Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • Airlangga Tegaskan Tidak Ada PPN untuk E-Tol dan QRIS

    Airlangga Tegaskan Tidak Ada PPN untuk E-Tol dan QRIS

    Tangerang, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, pemerintah tidak akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk transaksi elektronik, seperti e-tol atau Quick Response Indonesian Standard (QRIS).

    Hal ini disampaikan Airlangga Hartarto saat menghadiri peluncuran “Every Price is Cheap Sale (EPIC Sale)” yang diadakan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) berkolaborasi dengan Kementerian Perdagangan di Tangerang.

    “Jadi transportasi itu tanpa PPN. Jadi yang namanya (transaksi) e-tol dan kawan-kawannya tidak ada PPN, jadi jangan diolah-olah (goreng),” kata Airlangga Hartarto di lokasi acara, Minggu (22/12/2024).

    Dia menipis isu yang berkembang transaksi pembiayaan dengan sistem elektronik, seperti QRIS akan ikut terkena penyesuain PPN pada awal Januari 2025. “Hari ini ramai QRIS. Itu juga tidak dikenakan PPN. Jadi QRIS tidak ada PPN, sama seperti debit card transaksi yang lain,” kata dia.

    Selain itu, dia menyampaikan untuk pembelian kendaraan listrik, tidak ada kenaikan PPN dan masih tetap sebesar 11%. Bahkan, bagi masyarakat yang menggunakan daya listrik di bawah 2.200 watt akan diberikan subsidi atau diskon oleh pemerintah sebesar 50% pada Januari sampai Februari 2025.

    Kemudian untuk pembelian perumahan seharga Rp 2 milar, PPN ditanggung pemerintah. Sedangkan untuk pembelian rumah seharga Rp 5 milar, mendapat potongan Rp 1 miliar. “Itu bukti pemerintah memperhatikan apa yang dibeli masyarakat,” tandas Airlangga.

    Sebelumnya beredar kabar transaksi uang elektronik menjadi objek pajak yang dikenakan tarif PPN 12% mulai 1 Januari 2025. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun memberikan klarifikasi. 

    “Perlu kami tegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984, artinya bukan objek pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti dikutip dari Antara, Jumat (20/12/2024).

    UU PPN telah diperbarui dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam UU HPP, layanan uang elektronik tidak termasuk objek yang dibebaskan dari PPN. Artinya, ketika PPN naik menjadi 12% nanti, tarif tersebut juga berlaku untuk transaksi uang elektronik.

  • Segini Hitung-hitungan Dampak Kenaikan PPN 12% ke Ekonomi RI

    Segini Hitung-hitungan Dampak Kenaikan PPN 12% ke Ekonomi RI

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membeberkan dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025. Kebijakan itu dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun depan akan tetap dijaga sesuai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yakni sebesar 5,2%.

    “Pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5%. Dampak kenaikan PPN ke 12% terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan. Pertumbuhan ekonomi 2025 akan tetap dijaga sesuai target APBN sebesar 5,2%,” ujar Febrio dalam pernyataan resmi, Minggu (22/12/2024).

    Selain itu, Febrio menyebut inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di 1,5%-3,5%. Berdasarkan hitungannya, dampak kenaikan PPN 12% hanya menambah 0,2% terhadap inflasi.

    “Inflasi saat ini rendah di 1,6%. Dampak kenaikan PPN ke 12% adalah 0,2%,” ucapnya.

    Adanya paket stimulus seperti bantuan pangan; diskon listrik; pembebasan PPN rumah, pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) selama satu tahun bagi buruh, pabrik tekstil, pakaian, alas kaki dan lainnya akan menjadi bantalan bagi masyarakat.

    Sebagai informasi, per 1 Januari 2025 masyarakat Indonesia akan menghadapi kenaikan PPN menjadi 12%. Pemerintah memastikan ini tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa.

