Dukung Pertamina Sediakan Energi ke Pelosok Negeri, Pemerintah Bayarkan Dana Kompensasi Triwulan II-2024
Penulis
KOMPAS.com
– PT
Pertamina
(Persero) kembali menerima pembayaran dana kompensasi dari Pemerintah untuk penyaluran Jenis
BBM
Tertentu (JBT)
Solar
dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP)
Pertalite
periode triwulan II-2024, sebesar Rp 38,03 triliun (termasuk pajak) atau Rp 34,26 triliun (tidak termasuk pajak).
Pertamina menyampaikan apresiasi kepada pemerintah atas penerimaan pembayaran kompensasi tersebut.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri mengungkapkan, hingga akhir November 2024 lalu, Pertamina telah menerima total dana kompensasi dari Pemerintah sebesar Rp 111,43 triliun (termasuk pajak).
Dana kompensasi ini mencakup selisih harga formula dengan harga eceran di SPBU untuk penyaluran JBT Solar dan JBKP Pertalite periode triwulan IV-2023, triwulan I-2024, dan triwulan II-2024.
Dia menjelaskan, hal itu merupakan wujud nyata pemerintah terhadap Pertamina dalam menjalankan perannya sebagai penyedia energi di seluruh pelosok negeri.
“Kami sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian ESDM, atas dukungannya kepada perusahaan dengan mempercepat pencairan dana kompensasi BBM hingga triwulan II-2024,” ujar Simon.
Simon juga menyampaikan bahwa Pertamina akan terus mendukung program pemerintah dalam mewujudkan kemandirian energi dengan mengutamakan ketahanan, ketersediaan, dan keberlanjutan energi, serta menyediakan energi melalui solusi inovatif yang memberikan nilai tambah bagi masyarakat.
“Kami memfokuskan bisnis kami melalui strategi pertumbuhan ganda yang dirancang untuk memperkuat ketahanan energi Indonesia sekaligus mengembangkan bisnis rendah karbon untuk transisi energi,” katanya.
Pertamina juga terus berupaya untuk mengoptimalkan distribusi
BBM bersubsidi
dan memastikan bahwa BBM
bersubsidi
diterima oleh masyarakat yang berhak melalui program Pertamina Subsidi Tepat Sasaran.
Di sisi lain, Pertamina juga terus mendorong penyaluran volume BBM nonsubsidi melalui perluasan
outlet
BBM nonsubsidi.
Atas upaya ini, hingga triwulan III-2024, Pertamina berhasil meningkatkan volume penjualan BBM nonsubsidi
year-on-year
(yoy) sebesar 13 persen atau sebesar 31 juta kilo liter.
Dia menjelaskan, berbagai langkah untuk mendukung program subsidi tepat sasaran telah dijalankan, di antaranya lewat implementasi pembelian Solar dan Pertalite bersubsidi untuk kendaraan roda empat melalui QR Code Pertamina.
“Pertamina juga telah melakukan pengendalian distribusi LPG 3 kg bersubsidi dengan menggunakan Merchant Apps Pangkalan (MAP) Pertamina.
Selain itu, sebutnya, Pertamina juga melakukan penguatan sarana dan fasilitas digitalisasi di lebih dari 8.000 SPBU seluruh Indonesia.
“Diharapkan proses digitalisasi ini dapat memantau proses implementasi program subsidi tepat sasaran secara
real-time
dan juga memastikan akses BBM serta LPG bersubsidi bagi masyarakat yang berhak,” jelasnya.
Lebih lanjut, Simon menjelaskan, pencapaian itu merupakan salah satu wujud komitmen Pertamina dalam mengoptimalkan penyaluran BBM bersubsidi.
“Sekaligus Pertamina terhadap pemerintah untuk mengurangi beban anggaran negara,” pungkas Simon.
Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan
environmental, social, and governance
(ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan
-
/data/photo/2024/12/04/675060d0c2364.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Dukung Pertamina Sediakan Energi ke Pelosok Negeri, Pemerintah Bayarkan Dana Kompensasi Triwulan II-2024 Nasional 4 Desember 2024
-

Respons Adik Prabowo soal Istana Belum Bahas Kementerian Penerimaan Negara
Jakarta –
Utusan Khusus Presiden untuk Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo sempat dimintai respons soal istana yang menyatakan belum ada pembahasan Kementerian Penerimaan Negara. Termasuk soal Anggito Abimanyu, yang kini menjabat Wakil Menteri Keuangan, dikabarkan bakal menjadi Menteri Penerimaan Negara.
