Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • Pengertian, Tujuan, dan Cara Investasinya

    Pengertian, Tujuan, dan Cara Investasinya

    Sukuk Wakaf Ritel (SWR) atau Cash Waqf Linked Sukuk Ritel (CWLS Ritel) adalah salah satu jenis Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan oleh pemerintah. Sukuk wakaf ritel memungkinkan individu berinvestasi pada sukuk negara dan hasilnya digunakan untuk mendukung program sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pengelolaan Nazhir.

    Nazhir akan mengelola hasil investasi untuk mendukung program-program yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi. Dengan cara ini, CWLS Ritel menjadi salah satu contoh investasi yang berdampak sosial dan ekonomi positif.

    Dilansir laman Kementerian Keuangan, melalui CWLS Ritel, pemerintah memberi fasilitas dan kemudahan bagi masyarakat individu dan institusi untuk berwakaf uang dengan aman dan produktif serta berpartisipasi langsung dalam mendukung akselerasi penguatan ekonomi kerakyatan

    Ciri-ciri sukuk wakaf ritel atau CWLS

    Diperuntukkan bagi investor/wakif individu dan institusi Sesuai prinsip syariah Minimum pemesanan Rp1 juta, maksimum pemesanan tidak terbatas Tenor 2 tahun, wakaf temporer 100 persen kembali ke wakif, wakaf permanan dana akan dikelola oleh Nazhir Imbalan floating with floor, disalurkan untuk program/kegiatan sosial oleh Nazhir yang ditunjuk Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.

    Tujuan sukuk wakaf ritel atau CWLS

    Memudahkan masyarakat untuk berwakaf uang yang aman dan produktif Mengembangkan inovasi di bidang keuangan dan investasi sosial di Indonesia Mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan Mendukung Gerakan Wakaf Nasional, membantu pengembangan investasi sosial, dan pengembangan wakaf produktif di Indonesia Penguatan ekosistem wakaf uang di Indonesia.

    Kelebihan investasi sukuk wakaf ritel atau CWLS

    Penempatan wakaf uang dalam instrumen investasi dijamin oleh negara Pengelolaan dan pemanfaatan dana wakaf uang secara transparan dan akuntabel Adanya fasilitas untuk pewakaf uang, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif Imbalan dibayarkan setiap bulan serta dimanfaatkan untuk pembiayaan kegiatan sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat Dana akan kembali 100 persen untuk pewakaf (wakif) pada saat jatuh tempo SBSN Dengan minimal Rp1 juta sudah mengalirkan berkah untuk ekonomi umat.

    Cara investasi sukuk wakaf ritel atau CWLS

    Pemberi wakaf atau wakif individu dapat memesan SWR005 secara online dan offline. Sementara wakif institusi dapat memesan SWR005 secara offline.

    Secara online

    Khusus investor baru, calon wakif individu membuat SID dan Rekening Efek serta melakukan registrasi E-SBN di Internet Banking/Mobile Banking Midis. Internet Banking yang bermitra seperti BSI, Muamalat, Permata Syariah, dan CIMB Niaga Syariah. Calon wakif mendapatkan notifikasi terdaftar pada E-SBN dari Mitra Distribusi.

    Calon wakif yang telah terdaftar di ESBN melakukan pemesanan SWR005 setelah membaca ketentuan pada memo info dan menyetujui Akta Ikrar Wakaf.

    Calon wakif mendapatkan notifikasi verified order dan kode pemesanan via email. Calon wakif membayar melalui berbagai saluran pembayaran dengan batas waktu yang telah ditentukan.

    Wakif mendapatkan notifikasi completed order dan mendapatkan: Kode NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) dan Sertifikat Wakaf Uang melalui email setelah Tanggal Setelmen.

    Secara offline

    Datang ke Kantor Cabang Mitra distribusi offline, membuat SID dan Rekening Efek. Kantor cabang mitra meliputi BSI, Bank Muamalat, CIMB Niaga Syariah, Permata Bank Syariah, Bank Mega Syariah, dan KB Bank Syariah.

    Mengisi akta ikrar wakaf, formulir pemesanan CWLS dan menyetorkan dana.

    Wakif mendapatkan Sertifikat Wakaf Uang.

    Demikianlah penjelasan tentang sukuk wakaf ritel atau CWLS. Mulai dari pengertian, tujuan, dan cara investasinya. Semoga bermanfaat.