    Kelompok barang yang dibebaskan dari PPN adalah sembako meliputi beras, daging, telur hingga ikan dan susu. Begitu juga dengan jasa pendidikan, kesehatan, keuangan, tenaga kerja, asuransi serta air.

    Sementara untuk tepung terigu, minyak goreng dan gula industri hanya akan dikenakan PPN sebesar 11%. Sebesar 1%-nya akan ditanggung pemerintah selama satu tahun.

    (aid/rrd)

  • E-Money dan QRIS Kena PPN 12 Persen, Ini Hitungannya – Halaman all

    E-Money dan QRIS Kena PPN 12 Persen, Ini Hitungannya – Halaman all

     

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Uang elektronik, dompet digital (e-wallet), dan transaksi pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) akan terkena kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.

    Untuk uang elektronik dan e-wallet, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menjelaskan bahwa jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini telah dikenakan PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

    Namun, yang menjadi dasar pengenaan pajaknya bukan nilai pengisian uang (top up), saldo (balance), atau nilai transaksi jual beli.

    Dasar pengenaan PPN 12 persen adalah pada jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital tersebut.

    “Artinya, jasa layanan uang elektronik dan dompet digital bukan merupakan objek pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti dikutip dari keterangan tertulis pada Minggu (22/12/2024).

    Ia pun mencontohkan ilustrasi pengenaan PPN 12 persen pada jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital.

    (1) Zain mengisi ulang (top up) uang elektronik sebesar Rp 1.000.000. Biaya top up misalnya Rp 1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut:

    11 persen x Rp 1.500 = Rp 165.

    Dengan kenaikan PPN 12%, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut:

    12% x Rp 1.500 = Rp180.

    Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1% hanya Rp 15.

    (2) Slamet mengisi dompet digital atau e-wallet sebesar Rp 500.000. Biaya pengisian dompet digital atau e-wallet misalnya Rp 1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut:

    11% x Rp1.500 = Rp165.

    Dengan kenaikan PPN 12%, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut:

    12% x Rp1.500 = Rp180.

    “Artinya, berapapun jumlah nominal transaksi sepanjang jasa layanan yang dibebankan oleh provider tidak mengalami perubahan, maka jumlah PPN yang dibayar akan tetap sama,” ujar Dwi.

    QRIS Kena PPN

    Transaksi pembayaran melalui QRIS merupakan bagian dari Jasa Sistem Pembayaran.

    Pengenaan PPN ini atas penyerahan jasa sistem pembayaran oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) kepada para merchant terutang PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

    Artinya, menurut Dwi, penyelenggaraan jasa sistem pembayaran bukan merupakan objek pajak baru.

    PPN 12 persen akan dipungut oleh PJSP dari pemilik merchant atau si pedagang.

    “Yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant,” ucap Dwi.  

  • Belanja Pakaian dan Kosmetik di Mall Akan Kena PPN 12 persen

    Belanja Pakaian dan Kosmetik di Mall Akan Kena PPN 12 persen

    JABAREKSPRES – Mulai tahun depan, masyarakat yang ingin belanja Kosmetik dan Pakaian di Mall atau pusat perbelanjaan harus mengeluarkan uang ekstra. Sebab, pemberlakuan PPN 12 persen akan mulai dilakukan pada 1 Januari 2025 nanti.

    Pemerintah akan mengenakan PPN 12 persen untuk barang seperti kosmetik dan pakaian yang dijual di pusat perbelanjaan atau Mall.

    BACA JUGA: PLN Berikan Diskon 50 Persen untuk Pelanggan Listrik, Ini Penjelasannya!

    Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menuturkan, sebetulnya pemerintah sudah menjelaskan nama-nama barang yang akan dikenakan PPN 12 persen.

    ‘’Pemerintah juga sudah mengumumkan kebijakan stumulus berupa insentif untuk membantu masyarakat,’’ ujar Susiwijono kepada wartawan belum lama ini.

    Menurutnya, barang-barang yang dijual di pusat perbelanjaan atau Mall sudah dipastikan akan dikenakan PPN 12 persen.