Pernyataan pihak Istana tersebut disampaikan langsung Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi
“Sampai saat ini tidak ada pembahasan dalam rapat kabinet untuk pembentukan Kementerian atau Badan Penerimaan Negara,” tegas Hasan Nasbi di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).
Lalu Bagaimana respons Hashim? Ditemui di Hotel Raffles Jakarta, Hashim hanya tertawa dan melontarkan kata ‘gimana’. Hashim enggan berkomentar lebih lanjut dan segera bergegas memasuki lift.
“Gimana, gimana?” kata adik Presiden Prabowo Subianto ini sambil tertawa.
Sebagai informasi, informasi pembentukan kementerian baru itu mulanya dilontarkan Hashim saat menghadiri Rapimnas Kadin 2024 di Hotel Mulia, Minggu (1/12) lalu.
Hashim menyebut jabatan Menteri Penerimaan Negara akan ditempati oleh Anggito Abimanyu yang saat ini menjabat Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) III. Kementerian itu akan diberikan wewenang untuk memperbaiki sistem perpajakan, cukai, hingga mengatasi kebocoran-kebocoran anggaran.
“Modal dari perbaikan sistem pajak, perpajakan, sistem cukai kita, ada banyak program-program yang sedang dimulai, akan dimulai untuk menutup kebocoran-kebocoran. Jadi itu nanti ditangani oleh Pak Anggito Abimanyu sebagai Menteri Penerimaan Negara yang baru,” kata Hashim dalam acara Rapimnas Kadin 2024 di Hotel Mulia Jakarta, Minggu (1/12/2024).
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi pun merespons kabar tersebut. Hasan mengklaim sampai saat ini tidak ada satu pun pembahasan dalam rapat kabinet mengenai pembentukan Kementerian Penerimaan Negara.
Hasan menegaskan per hari ini Kementerian Keuangan masih bekerja seperti biasa. Tak ada yang berubah, menteri dan tiga wakil menteri bekerja seperti biasa.
“Sampai saat ini tidak ada pembahasan dalam rapat kabinet untuk pembentukan Kementerian atau Badan Penerimaan Negara,” tegas Hasan Nasbi di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).
Dikonfirmasi lebih rinci soal Wamenkeu Anggito Abimanyu yang diisukan diangkat jadi Menteri Penerimaan Negara, Hasan pun menekankan sejauh ini tak ada pembahasan soal hal tersebut.
“Belum ada pembahasan, tidak ada pemberitahuan dan tidak ada pembahasan apa-apa sejauh ini,” sebut Hasan.
“Yang saya tahu yang ada di Rapat Kabinet, sejauh ini tak ada arahan apa-apa soal itu,” tegasnya melanjutkan.
(hns/hns)
-

Bea Cukai Kudus Musnahkan 5,64 Juta Batang Rokok Ilegal Senilai Rp 7,74 Miliar
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – Pemerintah Kabupaten Kudus bersama Bea Cukai Kudus melakukan pemusnahan barang yang menjadi milik negara berupa barang kena cukai ilegal sebanyak 5,64 juta batang rokok ilegal dengan nilai barang mencapai Rp 7,74 miliar, Rabu (4/12/2024) di halaman Pendopo Kabupaten Kudus.
Dari jumlah barang ilegal dengan berat 9,37 ton tersebut menyebabkan potensi kerugian negara ditaksir mencapai Rp 5,34 miliar.
Meliputi, cukai Rp 4,16 miliar, PPN sebesar Rp 766 juta, dan Pajak Rokok Rp 415,65 juta.
Kepala Kantor Bea Cukai Kudus, Lenni Ika Wahyudiasti menyampaikan, besarnya nilai barang yang dimusnahkan dihitung berdasarkan hasil perkalian antara jumlah batang dengan Harga Jual Eceran (HJE) terendah.
Sedangkan potensi kerugian penerimaan negara dihitung berdasarkan akumulasi dari nilai cukai ditambah dengan nilai PPN dan Pajak Rokok.
Nilai cukai dihitung berdasarkan hasil perkalian tarif cukai terendah hasil tembakau yang bersangkutan dengan jumlah batangnya.
