Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • OECD Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,2% di 2025

    OECD Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,2% di 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merilis OECD Economic Survey of Indonesia 2024. Laporan rutin ini menyoroti dua tema besar yakni yakni transisi hijau dan digitalisasi.

    Survei Ekonomi OECD merupakan publikasi rutin unggulan OECD yang mendalam melalui dialog kebijakan antara OECD dengan para pembuat kebijakan senior dari negara-negara maju dan berkembang termasuk Indonesia.

    Laporan ini mencakup aspek makroekonomi, tenaga kerja, sosial, investasi, perdagangan, lingkungan hidup, dan isu kebijakan lainnya. Dalam laporannya, OECD menyampaikan bahwa pertumbuhan Indonesia telah pulih kembali pascapandemi.

    Namun, OECD menegaskan Indonesia masih harus berhati-hati dalam menentukan kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga stabilitas makroekonomi.

    “Dalam laporan tersebut, OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai 5.2% (yoy),” ungkap rilis Kementerian Keuangan resmi dikutip Rabu (27/11/2024).

    Selain itu, OECD menilai Indonesia juga dinilai telah dapat menekan inflasi yang pada tahun 2022 mencapai 6% hingga mencapai 1,7% pada Oktober 2024.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa Hasil Survei Ekonomi OECD Indonesia 2024 ini menunjukkan Indonesia berhasil mempertahankan daya tahan ekonomi meski di tengah ketidakpastian global. Keberhasilan ini tidak lepas dari kebijakan fiskal dan moneter yang hati-hati serta upaya berkelanjutan dalam melakukan reformasi struktural.

    Sejalan dengan itu, Sri Mulyani juga menilai Indonesia memiliki keinginan kuat untuk menjadi negara berstatus pendapatan tinggi.

    “Indonesia memiliki visi untuk menjadi negara berstatus pendapatan tinggi, lebih inklusif, dan tentu saja memperkuat struktur ekonomi kami. Beberapa kebijakan yang diadopsi akan terus diperkuat, termasuk dalam hal ini memperkuat struktur ekonomi melalui hilirisasi industri, baik yang terkait dengan kekuatan mineral strategis seperti tembaga dan nikel, maupun di sektor lain seperti hasil pertanian yang menjadi prioritas Presiden,” ujar Menkeu dalam peluncuran hasil survei OECD ini, Selasa (26/11/2024).

    OECD juga menyampaikan bahwa pendapatan per kapita Indonesia meningkat tiga kali lipat selama 25 tahun terakhir, sementara kemiskinan ekstrem telah menurun.

    Kebijakan Pemerintah untuk memperluas akses terhadap pendidikan dasar membantu meningkatkan kualitas tenaga kerja, disamping penguatan kebijakan pendidikan kejuruan dapat meningkatkan keterampilan dan mempersiapkan pekerja dengan lebih baik untuk memasuki industri modern.

    Selain itu, OECD menggarisbawahi peluang kerja bagi perempuan juga telah meningkat, sehingga mengurangi kesenjangan gender dalam angkatan kerja. Sejalan dengan upaya Pemerintah dalam mendorong investasi di bidang ekonomi digital, survei ini menggarisbawahi peran ekonomi digital Indonesia sebagai pendorong utama pertumbuhan dan inklusivitas. E-commerce di Indonesia telah tumbuh pesat, termasuk pengembangan ekosistem digital dengan peningkatan jumlah perusahaan startup.

    Adapun, E-government dinyatakan berkembang pesat dalam meningkatkan layanan kepada masyarakat, dan mengurangi biaya operasional.

    “Sebagai negara kepulauan yang besar, pengembangan infrastruktur fisik dan aksesibilitas teknologi digital serta konektivitas menjadi salah satu tantangan utama. Oleh karena itu, kami terus berinvestasi di bidang tersebut,” jelas Menkeu.

    Terkait dengan transisi hijau, kebijakan Indonesia dalam upaya pensiun dini atas sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan peningkatan investasi pembangkit energi berkelanjutan telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu pihak yang proaktif dalam aksi pengendalian iklim global, serta guna mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.