    BACA JUGA: Begini Cara Dapat Diskon Listrik PLN 50 Persen untuk Pelanggan 450 VA sampai 2200 VA

    Selain itu, produk jasa layanan digital seperti Netflix, Spotify atau TV berlangganan lainnya juga akan kenaikan tarif pajak pertabahan nilai yang baru.

    Meski begitu, untuk sebagian barang pangan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat, layanan strategis seperti kesehatan, pendidikan tidak akan dikenakan tarif PPN.

    Untuk memberikan pengetahuan kepda masyarakat, pihaknya akan segera mengeluarkan rincian barang yang akan dikenakan PPN 12 persen.

    BACA JUGA: 16 Juta Keluarga Dapat Bantuan Beras 20 Kg Diawal Tahun!

    ‘’Ini aturannya dan jenis barangnnya sedang disusun oleh kementerian keuangan,’’ ujar Susiwijono.

    Selain pakaian dan kosmetik barang lainnya yang akan dikenakan kenaikan PPN adalah barang yang sifatnya premiun.

    Di anataranya lobster, beras premium, pendidikan internasional, dan layanan kesehatan VIP. Namun untuk detailnya nanti akan tunggu pengemuman dari Kementerian PMK.

    BACA JUGA: Pajak PPh 21 Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp 10 Juta Ditanggung Pemerintah

    Kendati begitu, keterangan ini berbeda dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi.

    Menurut Arief, jenis beras premiun tidak akan kena kenaikan PPN sebesar 12 persen. Sebab, beras termasuk ke dalam jenis komoditas strategis.

    “Kan beras nggak masuk PPN sama sekali. Nggak, nggak, beras premium juga nggak,” kata Arief,

  • Berbeda dengan Indonesia, Vietnam Justru Pangkas Jumlah Kementerian dan Alihkan Anggaran Pejabat untuk Pembangunan

    Berbeda dengan Indonesia, Vietnam Justru Pangkas Jumlah Kementerian dan Alihkan Anggaran Pejabat untuk Pembangunan

    Fajar.co.id, Vietnam — Berbeda dengan Indonesia yang pada periode kali ini menghadirkan kabinet gemuk dengan gaji pejabatnya dinilai tak bersesuaian dengan kondisi keuangan negara yang terus melemah. Vietnam, salah satu tetangga dekat Indonesia justru memangkas kementerian untuk menghemat keuangan dan merampingkan birokrasi.

    Sebagaimana diberitakan Bloomberg pada Senin (16/12/2024), Negara Vietnam akan mengalihkan anggaran gaji para pejabat ke proyek pembangunan.

    Reformasi birokrasi Vietnam yang diklaim paling berani ini akan menghilangkan setidaknya 15-20 persen unit kementerian dan/atau lembaga negara. Jumlah pegawai negeri pun bakal dikurangi.

    Rencana ini muncul beberapa hari setelah negara itu mengesahkan draft aturan perpanjangan pengurangan pajak PPN, dari mulanya 10 persen menjadi 8 persen.

    Lima kementerian, empat lembaga pemerintah, dan lima saluran TV negara Vietnam termasuk badan-badannya akan dibubarkan, dikutip dari Reuters

    Menariknya lagi, negara itu juga akan menggabungkan beberapa kementerian.

    Direncanakan akan dipangkas dari 30 menjadi 21 Kementerian dalam program yang digambarkan sebagai “reformasi kelembagaan”.

    Jika reformasi tersebut selesai pada April 2025, Vietnam hanya memiliki 13 kementerian, empat lembaga setingkat menteri, dan empat badan pemerintah tambahan.

    Pemerintah Vietnam akan menggabungkan Kementerian Keuangan dengan Kementerian Perencanaan dan Investasi.

    2 kementerian itu akan dilebur menjadi Kementerian Keuangan dan Perencanaan Nasional.

