap menjaga daya beli masyarakat.

    Pasalnya, bila tidak demikian dikhawatirkan bakal berdampak pada perekonomian RI, mengingat sektor properti memiliki multiplier effect atau turunan berganda yang luas pada sejumlah sektor.

    “Karena itu, yang biaya-biaya lain seperti BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) itu [direncanakan akan] dibebaskan,” tambahnya.

    Adapun teknisnya, penghapusan BPHTB perumahan itu bakal disetujui oleh 3 Kementerian langsung lewat penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yakni Menteri PKP, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Pekerjaan Umum (PU).

    Tak hanya itu, pemerintah juga berencana untuk memperpanjang periode insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) bagi sektor perumahan pada tahun depan.

    Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan bakal memperpanjang kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah alias diskon PPN untuk sektor perumahan hingga kendaraan listrik hingga tahun depan atau 2025. 

    Kepastian perpanjang diskon pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN-DTP) disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat koordinasi terbatas di kawasan Jakarta Selatan, Minggu (3/11/2024). 

    Adapun, sejumlah insentif pajak yang akan berakhir namun diperpanjang hingga tahun depan yaitu PPN-DTP untuk pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), PPN-DTP untuk kendaraan bermotor berbasis listrik dan mobil berbasis listrik, dan PPN-DTP untuk properti atau perumahan.

    “Ini [perpanjangan insentif pajak] akan segera dibahas juga dengan Kementerian Keuangan,” ujar Airlangga.

  • Pemerintah Telah Kucurkan Rp13,7 Triliun untuk Bangun Rumah Murah

    Pemerintah Telah Kucurkan Rp13,7 Triliun untuk Bangun Rumah Murah

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat telah merealisasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp13,7 triliun untuk mendukung pembangunan rumah subsidi atau Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

    Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menjelaskan anggaran itu digunakan untuk membangun hingga 165.880 unit rumah hingga periode Oktober 2024.   

    “Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk pembiayaan perumahan yang telah direalisasikan sebanyak 165.880 unit [hingga periode Oktober 2024],” jelas Sri Mulyani dalam akun Instagram resminya, dikutip Minggu (24/11/2024).

    Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa program FLPP itu ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk dapat memiliki hunian yang layak.

    Untuk diketahui, semula kuota FLPP 2024 ditetapkan hanya sebesar 166.000 unit saja. Akan tetapi, pada akhir Agustus 2024 pemerintah telah resmi menambah alokasi anggaran untuk kuota FLPP naik menjadi 200.000 unit.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, keputusan mengerek kuota rumah subsidi itu dilakukan lantaran pengeluaran terbesar kedua dari kelas menengah berasal dari sektor perumahan. 

    Oleh sebab itu, pemerintah memutuskan memberikan dua insentif tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh kelas menengah.

    Tak hanya itu, Airlangga juga memastikan bahwa pemerintah akan memperpanjang periode implementasi PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP) 100% hingga Desember 2024. 

    “Jadi dengan dua kebijakan tersebut yang berlaku nanti untuk 1 September, diharapkan ini juga mendorong kemampuan daripada kelas menengah, mendorong sektor konstruksi. Kita tahu sektor konstruksi itu dan perumahan itu multipliernya [efek bergandanya] tinggi,” pungkas Airlangga.

  • Sah, Pilkada Serentak 27 November 2024 jadi Hari Libur Nasional – Page 3

    Sah, Pilkada Serentak 27 November 2024 jadi Hari Libur Nasional – Page 3

    Hingga 20 September 2024, Kementerian Keuangan melaporkan bahwa pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp37,43 triliun untuk mendukung pelaksanaan Pilkada serentak 2024.

    Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, mengungkapkan bahwa total dana yang disiapkan untuk Pilkada mencapai Rp 37,52 triliun, yang disalurkan melalui Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).

    Peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat signifikan dalam memastikan suksesnya Pilkada serentak ini.

    Alokasi Anggaran PilkadaDana dari APBN digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan, dari persiapan logistik hingga pelaksanaan pemungutan suara.

    Berikut adalah beberapa peran utama dana APBN dalam mendukung Pilkada serentak dikutip dari laman Kemenkeu.go.id, Rabu (20/11/2024):

    1. Pembiayaan Logistik dan Administrasi

    Penyelenggaraan Pilkada memerlukan berbagai sarana dan prasarana, seperti kotak suara, surat suara, bilik suara, dan peralatan IT untuk mendukung sistem pemilihan. Dana APBN memastikan semua kebutuhan logistik ini tersedia dan siap digunakan pada hari pemilihan.