Kata dia, barang yang dimusnahkan dengan cara dibakar dan ditimbun di TPA Tanjungrejo berasal dari 44 kegiatan penindakan di seluruh wilayah eks-Karesidenan Pati.
Meliputi, Jepara, Kudus, Pati, Rembang, dan Blora pada kurun waktu Januari – Juni 2024.
Penindakan dilaksanakan baik secara mandiri oleh Bea Cukai Kudus melalui operasi pasar, maupun melalui operasi bersama Satpol PP dan aparat penegak hukum di masing-masing kabupaten.
Juga penindakan terhadap bangunan yang dijadikan gudang penimbunan atau tempat produksi rokok ilegal, penindakan pada jasa ekspedisi atau jasa pengiriman, serta penindakan terhadap sarana pengangkut yang membawa rokok ilegal.
“Penindakan bangunan paling banyak di Jepara daerah zona merah yaitu Robayan Kecamatan Kalinyamatan. Penindakan sarana pengangkut di lintas sepanjang pantura, ada juga lewat jalur tengah,” terangnya.
Menurut Lenni, kegiatan kali ini bentuk kolaborasi antara Pemkab Kudus dan Bea Cukai Kudus dalam skema pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
Jutaan batang rokok ilegal yang dimusnahkan telah ditetapkan statusnya sebagai Barang yang Menjadi Milik Negara (BMMN) dan telah mendapatkan persetujuan pemusnahan dari Ditjen Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan.
Pada tahun ini, Bea Cukai Kudus telah melakukan empat kali pemusnahan Barang Kena Cukai (BKC) ilegal.
Pertama dilakukan pada 21 Februari 2024 sebanyak 6,42 juta batang rokok ilegal senilai Rp 7,69 miliar dimusnahkan.
Kedua pada 17 Mei 2024 sebanyak 11,25 juta batang rokok ilegal dan 30 Liter Minuman Mengandung Etil Alkohol
(MMEA) senilai Rp 14,14 miliar dimusnahkan.Ketiga pada 21 November 2024 sebanyak 6,09 juta batang rokok ilegal dan 96 Liter MMEA senilai Rp 7,72 miliar dimusnahkan.
Dan keempat sebanyak 5,64 juta batang rokok ilegal dengan nilai barang mencapai Rp 7,74 miliar dimusnahkan.
“Kami masih punya saldo, dalam proses pengajuan persetujuan pemusnahan dari Ditjen Kekayaan Negara. Insya Allah tahun depan awal kolaborasi lagi untuk pemusnahan seluruh barang kena cukai ilegal hasil penindakan dalam kurun waktu tersisa,” tuturnya.
Kegiatan pemusnahan juga diisi dengan sosialisasi sebagai bagian edukasi dan penguatan komitmen bersama dalam sinergi pemberantasan Barang Kena Cukai (BKC) berupa rokok ilegal.
Sepanjang tahun 2023, Bea Cukai Kudus telah melaksanakan penindakan sebanyak 181 kali dan berhasil mengamankan 19,6 juta batang rokok ilegal dan telah dilakukan penyidikan 16 kali dengan jumlah tersangka 18 orang.
Selain itu, 24 kasus dilakukan upaya penegakan hukum melalui proses ultimum remidium atau restorative justice di bidang cukai dengan denda administrasi Rp 1,9 miliar.
Pada tahun ini 2024 dari Januari hingga November, Bea Cukai Kudus telah melakukan 150 kali penindakan, berhasil mengamankan 20,83 juta batang rokok ilegal.
Dalam penanganan perkara, 10 kasus telah naik ke tahap penyidikan, 6 kasus di antaranya telah dinyatakan P-21.
Selain itu juga terdapat 10 perkara yang diselesaikan melalui mekanisme ultimum remidium atau restorative justice di bidang cukai dengan denda administrasi Rp 2,25 miliar.
