Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • Dirjen Pajak Pastikan Netflix Cs Hanya Kena PPN 11 Persen

    Dirjen Pajak Pastikan Netflix Cs Hanya Kena PPN 11 Persen

    Jakarta, CNN Indonesia

    Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo memastikan layanan berlangganan, seperti Netflix, tetap pada tarif PPN 11 persen.

    “Kalau Netflix ini kan tidak termasuk yang (daftar barang) mewah tadi ya yang (dipungut PPN) 12 persen,” ucap Suryo dalam Media Briefing di DJP Kemenkeu, Jakarta Selatan, Kamis (2/1).

    “Kalau rumus saya, sepanjang tidak masuk ke yang tadi, daftar yang pertama tadi (daftar barang mewah), ya kenanya tetap di posisi sama seperti saat ini (PPN 11 persen). Tidak ada kenaikan (PPN untuk Netflix Cs),” tegasnya.

    Pemerintah mulanya akan mengerek PPN dari 11 persen ke 12 persen mulai 1 Januari 2025. Rencana tersebut berlaku secara umum untuk barang dan jasa yang selama ini dipungut pajak.

    Pijakan yang dipakai pemerintah adalah UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias UU HPP. Para pelaku usaha pemungut pajak pun sudah bersiap menarik PPN 12 persen dari masyarakat Indonesia.

    Akan tetapi, Presiden Prabowo Subianto membatalkannya pada 31 Desember 2024 malam. Sang Kepala Negara menegaskan kenaikan PPN di tahun ini hanya berlaku untuk barang mewah, seperti pesawat jet hingga yacht.

    Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 pun terbit tepat di akhir tahun lalu. Ini mengatur tentang Perlakuan PPN Atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.

    Jalan tengah itu mengatur dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain untuk barang dan jasa yang tidak masuk kelompok mewah. DPP nilai lain ditetapkan sebesar 11/12 dari tarif 12 persen, sehingga PPN yang dipungut tetap 11 persen.

    “Ini yang menjadi pertimbangan sebetulnya. Instead of yang lain, ini yang paling visible untuk kita jalankan. Dalam pemahaman kami, ya undang-undang memberikan ruang untuk itu. Jadi, satu sisi undang-undang tetap jalan, tapi di sisi yang lain masyarakat ya tadi, kenapa muncul? Karena pemerintah mendengarkan,” jelas Suryo.

    “Makanya terakhir, sampai dengan posisi Bapak Presiden (Prabowo) menyampaikan (pembatalan PPN 12 persen di 31 Desember 2024) itulah hasil dari kebijakan atau policy yang dikeluarkan oleh pemerintah,” tutupnya.

    (skt/agt)

  • Pemerintah Tetapkan Masa Transisi PPN 12 Persen Selama Satu Bulan – Halaman all

    Pemerintah Tetapkan Masa Transisi PPN 12 Persen Selama Satu Bulan – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah memberikan masa transisi selama satu bulan untuk beberapa barang mewah yang nantinya terkena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen, sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.

    “Jadi secara prinsip kami pun juga memberikan atau kita mengeluarkan waktu transisi karena faktur pajak yang dibuat oleh wajib pajak sebagian besar sudah dokumen dalam bentuk digital secara sistem,” kata Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, Kamis (2/1/2025).

    Suryo mengatakan, masa transisi ini dilakukan untuk pengusaha retail seiring dengan perubahan kebijakan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen. Sehingga sistem administrasi juga perlu dilakukan penyesuaian.

    “Kalau transisinya, ya karena tadi berubah dari 11 ke 12 persen berarti sistem administrasi harus dilakukan penyesuaian,” jelasnya.

    Adapun dalam Pasal 5 PMK 131 Tahun 2024, disebutkan pengenaan tarif pajak 12 persen untuk barang mewah akan dikenakan mulai 1 Februari 2024.

    Sedangkan dari 1 Januari 2025 sampai 31 Januari 2025 PPN terutangnya dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan dasar pengenaan pajak (DPP) berupa nilai lain yang sebesar 11/12 dari harga jual.