    “Dalam transisi hijau, kami menempatkannya sebagai salah satu prioritas, sebagaimana disebutkan dalam KTT Pemimpin G20. Kami tetap berkomitmen pada transisi hijau di Indonesia, khususnya dalam memilih lebih banyak energi terbarukan,” ungkap Sri Mulyani.

    (haa/haa)

  • Apindo Segera Bertemu Kemenkeu Bahas Kenaikan PPN Menjadi 12%

    Apindo Segera Bertemu Kemenkeu Bahas Kenaikan PPN Menjadi 12%

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) akan bertemu dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membahas pajak pertambahan nilai (PPN) 12%. Pertemuan tersebut rencananya akan digelar pada Kamis (28/11/2024).

    Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyampaikan, pertemuan ini akan dimanfaatkan pelaku usaha untuk kembali mendesak pemerintah menunda implementasi kenaikan PPN tahun depan.

    “Kamis kami dipanggil Kemenkeu dan kami akan menegaskan kembali [penundaan PPN 12%]. Kamis besok,” kata Shinta di sela-sela diskusi media bersama Apindo, Selasa (26/11/2024).

    Shinta menyebut, Apindo sebelumnya telah meminta kepada pemerintah untuk menunda rencana kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% di 2025. Permohonan tersebut bahkan sudah disampaikan ke Presiden Prabowo Subianto.

    Pelaku usaha menilai, kondisi ekonomi saat ini tidak memungkinkan untuk mengerek PPN 12%. Untuk itu, Apindo minta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana implementasi PPN 12% di 2025.

    “Kalau kita memaksakan yang terjadi adalah informal sektor akan tinggi terus, mereka nggak mungkin mengikuti, ini yang kena PPN itu cuma sektor formal,” tuturnya.

    Sejauh ini, Shinta menyebut bahwa pemerintah tengah melakukan evaluasi dan kajian lebih lanjut mengenai stimulus-stimulus yang dapat diberikan, menyusul adanya kenaikan PPN 12% sembari melihat kondisi ekonomi saat ini.

    “Kita mesti lihat stimulus apa yang mau diberikan dengan kondisi ini apakah itu bisa membantu. Jadi pemerintah sekarang juga lagi melakukan kajian lebih jauh,” pungkasnya.

    Dalam catatan Bisnis, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal bahwa penerapan PPN 12% tahun depan tidak akan ditunda. Pasalnya, Undang-undang (UU) No.7/2021 telah mengamanatkan bahwa PPN harus naik sebesar 1%, dari 11% menjadi 12%, pada 1 Januari 2025.

    “Kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa [jalankan],” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Rabu (13/11/2024).

    Kendati begitu, Bendahara Negara memastikan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% tidak terjadi pada semua barang dan jasa. Kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi merupakan barang/jasa yang termasuk ke daftar PPN Dibebaskan.

  • AHY: Harga Tiket Pesawat Turun 10 Persen di Natal dan Tahun Baru

    AHY: Harga Tiket Pesawat Turun 10 Persen di Natal dan Tahun Baru

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan harga tiket pesawat akan turun 10 persen pada musim Natal dan tahun baru.

    AHY mengatakan pemerintah sudah melakukan beberapa langkah untuk menekan harga tiket pesawat. Misalnya, penurunan biaya kebandarudaraan, avtur, hingga fuel surcharge.

    “Maka bisa dikurangi harga tiket itu kurang lebih 10 persen dari harga biasanya secara nasional atau secara domestik,” kata AHY pada jumpa pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (26/11).

    Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mengatakan pengurangan biaya-biaya itu tak berlaku di semua bandara. Menurutnya, hal itu diterapkan di 19 bandara.

    “Jadi 19 bandara itu termasuk bandara-bandara besar, Bandara Soekarno-Hatta, kemudian Denpasar. Ada 19 bandara,” ujarnya.

    Sebelumnya, pemerintah merespons keluhan masyarakat terkait harga tiket pesawat. Pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penurunan Harga Tiket Pesawat.

    Satgas ini terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Keuangan, serta kementerian/lembaga terkait.