  • MUI Desak Prabowo Tunda PPN 12 Persen

    MUI Desak Prabowo Tunda PPN 12 Persen

    Jakarta, CNN Indonesia

    Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta Presiden Prabowo Subianto menunda kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.

    Anwar berpendapat penerapan kebijakan itu tak tepat di saat kehidupan dunia usaha sedang lesu karena daya beli masyarakat sedang menurun. Selain itu, tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan baru juga belum kuat.

    “Untuk kebaikan semua pihak, sebaiknya pemerintah menunda pelaksanaan kenaikan PPN 12 persen tersebut sampai keadaan dunia usaha dan ekonomi masyarakat mendukung untuk itu,” kata Anwar dalam keterangan tertulis, Kamis (26/12).

    Ia juga menagih janji Prabowo membuat kebijakan yang memberdayakan dan pro rakyat. Menurutnya, saat ini adalah waktu yang tepat menunaikan janji tersebut.

    Dia mengaku paham kenaikan PPN 12 persen sudah diamanatkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, pemerintah justru akan melanggar konstitusi bila memaksakan kebijakan itu di tengah kondisi seperti saat ini.

    “Hal demikian jelas tidak sesuai dengan amanat konstitusi karena konstitusi mengharapkan semua tindakan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus diarahkan bagi terciptanya sebesar-besar kemakmuran rakyat,” ujarnya.

    Pemerintah mengumumkan penerapan PPN 12 persen per 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari kebijakan era Presiden Joko Widoo lewat UU HPP.

    Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menyatakan PPN 12 persen berlaku kepada semua barang yang selama ini terkena PPN. Daftar itu meliputi barang dan jasa yang biasa dibeli masyarakat, mulai dari sabun mandi, makanan siap saji di restoran, pulsa telepon, tiket konser, hingga layanan video streaming seperti Netflix.

    Kenaikan PPN 12 persen memicu reaksi negatif di masyarakat. Warga menggelar demonstrasi hingga membuat petisi. Petisi berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” di situs change.org sudah ditandatangani 194.433 orang pagi ini.

    (dhf/sfr)

  • Fix! Beras Premium Tidak Kena PPN 12% pada 2025

    Fix! Beras Premium Tidak Kena PPN 12% pada 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pangan Nasional (Bapanas) menegaskan pemerintah tidak akan mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau Tarif PPN 12% untuk beras premium pada 2025.

    Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyampaikan bahwa kebijakan penyesuaian PPN dari 11% menjadi 12% tidak akan dikenakan pada pangan pokok strategis, terutama pada beras yang diproduksi dalam negeri.

    “Beras medium dan premium tidak dikenakan PPN. Beras yang kena PPN [12%] itu beras khusus yang diimpor, misalnya untuk kebutuhan hotel atau restoran,” kata Arief dalam keterangan tertulis, dikutip pada Kamis (26/12/2024).

    Terlebih, Arief menyatakan pemerintah tengah menggenjot produksi beras dalam negeri. “Tentunya Bapak Presiden Prabowo itu berpihak pada kepentingan masyarakat menengah ke bawah. Apalagi sekarang ini kita lagi sama-sama dorong produksi beras dalam negeri,” imbuhnya.

    Arief juga mengklarifikasi terkait paparan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang sebelumnya tercantum beras premium termasuk barang yang terkena PPN 12% pada Januari 2025. Dia menjelaskan, beras premium yang dimaksud adalah beras khusus yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri.

    “Itu maksudnya lebih ke beras khusus yang tidak bisa diproduksi dalam negeri, tapi terhadap beras khusus dari lokasi tertentu di Indonesia, misalnya seperti beras aromatik produksi lokal, itu juga tidak kena PPN. Hal ini supaya kita dapat terus menjaga margin yang baik bagi petani lokal kita,” jelasnya.

    Lebih lanjut, kualifikasi beras telah diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 2 Tahun 2023. Beleid itu menjelaskan beras umum terdiri dari atas beras premium dan medium yang ditentukan berdasarkan perbedaan derajat sosoh dan butir patah. 

    Untuk itu, Bapanas telah mengusulkan kepada Kemenkeu agar pemberlakuan PPN 12% hanya untuk beras khusus tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Ini telah sesuai dengan pasal 3 ayat 5 dalam Bab I pada Perbadan 2 Tahun 2023.