    “Karena terbitnya PMK ini di penghujung tahun, otomatis kami juga tadi merencanakan transisi pembuatan faktur pajaknya akan seperti apa. Ini yang tadi kami diskusi, mudah-mudahan dalam beberapa hari ke depan kita bisa menentukan dikira-kira transisinya akan kita bentuk seperti apa,” ungkapnya.

    Adapun sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen hanya berlaku pada barang yang terkena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

    “PPN yang naik dari 11 ke 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah yang selama ini sudah terkena PPnBM yaitu pajak penjualan barang mewah,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers di Kementerian Keuangan, Selasa (31/12/2024).

    Bendahara negara itu bilang, kategori barang mewah yang dimaksud adalah pesawat jet, kapal pesiar, yacht dan rumah mewah yang nilainya telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2021.

    PMK tersebut mengatur tentang Penetapan Jenis Barang Kena Pajak Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

    “Artinya yang disampaikan oleh Bapak Presiden, untuk barang dan biasa lain yang selama ini terkena 11 persen tidak mengalami kenaikan PPN menjadi 12 jadi tetap 11 persen,” jelas dia. 

    Sri Mulyani menegaskan bahwa seluruh barang dan jasa yang selama ini terkena PPN 11 persen tidak mengalami kenaikan atau tetap 11 persen.

    “Tidak ada kenaikan PPN untuk hampir seluruh barang dan biasa yang selama ini tetap 11 persen,” papar dia.

    Dia juga merincikan bahwa ada beberapa barang dan jasa mengalami pengecualian atau PPN nya hanya 0 persen meliputi barang pokok, misalnya beras, jagung, kedelai, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi jalar.

    Kemudian gula, ternak dan hasilnya, susu segar, unggas, hasil pemotongan hewan, kacang tanah, kacang-kacangan lain, padian-padian yang lain, kemudian ikan, udang, biota lainnya, rumput laut.

    “Kemudian juga tiket kereta api, tiket bandara, angkutan orang, jasa angkutan umum, jasa angkutan sungai dan penyeberangan, penyerahan jasa paket penggunaan besar tertentu, penyerahan pengurusan paspor, jasa biro perjalanan, kemudian jasa pendidikan, pemerintah dan swasta, buku-buku pelajaran, kitab suci,” terangnya.

    Selaim itu, jasa kesehatan dan layanan medis pemerintah maupun swasta, jasa keuangan, dana pensiun, jasa keuangan lain seperti pembiayaan piutang, kartu kredit, asuransi kerugian, asuransi jiwa serta reasuransi tetap mendapatkan fasilitas PPN 0 persen atau tidak membayar PPN.

    “Sedangkan seluruh barang jasa yang lain yang selama ini 11 persen, tetap 11 persen, tidak ada atau tidak terkena kenaikan 12 persen,” ungkap dia.

  • Eks Dirjen Bea Cukai Tanggapi Kebijakan Pemerintah Soal PPN 12 Persen untuk Barang Mewah – Halaman all

    Eks Dirjen Bea Cukai Tanggapi Kebijakan Pemerintah Soal PPN 12 Persen untuk Barang Mewah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Keputusan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang menetapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen khusus untuk barang-barang mewah, diapresiasi Mantan Direktur Jenderal Bea Cukai, Permana Agung Dradjattun.

    Permana menilai bahwa kebijakan ini merupakan langkah nyata menuju sistem perpajakan yang lebih adil di Indonesia.

    “Kebijakan ini adalah bukti nyata bahwa sistem perpajakan Indonesia kini semakin mengarah pada keadilan,” ujar Permana dalam keterangannya, Kamis (2/1/2025).

    Ia menambahkan bahwa keputusan ini bertujuan untuk menyasar kalangan superkaya yang selama ini menikmati keuntungan ekonomi tanpa merasakan beban pajak secara proporsional.

    “Ini adalah langkah konkret untuk menargetkan kalangan superkaya,” katanya.