    Kementerian Transportasi akan digabung dengan Kementerian Konstruksi, kemudian Kementerian Tenaga Kerja, Penyandang Disabilitas, dan Sosial akan dilebur menjadi Kementerian Dalam Negeri

  • Sritex Rumahkan 3 Ribu Karyawan, Wamenaker Noel Minta Tak Ada PHK: Hak Buruh Harus Tetap Dipenuhi – Halaman all

    Sritex Rumahkan 3 Ribu Karyawan, Wamenaker Noel Minta Tak Ada PHK: Hak Buruh Harus Tetap Dipenuhi – Halaman all

     

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan meminta PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tengah kondisi perusahaan sedang dalam pailit.

    Noel menyatakan Kemnaker terus memantau dan menaruh perhatian terhadap nasib 50 ribu buruh Sritex.

    Hal itu menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi Sritex terkait putusan pailit yang dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga Semarang.

    Noel, sapaan akrab Immanuel, menyatakan bahwa Kemnaker menghormati putusan MA sekaligus menghormati upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang rencananya akan diajukan oleh Sritex.

    Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak berharap terjadinya PHK di perusahaan mana pun.

    “Presiden Prabowo sering berpesan agar sebisa mungkin menghindari terjadinya PHK di perusahaan. Begitu pun kami tidak ingin ada PHK. Posisi kami jelas, yaitu melindungi hak-hak pekerja,” kata Noel dikutip dari keterangan tertulis pada Minggu (22/12/2024).

    Noel menyebut bahwa perusahaan yang dinyatakan pailit tetap memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak pekerja sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

    Pemenuhan hak pekerja dinilai perlu menjadi prioritas utama dalam upaya melindungi kesejahteraan pekerja yang terdampak langsung dari situasi tersebut.

    “Kami memahami situasi sulit yang dihadapi perusahaan, namun hal itu tidak boleh mengurangi kewajiban mereka terhadap pekerja,” ujar Noel.

    “Hak-hak buruh, seperti pembayaran pesangon, upah tertunda, dan program jaminan sosial, harus tetap dipenuhi,” sambungnya.

    Pemerintah disebut akan bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk manajemen Sritex dan pemerintah daerah, untuk memastikan hak-hak pekerja terlindungi secara maksimal.

    Noel pun mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk mengedepankan dialog konstruktif dan solusi terbaik demi kesejahteraan pekerja.

    “Kita semua memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak-hak buruh dan memberikan mereka harapan di tengah situasi sulit,” tutur Noel.

    “Pemerintah akan terus hadir untuk memastikan hak pekerja tetap menjadi prioritas utama,” pungkasnya.

    Terakhir, Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan bahwa hingga saat ini sudah ada 3 ribu karyawan yang dirumahkan menyusul status pailit.

    Ribuan karyawan yang dirumahkan itu seiring dengan langkah manajemen me-review sejauh mana Perusahaan dapat bertahan.

    Menperin Sebut Produksi Sritex Harus Tetap Jalan 

    Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pemerintah akan terus menjaga agar Sritex tetap berproduksi.

    “Pemerintah ingin memastikan dan akan terus berupaya agar going concern-nya tetap dijaga. Artinya pabrik masih tetap harus berjalan, tetap produksi. Ini penting agar perusahaan masih bisa tetap mengirim produk-produknya sesuai dengan pesanan dalam kontrak yang sudah ditandatangani khususnya kontrak-kontrak yang berasal dari luar negeri,” tutur Agus di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (20/12/2024).

    Dengan menjaga produksi Sritex, pemerintah ingin perusahaan mengamankan suplai ke perusahaan client agar marketnya tidak diambil pemain lain.

    “Kita tidak inginkan barang-barang yang selama ini di ekspor oleh Sritex nanti diisi oleh negara lain. Itu yang kita tidak mau, sebab itu going concern yang sangat penting, bahwa pabrik masih harus tetap berjalan,” jelas Menperin.

    Menperin menambahkan, pemerintah tidak ingin dengan berhentinya produksi Sritex dapat menyebabkan penghentian hubungan kerja dengan karyawan.