    2. Pelatihan dan Sosialisasi

    Dana APBN juga dialokasikan untuk melatih petugas pemilihan dan mengadakan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam Pilkada. Pelatihan ini penting agar petugas pemilihan dapat menjalankan tugas mereka dengan baik dan sesuai prosedur.

     

  • Warga RI Kompak Pilih Pindah ke Rokok Murah, Bea Cukai Lakukan Ini

    Warga RI Kompak Pilih Pindah ke Rokok Murah, Bea Cukai Lakukan Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mendeteksi terjadinya fenomena masyarakat berbondong-bondong pindah ke rokok murah alias downtrading. Fenomena ini sudah diprediksi, namun pengaruhnya terhadap penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) tetap diwaspadai.

    “Downtrading itu memang faktor dari kebijakan tarif selama ini,” kata Direktur Jenderal Bea Cukai, Askolani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Minggu, (24/11/2024).

    Askolani mengatakan Bea Cukai akan melakukan pengawasan terhadap perubahan ini. Dia mengatakan perpindahan ini harus dipastikan terjadi secara alami, bukan tipu muslihat produsen untuk menghindari tarif cukai.

    “Downtrading kalau itu memang murni ekonomi tidak bisa kita lawan, tapi itu dengan kemudian melakukan yang tidak pas, salah personifikasi, salah peruntukan itu yang akan kami tindak,” kata dia.

    Selain itu, Askolani mengatakan akan menjadikan fenomena ini sebagai bahan evaluasi untuk membuat aturan yang lebih tepat ke depannya. “Itu jadi masukan untuk tarif ke depan, nanti kita lihat lagi untuk persiapan tahun depan kaya gimana,” kata dia.

    Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR tentang Laporan Semester 1, Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan penerimaan cukai tembakau yang terkontraksi selama 2 tahun berturut-turut. Dia mengatakan penurunan penerimaan cukai ini disebabkan karena banyak produsen rokok turun ke kelompok 3 yang tarifnya lebih murah.

    “Sehingga penerimaan cukai turun,” kata dia.

    Namun, Sri Mulyani mengatakan penurunan ini memang sesuai dengan tujuan penetapan cukai rokok. Dia mengatakan cukai ditetapkan untuk mengendalikan konsumsi tembakau.

    “Untuk cukai karena memang kita lakukan pengendalian produksi rokok, ya memang ini dampak yang diharapkan,” kata dia.

    CHT Tak Naik 2025

    Pemerintah berencana untuk tidak melakukan perubahan terhadap tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2025. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, kebijakan ini mempertimbangkan pembahasan dalam RAPBN 2025 yang telah ditetapkan DPR pekan lalu.

    “Posisi pemerintah untuk kebijakan CHT 2025 belum akan dilaksanakan,” kata Askolani saat konferensi pers APBN di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta.

    Ia mengungkapkan, salah satu pertimbangan untuk tidak mengubah kebijakan CHT pada 2025 ialah terus munculnya fenomena down trading rokok, yakni fenomena yang terjadi ketika konsumen beralih pada produk rokok lebih murah.

    “Kebijakan CHT 2025 ini tentunya bisa mempertimbangkan down trading, yaitu dari perbedaan antara rokok golongan I dengan golongan III,” tuturnya.

    (fsd/fsd)

  • Waspada Penipuan Catut Pajak! Ini 4 Modus-Nomor HP & Link yang Dipakai

    Waspada Penipuan Catut Pajak! Ini 4 Modus-Nomor HP & Link yang Dipakai

    Jakarta

    Kasus penipuan kerap mencatut instansi pemerintah. Salah satunya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), instansi di bawah Kementerian Keuangan. DJP mencatat setidaknya ada empat modus penipuan yang kerap dipakai untuk menjerat korban.

    Dilansir dari situs resmi DJP, Sabtu (23/11/2024), keempatnya antara lain phising, spoofing, penipuan rekrutmen DJP hingga penipuan mengatasnamakan pejabat/pegawai DJP. Berikut penjelasan lengkapnya:

    (1) Phising adalah penipuan untuk mendapatkan data penting orang lain yang berpotensi untuk disalahgunakan dengan mengirimkan pesan melalui email, SMS, pesan dalam jaringan (daring) atau saluran lainnya yang mengatasnamakan instansi resmi seperti DJP.

    Phising tersebut mengandung tautan (link) unduh (download) aplikasi yang berbahaya dengan meminta wajib pajak melakukan pembaruan (update) data pribadi.