    Mengurangi Ketimpangan Ekonomi

    Permana juga menggarisbawahi bahwa penerapan PPN 12 persen khusus untuk barang mewah akan membantu mengurangi ketimpangan ekonomi di Indonesia.

    Ia mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan kajian ulang terhadap tax bracket untuk memastikan bahwa kebijakan perpajakan berpihak pada masyarakat kelas bawah.

    “Hal ini sangat berbeda dengan mayoritas masyarakat yang masih harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,” tambahnya.

    Lebih lanjut, Permana menilai bahwa kebijakan perpajakan perlu diterapkan dengan format yang lebih sesuai.

    Ia menyarankan penggunaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan penerapan konsep cukai excise untuk mencapai hasil yang lebih optimal.

    Permana juga menekankan pentingnya transparansi dalam penerapan kebijakan ini agar tidak terjadi kebocoran atau ketidakefektifan dalam pengelolaannya.

    Evaluasi Tax Expenditure

    Dalam kesempatan tersebut, Permana mengingatkan perlunya evaluasi terhadap Tax Expenditure, yaitu fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh negara.

    Ia berharap agar semua kebijakan perpajakan dapat memberikan dampak ekonomi yang positif dan merata.

    “Agar semua kebijakan tersebut tepat sasaran, transparan, dan berkeadilan,” pungkasnya.

    Dengan kebijakan ini, diharapkan sistem perpajakan Indonesia dapat lebih adil dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.

    Penjelasan presiden

    Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan bahwa PPN 12 persen tidak berlaku untuk barang dan jasa selain barang dan jasa mewah yang dikonsumsi golongan masyarakat berada atau mampu.

    Hal ini ditegaskannya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, sore hari, Selasa (31/12/2024).

    Prabowo menyebut PPN 12 persen tidak berlaku bagi barang-barang di luar yang sudah kena Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) atau yang dikenal sebagai luxury tax. 

    “Kenaikan tarif PPN dari 11 persen ke 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, yaitu barang dan jasa tertentu yang sudah kena PPnBM yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat berada, masyarakat mampu,” tegas Prabowo.

    “Contoh pesawat jet pribadi, itu tergolong barang mewah yang dimanfaatkan oleh masyarakat papan atas, kapal pesiar, yacht, rumah yang sangat mewah yang nilainya di atas golongan menengah,” lanjutnya.

    Prabowo menjelaskan bahwa barang dan jasa yang tidak termasuk dalam golongan itu akan tetap diterapkan tarif pajak yang berlaku saat ini yaitu 11 persen.

    Sumber: Tribun Banten

  • Sri Mulyani Sebut Prabowo Presiden Pertama yang Lihat Tutup Buku APBN: Itu Luar Biasa – Halaman all

    Sri Mulyani Sebut Prabowo Presiden Pertama yang Lihat Tutup Buku APBN: Itu Luar Biasa – Halaman all

    Sri Mulyani mengatakan itu adalah pertama kalinya seorang presiden datang untuk melihat tutup buku APBN 2024.

    Tayang: Kamis, 2 Januari 2025 18:08 WIB

    HO

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati 

     

    TRIBUNNEWS.COM — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kedatangan Presiden RI Prabowo Subianto ke kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 31 Desember 2024 lalu saat tutup tahun merupakan momen luar biasa dan bersejarah.

    Sri Mulyani mengatakan itu adalah pertama kalinya seorang presiden datang untuk melihat tutup buku Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.

    “Untuk pertama kali seorang presiden datang ke Kementerian Keuangan mau liat tutup buku APBN-nya,” kata Sri Mulyani dalam Peresmian Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2025, Kamis (2/1/2025).

    Ia mengatakan kunjungan Prabowo tak seremonial melainkan ingin melihat sendiri situasi pelaksanaan APBN di akhir tahun.

    “Kunjungan beliau itu luar biasa karena itu adalah kunjungan kerja, bukan kunjungan seremonial sehingga kami bekerja seperti biasa menutup tahun anggaran dan beliau hadir bahkan berinteraksi secara langsung dengan kami semua, dengan seluruh pejabat dan memberikan arahan,” ungkap Sri Mulyani.

