Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • Mengukur Dampak PPN 12 Persen ke Penjualan Mobil Premium di RI

    Mengukur Dampak PPN 12 Persen ke Penjualan Mobil Premium di RI

    Jakarta

    Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan, pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen tetap akan berlaku mulai Januari 2025. Lantas, sejauh apa dampak kebijakan tersebut terhadap penjualan mobil premium di Indonesia?

    Bansar Maduma selaku General Manager (GM) Lexus Indonesia membenarkan, kenaikan PPN 12 persen akan berdampak ke harga jual kendaraannya di Tanah Air. Namun, kata dia, bukan kenaikan harga produk yang mempengaruhi daya beli konsumen mereka.

    “Kalau dilihat dari buying power, mereka sebetulnya secara impact tidak terlalu besar. Tapi yang saya khawatirkan adalah buying power mereka itu dipengaruhi keadaan ekonomi,” ujar Bansar kepada detikOto.

    “Customer kita kan kebanyakan pengusaha. Nah, bagaimana impact dari PPN 12% itu terhadap usaha mereka? Jadi secara harga mungkin tidak terlalu ber-impact, tapi secara latar belakang (usahanya) itu yang masih kita investigasi,” tambahnya.

    Dampak kenaikan PPN 12 persen terhadap pasar mobil premium seperti Lexus. Foto: Rifkianto Nugroho

    Dia berharap, kenaikan PPN 12 persen tak berdampak banyak ke sektor usaha yang digeluti konsumennya. Sebab, dengan demikian, hitung-hitungan mereka untuk membeli kendaraan baru tak berubah.

    “Mudah-mudahan kalau kustomer usahanya tidak terlalu ber-impact, maka pastinya penjualan kendaraan kita juga tidak terlalu ber-impact,” ungkapnya.

    Sebagai catatan, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025. Penerapan PPN naik menjadi 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

    Di kesempatan yang sama, Bansar menjelaskan, konsumen Lexus masih berasal dari kalangan pengusaha atau pimpinan perusahaan. Mereka secara usia kebanyakan sudah matang dan memasuki usia setengah abad.

    “Kebanyakan masih… kita bilangnya middle to mature. Jadi over 40 lah, kelihatannya balance antara pengusaha dan eksekutif,” kata dia.

    (sfn/rgr)

  • Kemenkeu gelar pelatihan AI untuk perencanaan strategis

    Kemenkeu gelar pelatihan AI untuk perencanaan strategis

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggelar pelatihan “Artificial Intelligence for Strategic Scenario Planning” sebagai upaya memanfaatkan teknologi dalam perencanaan strategis.

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan teknologi kecerdasan buatan (aI) berperan penting dalam perencanaan strategis dan pengambilan keputusan berbasis data untuk masa depan.

    “Perbincangan tentang Artificial Intelligence (AI) memang tidak terelakkan karena pemanfaatan AI saat ini adalah gambaran masa depan. Hal itu pula yang mendasari Kemenkeu melaksanakan pelatihan ini,” kata Anggito saat sesi pelatihan di Pusdiklat Keuangan Umum BPPK, dikutip di Jakarta, Selasa.

    Pelatihan ini bertujuan untuk memperkuat kemampuan pegawai Kementerian Keuangan dalam mengumpulkan informasi, menganalisis data, serta merancang perencanaan strategis menggunakan AI.

    Dengan kegiatan ini, diharapkan Kemenkeu dapat menyusun rencana strategis yang lebih baik dan mengambil keputusan yang lebih tepat, terutama dalam mendukung pengamanan penerimaan negara, efisiensi belanja, serta peningkatan potensi perekonomian nasional.

    Wamenkeu Anggito juga mengajak seluruh peserta untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, agar dapat mengoptimalkan pemanfaatan AI, khususnya dalam pengelolaan keuangan negara.