    (2) Spoofing (penyaruan) merupakan pengiriman email tagihan pajak atau email apapun tentang pajak yang seolah-olah dari email resmi @pajak.go.id tetapi pengirim aslinya bukan DJP. Modus ini dilakukan untuk menyamarkan header email penipuan menggunakan identitas institusi tertentu.

    (3) Penipuan mengatasnamakan pejabat/pegawai DJP. Modus tersebut dilakukan oleh pihak yang berpura-pura menjadi pejabat/pegawai DJP, kemudian melakukan komunikasi dengan wajib pajak melalui email atau pesan daring. Isi pesan menyampaikan bahwa:

    Terdapat tagihan pajak atas wajib pajak tersebut dan pelaku penipuan meminta wajib pajak untuk menyelesaikan tunggakannya melalui penipu dengan cara mengirimkan sejumlah uang.Instruksi untuk melakukan pemadanan/verifikasi data yang mengarahkan wajib pajak untuk mengakses tautan atau mengunduh aplikasi yang mencurigakan.Instruksi untuk mengunduh aplikasi yang menyerupai M-Pajak, namun dengan tautan yang mencurigakan dan mengarahkan calon korban penipuan untuk melunasi tagihan tertentu.

    (4) Penipuan rekrutmen pegawai DJP. Pelaku penipuan meminta sejumlah uang untuk pendaftaran pegawai di lingkungan unit kerja DJP. Informasi rekrutmen ASN atau CPNS di lingkungan Kementerian Keuangan hanya melalui saluran resmi Kementerian Keuangan tanpa dipungut biaya.

    Selain itu, informasi rekrutmen tenaga non-organik (misalnya satpam, cleaning service, pengemudi, dan sebagainya) hanya disampaikan melalui saluran informasi resmi masing-masing unit kerja DJP tanpa dipungut biaya.

    Ada beberapa hal yang bisa dicermati masyarakat jika menerima pesan atau informasi yang mengatasnamakan DJP. Misalnya, Apabila menerima pesan melalui aplikasi WhatsApp, periksa nomor WhatsApp di laman resmi DJP sesuai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) masing-masing.

    Link seluruh KPP dapat dilihat pada laman pajak.go.id/unit-kerja. Sedangkan di bawah ini adalah 2 contoh link yang terindikasi digunakan untuk penipuan (link di bawah ini tidak untuk dibuka):

    djp[.]linepajak-go[.]com
    pajak[.]xzgo[.]cc

    Selanjutnya, ini daftar nomor kontak yang terindikasi digunakan para penipu:
    +6282118339033
    +6289518182603
    +6282258192334
    +6283183738739
    +6281367728313
    +6281318762817
    +6285361994929

    “Apabila menerima email imbauan, tagihan pajak, atau tautan terkait perpajakan, pastikan domain email berakhiran @pajak.go.id. Apabila domain tersebut bukan @pajak.go.id maka kami pastikan email tersebut bukan dari DJP,” terang DJP.

    Penagihan utang pajak yang DJP lakukan selalu berdasarkan produk hukum dan disampaikan secara langsung maupun melalui pengiriman pos, bukan melalui email. Apabila menerima pesan bermuatan file dengan ekstensi apk dan mengatasnamakan DJP, harap abaikan dan segera hapus pesan tersebut. DJP tidak pernah mengirim file dengan ekstensi apk.

    “Domain resmi DJP adalah pajak.go.id. Apabila menerima pesan dengan tautan selain berakhiran pajak.go.id, harap diabaikan. DJP tidak pernah mengirim tautan situs selain berakhiran pajak.go.id,” tambah DJP.

    Dalam hal menerima informasi atau permintaan yang mencurigakan terkait layanan administrasi perpajakan dari pihak yang mengatasnamakan DJP, masyarakat/wajib pajak diimbau untuk memastikan kembali kebenaran dan validitas informasi tersebut.

    Caranya dengan menghubungi kantor pelayanan pajak terdekat atau terdaftar, atau menghubungi saluran pengaduan resmi DJP melalui Kring Pajak 1500200, faksimile (021) 5251245, email pengaduan @pajak.go.id, akun Twitter/X @kring_pajak, situs pengaduan.pajak.go.id, atau live chat pada www.pajak.go.id.

    (ily/hns)

  • Ekonom Nilai PPN 12% dan Tax Amnesty Tak Efektif Kerek Penerimaan Negara

    Ekonom Nilai PPN 12% dan Tax Amnesty Tak Efektif Kerek Penerimaan Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan baru-baru ini mengumumkan rencana meningkatkan PPN dari 11% menjadi 12% dan memberlakukan kembali pengampunan pajak alias tax amnesty jilid ketiga. Namun, ekonom menilai langkah tersebut tak efektif untuk meningkatkan pemasukan untuk negara. 