    “Kita ingin memastikan PHK itu tidak terjadi di Sritex. Ini semua berkaitan dengan hajat hidup dari banyak pihak, khususnya para pekerja yang ada di Sritex,” ucap Agus.

    Pemerintah sendiri akan melakukan berbagai langkah untuk menangani Sritex. Menperin AGK sendiri sudah berkomunikasi dengan berbagai pihak.

    “Saya sendiri hari ini sudah berkomunikasi dengan pihak Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, mudah-mudahan bisa kita lakukan minggu depan sebelum kita masuk ke tahun baru untuk mengundang kurator yang sudah ditunjuk,” terangnya.

    Nantinya kurator tersebut akan menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menangani masalah Pailit Sritex.

    Sritex Ajukan PK

    Sritex melakukan konsolidasi internal dan memutuskan untuk melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) setelah permohonan kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA).

    Permohonan kasasi mereka ajukan sebagai sikap keberatan atas putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Niaga Semarang.

    “Upaya hukum ini kami tempuh agar kami dapat menjaga keberlangsungan usaha dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi 50 ribu karyawan yang telah bekerja bersama-sama kami selama puluhan tahun,” kata Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto dikutip dari keterangan tertulis pada Jumat ini.

    “Langkah hukum ini kami tempuh tidak semata untuk kepentingan perusahaan, tetapi membawa serta aspirasi seluruh keluarga besar Sritex,” lanjutnya.

    Sebagaimana diketahui, putusan penolakan kasasi dengan Nomor Perkara : 1345 K/PDT.SUS-PAILIT 2024 tersebut telah dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Agung Hamdi dan dua anggota yakni Hakim Agung Nani Indrawati dan Lucas Prakoso pada Rabu, 18 Desember 2024.

    Selama proses pengajuan kasasi ke MA, ia mengatakan Sritex telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan usahanya, dan tidak melakukan PHK, sebagaimana pesan disampaikan pemerintah.

    Ia menyebut Sritex berupaya semaksimal mungkin menjaga situasi perusahaan tetap kondusif di tengah berbagai keterbatasan gerak akibat status pailit yang menimpa.

    Iwan mengungkap bahwa upaya yang mereka lakukan tidak mudah karena berkejaran dengan waktu dan keterbatasan sumber daya.

    “Pilihan untuk menempuh upaya hukum lanjutan berupa PK kami lakukan agar keluarga besar Sritex tetap dapat bekerja, bertahan hidup, dan menghidupi keluarganya di tengah situasi perekonomian yang sedang sulit,” ujar Iwan.

    Ia pun berharap pemerintah memberikan keadilan hukum yang mempertimbangkan kemanusiaan, dengan mendukung upaya Sritex untuk tetap dapat melanjutkan kegiatan usaha dan berkontribusi pada kemajuan industri tekstil nasional.

    MA Tolak Kasasi

    Sebelumnya, perjalanan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan perusahaan-perusahaan terkait dalam Grup Sritex, yaitu PT Sinat Panjta Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, untuk menghindari status pailit akhirnya menemui jalan buntu.

    Hal ini terjadi setelah Mahkamah Agung (MA) menolak upaya kasasi yang diajukan oleh Grup Sritex terhadap putusan pembatalan pengesahan perdamaian (homologasi) yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Semarang.

    Kasasi yang diajukan oleh Grup Sritex, yang diwakili oleh tim kuasa hukumnya, Aji Wijaya & Co, bertujuan untuk membatalkan putusan pailit yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang.

    Putusan tersebut merujuk pada pembatalan homologasi no.2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg jo. no.12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg.

    Namun pada 18 Desember 2024, Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak kasasi tersebut melalui Putusan No. 1345 K/Pdt. Sus-Pailit/2024, yang kini telah berkekuatan hukum tetap.

    “Amar putusan: tolak,” bunyi putusan yang dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung, Kamis (19/12/2024).