    “Hari ini, kita sama-sama belajar memanfaatkan AI dan berkomitmen untuk terus belajar agar dapat mengoptimalkan potensi dari perkembangan teknologi ini, khususnya dalam pengelolaan keuangan negara,” tambahnya.

    Pelatihan ini menjadi penting sebagai bagian dari upaya Kemenkeu untuk meningkatkan kapasitas SDM dalam menghadapi tantangan global dan merumuskan kebijakan yang lebih responsif terhadap dinamika perekonomian dunia yang terus berubah.

    Sebelumnya, Kemenkeu meluncurkan Community of Practices (CoPs) Data Analytics and Scenario Planning sebagai langkah akselerasi budaya data-driven.

    Kegiatan kick-off tersebut digelar di Aula DJPPR pada Jumat (22/11) dengan melibatkan kolaborasi antara Biro SDM, Pusdiklat Keuangan Umum, serta Central Transformation Office (CTO).

    Berdasarkan arahan Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan, CoPs dibentuk sebagai thinktank community yang berfokus pada data analytics dan scenario planning. CoPs beranggotakan pegawai lintas unit eselon I yang terpilih berdasarkan kompetensi di sembilan tema strategis, meliputi Aset Negara, Ekonomi Makro, Ekonomi Regional, Keuangan Internasional, Penerimaan Negara, Sektor Keuangan, Sektor Primer, Sektor Sekunder dan Tersier, serta Spending and Treasury.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2024

  • Masih Hitung Dampak Ekonomi, Pemerintah Diperkirakan Tentukan Nasib PPN 12 Persen Pekan Depan

    Masih Hitung Dampak Ekonomi, Pemerintah Diperkirakan Tentukan Nasib PPN 12 Persen Pekan Depan

    Tangerang, Beritasatu.com – Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kamrussamad menyatakan saat ini pemerintah masih melakukan perhitungan terkait dampak rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.

    “Kami sudah berdiskusi dengan menteri keuangan mengenai hal ini, sejauh mana kesiapan mereka dalam mencermati kondisi ekonomi masyarakat,” ujar Kamrussamad dalam focus group discussion (FGD) bertajuk “Simalakama Kenaikan PPN Menjadi 12 Persen” di kantor B-Universe, PIK 2, Jakarta, pada Selasa (3/12/2024).

    Kamrussamad menyampaikan pemerintah akan menentukan keputusan terkait kenaikan PPN 12 persen pada pekan depan. Kementerian Keuangan disebutkan akan memberikan masukan kepada Presiden Prabowo Subianto mengenai langkah yang harus diambil.

    “Mereka masih membutuhkan waktu untuk menghitungnya. Paling lambat minggu depan, mereka akan memberikan masukan kepada Presiden tentang langkah yang tepat,” ungkapnya.

    Samad juga menekankan pihaknya akan berhati-hati dalam mengambil keputusan dan terus melakukan perhitungan mendalam. Dia menyadari kebijakan ini dapat berdampak besar bagi masyarakat.

    “Kami akan berhati-hati dalam menghitung dan mempertimbangkan dampaknya. Banyak pihak yang akan terdampak oleh kebijakan ini,” tambah Samad.

    Pemerintah, menurut Samad, saat ini lebih terbuka untuk mendengarkan keluhan masyarakat dalam menentukan kebijakan. Kenaikan PPN 12 persen diharapkan tidak memicu gejolak sosial.

    “Situasi yang dihadapi memang tidak mudah, banyak hal yang harus dipertimbangkan. Kami ingin kebijakan ini tidak menjadi pemicu ketegangan,” lanjut Kamrussamad.

    Dia juga menambahkan pihaknya akan tetap konsisten dalam mengoreksi kebijakan yang tidak sesuai dan mencari solusi yang tepat, termasuk dalam penetapan PPN 12 persen.

    “Kami berkomitmen untuk memberikan jaminan minggu depan perhitungan terkait kebijakan ini sudah selesai,” tandasnya.

