Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • PTPP Siap Berperan dalam Progam 1 Juta Rumah Kerja Sama RI-Qatar

    PTPP Siap Berperan dalam Progam 1 Juta Rumah Kerja Sama RI-Qatar

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kerja sama antara Indonesia dan Qatar untuk membangun 1 juta rumah merupakan langkah strategis yang sangat positif, terutama dalam konteks pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat Indonesia, inisiatif ini tentunya sangat menjanjikan dan bisa menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

    Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program pembangunan perumahan rakyat. Pada hari Rabu (08/01), Indonesia resmi menjalin kerja sama MOU dengan Qatar untuk pembangunan 1 juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

    Dokumen kerja sama tersebut ditandatangani oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, yang mewakili pihak Indonesia, dan Sheikh Abdul Aziz Bin Abdul Rahman Hassan Al-Thani, Sekretaris Jenderal Dewan Keluarga Kerajaan sekaligus Ketua Dewan Pengawas Dana Kemanusiaan Kerajaan Qatar.

    Selain disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto, penandatanganan tersebut juga dihadiri sejumlah tokoh penting, diantaranya Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo, Menteri Investasi Rosan Roeslani, Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah, dan Wakil Menteri Luar Negeri Anis Matta.

    Dengan penandatanganan kerjasama (MoU) ini, Qatar menjadi investor pertama dalam proyek pembangunan 3 juta rumah. Sebagaimana diketahui, proyek pembangunan ini dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Sebelumnya, pasca-penandatangan MoU ini, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait mengatakan, sesuai arahan Presiden bahwa ini kerja sama antar pemerintah. Kemudian tugas kami, kita jadi tim yang solid, kita menyiapkan lahan yang dimiliki negara. Dia juga mengatakan bahwa investasi dari Qatar akan berfokus pada pembangunan satu juta unit rumah di perkotaan. Hunian itu nantinya ditargetkan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.

    Dia menegaskan, pembangunan akan memakai lahan yang dimiliki lembaga dan kementerian. Di antaranya, seperti lahan dari aset perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hingga Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan.

    Adapun lokasi yang sejauh ini akan dibangun seperti di wilayah Senayan hingga Kalibata. Selain itu, pembangunan juga akan dilakukan di dekat stasiun seperti yang dilakukan oleh Perumnas. “Lokasi akan disurvei segera oleh Sheikh. Dan kita sudah siap membawa beberapa lokasi yang sudah dikatakan tadi. Ada di Kemayoran, ada di sekitar Senayan, ada di sekitar Kalibata,” jelas Maruarar Sirait dalam keterangan tertulis dikutip Minggu (12/1/2025).

    “Nanti Pak Erick akan menyiapkan dari PTPP, KAI, dan Perumnas. Nanti dari situ lebih lanjut karena ini G2G maka negara hadir untuk menyiapkan lahan idle dan tidak bermasalah yang siap untuk dibangun,” kata Maruarar lagi.

    Senada dengan Ara, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah menambahkan, hunian yang akan dibangun oleh Qatar ini berupa hunian vertikal. Pembangunannya tidak hanya dilakukan di Jakarta saja, tetapi di seluruh Indonesia.

    “PT PP (Persero) Tbk, salah satu perusahaan konstruksi dan investasi di Indonesia (PTPP) berkomitmen mendukung upaya kerja sama investasi pemerintah Indonesia dengan Qatar dalam mewujudkan pembangunan 1 juta rumah di RI,” sambung Corporate Secretary PTPP, Joko Raharjo.

    Melalui dukungan ini PTPP akan berperan aktif dalam melaksanakan konstruksi untuk pembangunan 1 juta rumah. Adapun beberapa lahan yang siap digunakan berada di Jabodetabek, Jawa Barat, Yogyakarta dan Pekanbaru. Dengan total luasan 26 Hektar.