    Apalagi, Arief mengungkap bahwa beras premium banyak diminati masyarakat secara luas. Di samping itu, sebaran beras premium juga merata di semua lini pasar. “Jadi ini yang diperhatikan pemerintah, sehingga tidak termasuk barang mewah dan tidak dikenakan PPN seperti yang ada sebelum ini,” ujarnya.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menegaskan beras premium tidak dikenakan PPN 12% pada tahun depan. Dia menuturkan bahwa beras premium merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN 12%.

    “Beras premium itu bagian dari beras. Tidak ada PPN,” kata Airlangga saat ditemui di Alfamart Drive Thru Alam Sutra, Kota Tangerang, Banten, Minggu (22/12/2024).

    Dia kembali menegaskan, PPN 12% tidak dikenakan untuk beras premium. “Enggak [kena PPN 12% untuk beras premium],” jelasnya.

    Adapun, Airlangga menyampaikan aturan dan klasifikasi untuk barang dan jasa mewah yang dikenakan PPN 12% akan dimuat di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

    Dia memastikan beleid itu bakal meluncur sebelum pengenaan PPN 12% dilakukan, atau sebelum Januari 2025. “[PMK barang dan jasa mewah] sebelum 1 Januari,” tuturnya.

    Dalam aturan itu, Airlangga hanya menyampaikan bahwa pemerintah akan memasukkan kategori barang dan jasa mewah dan bukan. “Ya nanti ditentukan ada PMK-nya apa yang kategori mewah dan non mewah,” ungkapnya.

    Namun, dia tidak berkomentar lebih jauh terkait barang dan jasa mewah yang menjadi pertimbangan pemerintah. “Pertimbangannya nanti kita lihat,” singkatnya.

  • Video: Staf Ahli Sri Mulyani Ungkap Kriteria Barang Kena PPN 12%

    Video: Staf Ahli Sri Mulyani Ungkap Kriteria Barang Kena PPN 12%

    Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintahan Presiden Prabowo memastikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025.

    Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak Kementerian Keuangan RI, Nufransa Wira Sakti menjelaskan kenaikan PPN menjadi 12% berlaku untuk semua barang dan jasa dengan pengecualian pada barang dan jasa yang terkait masyarakat banyak seperti Minyakita, tepung dan gula industri kenaikan PPN ditanggung pemerintah.

    Selain itu barang pokok yang PPN-nya sudah ditanggung pemerintah tetap tidak dikenakan PPN termasuk barang pokok seperti beras, gabah, sagu hingga jasa layanan kesehatan, pendidikan, kesehatan, angkutan umum hingga rumah susun.

    Sementara klasifikasi barang dan jasa mewah yang kena PPN 12% masih dalam pembahasan Kementerian Keuangan RI.

    Seperti apa penjelasan Kemenkeu terkait rencana kenaikan PPN 12%? Selengkapnya simak dialog Shinta Zahara dengan Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak Kementerian Keuangan RI, Nufransa Wira Sakti dalam Squawk Box, CNBC Indonesia (Senin, 23/12/2024)

  • Video: PPN 12% Bikin APBN Dapat Tambahan Rp75 Triliun, Untuk Apa Saja?

    Video: PPN 12% Bikin APBN Dapat Tambahan Rp75 Triliun, Untuk Apa Saja?

    Jakarta, CNBC Indonesia- Kenaikan PPN menjadi 12% disebut Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak Kementerian Keuangan RI, Nufransa Wira Sakti sebagai implementasi dan sesuai mandat Undang-Undang 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Dimana kenaikan tarif PPN menjadi 12% diharapkan dapat memperkuat penerimaan negara di APBN sehingga dapat digunakan untuk mendukung keberlanjutan pembangunan nasional termasuk membiayai program pemerintah. Baik program pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat kurang mampu.

    Dengan penyesuaian tarif PPN 12% maka diharapkan ada tambahan penerimaan negara Rp 75,29 triliun yang akan digunakan untuk memperkuat layanan dan insentif yang bisa dinikmati oleh masyarakat.