  • Pernah Naik pada 2022, Ini Alasan Pemerintah Akan Naikkan PPN Jadi 12 Persen

    Pernah Naik pada 2022, Ini Alasan Pemerintah Akan Naikkan PPN Jadi 12 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah sudah berencana menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Sebelumnya, PPN sudah mengalami kenaikan dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022.

    Kenaikan PPN tersebut menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Sebagian mendukung dan sebagian lainnya mengkritiknya.

    Sebenarnya apa yang melatarbelakangi kenaikan PPN dan apa dampaknya bagi masyarakat? Berikut ini penjelasannya.

    Peraturan Pemerintah Terkait PPN
    Rencana kenaikan PPN dimulai pada 2021 setelah pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada 29 Oktober 2021. UU HPP mengubah beberapa UU mengenai Perpajakan seperti UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), UU PPN, dan UU Cukai.

    Usulan kenaikan PPN berasal dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang saat itu dipimpin oleh Sri Mulyani yang kemudian diajukan kepada Komisi XI DPR. Setelah melewati proses yang panjang, DPR kemudian menerima dan mengesahkan UU HPP. Salah satu aturan yang berlaku setelah pengesahan UU HPP adalah kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 dan direncanakan kembali naik menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.

    Tujuan Kenaikan PPN
    Kenaikan PPN bertujuan untuk menaikkan jumlah pemasukan negara melalui pajak. Pada 2021, Sri Mulyani menuturkan melalui kenaikan PPN diharapkan penerimaan pajak pada 2022 dapat meningkat. Ketika itu, diproyeksikan penerimaan pajak antara Rp 1.499 triliun hingga Rp 1.528 triliun atau tumbuh sebesar 8,37 persen hingga 8,42 persen.

    Realitanya pada akhir Desember 2022, Kemenkeu mencatat penerimaan pajak tahun tersebut meningkat pesat dan melewati dari target proyeksi awal, yaitu sebanyak Rp 2.034 triliun. Jumlah tersebut tumbuh sebanyak 31,4 persen, jika dibandingkan dengan 2021 yang mendapatkan penerimaan pajak sebanyak Rp 1.547 triliun.

    Dengan adanya rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu memproyeksikan jumlah penerimaan pajak akan sebesar Rp 2.189 triliun pada tahun tersebut. Angka ini tumbuh sekitar 13,9 persen jika dibandingkan dengan outlook penerimaan pajak 2024 sekitar Rp 1.921 triliun.

    Penerapan PPN
    Penerapan PPN diberlakukan pada beberapa objek, seperti:
    – Barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) diserahkan dalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak (PKP).
    – Mengekspor BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh PKP.
    – Mengimpor BKP dan/atau pendayagunaan JKP tak berwujud berasal dari di luar daerah pabean.

    Aktiva yang diserahkan oleh PKP yang pada awal mulanya tidak ditujukan untuk diperjualbelikan, asalkan PPN yang dibayarkan pada proses perolehannya dapat dikreditkan.

    BKP dalam hal ini diartikan sebagai barang-barang yang memiliki wujud dan sifat barang bergerak atau tidak bergerak serta barang tidak berwujud. Barang berwujud, seperti mobil, komputer, dan ponsel, sementara barang tidak berwujud berupa hak paten, aplikasi, dan lisensi.

    JKP tidak berwujud meliputi layanan menonton siaran film atau mendengarkan musik berbasis aplikasi atau web.

    Skema Kenaikan PPN di Indonesia
    Pemerintah Indonesia telah merencanakan kenaikan tarif PPN dalam dua tahap sebagai bagian dari reformasi perpajakan. Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021, kenaikan pertama pada 1 April 2022, mengubah tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen, dan tahap kedua direncanakan pada 1 Januari 2025, tarif PPN akan meningkat menjadi 12 persen.

    Kebijakan tersebut dirancang secara bertahap untuk memberi waktu kepada masyarakat dan pelaku usaha untuk menyesuaikan harga barang dan sistem pembayaran pajak.