    Sebagai perusahaan terbuka melalui berbagai proyek yang telah diluncurkan, PTPP optimis dapat menjadi salah satu penggerak dalam realisasi program 1 juta rumah. Dengan selalu mengedepankan dan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik, Joko menyebut, PTPP akan selalu berkomitmen dalam mengimplementasikan aspek Environment, Social, and Governance (ESG) yang di mana ke depannya akan berdampak positif tidak hanya sebagai competitive advantage perseroan namun juga pembangunan yang berkelanjutan untuk negara.

    Upaya Kerja sama Investasi Pemerintah Indonesia dan Qatar ini bertujuan untuk menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kerja sama ini juga bertujuan meningkatkan hubungan bilateral antara Indonesia dan Qatar, serta membuka peluang investasi di sektor lainnya. Dengan demikian, proyek ini diharapkan memberikan dampak positif jangka panjang bagi perekonomian kedua negara. 

    (bul/bul)

  • Kadi Ungkap Dumping Baja China Banjiri Industri Otomotif, 55% Lebih Murah

    Kadi Ungkap Dumping Baja China Banjiri Industri Otomotif, 55% Lebih Murah

    Bisnis.com, JAKARTA — Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) mengungkap hasil penyelidikan atas dugaan praktik dumping pada produk baja Cold Rolled Coil (CRC) dari produsen China yang membanjiri pasar domestik. 

    Ketua KADI Danang Prasta Danial mengatakan impor baja asal China yang seringkali digunakan sebagai bahan baku otomotif itu terbukti dumping dengan kisaran harga lebih murah 5%—55%. 

    “KADI telah menyelesaikan penyelidikan tersebut dan ditemukan bukti dumping dengan kisaran 5,9%-55,6%,” kata Danang kepada Bisnis, dikutip Minggu (12/1/2025). 

    Adapun, pihaknya telah selesai melakukan pembuktian dan saat ini dalam tahap pembahasan kembali oleh Pemerintah terkait implementasinya, yakni Kementerian Keuangan. 

    Sebelumnya, KADI juga telah merampungkan penyelidikan dugaan praktik dumping produk impor baja hot rolled plate oleh perusahaan asal China. Hasil penyelidikan tersebut dapat mempengaruhi industri baja dalam negeri. 

    Dalam 10 tahun terakhir pihaknya telah melakukan penyelidikan terhadap produk baja impor dari China untuk melindungi produsen lokal.  

    “KADI baru saja selesai penyelidikan untuk produk baja hot rolled plate dari yang berasal dari RRT,” kata Danang kepada Bisnis, dikutip Minggu (6/10/2024).  

    Praktik dumping produk impor baja telah lama diwanti-wanti oleh pelaku usaha lokal. Pengamanan melalui pengenaan tarif hingga larangan dan pembatasan (lartas). 

    Dalam memberikan pengamanan bagi industri dalam negeri, KADI melakukan penyelidikan untuk mengetahui produk baja impor tersebut terbukti dumping atau tidak.  

    “Jika iya, maka akan direkomendasikan pengenaan BMAD dengan besaran yang sesuai dengan hasil penyelidikan tersebut,” jelasnya. 

    Diberitakan sebelumnya, berdasarkan catatan KRAS, volume impor produk CR Coil/S paling besar masuk dengan volume 1,36 juta ton, diikuti oleh produk HR Coil sebesar 1,35 juta ton pada periode Januari-Oktober 2024. 

    Direktur Utama KRAS Muhammad Akbar mengatakan, produsen baja CRC nasional sudah mengajukan kebutuhan penerapan BMAD sejak 5 tahun lalu. Hal ini pun telah ditindaklanjut oleh Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan hingga Komite Antidumping Indonesia (KADI). 

    “Yang paling penting terutama sektor otomotif itu yang kita butuhkan bea masuk antidumpingnya adalah CRC ya cold rolled coil itu yang belum dikeluarkan oleh BMAD. Terus terang itu sudah dari 5 tahun lalu diajukan oleh industri CRC nasional bukan hanya KS [Krakatau Steel],” kata Akbar saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia di Jakarta, Rabu (8/1/2025). 