    Sri Mulyani pun mengungkapkan APBN 2024 ditutup dengan jauh lebih baik dengan defisit yang mendekati UU APBN awal 2,29 persen.

    “Ini adalah hasil yang luar biasa, lebih kecil, jauh lebih kecil dari laporan semester yang waktu diprediksikan 2,7%, jauh lebih kecil,” kata Sri Mulyani.

    “APBN 2024 kita tutup dengan relatif sehat, aman dan itu menjadi bekal yang kuat untuk memasuki 2025,” lanjutnya.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’4′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Wajib Pajak Telanjur Bayar PPN 12%, Ditjen Pajak Janji Kembalikan Kelebihan Bayar

    Wajib Pajak Telanjur Bayar PPN 12%, Ditjen Pajak Janji Kembalikan Kelebihan Bayar

    Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan wajib pajak dapat mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak jika ada yang telah melakukan pembayaran dengan nilai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%.

    Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, Suryo Utomo menjelaskan pihaknya saat ini tengah merancang skema pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut. Dia memastikan hak para wajib pajak akan dikembalikan jika ada kelebihan pembayaran.

    “Prinsipnya kalau pembayarannya (PPN) kelebihan ya bisa dikembalikan. Pengembaliannya bisa bermacam-macam. Dikembalikan ke yang bersangkutan bisa, atau menggunakan faktur pajak nanti dilaporkan ke kami (Ditjen Pajak) juga tidak masalah,” kata Suryo dalam Konferensi Pers di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta pada Kamis (2/1/2025).

    Pernyataan tersebut merupakan respons dari keluhan masyarakat bahwa mereka tetap dikenakan PPN 12% dalam transaksi platform digital meskipun tidak termasuk golongan barang mewah.

    Salah satu platform yang telah menerapkan PPN 12% adalah aplikasi video berbasis permintaan, Vidio, yang menerapkan pajak untuk paket Platinum. 

    Berdasarkan salah satu tangkapan layar, pelanggan harus membayar paket Vidio Platinium senilai Rp32.480/bulan, dengan perincian Rp3.480 untuk pajak dan Rp29.000 untuk paket bulanan. Adapun jika dihitung kembali, nilai pajak mencapai 12% dari harga pokok langganan.

    Suryo melanjutkan, pihaknya juga telah bertemu dengan para pelaku usaha, terutama peritel, pada Kamis pagi tadi. 

    Pertemuan tersebut membahas situasi para pelaku terkait penerapan PPN terbaru tersebut. Dari pertemuan itu, dia mengatakan sudah ada pelaku usaha yang menggunakan skema perhitungan PPN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 131/2024.

    “Tetapi ternyata masih mix. Kami akan bikin aturan soal itu (pengembalian kelebihan pembayaran pajak) terutama juga nanti pada waktu penerbitan faktur pajaknya,” kata Suryo.

    Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal menambahkan bahwa hak wajib pajak tetap dijamin sepenuhnya. Dia berharap mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut akan diumumkan dalam beberapa hari ke depan.

    “Mekanismenya sedang kita siapkan. Pokoknya hak wajib pajak tidak ada yang kita ambil melebihi yang seharusnya mereka bayar,” katanya.

    Adapun, dalam PMK No. 131/2024, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) akan tetap sebesar 12% untuk semua barang/jasa. Hanya saja, tarif dasar pengenaan pajak (DPP) ada dua. 

    Dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3), dijelaskan pengenaan PPN untuk barang mewah dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor sebesar 12/12 dari harga jual/nilai impor.

    Sementara itu, Pasal 3 ayat (2) dan (3) menegaskan pengenaan PPN untuk barang/jasa lain yang bukan tergolong mewah dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual atau nilai impor atau penggantian.