    Sebagai bagian dari implementasi kebijakan ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaksanakan sosialisasi dan pendampingan kepada masyarakat dan pelaku usaha, termasuk UKM, agar mereka bisa menyesuaikan sistem pelaporan dan pembayaran pajak dengan tarif yang baru.

    Barang dan jasa esensial, seperti sembako, kesehatan, pendidikan, dan jasa keuangan, tetap bebas dari PPN, untuk menjaga daya beli masyarakat. Di samping itu, pemerintah juga menyiapkan bansos dan insentif sektor untuk membantu mengurangi dampak kenaikan tarif PPN pada masyarakat berpendapatan rendah serta sektor usaha yang terdampak, seperti pariwisata dan barang konsumsi.

    Untuk memastikan kebijakan berjalan dengan baik, pemerintah akan melakukan evaluasi dan monitoring secara berkala. Pemantauan ini akan dilakukan untuk menilai dampak sosial dan ekonomi dari kenaikan PPN, serta untuk mengidentifikasi sektor atau kelompok yang mungkin paling terdampak. Pemerintah juga akan memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi pelaporan dan pembayaran PPN.

    Dampak Kenaikan PPN di Indonesia
    1.  Dampak bagi pemerintah
    Kenaikan PPN menjadi 12 persen dapat memberikan tambahan pemasukan bagi pemerintah untuk mendanai berbagai program penting, seperti pembangunan jalan, sekolah, rumah sakit, dan program pengentasan kemiskinan. Dengan pemasukan yang lebih besar dari pajak ini, pemerintah juga bisa lebih mudah mengurangi utang negara dan menjaga keuangan tetap stabil.

    2. Dampak bagi masyarakat
    – Kenaikan PPN bisa memicu inflasi
    Saat PPN naik 1 persen, harga barang dan jasa juga ikut naik, meskipun kenaikannya tidak langsung sebesar itu. Menurut studi Ernst & Young, kenaikan 1 persen PPN biasanya meningkatkan inflasi sedikit di bawah 1 persen. Akibatnya, masyarakat harus membayar lebih untuk barang dan jasa, sehingga daya beli mereka berkurang.

    – Daya beli masyarakat menurun
    Karena harga naik, banyak orang mulai mengurangi belanja mereka. Sebagian besar memilih menabung daripada membeli barang. Ini membuat konsumsi rumah tangga, yang biasanya menjadi pendorong utama ekonomi Indonesia, jadi lebih lambat. Pada 2023, konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 53 persen dari total ekonomi, jadi penurunan ini cukup mengkhawatirkan.

    – Pertumbuhan ekonomi melambat
    Jika daya beli turun dan konsumsi rumah tangga melemah, aktivitas ekonomi pun akan berkurang. Hal ini bisa memengaruhi sektor perdagangan dan membuat ekonomi secara keseluruhan berjalan lebih lambat.

    3. Dampak pada dunia usaha
    Pelaku usaha perlu menyesuaikan harga jual atau menyerap sebagian kenaikan biaya agar tetap kompetitif saat PPN 12 persen diterapkan. Sektor jasa konsumsi, elektronik, dan otomotif menjadi yang paling terdampak. Selain itu, perusahaan juga harus lebih kreatif dalam strategi pemasaran untuk menarik konsumen yang semakin selektif.

    Penundaan PPN 12 Persen
    Baru-baru ini Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan memberikan sinyal pemerintah akan menunda kenaikan PPN 12 persen.

    “Ya, hampir pasti diundur,” ujar Luhut di Jakarta, Rabu (27/11/2024).

    Menurut Luhut, keputusan untuk menunda kenaikan PPN ini diambil karena pemerintah berencana memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat. Stimulus akan diberikan khususnya kepada masyarakat kelas menengah, melalui bantuan sosial (bansos).

    “PPN 12 persen harus diundur karena sebelum itu, pemerintah harus memberikan dahulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya terpuruk,” kata Luhut.