    Tingkat utilisasi kapasitas industri baja nasional rata-rata sebesar 57% per 2023. Adapun, untuk produk CRC/S utilisasinya sebesar 53% dengan total kapasitas produksi 2,6 juta ton per tahun dan kapasitas terpasang 1,4 juta ton per tahun. 

    Adapun, produk tersebut kebanyakan diproduksi untuk kebutuhan dalam negeri sebesar 1,3 juta ton dan sisanya untuk ekspor. Dengan konsumsi rata-rata 3,2 juta ton, share impor masih mendominasi sebesar 56%. 

    “Yang kita khawatirkan dampaknya satu industrialis ini sama produsen akan berubah mental jadi trader akhirnya pengangguran akan terus nambah, penganggurannya ini ratusan ribu potensinya, kalau ini kita tidak lakukan upaya yang cepat,” tegasnya. 

  • Aplikasi Coretax Harganya Rp1,3 Triliun tapi Kualitas Murahan, DPR bakal Panggil Sri Mulyani

    Aplikasi Coretax Harganya Rp1,3 Triliun tapi Kualitas Murahan, DPR bakal Panggil Sri Mulyani

    GELORA.CO – Anggota Komisi XI DPR RI, Erwin Aksa berencana untuk memanggil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani guna memberikan klarifikasi terkait kendala akses pada sistem administrasi pajak terbaru, Coretax.

    Sejak mulai diimplementasikan pada 1 Januari 2025, layanan tersebut menuai berbagai kritik, terutama terkait kesulitan akses. Padahal pengadaan aplikasi ini memakan biaya banyak tetapi kualitasnya malah murahan.

    “Coretax merupakan investasi digital dengan nilai yang cukup tinggi, sehingga akan diawasi oleh Komisi XI. Terkait masalah teknis, kami akan memanggil pihak terkait setelah masa reses,” kata Erwin Aksa kepada Inilah.com, Jakarta, Sabtu (11/1/2025).

    Erwin menegaskan, akan terus memantau perkembangan Coretax sepanjang kuartal pertama 2025. Politikus Partai Golkar ini tak menyangkal adanya potensi kerugian negara imbas kegagalan layanan Coretax. Terlebih investasi untuk menghadirkan sistem ini cukup mahal, sekitar Rp1,3 Triliun.

    Dia mendesak DJP dan Kemenkeu memberikan penjelasan secara transparan menyangkut persoalan tersebut. “Selain itu, Coretax ini akan dievaluasi, mengingat tujuan utamanya adalah untuk mendukung ekstensifikasi pajak,” ujar Erwin.

    Sebelumnya DJP Kemenkeu telah menyampaikan permintaan maaf, usai sistem inti administrasi pajak, Coretax masih sulit diakses para wajib pajak.

    “Dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh wajib pajak atas terdapatnya kendala-kendala yang terjadi dalam penggunaan fitur-fitur layanan Coretax DJP yang menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan dan keterlambatan layanan administrasi perpajakan,” tulis keterangan resmi DJP Jumat (10/1/2025).

    Dalam keterangan tersebut, Ditjen Pajak berjanji terus berupaya memperbaiki kendala yang ada serta memastikan layanan Coretax DJP dapat berjalan dengan baik.

    Diketahui, sejumlah wajib pajak mengeluhkan layanan aplikasi pajak anyar bernama Coretax yang diinisiasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Padahal, aplikasi yang diluncurkan 1 Januari 2025, investasinya cukup mahal, sekitar Rp1,3 triliun.

    Awalnya, kehadiran Coretax ini diharapkan bisa meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem administrasi perpajakan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, banyak wajib pajak kesulitan dalam mengakses berbagai fitur penting dalam Coretax. Termasuk permintaan sertifikat digital dan pembuatan e-faktur.