    Seperti apa penjelasan Kemenkeu terhadap PPN 12%? Selengkapnya simak dialog Shinta Zahara dengan Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak Kementerian Keuangan RI, Nufransa Wira Sakti dalam Squawk Box, CNBC Indonesia (Senin, 23/12/2024)

  • 5 Fakta PPN Naik Jadi 12 Persen

    5 Fakta PPN Naik Jadi 12 Persen

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintah bersikukuh menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

    Dalihnya adalah kenaikan ini menjadi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Kenaikan PPN itu memantik reaksi keras dari sejumlah kalangan.

    Meski sudah menjadi amanat undang-undang, mereka memandang bahwa kenaikan ini berpotensi mencekik masyarakat yang sekarang ini tengah tercekik daya belinya.

    Berikut lima fakta PPN naik ke 12 persen mulai 2025:

    1. Diinisiasi di Era Jokowi dan Berlaku 1 Januari 2025

    RUU HPP merupakan RUU usul inisiatif pemerintah yang saat itu dipimpin Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Awalnya, RUU itu bernama RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

    Jokowi kemudian mengirimkan Surat Presiden (Surpres) Nomor R-21/Pres/05/2021 ke DPR pada 5 Mei 2021 untuk membahas RUU KUP. Kemudian, Surat Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor PW/08529/DPR RI/VI/2021 diteken pada 22 Juni 2021.

    DPR RI kemudian membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas RUU itu. Secara resmi, RUU KUP mulai dibahas pada 28 Juni 2021. Dalam pembahasan, RUU berubah nama jadi RUU HPP.

    Pembahasan RUU memakan waktu sekitar tiga bulan hingga disahkan di tingkat I pada 29 September 2021. Delapan fraksi partai di DPR menyetujui RUU HPP segera disahkan dalam rapat paripurna.

    Kedelapan fraksi itu yakni PDIP, Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, NasDem, PKB, dan PPP. Hanya PKS yang menolak.

    Hingga kemudian pada 29 Oktober 2021, Jokowi menerbitkan UU HPP. Dalam beleid itu, disebutkan bahwa PPN dinaikkan secara bertahap, yakni 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2025.

    Pemerintahan Jokowi mengklaim bahwa UU HPP dirancang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mendukung pemulihan ekonomi yang lebih cepat. Oleh karenanya, diperlukan strategi konsolidasi fiskal yang fokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak.

    2. Berlaku ke Semua Barang yang Selama Ini Dikenakan PPN

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan tarif PPN 12 persen yang mulai berlaku tahun depan tak hanya dikenakan terhadap barang mewah.

    Padahal, semula kenaikan PPN itu disebut-sebut oleh pemerintah bersifat selektif dan hanya menyasar barang dan jasa kategori mewah atau premium.

    “Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenakan tarif 11 persen,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti dalam keterangan resmi, Sabtu (21/12).

    Artinya, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan berlaku untuk barang dan jasa yang biasa dibeli masyarakat, mulai dari sabun mandi, makanan siap saji di restoran, pulsa telepon, tiket konser, hingga layanan video streaming seperti Netflix.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    3. Petisi Penolakan Warga

    Masyarakat ramai-ramai menandatangani petisi berisi penolakan terhadap kenaikan PPN ini. Petisi yang berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” ini sudah tayang di situs change.org sejak 19 November 2024 silam.

    Per Senin (23/12) pagi ini, sudah ada 171.532 orang yang menandatangani petisi untuk menolak kenaikan PPN 12 persen ini. Inisiator petisi menargetkan 200 ribu tanda tangan untuk petisi tersebut.

    Pembuat petisi menganggap kenaikan PPN menjadi 12 persen menyulitkan rakyat. Ia mengingatkan daya beli masyarakat sedang terpuruk.

    Petisi online tersebut pun diantar ke Istana Kepresidenan Jakarta oleh sejumlah massa dari beberapa elemen masyarakat. Mereka melakukan aksi tolak kenaikan PPN 12 persen pada Kamis (19/12).

    4. Ada Barang yang Dikecualikan

    Pemerintah menegaskan tak semua barang dan jasa kena kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. Beberapa di antaranya malah digratiskan PPN-nya oleh pemerintah.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merinci bahwa bahan kebutuhan pokok yang mendapatkan fasilitas bebas PPN telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2020.

    Barang dan jasa yang termasuk di antaranya adalah beras, daging (ayam ras, sapi), ikan (bandeng, cakalang, tongkol, tuna, kembung/banyar/gembolo/aso-aso), telur ayam ras, sayur-sayuran, buah-buahan, susu, garam, gula konsumsi, minyak goreng (tertentu), cabai (hijau, merah, rawit), dan bawang merah.