    Luhut menjelaskan bansos yang akan diberikan bukan berupa bantuan langsung tunai (BLT), melainkan subsidi energi ketenagalistrikan.

  • Nasib Pembatalan PPN 12% di 2025 Belum Pasti, Tunggu Sri Mulyani!

    Nasib Pembatalan PPN 12% di 2025 Belum Pasti, Tunggu Sri Mulyani!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah berencana menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% di tahun 2025, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso itu semua tergantung dengan Kementerian Keuangan.

    “Pak Menko sudah menyampaikan kita lagi mendata semuanya, kalau masalah pemberlakuannya iya atau tidak kan teman-teman Kementerian Keuangan yang, itu kan di Undang-Undang HPP, artinya sektornya dari Kementerian Keuangan,” kata Susiwijono di Kompleks Parlemen, Senin (2/12/2024).

    Pembahasan secara internal masih dilakukan di Kementeriannya. Terutama terkait pemberian insentif jika rencana ini dilakukan.

    “Belum, kan masih banyak hal yang harus kita masukan. Termasuk kalaupun naik ini insentifnya apa, sedang ini lah sedang proses pembahasan,” jelasnya.

    Rencana penerapan kebijakan ini ditolak dari masyarakat hingga pengusaha. Wakil Ketua Umum Badan Anggaran DPR RI Wihadi Wiyanto juga mengungkapkan keputusan penundaan ataupun melanjutkan amanat UU HPP itu juga berada di tangan Presiden Prabowo.

    Hal ini diungkapkan dalam pertemuan Badan Anggaran (Banggar) dengan jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur, Kamis lalu (28/11/2024).

    “Salah satu hal tadi juga yang disampaikan di dalam rapat yaitu kenaikan PPN 12 persen. Jadi, kami perlu menyampaikan bahwa PPN 12% ini memang sesuai dengan undang-undang. Namun segala keputusan daripada pelaksanaan undang-undang itu, tunggu daripada keputusan Presiden,” jelas Wihadi dikutip Minggu (1/12/2024).

    Lebih lanjut, Politisi Fraksi Partai Gerindra itu pun menambahkan bahwa apa yang disampaikan oleh kepala DEN (Dewan Ekonomi Nasional) Luhut Binsar Pandjaitan) bahwa akan ada penundaan kenaikan PPN dan bansos, tetap menunggu arahan dari Presiden Prabowo.

    “Jadi ini adalah kewenangan daripada eksekutif. Kewenangan eksekutif adalah Presiden. Kami sendiri sebagai legislatif menunggu daripada keputusan tersebut. Banggar sebagai Parlemen sifatnya masih menunggu yang sedang dikaji kembali oleh Kementerian Keuangan RI,” ucap Wihadi.

    Wihadi pun menyampaikan bahwa terdapat beberapa bidang yang memang tidak dikenakan kenaikan PPN 12 persen. Bidang tersebut antara lain, bidang kesehatan, pendidikan, bahan pokok dan juga jasa.

    “Ini memang sudah dibebaskan menurut Undang-Undang. Jadi dalam Undang-Undang itu memang disebutkan ada pembebasan juga untuk bidang-bidang tertentu,” katanya.

    (emy/mij)

  • PPN Naik jadi 12%? Kemenko Perekonomian Lempar Bola Panas ke Kemenkeu

    PPN Naik jadi 12%? Kemenko Perekonomian Lempar Bola Panas ke Kemenkeu

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyerahkan keputusan final soal rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun depan kepada Kementerian Keuangan.

    Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono Morgiarso menjelaskan perpajakan merupakan urusan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), sambungnya, hanya akan melakukan sosialisasi hingga menerima masukan dari berbagai pihak.

    “Itukan [rencana penerapan PPN 12%] teman-teman di Kemenkeu nanti dengan K/L terkait. Kalau kita kan Pak Menko sudah menyampaikan, kita lagi menjangkau semuanya, kalau masalah pemberlakuannya teman-teman Kemenkeu,” jelas Susi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).