“Peredaran rokok ilegal tidak hanya mengganggu penerimaan negara dari sektor cukai, turut menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat di masyarakat. Dari data yang dimiliki Bea Cukai Kudus, akibat peredaran rokok ilegal industri rokok yang resmi mengalami kelesuan sehingga
omzetnya menurun dan berdampak pada pengurangan tenaga kerja. Hal ini menimbulkan multiplier effect berupa peningkatan pengangguran dan kemiskinan,” terang Lenni.Lebih lanjut, upaya represif terus dilakukan melalui pemanfaatan DBHCHT, Bea Cukai Kudus beserta seluruh
jajaran Pemerintah Kabupaten se-eks-Karesidenan Pati secara masif melakukan upaya persuasif melalui berbagai kegiatan sosialisasi tatap muka, online, juga melalui media sosial dan media elektronik.“Apresiasi setinggi-tingginya kami sampaikan kepada segenap pimpinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten se-eks-Karesidenan Pati, Forkopimda dan semua pihak yang terlibat. Sinergi dan kolaborasi dengan semua pihak sangat penting,” kata dia.
Lenni mengimbau kepada pelaku usaha tidak menjual dan tidak membeli rokok ilegal. Pengurusan izin untuk menjalankan usaha industri hasil tembakau dapat diperoleh di Kantor Bea dan Cukai tanpa dipungut biaya.
Pj Bupati Kudus, M. Hasan Chabibie diwakili Kepala Satpol PP Kudus, Kholid Seif menyampaikan apresiasi kepada jajaran Bea Cukai Kudus atas kinerja pengawasan dan kinerja pelayanannya sehingga target penerimaan negara terutama penerimaan di bidang cukai di wilayah kerja Bea Cukai Kudus tercapai maksimal.
Kata dia, keberhasilan penghimpunan penerimaan negara di bidang cukai ini berdampak positif pada porsi DBHCHT khususnya yang diterima oleh Pemkab Kudus.
Di mana pentingnya DBHCHT berperan signifikan bagi pembangunan negara, masyarakat, dan daerah. Membantu kesejahteraan masyarakat hingga peningkatan layanan kesehatan dan peningkatan infrastruktur daerah.
Kholid menegaskan peredaran rokok ilegal menggerus pendapatan dan potensi negara di bidang cukai.
Penindakan ini bukti kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum dan masyarakat berjalan optimal. Dalam rangka mewujudkan Kudus jadi contoh daerah yang mendukung pendapatan negara di bidang cukai untuk kesejahteraan masyarakat.
Di mana Kudus sebagai Kota Kretek telah menyumbang penerimaan cukai kepada negara yang dikelola melalui Bea Cukai, Kementerian Keuangan.
Kemudian, sebagian dari dana cukai tersebut dikembalikan ke Kudus dalam bentuk DBHCHT untuk membiayai berbagai program yang bermanfaat.
“Kesadaran dan partisipasi kita semua sangat diperlukan untuk menekan praktik ilegal di bidang cukai,” ujarnya.
Sebagai Kepala Satpol PP, Kholid mengajak masyarakat untuk mengawasi peredaran rokok ilegal di warung – warung kecil yang terletak di perkampungan atau sudut kota.
Biasanya rokok ilegal tanpa cukai resmi disebar di warung – warung pelosok dalam jumlah kecil untuk mengelabuhi petugas.
Namun, market pemasaran mereka luas dan merata, sehingga perlu diantisipasi lebih lanjut dengan pengawasan bersama-sama.
“Yang perlu diantisipasi terkait peredaran rokok ilegal termasuk warung kecil. Sering kali pemilik warung ditawari rokok murah tanpa cukai, jumlahnya tidak banyak, tapi sering dilakukan. Ini yang juga diantisipasi,” tuturnya. (Sam)
-

Kanwil DJP: Realisasi penerimaan pajak di Lampung capai Rp7,18 triliun
sudah mencapai jumlah Rp7,18 triliun dari target Rp9,03 triliun atau realisasi sudah mencapai 79,53 persenBandarlampung (ANTARA) – Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Bengkulu dan Lampung menyatakan bahwa realisasi penerimaan pajak di Provinsi Lampung hingga Oktober 2024 mencapai Rp7,18 triliun.
“Penerimaan pajak sampai dengan 31 Oktober 2024 tumbuh positif sebesar 11,63 persen tahun per tahun, dan sudah mencapai jumlah Rp7,18 triliun dari target Rp9,03 triliun atau realisasi sudah mencapai 79,53 persen,” ujar Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bengkulu dan Lampung Rosmauli di Bandarlampung, Rabu.
Ia mengatakan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) mengalami pertumbuhan 8,26 persen dengan realisasi Rp3 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) telah terealisasi Rp3,8 triliun atau tumbuh 15,70 persen, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) realisasinya Rp140,5 miliar mengalami penurunan 12,32 persen, sedangkan pajak lainnya mencapai Rp137,68 miliar atau tumbuh 12,12 persen dari tahun ke tahun.