    Kemudian jenis jasa yang mendapatkan fasilitas bebas PPN sesuai dengan PP Nomor 49 Tahun 2024 yaitu jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa angkutan umum, jasa keuangan, dan jasa persewaan rumah susun sederhana.

    Namun, pemerintah juga menetapkan bahwa barang-barang strategis tertentu masih dikenai PPN sebesar 11 persen, dengan 1 persen sisanya ditanggung pemerintah. Barang tersebut mencakup Minyakita, tepung terigu, dan gula industri.

    [Gambas:Photo CNN]

    5. Guyuran Insentif Buat Kompensasi

    Guna meredam dampak kenaikan PPN ini, pemerintah menyiapkan enam paket kebijakan ekonomi berupa insentif hingga diskon pajak sebagai stimulus.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan kebijakan stimulus ini didesain untuk merespons guncangan ekonomi yang dialami dalam negeri, salah satunya terkait pelemahan daya beli masyarakat kelas menengah hingga bawah.

    Adapun paket stimulus ekonomi tersebut diberikan kepada enam sektor produktif, seperti sektor rumah tangga yang mendapatkan bantuan pangan hingga diskon listrik 50 persen.

    Selanjutnya, sektor pekerja akan mendapatkan kemudahan akses jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) bagi mereka yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

    Lalu, sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) diberikan perpanjangan periode pemanfaatan pajak penghasilan (PPh) final 0,5 persen dari omzet hingga 2025. Berikutnya, industri padat karya, di mana pekerja dengan gaji di bawah Rp10 juta diberikan insentif PPh Pasal 21 DTP.

    Lebih lanjut, sektor mobil listrik dan hybrid diberikan insentif, hingga sektor perumahan diberikan PPN DTP pembelian rumah.

  • Top! Mandiri Jadi Penyalur FLPP dengan Tingkat Keterhunian Terbaik

    Top! Mandiri Jadi Penyalur FLPP dengan Tingkat Keterhunian Terbaik

    Jakarta, CNBC Indonesia – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (Mandiri) memperkuat komitmennya dalam mewujudkan program 3 juta rumah yang diinisiasi pemerintah melalui optimalisasi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

    Langkah tersebut dilakukan sebagai upaya bank bersandi saham BMRI untuk mendukung pemenuhan kebutuhan hunian masyarakat, khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) lewat penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

    Terbukti, hingga akhir November 2024, Bank Mandiri mencatatkan pertumbuhan penyaluran unit KPR berskema FLPP sebesar 68% secara year on year (YoY) menjadi Rp 1,06 triliun.

    Direktur Jaringan dan Retail Banking Bank Mandiri Aquarius Rudianto menyatakan penyaluran pembiayaan pada sektor properti tersebut tercatat dengan kualitas kredit yang terjaga optimal.

    Berkat kinerja tersebut, BP TAPERA sebagai koordinator program FLPP dan TAPERA menempatkan Bank Mandiri pada Peringkat I Bank Penyalur FLPP dengan Pertumbuhan Unit Tertinggi secara yoY sebesar 68%. Selain itu, Bank Mandiri juga menempati Peringkat I Penyalur FLPP dengan Tingkat Keterhunian Terbaik dari 10 Bank penyalur Tertinggi FLPP dengan Skor 96,21%.

    “Hal tersebut menunjukkan komitmen Bank Mandiri sebagai mitra pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Kami menilai, sektor properti berpotensi memiliki multiplier effect dalam memacu pertumbuhan perekonomian nasional,” ujar Aquarius dalam keterangan resmi pada Selasa (24/12/2024).

    Apresiasi tersebut diserahkan pada acara Penandatangan Perjanjian Kerjasama (PKS) Penyaluran FLPP dan TAPERA tahun 2025 yang dihadiri oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait, Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi dan Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban.

    Pada acara yang berlangsung di Auditorium Kementerian PU pada Senin, 23 Desember 2024, Bank Mandiri bersama dengan 38 Bank Penyalur lain serta 22 Asosiasi pengembang turut serta dalam menandatangani Komitmen Bersama untuk Menyukseskan Program 3 Juta rumah. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk menekan angka backlog pasokan rumah serta sebagai bentuk nyata peran Bank Mandiri untuk menyediakan hunian yang berkualitas, terjangkau dan tepat sasaran.