    Kendati demikian, dia tidak menampik bahwa internal Kemenko Perekonomian juga membahas perihal rencana penerapan PPN 12% pada 1 Januari 2025, yang merupakan amanat Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Menurutnya, pemerintah berencana memberi insentif ke sejumlah sektor sebagai kompensasi kenaikan PPN. Hanya saja, sambungnya, pembahasan di internal Kemenko Perekonomian masih dalam tahap permulaan.

    “Nanti insentifnya seperti apa, sedang proses pembahasan,” ujar Susi.

    Sementara itu, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tidak banyak bicara terkait polemik penerapan PPN 12%. Dia hanya meminta setiap bersabar menunggu kepastian.

    “Akan dibahas,” kata Airlangga pada kesempatan yang sama.

    Sampai saat ini, belum ada kepastian mengenai rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025.

    Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan kemungkinan besar pemerintah akan menunda penerapan kenaikan tarif PPN. Menurut Luhut, pemerintah ingin memperbaiki daya beli masyarakat terlebih dahulu.

    Pemerintah, kata Luhut, tengah menggodok stimulus bantuan sosial kepada rakyat khususnya kelas menengah sebelum tarif PPN 12% diterapkan. 

    “Ya hampir pasti diundur [kenaikan PPN jadi 12%], biar dulu jalan tadi yang ini [bantuan sosial],” kata Luhut kepada wartawan, Rabu (27/11/2024). 

    Padahal, dalam rapat kerja antara Kementerian Keuangan dengan Komisi XI DPR pada Rabu (13/11/2024), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% merupakan amanat UU HPP.

    Dia menyatakan bahwa pemerintah akan mencoba menjalankan rencana kenaikan tarif PPN tersebut meski banyak pihak yang menentangnya.

    “Kita perlu siapkan agar itu [kenaikan PPN menjadi 12%] bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” ujarnya.

  • Istana Tegaskan Belum ada Wacana Pemisahan Ditjen Pajak dan Kemenkeu

    Istana Tegaskan Belum ada Wacana Pemisahan Ditjen Pajak dan Kemenkeu

    Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan belum ada pembahasan dari pemerintahan Prabowo Subianto untuk membentuk Kementerian atau Badan Penerimaan Negara (BPN) dalam waktu dekat.

    “Sampai saat ini tidak ada pembahasan dalam rapat kabinet untuk pembentukan badan penerimaan Negara,” ujarnya kepada wartawan di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/12/2024).

    Hasan juga memastikan bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berjalan seperti biasa. “Kementerian keuangan masih bekerja seperti biasa satu menteri dengan tiga wakil menteri masih bekerja seperti biasa,” tandas Hasan.

    Sebelumnya adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, memberi sinyal bahwa Kementerian atau Badan Penerimaan Negara (BPN) bakal dibentuk dalam waktu dekat.

    Hashim bahkan menyebut Prabowo kelak bakal melantik Wakil Menteri Keuangan III Anggito Abimanyu sebagai pimpinan BPN.

    “Saya kira beliau [Anggito] sebagai wakil menteri itu nanti untuk sementara. Sementara beliau nanti diangkat sebagai menteri penerimaan negara,” ucap Hashim dalam Rapimnas Kadin versi Munaslub 2024 di Jakarta, Minggu (1/12/2024).

    Dia menjelaskan BPN kelak bakal fokus mengurus pajak, cukai, hingga penerimaan negara lainnya seperti royalti dari pertambangan dan lainnya.

  • Istana Respons Kabar Pembentukan Kementerian Penerimaan Negara

    Istana Respons Kabar Pembentukan Kementerian Penerimaan Negara

    Jakarta

    Wacana pembentukan Kementerian Penerimaan Negara kembali mencuat. Pihak Istana mengungkapkan wacana tersebut tidak dibahas dalam Sidang Kabinet Paripurna.

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi mengklaim sampai saat ini tidak ada satu pun pembahasan dalam rapat kabinet mengenai pembentukan Kementerian Penerimaan Negara.