Dia menjelaskan pada sektor perpajakan PPN dalam negeri tumbuh 17,94 persen dengan kontribusi penerimaan sebesar 45,85 persen dari total penerimaan karena ada peningkatan aktivitas ekonomi di beberapa sektor.
“Sedangkan untuk PPh Pasal 21 tumbuh 21,23 persen tahun per tahun dengan kontribusi penerimaan sebesar 18,06 persen dari total penerimaan. PPh Badan terkontraksi sebesar 11,13 persen dengan kontribusi penerimaan sebesar 10,31 persen dari total penerimaan karena ada perlambatan industri pengolahan dan manufaktur,” ucap dia.
Kemudian sektor perdagangan besar tumbuh sebesar 36,96 persen dari tahun per tahun dengan kontribusi dari total penerimaan sebesar 36,96 persen, karena ada pertumbuhan sebesar 179,14 persen dari perdagangan kopi, teh dan kakao.
Pewarta: Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024 -

Pemerintah umumkan aturan soal PPN dan insentif 2025 minggu depan
Kan di tahun ini kan ada PPn BM untuk otomotif, kemudian ada PPN DTP untuk perumahan. Nah ini lagi dimatangkan, seminggu lagi nanti kami umumkan untuk tahun depan
Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah berencana mengumumkan sejumlah kebijakan fiskal pada minggu depan, termasuk keputusan mengenai kenaikan PPN dan pemberian insentif kepada para pelaku usaha pada 2025.
“Kan di tahun ini kan ada PPn BM untuk otomotif, kemudian ada PPN DTP untuk perumahan. Nah ini lagi dimatangkan, seminggu lagi nanti kami umumkan untuk tahun depan,” kata Airlangga Hartarto saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta, Selasa (3/12) malam.
Ia menyatakan bahwa juga akan ada sejumlah insentif baru yang diumumkan untuk industri padat karya serta penyesuaian insentif terkait revitalisasi permesinan.
Pemberian insentif tersebut, lanjutnya, bertujuan untuk meningkatkan daya saing para pemain lama dalam industri padat karya nasional agar tidak kalah dengan pelaku industri padat karya baru yang didukung investasi asing.
Ia mengatakan bahwa insentif yang nantinya diberikan berfokus pada penguatan dunia usaha, walaupun tidak menutup akan ada insentif untuk meningkatkan daya beli masyarakat selain bantuan sosial (bansos).
“Daya beli masyarakat kan sudah ada bansos. Jadi, tentu kami akan lihat lagi (apakah perlu ada insentif lain),” imbuhnya.
Pada Selasa (3/12) sore, Airlangga menyelenggarakan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kebijakan dan Insentif Fiskal untuk mendorong Perekonomian dan Menarik Investasi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta.
Rapat tersebut dihadiri oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Fahri Hamzah, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, serta Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo.
Pada rapat Pembahasan Usulan Program Quick Win di Kementerian di Bidang Perekonomian di Jakarta pada 3 November lalu, Airlangga menyampaikan bahwa pihaknya mengusulkan perpanjangan sejumlah insentif pajak pada tahun depan.
Insentif pajak yang diusulkan tersebut diantaranya Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP), Pajak Penjualan Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk Kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KLBB), serta PPN DTP untuk properti.
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024 -

Korsel Siapkan Dana US$7 Miliar, Antisipasi Volatilitas Pasar usai Kisruh Darurat Militer
Bisnis.com, JAKARTA – Regulator keuangan Korea Selatan mengatakan siap untuk memobilisasi dana stabilisasi pasar saham senilai 10 triliun won atau US$7 miliar (setara Rp111,7 triliun).
Dana tersebut disiapkan untuk mengurangi volatilitas pasar di tengah keputusan mengejutkan Presiden Yoon Suk Yeol untuk memberlakukan darurat militer, yang kemudian dicabut.
“Kami siap untuk mengerahkan dana stabilisasi pasar saham senilai 10 triliun won kapan saja dan langkah-langkah stabilisasi pasar lainnya,” kata Kepala Komisi Layanan Keuangan atau Financial Services Commission (FSC) Kim Byoung-hwan dikutip dari Kantor Berita Yonhap pada Rabu (4/12/2024).