    “Peningkatan penyaluran KPR FLPP dan TAPERA oleh Bank Mandiri di tahun 2025 akan terus berlanjut dengan fokus pada pembentukan ekosistem perumahan serta pembiayaan secara end to end di sisi supply dan demand agar tercipta portfolio KPR Subsidi dengan kualitas kredit yang tetap terjaga. Selain hal tersebut, Bank Mandiri juga akan memperluas demand yang tidak hanya pada segmen Fix Income (Pegawai) namun juga pada segmen Non-Fix Income, yang memiliki potensi masih sangat besar,” papar Aquarius.

    Lanjutnya, bersama dengan BP TAPERA, Bank Mandiri berharap penyaluran FLPP di tahun 2025 dapat berjalan dengan baik dan tercipta penyaluran yang berkelanjutan. Dalam mewujudkan hal ini, Bank Mandiri turut memanfaatkan platform digital untuk memasarkan KPR dan menghadirkan inovasi transaksi yang Adaptif dan Solutif bagi masyarakat melalui fitur Livin’ KPR di Super Apps Livin’ by Mandiri. Adapun hingga akhir November 2024 total penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bank Mandiri telah mencapai Rp 67,3 Triliun. Nilai tersebut tumbuh 16,6% yoy dari posisi November 2023.

    (dpu/dpu)

  • Pengamat Was-Was Penghindaran Pajak Marak jika Ambang Batas UMKM Dipangkas

    Pengamat Was-Was Penghindaran Pajak Marak jika Ambang Batas UMKM Dipangkas

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat melihat para pelaku UMKM punya banyak cara dalam melakukan penghindaran pajak, apalagi jika pemerintah menurunkan ambang batas omzet wajib pajak dari Rp4,8 miliar menjadi Rp3,6 miliar. 

    Pada dasarnya penurunan tersebut akan menjaring UMKM dengan omzet di atas Rp3,6 miliar, yang sebelumnya menikmati Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5%, menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan wajib menggunakan tarif normal yang berkisar 5% hingga 35%. 

    Alhasil, pemerintah akan mendapatkan tambahan PKP dan penerimaan dari penurunan ambang batas tersebut. 

    Meski demikian, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono melihat bahwa sulit memprediksi potensi tambahan PKP maupun penerimaan karena banyaknya perilaku oportunistik dari pengusaha. 

    Prianto menyampaikan pajak yang bersifat ‘memaksa’ merupakan bagian dari beban usaha sehingga sering kali menjadi objek efisiensi di setiap jenis usaha. 

    “Perilaku oportunistik tersebut berpotensi muncul ketika aturan threshold PKP tersebut secara resmi diumumkan. Bentuknya berupa upaya pelaku usaha agar omzet dalam setahun tidak lebih dari Rp3,6 miliar setahun,” tuturnya, Rabu (25/12/2024). 

    Dirinya mencontohkan, jika omzet usahanya mendekati threshold, pengusaha akan segera membentuk badan usaha baru. Contoh yang paling konkret adalah pembentukan CV karena lebih mudah dan berbiaya murah. 

    “Jadi, satu pengusaha dapat memiliki banyak CV dengan omzet tidak lebih dari Rp3,6 miliar,” tuturnya. 

    Adapun isu penurunan ambang batas sempat muncul kala pemerintah mengumumkan paket kebijakan ekonomi 2025 untuk mengurangi dampak dari kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%. 

    Dalam dokumen paparan yang Bisnis terima, terdapat kalimat yang menyebutkan bahwa pemerintah akan melanjutkan PPh Final 0,5% pada 2025, tetapi dengan penurunan threshold.

    Sementara dalam paparan yang berlangsung pada Senin (16/12/2024), pemerintah nyatanya menghapus kalimat penurunan threshold dari Rp4,8 miliar menjadi Rp3,6 miliar tersebut. 

    Seakan tidak pernah tertulis dalam dokumen, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun menegaskan bahwa pemerintah tidak menurunkan ambang batas dan threshold tetap Rp4,8 miliar. 

    “Threshold [UMKM] tetap Rp4,8 miliar,” ujarnya kepada media massa di kantornya, Kamis (19/12/2024) malam. 