    Dengan nilai DPP yang dibedakan menjadi dua itu, skema penghitungan PPN-nya menjadi seperti berikut: 

    a. 12% x DPP = 12% x (12%/12% x nilai transaksi); 

    b. 12% x DPP = 12% x (11%/12% x nilai transaksi).

  • Bos Pajak soal Rp75 T Melayang Imbas Batal PPN 12 Persen: Otomatis

    Bos Pajak soal Rp75 T Melayang Imbas Batal PPN 12 Persen: Otomatis

    Jakarta, CNN Indonesia

    Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan gagal mendapatkan Rp75 triliun usai pajak pertambahan nilai (PPN) batal naik ke 12 persen di 2025.

    Dirjen Pajak Suryo Utomo tidak membenarkan atau membantah angka tersebut. Ia hanya menegaskan bakal mencari sumber-sumber penerimaan lain.

    “Strateginya gimana (menggenjot penerimaan pajak 2025)? Ya, saya optimalisasi penerimaan (pajak),” katanya dalam Media Briefing di DJP Kemenkeu, Jakarta Selatan, Kamis (2/1).

    “Karena (pembatalan PPN 12 persen untuk semua barang dan jasa) otomatis ada sesuatu yang hilang, yang kita gak dapatkan. Ya, kita mencari optimalisasi di sisi yang lain, di antaranya ada ekstensifikasi dan intensifikasi,” imbuh Suryo.

    PPN mulanya akan dinaikkan dari 11 persen ke 12 persen mulai 1 Januari 2025. Ini sesuai dengan ketetapan dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias UU HPP.

    Akan tetapi, sikap pemerintah berubah. Presiden Prabowo Subianto memutuskan pada 31 Desember 2024 malam bahwa PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang mewah, yakni yang selama ini dipungut pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

    Sedangkan potensi pendapatan Rp75 triliun sempat diungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu. Ia mengatakan pendapatan sebesar itu bakal dikantongi negara andai kenaikan PPN 12 persen diberlakukan secara umum.

    Angka serupa juga dipakai Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Ia bahkan sudah menghitung potensi penerimaan dari skema PPN 12 persen hanya untuk barang mewah bakal lebih kecil.

    “Dengan penerapan kebijakan ini hanya menambah Rp3,2 triliun pada APBN 2025 dari potensi penerimaan Rp75 triliun apabila kenaikan PPN menjadi 12 persen diberlakukan penuh pada semua barang dan jasa,” ujar Dasco di Instagram pribadinya @sufmi_dasco, Selasa (31/12).

    Aturan turunan soal PPN ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan PPN Atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean. Beleid ini diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani pada hari terakhir 2024.

    Tarif 12 persen diberlakukan untuk barang-barang mewah. Sedangkan sisanya, selain yang mendapatkan fasilitas bebas PPN, dipungut dengan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebesar 11/12 dari tarif 12 persen.

    (skt/agt)

  • Baru Berlaku Februari 2025, Kemenkeu Berikan Masa Transisi Penerapan PPN 12% Barang Mewah

    Baru Berlaku Februari 2025, Kemenkeu Berikan Masa Transisi Penerapan PPN 12% Barang Mewah

    Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan masa transisi untuk pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% bagi barang mewah. 

    Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, Suryo Utomo memaparkan, masa transisi ini juga telah termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 131/2024. 

    “Secara prinsip kami pun juga memberikan atau memberikan waktu transisi,” kata Suryo dalam Konferensi Pers di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta pada Kamis (2/1/2025).

    Secara terperinci, pengenaan tarif pajak 12% untuk barang mewah akan dikenakan mulai 1 Februari 2025 mendatang. Sementara itu, dari 1 Januari 2025 sampai 31 Januari 2025 PPN terutang akan dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN 12% dengan dasar pengenaan pajak (DPP) berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual.

    Suryo menjelaskan, transisi ini diberikan kepada para pengusaha kena pajak yang menjadi pihak pemungut PPN bertarif 12% khusus untuk barang mewah. Hal tersebut karena mereka harus melakukan penyesuaian faktur pajaknya.