    “Sampai saat ini tidak ada pembahasan dalam rapat kabinet untuk pembentukan Kementerian atau Badan Penerimaan Negara,” tegas Hasan Nasbi di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).

    Hasan menegaskan per hari ini Kementerian Keuangan masih bekerja seperti biasa. Tak ada yang berubah, menteri dan tiga wakil menteri bekerja seperti biasa.

    “Jadi, Kementerian Keuangan masih bekerja seperti biasa, satu menteri dengan tiga wakil menteri masih bekerja seperti biasa,” tegas Hasan.

    Dikonfirmasi lebih rinci soal Wamenkeu Anggito Abimanyu yang diisukan diangkat jadi Menteri Penerimaan Negara, Hasan pun menekankan sejauh ini tak ada pembahasan soal hal tersebut.

    “Belum ada pembahasan, tidak ada pemberitahuan dan tidak ada pembahasan apa-apa sejauh ini,” sebut Hasan.

    “Yang saya tahu yang ada di Rapat Kabinet, sejauh ini tak ada arahan apa-apa soal itu,” tegasnya melanjutkan.

    Sekali lagi, Hasan menekankan belum ada pembahasan yang dilakukan soal Anggito menjadi Menteri Penerimaan Negara”Saya belum bisa konfirmasi, yang jelas di rapat kabinet tadi tak ada penjelasan soal itu,” terang Hasan.

    Sebelumnya, CEO Arsari Group sekaligus adik Prabowo, Hashim S Djojohadikusumo menyebut akan ada Kementerian Penerimaan Negara. Pembentukan kementerian baru ini dilakukan sebagai upaya memperbaiki penerimaan negara.

    Hashim menyebut jabatan Menteri Penerimaan Negara akan ditempati oleh Anggito Abimanyu yang saat ini menjabat Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) III. Kementerian itu akan diberikan wewenang untuk memperbaiki sistem perpajakan, cukai, hingga mengatasi kebocoran-kebocoran anggaran.

    “Modal dari perbaikan sistem pajak, perpajakan, sistem cukai kita, ada banyak program-program yang sedang dimulai, akan dimulai untuk menutup kebocoran-kebocoran. Jadi itu nanti ditangani oleh Pak Anggito Abimanyu sebagai Menteri Penerimaan Negara yang baru,” kata Hashim dalam acara Rapimnas Kadin 2024 di Hotel Mulia Jakarta, Minggu (1/12/2024) kemarin.

    Hashim menyebut posisi Anggito sebagai Wamenkeu hanya sementara dan akan diangkat sebagai Menteri Penerimaan Negara. Dia menegaskan kementerian tersebut juga akan menangani pendapatan negara, termasuk royalti dari sektor pertambangan.

    (kil/kil)

  • Banggar DPR Setujui Tambahan Anggaran 7 Kemenko, Total Rp5,18 Triliun

    Banggar DPR Setujui Tambahan Anggaran 7 Kemenko, Total Rp5,18 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Anggaran DPR menyetujui tambahan anggaran di tujuh Kementerian Koordinator atau Kemenko untuk 2025. Total, tambahan anggaran tersebut mencapai Rp5,18 triliun.

    Persetujuan tersebut didapat dalam rapat kerja antara Badan Anggaran (Banggar) DPR dengan pimpinan tujuh Kemenko di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (2/12/2024).

    Ketua Banggar DPR Said Abdullah menjelaskan pihaknya menyetujui pagu anggaran dan usulan tambahan yang diminta masing-masing Kemenko. Kendati demikian, keputusan finalnya masih akan dibicarakan dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

    “Kami setujui dan kami meminta waktu dibahas dengan pemerintah dengan rentang waktu tiga bulan. Dapat disetujui?” ujar Said diikuti persetujuan anggota Banggar lainnya dan ketukan palu.

    Sebagai informasi, rapat tersebut dihadiri langsung oleh Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto; Menko Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan; Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Kemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra.