    (dhf/agt)

  • Ketimbang Menaikkan PPN 12 Persen, Pemerintah Lebih Baik Perluas Basis Pajak

    Ketimbang Menaikkan PPN 12 Persen, Pemerintah Lebih Baik Perluas Basis Pajak

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah sebaiknya memperluas basis pajak dan mencegah kebocoran ketimbang menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada Januari 2025 dari saat ini 11 persen. 

    “Beban pajak tambahan berpotensi memperburuk ketimpangan, terutama bagi pelaku usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah,” tutur Sekretaris Jendral (Sekjen) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) La Ode Safiul Akbar dalam keterangan resmi yang diterima Beritasatu.com di Jakarta, Selasa (26/11/2024)

    Gapensi menolak rencana kenaikan PPN 12 persen karena akan berdampak langsung pada harga material dan jasa konstruksi. Pada akhirnya, rencana ini akan membebani kontraktor dan masyarakat pengguna infrastruktur.

    “Gapensi menolak dengan keras rencana ini. Mayoritas anggota Gapensi adalah UMKM konstruksi yang bekerja dengan margin tipis sehingga kebijakan ini berpotensi melemahkan daya saing mereka,” ujarnya.

    La Ode menegaskan, rencana kenaikan PPN 12 persen ini dipastikan dapat memperlambat eksekusi proyek yang sudah direncanakan, terutama proyek-proyek pemerintah. Apabila pemerintah tetap menjalankan rencana ini, akan menimbulkan kenaikan harga material dan jasa konstruksi.

    Akibatnya, pemerintah dan sektor swasta mungkin mengurangi jumlah proyek karena keterbatasan dana, yang berimbas pada penurunan lapangan kerja. Dengan begitu, infrastruktur, seperti properti residensial akan semakin mahal sehingga mempersempit akses masyarakat terhadap hunian.

    “Sektor konstruksi memiliki efek multiplier yang besar. Jika sektor ini melemah akibat kenaikan PPN 12%, rantai pasokan material, tenaga kerja, dan jasa lainnya juga terdampak,” ujar La Ode.

    La Ode berharap, pemerintah dapat menunda rencana kenaikan PPN 12 persen pada Januari 2025. Pasalnya, sektor konstruksi adalah motor pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.

    Dia khawatir kenaikan PPN 12 persen ini akan membebani fiskal yang dapat menghambat pertumbuhan sektor infrastruktur. Lebih buruk, rencana ini akan berdampak pada seluruh rantai ekonomi, sehingga menurunkan daya beli masyarakat, terutama kalangan bawah.

    Untuk itu, pihaknya berupaya mengajukan masukan langsung kepada Kementerian Keuangan dan DPR, dengan membawa data dampak potensial rencana kenaikan PPN 12 persen.

  • 5
                    
                        Gaji Guru Naik Mulai 2025, Honorer Sudah Lulus PPG Naik Rp 2 Juta
                        Nasional

    5 Gaji Guru Naik Mulai 2025, Honorer Sudah Lulus PPG Naik Rp 2 Juta Nasional

    Gaji Guru Naik Mulai 2025, Honorer Sudah Lulus PPG Naik Rp 2 Juta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan, gaji guru yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) dan non-ASN bakal naik.
    Pengumuman kenaikan kesejahteraan guru tersebut bakal disampaikan pada Puncak Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2024 di Velodrome Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (28/11/2024).
    Adapun peningkatan tersebut sebesar satu kali gaji untuk guru ASN dan Rp 2 juta untuk guru non-ASN yang telah ikut sertifikasi/Pendidikan Profesi Guru (PPG).
    “Dalam acara tersebut, nanti akan disampaikan peningkatan kesejahteraan guru. Non ASN sebesar Rp 2 juta rupiah dan peningkatan gaji guru ASN sebesar gaji pokok yang mereka miliki. Nanti akan disampaikan pada saat puncak peringatan hari guru,” kata Abdul Mu’ti di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (26/11/2024).
    Mu’ti menyampaikan, kenaikan gaji guru ASN mencapai satu kali gaji pokok, yang jumlahnya berbeda sesuai dengan kepangkatan.
    Sementara itu, tambahan gaji Rp 2 juta untuk gaji guru honorer di luar dari pendapatannya di sekolah asal.
    Peningkatan berlaku untuk yang telah tersertifikasi, sehingga peningkatan kesejahteraan ini mengikuti peningkatan kualifikasi.
    “Jadi dia sudah punya gaji di sekolah asalnya yang gaji itu bervariasi menurut kemampuan sekolah. Tapi dengan dia sertifikasi, maka dia akan dapat tunjangan sertifikasi Rp 2 juta itu,” tuturnya.
    Peningkatan gaji ini pun berlaku untuk semua guru, baik guru swasta maupun guru sekolah negeri.
    Kenaikan gaji bakal berlaku mulai tahun depan atau tahun 2025.
    “(Berlakunya) 2025. Teorinya Januari tahun anggaran kan Januari. Tapi realisasinya tergantung pencairan dana dari Kementerian Keuangan,” jelasnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Produktivitas RI Saat Ini Setara Korsel Tahun 1996