    “Karena faktur pajak yang dibuat wajib pajak sebagian besar sudah dalam dokumen digital secara sistem. Otomatis waktu ubah sistem kami beri rentang waktu yang cukup bagi teman-teman wajib pajak untuk menyiapkan sistemnya,” kata Suryo.

    Sementara itu, Suryo mengatakan fase transisi ini tidak berlaku untuk tarif PPN yang bukan barang mewah. Hal tersebut karena tarif akhir barang atau jasa tersebut masih tetap sebesar 11%.

    Pasal 3 ayat 2 PMK No 131/2024 menjelaskan, untuk barang kena pajak (BKP) yang tidak tergolong barang mewah, pengenaan PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain. 

    Adapun, pasal 3 ayat 3 beleid yang sama juga memperinci nilai lain yang dimaksud berasal dari nilai impor, harga jual ataupun penggantian yang dihitung sebesar 11/12.

  • LCGC Dihantam Tarif PPN 12 Persen

    LCGC Dihantam Tarif PPN 12 Persen

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 menjadi 12 persen berlaku untuk produk kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

    “Saat ini, PPN 12 persen hanya dikenakan untuk Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang saat ini dikenakan PPnBM, termasuk kendaraan bermotor,” kata Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Rustam Effendi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/1).

    Menurut Rustam, ketentuan itu berdampak pada hampir seluruh jenis kendaraan mulai mobil harga terjangkau dan ramah lingkungan (Low Cost Green Car/LCGC).

    “Iya [LCGC kena imbas PPN 12 persen],” ucapnya.

    Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan PPN Atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.

    Beleid itu ditetapkan pada 31 Desember 2024. Pertimbangan sang Bendahara Negara merilis aturan ini adalah mewujudkan aspek keadilan dalam penerapan PPN di masyarakat.

    “Barang kena pajak dengan dasar pengenaan pajak berupa harga jual atau nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat 2 merupakan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,” jelas pasal 2 ayat 3 beleid itu, dikutip Kamis (2/1).

    Sedangkan daftar barang mewah yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) diatur dalam PMK Nomor 141 Tahun 2021. Lalu, dirinci juga dalam PMK Nomor 15 Tahun 2023 terkait daftar barang bawah mewah kena pajak selain kendaraan bermotor.

    Saat pertama kali meluncur pada 2013, mobil LCGC mendapat fasilitas berupa keringanan PPnBM 0 persen seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau.

    Agar produsen bisa menikmati insentif tersebut, para produsen harus memenuhi ketentuan salah satunya konsumsi bahan bakar yaitu kapasitas isi silinder 980-1200 cc dengan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) paling sedikit 20 km/liter.

    Namun pada Oktober 2022, mobil LCGC sudah tidak lagi diberikan diskon PPnBM, sehingga LCGC dikenakan pajak 3 persen sesuai aturan berlaku.

    Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohanes Nangoi mengatakan kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak akan berdampak negatif pada penjualan kendaraan karena pemerintah menggelontorkan insentif-insentif fiskal.

    “Kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 mendatang tidak akan berdampak negatif pada potensi penjualan, dan bahkan dapat diabaikan,” kata Ketua Umum Gaikindo Yohanes Nangoi dalam keterangan resmi, Desember 2024.

    Menurut Yohanes, kebijakan insentif fiskal awal Januari 2025 dapat mengeliminasi kekhawatiran pemain industri kendaraan bermotor akan risiko kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun ini.

    (can/mik)

    [Gambas:Video CNN]

  • DPRD Jepara Desak Pemda Tambal Jalan Rusak untuk Antisipasi Kecelakaan

    DPRD Jepara Desak Pemda Tambal Jalan Rusak untuk Antisipasi Kecelakaan

    TRIBUNJATENG.COM, JEPARA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jepara mendesak Pemerintah Daerah untuk segera melakukan penambalan jalan berlubang di wilayah Jepara guna mengantisipasi kecelakaan.

    Ketua Komisi D DPRD Jepara, Andi Rokhmat, menyampaikan hal tersebut usai Rapat Koordinasi (Rakor) bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di ruang rapat Komisi D, Kamis (2/1/2025).