    Ekonom CORE Indonesia Akbar Susamto mengatakan bahwa rencana kebijakan ekonomi untuk 2025 masih banyak yang menekan pertumbuhan kelas menengah, alih-alih mendorong. 

    “Ada PPN 12%, kenaikan harga BBM, kenaikan premi BPJS Kesehatan, rencana penerapan cukai minuman, rencana wajib asuransi kendaraan bermotor, dan lainnya. Ini yang bakal terkena paling dalam adalah kelas menengah,” jelasnya di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (23/11/2024).   

    Menurutnya, apabila tidak ada perubahan signifikan dari segi kebijakan, kelas menengah akan sulit pulih, dan akan berimbas pada lambatnya pertumbuhan ekonomi.

    “Dengan rencana kebijakan seperti ini, 2025 inflasi mungkin masih rendah, tapi bukan karena tingginya permintaan, melainkan karena daya beli masyarakat yang masih rendah,” ujarnya. 

    Akbar menilai apabila PPN ditingkatkan menjadi 12%, tidak efektif untuk menambah penerimaan negara, karena akan membuat masyarakat semakin enggan mengeluarkan uang untuk konsumsi rumah tangga. 

    “Kenaikan PPN 12% akan berimbas pada berkurangnya volume transaksi barang dan jasa, dan akan menekan konsumsi domestik. Ini dampaknya kurang signifikan untuk menjaring penerimaan negara,” katanya.

    Belum lagi, PPN di Indonesiia masih mengenakan skema single tarif, yang tidak adik kaerna tidak mepertimbangkan daya beli dan kebutuhan antara kelompok barang dan jasa yang berbeda. 

    Senada, terkait dengan Tax Amnesty, Akbar menilai langkah ini juga kurang efektif untuk menjaring pemasukan untuk negara. 

    Berdasarkan data yang dihimpun CORE Indonesia pada 2016 Tax Amnesty ditargetkan bisa menghimpun Rp1.106 triliun. Namun kenyataanya hanya berhasil menghimpun Rp134,8 triliun. 

    Kemudian, pada 2017 dari target pemasukan Rp1.151 triliun, yang berhasil terhimpun hanya Rp25,5 triliun. Kasus yang sama juga terjadi pada 2022 di mana target diturunkan menjadi hanya Rp124 triliun, hanya bisa terjaring Rp61,4 triliun. 

    “Ini selain menguntungkan orang kaya, juga kalau terlalu sering dapat memunculkan risiko moral hazard. Situasi ini tidak hanya menciptakan nuansa ketidakadilan bagi wajib pajak yang patuh, tetapi juga mengancam kredibilitas pemerintah sebagai otoritas pajak,” tegasnya.

  • LCGC Hybrid Bisa Kasih Dampak Positif ke Penjualan Mobil: Harga Murah-Minim Emisi

    LCGC Hybrid Bisa Kasih Dampak Positif ke Penjualan Mobil: Harga Murah-Minim Emisi

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) setuju dengan usulan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang meminta produsen mobil di Indonesia membuat low cost green car atau LCGC hybrid.

    Menurut mereka, ada dua dampak baik yang akan dirasakan negara dengan kehadiran LCGC hybrid: bertumbuhnya pasar roda empat dan berkurangnya emisi karbon.

    Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Rustam Effendi mengklaim, usulan Kemenperin soal LCGC hybrid benar-benar bagus. Sebab, secara harga, kendaraan tersebut pasti lebih murah dibandingkan mobil hybrid yang saat ini beredar di pasaran.

    “Jadi memang hybrid perlu didorong. Usulan Kemenperin itu suatu usulan yang bagus bahwa LCGC di-hybrid-kan. Kemudian harganya mendekati LCGC (regular) dan kemudian ini akan menjadi kebutuhan masyarakat luas,” ujar Rustam dalam forum diskusi yang digelar di Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis (21/11).

    “Saya rasa ini akan lebih sukses dibandingkan mobil hybrid di pasaran yang harganya lebih mahal,” tambahnya.

    Kemenperin bicara soal LCGC hybrid. Foto: Dok. Toyota Astra Motor

    Di kesempatan yang sama, Kukuh Kumara selaku Sekertaris Umum (Sekum) Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) setuju dengan usulan Kemenperin. Menurutnya, LCGC kini tak lagi bisa dibilang murah. Itulah mengapa, teknologi hybrid tak masalah disematkan ke mobil tersebut.