    Produktivitas RI Saat Ini Setara Korsel Tahun 1996

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan level produktivitas pekerja di Indonesia pada 2024 masih tergolong rendah. Level itu bahkan tertinggal 28 tahun dari Korea Selatan (Korsel).

    “Level produktivitas Indonesia saat ini setara dengan level produktivitas Korea Selatan di tahun 1996 atau 1997,” kata Staf Ahli Pengeluaran Negara Kemenkeu, Sudarto dalam acara Social Security Summit 2024 di Hotel Bidakara Jakarta, Selasa (26/11/2024).

    Berdasarkan data yang dipaparkan Sudarto, produktivitas atau output per jam kerja di Korsel pada 2024 mencapai skor 1.200. Sementara di Indonesia, level produktivitas tenaga kerja pada 2024 berada pada skor 400-an.

    Skor yang dicapai Indonesia itu sama dengan skor yang berhasil diraih negeri ginseng pada 1996. Fakta ini dianggap cukup memilukan, sebab pada tahun 1960 level produktivitas tenaga kerja Indonesia dan Korsel masih sama yakni di bawah 200.

    Sudarto menyebut kerja keras saja tidak cukup. Produktivitas tenaga kerja harus ditingkatkan dan ini merupakan pekerjaan rumah bersama semua pemangku kebijakan dan masyarakat.

    “Kami sepakat bahwa jaminan sosial motonya adalah Kerja Keras Tanpa Cemas, benar sekali itu, tapi jangan kita kerja keras saja, produktivitas harus kita tingkatkan, itu penting banget,” ucapnya.

    Pemerintah sendiri mengalokasi anggaran pendidikan sebesar Rp 700 triliun pada 2025. Anggaran itu diharapkan bisa digunakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan produktivitas sumber daya manusia (SDM).

    “Anggaran pendidikan kita Rp 700 triliun di 2025, mohon kita sama-sama semuanya baik dari Kemenaker, Kemendikbud atau yang lainnya, mari kita gunakan dana anggaran tadi sebaik-baiknya sehingga ICOR yang 6,2 bisa kita turunkan sehingga dengan ICOR yang lebih rendah, dengan nilai investasi yang relatif sama, kita menghasilkan output yang lebih besar,” pungkasnya.

    (acd/acd)

  • Bea Cukai: Permendag 27/2024 Solusi Perdagangan Antarpulau Lebih Efisien dan Transparan – Page 3

    Bea Cukai: Permendag 27/2024 Solusi Perdagangan Antarpulau Lebih Efisien dan Transparan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menilai Permendag nomor 27 tahun 2024 tentang Perdagangan Antarpulau dapat mendorong tata kelola perdagangan antarpulau yang lebih baik dan transparan, sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas logistik Indonesia dalam program National Logistics Ecosystem (NLE).

    “Kami berharap penerbitan Permendag 27/2024 semakin mendorong tata kelola perdagangan antarpulau yang makin baik dan transparan sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas logistik Indonesia di dalam program national logistik ecosystem,” kata Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai, Rudy Rahmadi, dalam Sosialisasi Permendag No.27 tahun 2024, di Jakarta, Selasa (26/11/2024).