    Melihat ke 11 tahun lalu, ambang batas omzet UMKM yang harus dikukuhkan menjadi PKP diperlebar ke angka Rp4,8 miliar dari Rp600 juta. Kebijakan tersebut dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan yang kala itu dipimpin oleh Chatib Basri. 

    Melansir dari laman resmi Kementerian Keuangan, kebijakan tersebut terbit dalam rangka mendorong Wajib Pajak dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar setahun lebih banyak berpartisipasi menggunakan skema Pajak Penghasilan (PPh) Final 1%—kini tarif PPh Final 0,5%—dan tidak kuatir lagi dengan efek PPN. 

    PKP dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar pun dapat memilih untuk menjadi nonPKP, sehingga tidak diwajibkan lagi untuk membuat Faktur Pajak dan tidak perlu lagi melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN sehingga biaya kepatuhan perpajakan (cost of compliance) menjadi lebih rendah.

    Secara umum, dengan adanya aturan ini akan memudahkan Wajib Pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakannya. Dengan adanya kemudahan ini ditambah kemudahan lain yang telah ada, maka Wajib Pajak akan menjadi lebih patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.

  • Cak Imin Pastikan Tak Ada Bansos Khusus PPN 12 Persen

    Cak Imin Pastikan Tak Ada Bansos Khusus PPN 12 Persen

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar alias Cak Imin memastikan tidak ada bansos khusus untuk meredam dampak pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.

    “Enggak ada (bansos khusus), PPN tidak ada kaitannya dengan bansos khusus, karena memang dari 11 persen naik menjadi 12 persen itu betul-betul sudah diseleksi ya,” ujar Cak Imin di kawasan Ragunan, Jakarta, seperti dikutip DetikFinance pada Rabu (25/12).

    Pemerintah, sambungnya, mempertimbangkan dengan baik kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen tahun depan.

    “Mana yang tidak boleh naik, mana yang naik. Sehingga memungkinkan untuk tetap tumbuh, ekonomi, melindungi dan memfasilitasi. Dan uang tambahannya untuk keperluan subsidi semua jenis,” terangnya.

    Ia pun mengklaim UMKM dan sektor pariwisata tidak terkena kenaikan PPN. Bahkan, ia juga kembali meyakinkan kenaikan PPN hanya untuk sektor barang mewah.

    “Ya, jadi UMKM dan wisata yang berkaitan dengan hajat orang banyak, itu nggak kena. Yang kena adalah sektor-sektor barang mewah, berbagai barang-barang yang di luar kebutuhan dasar,” jelasnya.

    Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan kenaikan PPN berlaku untuk seluruh barang dan jasa kecuali yang dikecualikan.

    Hanya ada 3 barang pokok yang tak terdampak kenaikan tarif PPN mulai 1 Januari 2025 yakni minyak goreng curah pemerintah dengan merek Minyakita, tepung terigu, serta gula industri. Ketiganya tetap dengan tarif lama 11 persen.

    “Untuk ketiga jenis barang tersebut, tambahan PPN sebesar 1 persen akan ditanggung oleh pemerintah (DTP). Sehingga penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti dalam rilis resmi, Minggu (21/12).

    Kendati demikian, ada sejumlah kebutuhan pokok lain yang mendapatkan fasilitas bebas PPN aliastarifnya0 persen, sama seperti yang berlaku saat ini.

    Barang dan jasa yang mendapatkan fasilitas bebas PPN di 2025 terbagi ke dalam tiga kelompok. Pertama, kebutuhan pokok antara lain beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Kedua, sejumlah jasa mulai dari jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan. Kemudian, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja, serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum.

    Ketiga, barang lain mencakup buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rumah susun sederhana milik (rusunami), listrik, dan air minum.

    Untuk meredam dampak kenaikan PPN, pemerintah menyiapkan sejumlah insentif mulai dari mulai dari diskon tagihan listrik 50 persen untuk pelanggan golongan 2.200 VA ke bawah hingga pembebasan pajak penghasilan untuk pekerja di industri padat karya dengan penghasilan di bawah Rp10 juta.

    Namun demikian, kebijakan kenaikan PPN terus mendapatkan kritikan dari masyarakat karena dilakukan di tengah pelemahan daya beli dan maraknya PHK.

    Bahkan, petisi penolakan atas kebijakan pemerintah itu menembus 193 ribu tanda tangan per Rabu (25/12). Petisi ini berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!”.