    Putusan kasasi ini mempertegas keputusan Pengadilan Niaga Semarang sebelumnya, yang menguatkan status kepailitan bagi Grup Sritex.

    Dengan demikian, perusahaan-perusahaan dalam Grup Sritex kini harus menghadapi proses hukum yang lebih lanjut seiring dengan status pailit yang sudah tidak dapat dibatalkan lagi.

  • Cara Hitung PPN 12 Persen Ala Ditjen Pajak

    Cara Hitung PPN 12 Persen Ala Ditjen Pajak

    Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan ilustrasi sederhana mengenai cara menghitung pajak pertambahan nilai (PPN) dengan tarif baru sebesar 12 persen, yang akan berlaku mulai 2025.
     
    Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, kenaikan tarif ini hanya akan menambah harga barang atau jasa sebesar 0,9 persen.
     
    Dwi menjelaskan, jika seseorang membeli barang dengan harga pokok Rp5 juta dan tarif PPN yang berlaku adalah 11 persen, maka PPN yang harus dibayar adalah Rp550 ribu. Dengan demikian, total harga yang dibayar konsumen adalah Rp5,550 juta.
    Namun, jika tarif PPN naik menjadi 12 persen, maka PPN yang perlu dibayarkan untuk barang dengan harga pokok Rp5 juta menjadi Rp600 ribu. Total harga yang dibayarkan konsumen pun meningkat menjadi Rp5,6 juta.
     
    Baca juga: Kenaikan PPN 12%, Bukan Naik 1% Tapi 9%? Begini Penjelasan Jerome Polin
     
    “Selisih harga dari Rp5,550 juta menjadi Rp5,6 juta itu menunjukkan kenaikan hanya 0,9 persen akibat perubahan tarif PPN,” jelas Dwi dalam keterangan resminya, Sabtu 21 Desember 2024.

    Dampak pada Konsumen Minimal

    DJP memastikan bahwa kenaikan tarif PPN ini tidak akan berdampak besar pada daya beli masyarakat. Berdasarkan hitungan pemerintah, dampak kenaikan PPN terhadap inflasi hanya sebesar 0,2 persen.
     
    Dwi juga menekankan bahwa penyesuaian tarif ini merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat penerimaan negara. Kenaikan tarif ini akan memberikan tambahan penerimaan PPN sekitar Rp75,29 triliun, yang akan digunakan untuk mendukung program pembangunan nasional.
     
    “Potensi penerimaan PPN (PPN DN dan PPN Impor) dari penyesuaian tarif 11 persen menjadi 12 persen ini mencapai Rp75,29 triliun,” ujar Dwi.
     
    DJP berharap masyarakat dapat lebih memahami bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen tidak akan membebani konsumen secara signifikan. Negara pun mendapat tambahan pendapatan puluhan triliun rupiah.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • Bayar Pakai QRIS Kena PPN 12%, Ini Penjelasan dan Hitungan Lengkapnya

    Bayar Pakai QRIS Kena PPN 12%, Ini Penjelasan dan Hitungan Lengkapnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Masyarakat Indonesia siap-siap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. 

    Mulanya, pemerintah menyebut hanya barang-barang mewah yang terdampak PPN 12%. Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) lalu menjelaskan bahwa semua barang yang selama ini dikenakan PPN 11% akan naik menjadi 12% tahun depan. 

    Salah satu yang dikenai PPN 12% adalah transaksi uang elektronik dan dompet digital (e-wallet). Hal ini sudah dikonfirmasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu.

    Pasalnya, jasa atas transaksi uang elektronik dan e-wallet sudah lama tercakup sebagai barang dan jasa kena pajak, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

    Saat tarif PPN masih 11% sejak 1 April 2022 hingga kini, jasa transaksi uang elektronik dan e-wallet sudah menjadi objek pajak. Artinya, jasa transaksi itu bukan barang baru yang dikenakan tarif pajak saat PPN menjadi 12% per 1 Januari 2025.