    Menurutnya, penerbitan Permendag nomor 27 tahun 2024 menjadi momentum penting untuk memperkuat integrasi data dan informasi serta digitalisasi proses bisnis perdagangan antarpulau. Proses digitalisasi ini, menurut Rudy Rahmadi, adalah kunci dalam menciptakan logistik nasional yang berkualitas, efisien, andal, dan transparan.

    Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan besar terkait biaya logistik yang lebih tinggi dibandingkan negara lain. Oleh karena itu, penataan logistik antarpulau harus menjadi prioritas dalam mendukung pertumbuhan perekonomian nasional.

    “Momentum ini sangat penting untuk mengingatkan kita bersama bahwa integrasi data dan informasi serta digitalisasi proses bisnis perdagangan antarpulau,” ujarnya.

    Apalagi Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau memerlukan sistem logistik yang dapat menghubungkan berbagai wilayah dengan efisien. Tanpa adanya sistem yang terintegrasi, kelangkaan barang kebutuhan pokok dan ketidakseimbangan dalam distribusi barang antar wilayah sulit untuk diatasi.

    “Dengan adanya PAB, maka upaya mengatasi kelangkaan barang kebutuhan pokok dan ketidakseimbangan dalam perdagangan antar wilayah ke depan akan dapat dengan cepat dan efektif diatasi. Tersedianya data cargo antarpulau by sistem yang terintegrasi merupakan suatu milestone dan sejarah tersendiri bagi RI,” ujarnya.

    Sebelum adanya sistem Pemberitahuan Antarpulau Barang (PAB), Indonesia hampir tidak memiliki data yang memadai mengenai pergerakan barang antarpulau. Fenomena kelangkaan atau kelebihan pasokan barang di suatu daerah seringkali sulit dijelaskan dan diatasi secara cepat.

    “Fenomena kelangkaan barang pokok di suatu wilayah di Indonesia menjadi sulit untuk dijelaskan dan ditangani secara cepat dan komprehensif, karena ketiadaan data yang memadai serta posisi dan pergerakan barang yang tidak transparan,” pungkasnya.

  • Gapensi tolak kenaikkan PPN 12%

    Gapensi tolak kenaikkan PPN 12%

    Elshinta.com – Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) menolak rencana pemerintah menaikkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) menjadi sebesar 12% pada tahun depan. Kenaikan PPN dinilai akan memicu berbagai dampak negatif jika kebijakan tersebut tetap dipaksakan untuk diterapkan. Yakni berdampak langsung pada harga material dan jasa konstruksi, yang akhirnya akan membebani kontraktor dan masyarakat pengguna infrastruktur.

    “Gapensi menolak dengan keras  rencana ini. Mayoritas anggota Gapensi adalah UMKM konstruksi yang bekerja pada margin tipis, sehingga kebijakan ini berpotensi melemahkan daya saing mereka,” kata Sekjen Gapensi, La Ode Safiul  Akbar, dalam release yang diterima Radio Elshinta (25/11/2024).

    La Ode menegaskan, dengan dinaikkanya PPN dari 11% menjadi 12%, dipastikan dapat memperlambat eksekusi proyek yang sudah direncanakan, terutama proyek-proyek pemerintah.

    Lebih lanjut La Ode menyampaikan, jika pemerintah tetap memaksakan penerapan regulasi yang mendapat banyak penolakkan dari berbagai elemen masyarakat ini, maka akan menimbulkan efek ganda, diantaranya kenaikan harga material dan jasa konstruksi sehingga anggaran proyek meningkat signifikan. 

    Selain itu pemerintah dan sektor swasta mungkin mengurangi jumlah proyek akibat keterbatasan dana, yang berimbas pada penurunan lapangan kerja. Dengan demikian, infrastruktur seperti properti residensial akan semakin mahal, sehingga mempersempit akses masyarakat terhadap hunian.

    “Sektor konstruksi memiliki efek multiplier yang besar. Jika sektor ini melemah, rantai pasokan material, tenaga kerja, dan jasa lainnya juga terdampak,” kata La Ode.