Pernyataan Kim dikeluarkan dalam sebuah pertemuan dengan para kepala Layanan Pengawasan Keuangan dan lembaga keuangan milik negara.
Kim mengatakan total dana senilai 40 triliun won juga tersedia untuk stabilisasi pasar obligasi. Dia mengatakan, otoritas akan memantau secara ketat mata uang asing dari perusahaan keuangan lokal dan mengambil langkah-langkah untuk menyuntikkan likuiditas yang cukup ke pasar mata uang jika diperlukan.
Sementara itu, Kementerian Keuangan Korea Selatan mengatakan pasar saham akan dibuka seperti biasa pada Rabu.
Keputusan tersebut dibuat selama pertemuan darurat yang diadakan sebelumnya pada hari itu antara Menteri Keuangan Choi Sang-mok dan pejabat ekonomi dan keuangan teratas, menurut kementerian.
Indeks acuan KOSPI dan pasar KOSDAQ yang sarat dengan perusahaan teknologi dijadwalkan dibuka pada pukul 9 pagi waktu setempat dan ditutup pada pukul 3:30 sore waktu setempat.
Keputusan tersebut muncul saat pasar valuta asing dan pasar saham Korea di luar negeri, yang telah menunjukkan ketidakstabilan setelah pernyataan mengejutkan Yoon, mulai stabil setelah tindakan tersebut dicabut hanya beberapa jam kemudian, kata Kementerian.
Menteri Keuangan Choi Sang-mok meyakinkan para investor, dengan berjanji bahwa pemerintah akan mengambil setiap langkah yang mungkin untuk menstabilkan pasar keuangan dan valuta asing, termasuk menyediakan likuiditas tanpa batas jika diperlukan.
Kementerian Keuangan juga menekankan komitmennya terhadap stabilitas pasar, dengan menyatakan bahwa sistem pemantauan di seluruh pemerintah telah diberlakukan untuk mengamati secara ketat kondisi pasar keuangan.
-

Rakyat Siap-Siap Kecewa, Kenaikan PPN 12% Sulit Ditunda!
Jakarta, CNBC Indonesia – Berbagai indikator ekonomi dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2025 ternyata telah memasukkan perhitungan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% pada Januari 2025.
Pertimbangan itu didasari atas ketetapan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mengamantlan tarif PPN mulai naik maksimal pada Januari 2025 menjadi 12% dari sebelumnya pada 2022 di level 11%, dan sebelum itu 10%.
“Asumsi tax ratio yang disetujui di Undang-Undang APBN kita itu sudah 12%. Karena memang Undang-Undang APBN yang diketok untuk tahun anggaran 2025 tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang HPP. Kan itu dasarnya,” kata Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Sebagaimana diketahui, dalam UU APBN 2025 target tax ratio atau rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi sebesar 10,24%, dengan target penerimaan perpajakan sendiri senilai Rp 2.490,9 triliun, terdiri dari target penerimaan pajak Rp 2.189,3 triliun dan penerimaan bea cukai Rp 301,6 triliun.
Oleh sebab itu, politiku Partai Gerindra itu mengatakan, bila PPN 12% ditunda oleh pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-Undang (Perpu) atau melakukan penurunan tarif dengan menerbitkan peraturan pemerintah (PP) tersendiri, penerimaan pajak 2025 berpotensi besar meleset dari target atau shorfall.
“Kita juga tahu ada program quick win, kemarin pemerintah juga sudah memberikan satu kebijakan terhadap buruh, guru, itu kan sumbernya semuanya dari APBN. Mau tidak mau kita harus memperkuat sumber pendapatan negara,” ucapnya.
Lagipula pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan hingga kini belum mengagendakan rapat konsultasi dengan Komisi XI untuk membahas penundaan PPN 12% dengan mempertimbangkan tekanan daya beli masyarakat maupun penolakan dari berbagai kalangan warga negara Indonesia. Padahal, DPR sudah reses mulai sekitar 6 Desember 2024 sampai 16 Januari 2025.
Sedangkan dalam Pasal 7 ayat 4 UU HPP menyebutkan perubahan tarif PPN yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah harus ditetapkan setelah disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
“Dan belum ada pembicaraan formal. Kita sudah reses kan minggu depan,” tegas Kamrussamad.