    Petisi ini sudah tayang di situs change.org sejak 19 November 2024. Inisiator petisi menargetkan 200 ribu tanda tangan untuk petisi tersebut.

    (sfr/sfr)

  • Setelah Dirjen, KPK Mulai Panggil Direktur Bea Cukai Kemenkeu di Kasus Rita Widyasari

    Setelah Dirjen, KPK Mulai Panggil Direktur Bea Cukai Kemenkeu di Kasus Rita Widyasari

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melayangkan panggilan pemeriksaan terhadap sejumlah eselon II atau Direktur di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) pada kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari. 

    Pada kasus Rita atau RW, pekan ini KPK telah memanggil dua orang Direktur Bea Cukai yakni Direktur Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai Rizal pda 23 Desember, serta Direktur Kerja Sama Internasional Kepabeanan dan Cukai Anita Iskandar pada 24 Desember. KPK mengonfirmasi bahwa saksi Anita Iskandar meminta penjadwalan ulang dalam dua minggu ke depan. 

    “[Saksi] meminta penjadwalan ulang ke tanggal 8,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Rabu (25/12/2024). 

    Sebelumnya, KPK telah lebih dulu memeriksa Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Kemenkeu Askolani sebagai saksi pada kasus RW, Jumat (20/12/2024). Dia diperiksa oleh penyidik terkait dengan ekspor batu bara. 

    Pada keterangan terpisah, Tessa menjelaskan bahwa Askolani diperiksa berkaitan dengan pengetahuannya soal ekspor komoditas itu ke luar negeri lantaran Bea Cukai adalah otoritas yang menaungi hal tersebut. 

    Untuk diketahui, tersangka lRW diduga menerima gratifikasi terkait dengan produksi batu bara per metric tonne. Batu bara itu diekspor ke luar negeri. Meski demikian, lanjut Tessa, KPK belum sampai kepada dugaan adanya keterlibatan Dirjen Bea Cukai secara langsung pada kasus RW. 

    “Tidak semua saksi itu paham perkara intinya, bisa jadi yang bersangkutan dipanggil karena ada prosedur yang diketahui penyidik dan penyidik butuh keterangan bisa dikatakan semi ahli untuk menjelaskan proses tersebut seperti apa, jadi bisa jadi yang bersangkutan tidak tahu tetapi hal ini masih di dalami penyidik,” kata Tessa. 

    Dalam catatan Bisnis.com, ini bukan pertama kalinya eselon I Kemenkeu diperiksa oleh penyidik KPK sebagai saksi dalam kasus RW. Sebelumnya, pada Oktober 2024, lembaga antirasuah telah memeriksa Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata terkait dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) produksi batu bara di Kutai Kartanegara.  

    Untuk diketahui, kasus Rita berkaitan dengan dugaan penerimaan gratifikasi olehnya dari perusahaan-perusahaan atas produksi batu bara per metric tonne. 

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pernah menjelaskan, KPK menduga adanya penerimaan gratifikasi oleh Rita saat menjabat Bupati terkait dengan produksi batu bara di daerahnya. 

    Kasusnya berbeda dengan suap izin pertambangan. Asep memaparkan, Rita diduga menerima jatah sekitar US$3,3 sampai dengan US$5 untuk per metrik ton produksi batu bara sejumlah perusahaan.

    “Kecil sih jumlahnya, jatahnya per metrik ton antara US$3,3 sampai US$5. Ini kan kalau US$5 dikalikan Rp15.000 [kurs rupiah per dolar], cuma Rp75.000. Tapi kan dikalikan metrik ton, ribuan bahkan jutaan bertahun-tahun sampai habis kegiatan pertambangan itu. Jadi ini terus-terusan,” kata Asep kepada wartawan beberapa waktu lalu.  

    Di sisi lain KPK juga menduga ada praktik pencucian uang dari hasil korupsi Rita. Pada Mei 2024, KPK melakukan penggeledakan di Jakarta, Samarinda dan Kutai Kartanegara. Penggeledahan dilakukan pada sembilan kantor dan 19 rumah. 

    Hasilnya, penyidik menyita 72 mobil dan 32 motor; 6 tanah dan bangunan; uang Rp6,7 miliar dalam bentuk rupiah serta setara Rp2 miliar dalam bentuk dolar AS dan lainnya; serta barang bukti dokumen elektronik.