    La Ode berharap, pemerintah dapat menunda kenaikkan tersebut. Pasalnya, sektor konstruksi adalah motor pemulihan ekonomi pasca pandemi. Oleh karena jika ada kenaikan PPN, makan akan membebani fiscal yang dapat menghambat pertumbuhan sektor ini.

    Selain itu, kenaikan PPN berdampak pada seluruh rantai ekonomi, sehingga menurunkan daya beli masyarakat, terutama kalangan bawah. Oleh karena itu, daripada menaikkan tarif, pemerintah dapat memaksimalkan potensi penerimaan pajak dengan memperluas basis pajak dan mengurangi kebocoran.

    “Beban pajak tambahan berpotensi memperburuk ketimpangan, terutama bagi pelaku usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah,” tutur La Ode.

    Untuk itu, pihaknya tengah berupaya untuk mengusulkan kepada Kementerian Keuangan dan DPR dengan membawa data dampak potensial akibat kebijakan ini. Menurut La Ode, kenaikan PPN harus dipertimbangkan secara komprehensif dengan analisis dampak ekonomi dan sosial.

    “Gapensi perlu mendorong kolaborasi antara pelaku usaha konstruksi, pemerintah, dan masyarakat untuk mencari solusi yang adil, mengedepankan efisiensi proyek dan inovasi teknologi untuk mengurangi biaya operasional agar dampak kenaikan tarif tidak terlalu signifikan, serta mengadvokasi  kebijakan yang tidak hanya menjaga kepentingan anggotanya tetapi juga melindungi daya beli masyarakat dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” ujar dia

    Penulis : Dedy Ramadhany

  • Sebulan Kabinet Prabowo, Begini Progres Penataan Kementerian Baru

    Sebulan Kabinet Prabowo, Begini Progres Penataan Kementerian Baru

    Jakarta, CNBC Indonesia-Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sudah berjalan sekitar sebulan. Proses penyusunan dan penataan Kementerian baru, baik terkait dengan Aparatur Sipil Negara (ASN), anggaran hingga target kinerja masih berlangsung.

    Akhir pekan lalu, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengumpulkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy; Wakil Menteri PPN Febrian Alphyanto Ruddyard; serta Wakil Menteri Keuangan 2 Suahasil Nazara.

    “Penetapan Kertas Kerja Bersama antara Kementerian PANRB, Kementerian Keuangan, dan Kementerian PPN/Bappenas yang terdiri dari indikator kinerja komposit lintas sektor, penentuan indikator kinerja masing-masing instansi pemerintah, serta keterpaduan dan fleksibilitas perencanaan, program, kinerja, penganggaran, dan tata kelola sesuai prioritas pembangunan,” jelas Rini.

    Kemudian penyelarasan Renstra lintas kementerian, lembaga, dan pemda melalui SAKIP dan SAKP. Sementara tindak lanjut ketiga, adalah pemetaan layanan pemerintah pasca penetapan Kabinet Merah Putih. “Tindak lanjut berikutnya adalah memastikan tersusunnya proses bisnis layanan yang kolaboratif sehingga tidak mengurangi dan menghambat kualitas layanan,” ungkapnya.

    Rini memaparkan progres penataan kelembagaan Kabinet Merah Putih atau KMP hingga Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKP). SAKP merupakan inisiasi untuk penguatan penyelarasan kinerja seluruh instansi pemerintah yang awalnya bersifat cenderung instansional menjadi kinerja bersama dalam pencapaian target pembangunan nasional.

    “Penerapan SAKP berimplikasi pada setiap kementerian dan lembaga akan bergerak mencapai outcome bersama, tidak lagi sibuk dengan target sendiri-sendiri,” kata Rini.

    Saat ini Kementerian PANRB sedang melakukan percepatan penataan kelembagaan kabinet. Penataan organisasi itu dipercepat agar anggaran, program pembangunan, serta kelembagaannya berjalan beriringan.

    Dari 54 lembaga kementerian, sudah sebagian besar lembaga yang telah selesai dilakukan penataan organisasi dan tata kerja. Beberapa dalam proses pengusulan hingga finalisasi atau harmonisasi.