    Lalu Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono, Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno, serta Menko Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar.

    Berikut rincian pagu dan tambahan anggaran yang disetujui Banggar DPR:

    1. Kemenko Pangan 

    Pagu anggaran: Rp44.089.025.000

    Minta tambahan anggaran: Rp505.910.975.000 

    Total anggaran 2025 menjadi: Rp550.000.000.000

    2. Kemenko Pembedayaan Masyarakat

    Pagu anggaran: Rp139.727.234.000

    Minta tambahan: Rp653.772.765.000

    Total: Rp793.500.000.000

    3. Kemenko Perekonomian 

    Pagu anggaran: Rp459.766.254.000

    Minta tambahan: Rp64.209.800.000

    Total: Rp523.976.054.000

    4. Kemenko Polkam

    Pagu anggaran: Rp268.281.288.000

    Minta tambahan: Rp3.000.000.000.000

    Total: Rp3.268.281.288.000

    5. Kemenko PMK 

    Pagu anggaran: Rp111.241.324.000

    Minta tambahan: Rp360.337.151.000

    Total: Rp471.578.475.000

    6. Kemenko Kumham Imipas

    Pagu anggaran: Rp9.029.527.000

    Minta tambahan: Rp325.000.000.000

    Total: Rp334.029.527.000

    7. Kemenko Infra 

    Pagu anggaran: Rp230.000.000.000 

    Minta tambahan: Rp273.143.736.000

    Total: Rp503.143.736.000

    Total permintaan tambahan anggaran: Rp5.182.374.427.000

  • Istana: Tak ada pembahasan badan penerimaan negara di rapat kabinet

    Istana: Tak ada pembahasan badan penerimaan negara di rapat kabinet

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyatakan bahwa tidak ada pembahasan soal pembentukan badan atau kementerian penerimaan negara pada rapat kabinet paripurna di Istana Kepresidenan Jakarta, pada Senin ini.

    “Sampai saat ini tidak ada pembahasan dalam rapat kabinet untuk pembentukan badan penerimaan negara,” kata Hasan dalam keterangan pers di Kantor Presiden Jakarta, Senin.

    Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto menggelar sidang kabinet paripurna yang dihadiri seluruh anggota kabinet, di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.

    Hasan pun menegaskan bahwa pembentukan badan penerimaan negara tidak menjadi pembahasan dalam rapat kabinet tersebut.

    Hingga saat ini, Kementerian Keuangan pun masih bekerja seperti biasa dengan dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan dibantu tiga wakil menteri keuangan, yakni Thomas Djiwandono, Suahasil Nazara dan Anggito Abimanyu.

    “Sampai saat ini Kementerian Keuangan masih bekerja seperti biasa, satu menteri dengan tiga wakil menteri masih bekerja seperti biasa,” kata Hasan.

    Adapun wacana pembentukan kementerian penerimaan negara diungkapkan oleh Ketua Dewan Penasehat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Hashim Djojohadikusumo.

    Saat Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin Indonesia 2024 di Jakarta, Minggu (1/12), adik Presiden Prabowo Subianto itu menuturkan kementerian penerimaan negara nantinya bakal ditugaskan untuk memperbaiki penerimaan negara, termasuk sistem perpajakan, cukai, hingga kebocoran anggaran.

    Ia pun menyebut Anggito Abimanyu yang akan ditunjuk oleh Presiden Prabowo menjadi Menteri Penerimaan Negara.

    Saat ini, Anggito menjadi salah satu Wakil Menteri Keuangan dalam Kabinet Merah Putih, bersama dengan Suahasil Nazara serta Thomas Djiwandono yang telah mendampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dari kabinet sebelumnya.

    Namun, menurut Hashim, jabatan itu hanya untuk sementara, sebelum nantinya ditugaskan menjadi Menteri Penerimaan Negara.

    Pewarta: Mentari Dwi Gayati/Livia Kristianti
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2024