    Menurut Andi, musim hujan bukan alasan untuk menunda perbaikan jalan. Ia mengusulkan agar jalan berlubang ditimbun sementara dengan pasir untuk mencegah kecelakaan hingga perbaikan permanen dapat dilakukan.

    “Kalau ada lubang yang cukup dalam, paling tidak ditutup sementara dengan pasir sambil menunggu hujan berhenti. Ini penting untuk keselamatan masyarakat,” ujarnya.

    Andi menambahkan, jika penimbunan sementara tidak dapat dilakukan, DPRD akan mengajak DPUPR dan PLTU untuk memantau langsung jalan rusak dan mendorong perbaikan oleh pemerintah provinsi.

    “Alternatifnya, kami akan ajak DPUPR dan PLTU untuk monitoring pada tanggal 9, agar ada tindak lanjut dan kontribusi terhadap perbaikan jalan provinsi,” jelasnya.

    Sementara itu, Kepala DPUPR Kabupaten Jepara, Ary Bahtiar, menyampaikan bahwa perbaikan jalan terhenti sementara karena hujan. Pihaknya berencana melanjutkan perbaikan setelah hujan mereda pada akhir Januari 2025.

    “Perbaikan jalan akan dimulai kembali jika kondisi hujan sudah mereda. Kalau dilakukan sekarang, tambalan tidak akan bertahan lama,” ungkap Ary.

    Ia juga menjelaskan bahwa anggaran perbaikan jalan pada tahun 2025 terbatas dan berfokus pada pemeliharaan melalui program klinik jalan.

    “Kami fokus pada tambalan untuk jalan berlubang. Tapi, tahun ini ada keterbatasan anggaran sesuai instruksi Kementerian Keuangan yang menghentikan pemeliharaan berkala hingga pemberitahuan lebih lanjut,” tambahnya.

    DPUPR dan DPRD Jepara berkomitmen untuk terus memantau kondisi jalan dan mencari solusi agar perbaikan dapat dilakukan secara efektif meski dengan keterbatasan anggaran dan kondisi cuaca.

  • Prastowo Yustinus Sebut Kebijakan Pemerintah Soal PPN Patut Disyukuri

    Prastowo Yustinus Sebut Kebijakan Pemerintah Soal PPN Patut Disyukuri

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan, Prastowo Yustinus menyebut kebijakan pemerintah soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) patut disyukuri. Ia mengklaim PPN tidak naik jadi 12 persen.

    “Apapun kerumitan dan dinamika yang ada, keputusan pemerintah untuk mempertahankan beban PPN di 11% ini layak disyukuri,” kata Prastowo dikutip dari unggahannya di X, Kamis (2/1/2024).

    Kebijakan tersebut, menurutnya mengorbankan sejumlah pihak. Mulai dari pemerintah hingga masyarakat.

    “Ada pengorbanan di sisi pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah,” ujar Prastowo.

    Meski begitu, Prastowo mengakui banyak pertanyaan teknis saat ini yang bermunculan. Itu, kata dia akan dijelaskan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

    “Banyak pertanyaan teknis muncul. Saya mendapat kabar besok siang DJP akan melakukan media briefing untuk sosialisasi lengkap,” ujarnya.

    “Semoga-semoga semua pertanyaan teknis terjawab dan teman-teman di lapangan tenang kembali. Bagus juga disiapkan pertanyaan-pertanyaan agar terjawab dengan baik,” tambahnya.

    Adapun kenaikan PPN 12 persen berlaku mulai 1 Januari.

    “Kemudian perintah undang-undang, 11 ke 12 persen pada 1 Januari 2025, besok. Kenaikan bertahap ini dimaksud agar tidak memberi dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat, inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” kata Prabowo dalam jumpa pers di Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa, 31 Desember 2024.

    Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan PPN tidak naik. Itu ia sampaikan melalui unggahannya di Instagram.

    “PPN tidak naik!” tulisnya.