    “Jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini telah dikenakan PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022,” dikutip dari keterangan tertulis Ditjen Pajak bernomor KT-03/2024, Sabtu (21/12/2024).

    Namun, yang menjadi dasar pengenaan pajak bukan nilai pengisian uang (top up), saldo (balance), atau nilai transaksi jual-beli. Adapun pengenaan pajaknya dilakukan atas jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital tersebut.

    Mengutip situs Kementerian Keuangan, PPN atau value added tax (VAT) dikenal juga dengan istilah goods and services tax (GST). PPN adalah pajak tidak langsung yang disetor oleh pihak lain atau pedagang yang bukan penanggung pajak.

    Dengan kata lain, konsumen akhir sebagai penanggung pajak tidak menyetorkan langsung pajak yang ditanggungnya. Untuk memahami besaran kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% terhadap biaya transaksi di dompet digital ataupun e-wallet, termasuk pembayaran dengan QRIS, berikut ini simulasi yang telah dibuat oleh Ditjen Pajak:

    a) Zain mengisi ulang (top up) uang elektronik sebesar Rp1.000.000. Biaya top up misalnya Rp1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut:

    11% x Rp1.500 = Rp165.

    Dengan kenaikan PPN 12%, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut:

    12% x Rp1.500 = Rp180.

    Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1% hanya Rp15.

    b) Slamet mengisi dompet digital atau e-wallet sebesar Rp500.000. Biaya pengisian dompet digital atau e-wallet misalnya Rp1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut:

    11% x Rp1.500 = Rp165.

    Dengan kenaikan PPN 12%, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut:

    12% x Rp1.500 = Rp180

    Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1% hanya Rp15.

    “Artinya, berapapun jumlah nominal transaksi sepanjang jasa layanan yang dibebankan oleh provider tidak mengalami perubahan, maka jumlah PPN yang dibayar akan tetap sama,” kata Ditjen Pajak.

    (fab/fab)

  • Daftar Barang yang Bebas PPN pada 2025

    Daftar Barang yang Bebas PPN pada 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mengungkap terdapat sejumlah barang dan jasa yang diberikan fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) alias PPN dengan tarif 0% pada awal Januari 2025.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti menjelaskan bahwa pembebasan PPN atau PPN dengan tarif 0% itu diperuntukkan untuk barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat.

    Dwi menyampaikan bahwa barang dan jasa yang terkena bebas PPN di antaranya merupakan barang kebutuhan pokok. Rinciannya, seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Sementara itu, untuk jasa dengan tarif PPN 0% adalah jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, dan jasa keuangan.

    Kemudian, juga termasuk jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja, serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum.

    “Barang lainnya [yang dibebaskan PPN] misalnya buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami [rumah susun sederhana milik], listrik, dan air minum dan berbagai insentif PPN lainnya yang secara keseluruhan diperkirakan sebesar Rp265,6 triliun untuk 2025,” jelas Dwi dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/12/2024).

    Di sisi lain, Dwi menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada awal 2025 berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%. Kecuali, beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak, yaitu minyak goreng curah Minyakita, tepung terigu, dan gula industri.

    Adapun untuk ketiga jenis barang tersebut, tambahan PPN sebesar 1% akan ditanggung oleh pemerintah (DTP). “Sehingga penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut,” tutupnya.

    Terkait minyak goreng Minyakita, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebelumnya memastikan minyak goreng rakyat alias Minyakita tidak terkena kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN 12% pada 2025.

    Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag Fajarini Puntodewi mengatakan bahwa PPN untuk Minyakita tidak mengalami perubahan, atau masih dipatok 11% pada tahun depan. Begitu pula dengan pengenaan PPN untuk tepung terigu.

    Dewi menjelaskan hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan dan ketersediaan bahan pokok, sehingga bahan pokok yang sebelumnya tidak terkena PPN, ke depan juga tidak terkena PPN.