    (mij/mij)

  • Butuh Dukungan, PPh Final UMKM Diminta Diperpanjang

    Butuh Dukungan, PPh Final UMKM Diminta Diperpanjang

    Jakarta: Pemerintah diminta memperpanjang fasilitas tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5 persen bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pasalnya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018, kebijakan tarif pajak 0,5 persen untuk omzet di bawah Rp4,8 miliar berlaku hingga akhir 2024.
     
    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, insentif bagi UMKM ini mestinya diperpanjang. Tak hanya itu, Bhima bahkan mengusulkan agar pemerintah memberikan tarif yang lebih rendah sebagai stimulus kepada para pelaku UMKM agar bisnisnya tetap bisa berjalan.
     
    “Jadi bukan hanya PPh 0,5 persen harus dicegah sehingga tidak naik tahun depan, tapi disarankan PPh UMKM itu diturunkan menjadi 0,1 sampai 0,2 persen dari omzet,” kata dia kepada media, Senin, 25 November 2024.
     
    Ia mengungkapkan, pertimbangan berikutnya adalah UMKM membutuhkan stimulus fiskal yang jauh lebih besar karena UMKM akan terkena dampak secara langsung dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai tahun depan. Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM juga tengah melambat.
     
    “Jadi perlu dukungan stimulus perpajakannya berpihak kepada UMKM. Yang terpenting UMKM ini patuh dalam membayar pajak, jadi semakin rendah tarifnya dia semakin patuh membayar pajak. Kepatuhan dari sisi UMKM ini akan mendongkrak penerimaan pajak dibandingkan tarifnya dinaikan,” ujarnya.
     
    Sebagai motor penggerak perekonomian, Bhima menambahkan, UMKM harus benar-benar mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Apalagi dengan serapan 117 juta tenaga kerja atau 97 persen di sektor ini, ia berharap, insentif yang lebih rendah akan memberi kepastian bagi UMKM.
     
    “Bukan hanya mencegah PPh UMKM dinaikan di 2025 tapi juga memastikan tarifnya lebih rendah lagi, sehingga serapan tenaga kerja di UMKM bisa  meningkat untuk mengompensasi terjadinya PHK di sektor industri padat karya,” kata dia.
     
    Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto juga mengatakan, sebaiknya insentif ini diperpanjang mengingat UMKM masih memerlukan dukungan fiskal, khususnya UMKM di sektor-sektor yang belum pulih dari pandemi. Jika dicabut, maka beban UMKM akan bertambah dan semakin sulit bersaing dengan non-UMKM.
     
    “Insentif ini lebih ke UMKM, kalau ke pembeli/konsumennya ya sebaiknya PPN tidak perlu dinaikkan dulu, tunda sampai ekonomi membaik, tumbuh di sekitar enam persen” tambah Eko.
     

    Sebelumnya, Kementerian UMKM berencana mengusulkan perpanjangan tarif pajak penghasilan (PPh) 0,5 persen untuk pelaku usaha mikro kecil dan menengah. Kebijakan perpanjangan PPh 0,5 persen dianggap penting bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar supaya tetap mendapatkan insentif pajak yang meringankan beban usaha.
     
    Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyampaikan bahwa pihaknya sedang berdiskusi dengan Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani untuk memperpanjang insentif pajak ini. Saat ini, aturan tersebut masih berlaku hingga akhir 2024 sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2018.
     
    Adapun setelah masa tarif PPh Final berakhir, pelaku usaha dengan omzet hingga Rp4,8 miliar dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). UMKM dengan omzet di atas Rp4,8 miliar atau yang memilih tidak menggunakan NPPN akan dikenakan pajak berdasarkan tarif progresif dengan rincian:

    5% untuk penghasilan kena pajak hingga Rp60 juta,
    15% untuk Rp60 juta–Rp250 juta,
    25% untuk Rp250 juta–Rp500 juta,
    30% untuk Rp500 juta–Rp1 miliar,
    35% untuk lebih dari Rp1 miliar.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)