Sementara itu, pemerintah juga sebetulnya memberikan sinyal tak akan mengadakan pertemuan formal dengan DPR pada pekan ini. Sebab, mereka memilih untuk melakukan pengumuman soal PPN 12% pekan depan beriringan dengan rencana pengumuman pemberian berbagai kebijakan insentfi fiskal baru untuk sektor industri padat karya.
“Nanti diumumkan minggu depan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat ditemui di kantornya, Jakarta, dikutip Selasa (3/12/2024).
Airlangga mengatakan, sebelum pengumuman, pemerintah akan melakukan berbagai simulasi. Selain itu, akan ada rapat terbatas atau ratas dengan Presiden Prabowo Subianto. Namun, Airlangga enggan berbicara lebih jauh apakah pengumuman itu langsung disampaikan Presiden Prabowo atau tidak.
“Disimulasikan dulu. Ya nanti kita laporkan sesudah rapatnya selesai,” ucap Airlangga.
(arj/haa)
-

Pemerintah Tak Kunjung Bertemu DPR Bahas Penundaan PPN 12%
Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah atau Kementerian Keuangan tak kunjung mengadakan pertemuan dengan Komisi XI DPR untuk membahas penundaan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% pada Januari 2025.
Sebagaimana diketahui, tarif PPN 12% sudah menjadi amanat Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Maka, bila pemerintah ingin menunda kenaikannya mempertimbangkan tekanan daya beli dan penolakan berbagai kalangan masyarakat, salah satu opsi yang tersedia menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu).
Sebelum menerbitkan Perpu tersebut, pemerintah harus menggelar rapat konsultasi terlebih dahulu dengan DPR, termasuk bila pemerintah ingin mengambil opsi lainnya, yakni mengubah tarifnya hanya dengan Peraturan Pemerintah (PP) tanpa menerbitkan Perppu.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Gerindra Kamrussamad mengatakan, meski berbagai opsi itu terbuka lebar, namun hingga kini pemerintah belum mengajukan rapat konsultasi dengan Komisi XI DPR. Padahal, DPR mulai melaksanakan reses mulai sekitar 6 Desember 2024 sampai dengan 16 Januari 2025.
“Belum ada pembicaraan formal. Kita udah reses kan minggu depan,” kata Kamrussamad saat ditemui di kawasan Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, dikutip Rabu (4/12/2024).
Kamrussamad menduga pemerintah memang mengambil sikap untuk tetap melaksanakan amanat UU HPP tersebut. Apalagi, UU itu telah diberlakukan sejak 2021 silam dan disepakati oleh pemerintah maupun mayoritas fraksi di Komisi XI DPR. Sebagaimana diketahui, hanya Fraksi PKS yang menolak UU HPP termasuk PPN jadi 12%.
“Karena Komisi XI yang menyusun Undang-Undang HPP, panjanya dipimpin oleh partai penguasa waktu itu, maka standing posisinya jelas sesuai dengan undang-undang sekarang ini,” ucap Kamrussamad.
Meski begitu, Kamrussamad mengakui pemerintah bisa saja mengadakan pertemuan dengan Komisi XI DPR saat masa reses atas seizin pimpinan DPR. Namun, lagi-lagi, ia menekankan bahwa hingga kini pemerintah belum ada mengajak DPR untuk berbicara terkait penundaan kenaikan tarif PPN.
“Belum pernah sih, karena saya kira kita konsisten sesuai dengan Undang-Undang HPP,” ucapnya.
Pemerintah juga sebetulnya memberikan sinyal tak akan mengadakan pertemuan formal dengan DPR pada pekan ini. Sebab, mereka memilih untuk melakukan pengumuman soal PPN 12% pekan depan beriringan dengan rencana pengumuman pemberian berbagai kebijakan insentfi fiskal baru untuk sektor industri padat karya.
“Nanti diumumkan minggu depan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat ditemui di kantornya, Jakarta, dikutip Selasa (3/12/2024).
Airlangga mengatakan, sebelum pengumuman, pemerintah akan melakukan berbagai simulasi. Selain itu, akan ada rapat terbatas atau ratas dengan Presiden Prabowo Subianto. Namun, Airlangga enggan berbicara lebih jauh apakah pengumuman itu langsung disampaikan Presiden Prabowo atau tidak.
“Disimulasikan dulu. Ya nanti kita laporkan sesudah rapatnya selesai,” ucap Airlangga.
(arj/haa)