    “Bahan pokok yang sebelumnya terkena PPN seperti minyak goreng Minyakita dan tepung terigu, ke depan tidak akan terkena kenaikan PPN. Kedua komoditi ini dikenakan PPN seperti saat ini sebesar 11%,” kata Dewi kepada Bisnis, Kamis (19/12/2024).

    Dewi menjelaskan bahwa pengaturan lebih lanjut masih dalam proses. “Tentunya memperhatikan asas kehati-hatian dan kepentingan yang lebih luas agar tepat sasaran dan manfaat,” tandasnya.

  • Jelang PPN 12% Berlaku, DJP Belum Rilis Daftar Barang Mewah Kena Pajak

    Jelang PPN 12% Berlaku, DJP Belum Rilis Daftar Barang Mewah Kena Pajak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah mewacanakan mengeluarkan sejumlah barang kebutuhan pokok hingga jasa kesehatan dan pendidikan yang tergolong premium dari daftar barang dan jasa yang dibebaskan dari pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN).

    Barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan premium itu rencananya akan tetap dikenakan tarif PPN 12% per 1 Januari 2025, sesuai amanat Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sebelumnya saat tarif PPN masih 11% seperti sampai saat ini, tak dikenal istilah premium tersebut.

    Meski demikian, pemerintah hingga kini belum mampu mengeluarkan daftar barang mewah yang akan menjadi objek pajak yang dipungut PPN tersebut. Padahal, 1 Januari 2025 tinggal 10 hari lagi jika dihitung dari Sabtu (21/12/2024).

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan hingga kini pemerintah masih membahas kriteria atau batasan barang maupun jasa yang patut disebut premium atau barang mewah yang dikonsumsi kelompok masyarakat sangat mampu.

    “Kementerian Keuangan akan membahas kriteria atau batasan barang/jasa tersebut secara hati-hati dengan pihak-pihak terkait agar pengenaan PPN atas barang/jasa tertentu dengan batasan di atas harga tertentu dapat dilakukan secara tepat sasaran, yaitu hanya dikenakan terhadap kelompok masyarakat sangat mampu,” dikutip dari keterangan tertulis Ditjen Pajak Nomor KT-03/2024, dikutip Sabtu (21/12/2024).

    Karena daftar barang mewah kena PPN 12% itu hingga kini pun belum ada Ditjen Pajak menegaskan, seluruh barang kebutuhan pokok dan jasa kesehatan atau pendidikan akan tetap bebas PPN pada 1 Januari 2025 sampai diterbitkannya peraturan terkait.

    Sebagaimana diketahui, saat tarif PPN naik dari 10% menjadi 11% pada April 2022, pemerintah mengecualikan sejumlah barang dan jasa yang tidak akan dipungut PPN atau PPN dengan tarif 0%.

    Dengan demikian daftar barang dan jasa tersebut masih berlaku ketika tarif PPN menjadi 12% 1 Januari 2025, jika pemerintah tidak menerbitkan aturan baru.

    Barang dan jasa tersebut seperti:

    1) Barang kebutuhan pokok yaitu beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran

    2) Jasa-jasa di antaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum

    3) Barang lainnya misalnya buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami, listrik, dan air minum dan berbagai insentif PPN lainnya yang secara keseluruhan diperkirakan sebesar Rp 265,6 triliun untuk tahun 2025.

    Dengan begitu, pada prinsipnya kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%, kecuali beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak, yaitu minyak goreng curah “Kita”, tepung terigu dan gula industri. Untuk ketiga jenis barang tersebut, tambahan PPN sebesar 1% akan ditanggung oleh pemerintah (DTP), sehingga penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut.

    Dengan adanya kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%, Ditjen Pajak percaya diri bisa mendapatkan tambahan penerimaan pajak senilai Rp 75,29 triliun pada 2025, dengan asumsi menggunakan baseline penerimaan PPN tahun 2023 dan potensi penerimaan PPN (PPN DN dan PPN Impor) saat tarif disesuaikan.

    (mkh/mkh)