    “Menarik, itu bisa ke sana kalau volume-nya besar, LCGC volume besar tapi teknologi berubah. Tidak bisa emisinya segitu-gitu saja, jalan keluarnya hybrid,” ungkap Kukuh Kumara.

    “Karena mobil ini bukan low cost lagi, dibandingkan yang lain juga emisinya sudah tinggi. Mau baru atau lama, kalau produk itu bisa diminati konsumen, ya menarik,” tambahnya.

    Mobil Low Cost Green Car (LCGC) di GIIAS 2023 Foto: Ridwan Arifin

    Diketahui, usulan produsen bikin LCGC hybrid disampaikan Dodiet Prasetya selaku Direktur Industri Alat Transportasi Darat Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin.

    Dodiet mengatakan, penjualan LCGC cukup tinggi di Indonesia. Dia ingin, catatan baik itu ditingkatkan dengan meluncurkan varian hybrid.

    “Kami mendorong para pabrikan untuk bisa menyematkan teknologi hybrid di LCGC. Poinnya satu, kita ingin meningkatkan pencapaian yang sudah bagus. Kemudian dalam rangka sumbangsih penurunan emisi dan ketahanan energi. Kami ingin meningkatkan apa yang sudah efisien menjadi lebih efisien,” kata dia.

    Sebagai catatan, penjualan LCGC tahun lalu mencapai 204.705 unit dengan market share tembus 20,3 persen. Nominal tersebut mengalami kenaikan 9,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

    Kini, ada lima model LCGC yang saat ini dijual di Indonesia, yakni Toyota Calya, Toyota Agya, Daihatsu Ayla, Daihatsu Sigra dan Honda Brio Satya.

    (sfn/dry)

  • Munculnya Rencana Tax Amnesty Jilid III hingga Ditjen Pajak Buka Suara

    Munculnya Rencana Tax Amnesty Jilid III hingga Ditjen Pajak Buka Suara

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merespons terkait usulan DPR RI mengenai pelaksanaan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III pada 2025. Pihaknya menyatakan akan mendalami rencana tersebut.

    “Terkait Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty, kami akan mendalami rencana tersebut,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti dalam keterangan tertulis, Jumat (22/11/2024).

    Sebagai informasi DPR memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025. Artinya, RUU tersebut akan diprioritaskan untuk dibahas dan disahkan pada tahun depan.

    Jika berjalan lancar, maka pada 2025 nanti akan ada kebijakan tax amnesty jilid III. Sebelumnya, selama dua periode Presiden Joko Widodo tax amnesty berlangsung 2 kali, yaitu periode 2016-2017, dan 2022.

    Masuknya usulan RUU Pengampunan Pajak dalam Prolegnas Prioritas 2025 secara tiba-tiba, dan disetujui dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (19/11). Padahal rencana tersebut belum pernah muncul dalam rapat-rapat sebelumnya.

    “Jadi kalau Baleg itu kan menerima usulan dari setiap komisi, dari Komisi XI itu ada pengampunan pajak. Nah mengapa dan apa isinya, nanti Komisi XI yang membahas. Kami hanya mensinkronisasi nanti kalau mereka sudah selesai,” ucap Pimpinan Badan Legislasi (Baleg) Martin Manurung kepada wartawan usai paripurna.

    Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan tax amnesty memberikan kesempatan bagi wajib pajak kelas kakap untuk ‘bertaubat’ dari ketidakpatuhan pajak.

    “Kita tetap berusaha melakukan pembinaan untuk wajib pajak itu tetap patuh. Tapi pada saat yang sama, kita juga harus memberikan peluang terhadap kesalahan-kesalahan di masa lalu untuk diberikan sebuah program,” kata Misbakhun ditemui di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa (19/11).

    Dia mengatakan DPR tak ingin para pengemplang pajak untuk menghindar terus-menerus. Tax amnesty, kata dia, adalah jalan keluar untuk mengampuni kesalahan pajak itu.

    “Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni. Maka amnesty ini salah satu jalan keluar,” ujar dia.

    Pandangan lain disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR Fraksi Gerindra, Mohamad Hekal. Menurutnya, usulan pelaksanaan tax amnesty lebih kepada semangat dalam membantu pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mencari dukungan pembiayaan.

    “Saya lihat semangatnya lebih ke teman-teman ingin membantu pemerintah baru mencari pembiayaan untuk proyek-proyek ataupun agenda politik yang masuk Asta Cita,” kata Hekal ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta Selatan, Rabu (20/11).

    (acd/acd)