  • Sumbangan 1 Juta Unit Rumah dari Qatar Bakal Digarap di Lahan Milik BUMN – Halaman all

    Sumbangan 1 Juta Unit Rumah dari Qatar Bakal Digarap di Lahan Milik BUMN – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dua badan usaha milik negara (BUMN) akan membangun proyek 1 juta unit rumah yang berasal dari investasi Qatar Qilaa International Group.

    Proyek ini sebagai bagian dari Program 3 Juta Rumah.

    Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengungkap dua BUMN tersebut adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan Perum Perumnas.

    “Untuk lahan, kami sudah menyampaikan beberapa aset BUMN dari KAI dan Perumnas,” kata Maruarar ketika bertemu Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono di Jakarta, dikutip dari siaran pers pada Sabtu (11/1/2025).

    “Kemudian saya juga menyampaikan kepada Setneg dan Kementerian Keuangan dalam hal ini DJKN,” lanjutnya.

    Pria yang akrab disapa Ara itu mengatakan juga telah mendapatkan arahan dari Presiden Prabowo Subianto terkait tindak lanjut investasi dari Qatar ini.

    Ia menyebut Prabowo meminta agar segera disiapkan tim secara lengkap untuk menyiapkan legalitasnya.

    Dalam aspek legalitas, Ara menyatakan juga melibatkan Kementerian Hukum untuk menyiapkan semua dasar aturan pelaksanaan di sektor perumahan.

    “Dari segi aturan hukum, yaitu hukum yang ada di Indonesia, harapan saya juga Kementerian Hukum juga bisa dilibatkan,” ujarnya.

    Sebagaimana diketahui, pada Rabu (8/1/2025), Ara dan perwakilan Qatar Sheikh Abdul Aziz Al Thani melakukan penandatanganan MoU proyek pembangunan 1 juta rumah ini dan disaksikan langsung oleh Prabowo di Istana Merdeka Jakarta.

    Ara mengatakan, berdasarkan arahan Prabowo, kerjasama pembangunan satu juta unit rumah ini dilakukan dengan skema G to G. Dalam proyek ini, tugas pemerintah adalah menyiapkan lahan yang dimiliki negara.

    “Pak Erick akan siapkan dari PTP, KAI, Perumnas, kemudian dari Kemensetneg ada di Kemayoran dan sekitar Senayan. Kemudian dari Kemenkeu dari DJKN ada di Kalibata,” katanya.

    Selain itu, kata Ara, pihaknya juga akan segera membawa investor Qatar untuk memahami sejumlah aturan di Indonesia.

    “Kemudian juga bisa melakukan survei ke lapangan langsung karena arahan dari presiden prabowo kita bekerja cepat aturannya seperti ini, kemudian lapangannya langsung di cek,” pungkasnya.

    Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah mengatakan bahwa prioritas proyek satu juta rumah ini adalah rumah susun atau vertical housing. Pasalnya problem diperkotaan adalah rumah susun.

    “Jadi gini, problem perumahan di Indonesia kalau di desa-desa itu terutamanya adalah perbaikan rumah. Tapi fokus dari investasi kali ini adalah di kota dan problem perkotaan adalah rumah susun. Karena banyak daerah-daerah kumuh, daerah yang menumpuk,” katanya di Istana.

    Menurut Fahri nantinya tiap unit rumah yang dibangun paling kecil bertipe 36. Hal itu sesuai dengan keinginan Presiden Prabowo agar hunian untuk rakyat tidak terlalu kecil.

    “Tapi memang beliau lebih prever supaya rakyat jangan kasih yang kecil, minimal (tipe) 36,” katanya.

    Rencana pembangunan 1 juta unit rumah tersebut akan diprioritaskan di perkotaan padat penduduk di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

  • Ekspor Tembaga Dilarang, Penerimaan Bea Keluar Bisa Hilang Rp 11 T

    Ekspor Tembaga Dilarang, Penerimaan Bea Keluar Bisa Hilang Rp 11 T

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mengatakan penerimaan bea keluar pada 2025 akan turun seiring dengan larangan ekspor konsentrat tembaga per 1 Januari 2025.

    Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC M. Aflah Farobi mengatakan pemerintah tahun ini memproyeksikan penerimaan dari bea keluar hanya Rp 4,5 triliun, turun signifikan dari target 2024 yakni Rp 17 triliun. Pada 2024 penerimaan bea keluar tembus Rp 20,8 triliun.

    “Kompsoisinya dari Rp 20,8 triliun tadi sebenarnya yang tembaga itu sekitar Rp 11 triliun lebih sedikit dan yang sawit itu sekitar Rp 9,6 triliun untuk bea keluarnya,” katanya dalam acara Media Briefing terkait Kinerja DJBC 2024 dan Strategi 2025 di Jakarta, Jumat (10/1/2025) kemarin.

    Dengan adanya larangan ekspor konsentrat tembaga yang telah ditetapkan 1 Januari 2025, Aflah mengatakan penerimaan bea keluar ditargetkan hanya Rp 4,5 triliun yang hanya mengandalkan dari penerimaan ekspor produk sawit.

    “Memang sampai sekarang masih berlaku ketentuan larangan ekspor mineral jadi berdasarkan hal tersebut target tahun 2025 pemerintah ditargetkan untuk bea keluar itu hanya Rp 4,5 triliun ini tentunya sumbernya hanya dari sawit,” katanya.

    Aflah mengakui bahwa untuk mencapai penerimaan bea keluar yang hanya mengandalkan ekspor produk sawit sulit untuk dicapai. Hal ini lantaran tren volume ekspor sawit 2024 sebesar 36 juta ton, jauh lebih rendah dari asumsi awal 39 juta ton.

    “Nanti kira-kira dampaknya berapa ini tergantung dari harga CPO di pasaran,” katanya.

    Sebelumnya, pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) telah memperpanjang izin ekspor lima komoditas mentah seperti, konsentrat besi laterit, konsentrat tembaga, konsentrat seng, konsentrat timbal, dan lumpur anoda (anoda slime). Kelima komoditas itu diperbolehkan untuk diekspor sampai 31 Desember 2024, tetapi dilarang mulai 1 Januari 2025.

    Kala itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Budi Santoso mengatakan tujuan relaksasi ekspor pertambangan yang dilakukan pemerintah agar tercipta industri pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri yang dapat mengekspor produk pertambangan bernilai tambah.

    “Relaksasi kebijakan dan pengaturan ekspor atas beberapa komoditas produk pertambangan, seperti konsentrat besi laterit, konsentrat tembaga, konsentrat seng, konsentrat timbal, dan lumpur anoda penting dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menjamin kepastian berusaha di dalam negeri, menciptakan iklim usaha yang baik, dan meningkatkan ekspor atas produk yang bernilai tambah,” ungkap dia dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (6/6/2024).

    (ara/ara)

  • Warga RI Wajib Tabah, 2025 Bisa Jadi Tahun Petaka

    Warga RI Wajib Tabah, 2025 Bisa Jadi Tahun Petaka

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Di tahun baru ini, warga RI sepertinya harus bersabar. Sebab, 2025 kemungkinan besar akan sangat menantang bagi warga Indonesia.

    Sederet benda-benda diramalkan akan naik dikarenakan sejumlah pungutan pajak baru. Tercatat ada beberapa hal yang akan mengalami perubahan harga karena kenaikan maupun perubahan kebijakan, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% khususnya untuk barang mewah, penambahan Objek Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK), kenaikan iuran BPJS Kesehatan, potensi kenaikan harga gas Elpiji, hingga potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

    Belum selesai di situ, ada penambahan lainnya yakni penerapan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang akan dikenakan PPN, penerapan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta opsen pajak kendaraan bermotor.

    Berikut daftar kenaikan yang akan terjadi di 2025.

    1. PPN Naik Menjadi 12%

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah resmi menerbitkan peraturan yang menjadi acuan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dengan tarif 12% bagi barang atau jasa yang tergolong mewah.

    Peraturan itu ia tetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024. PMK 131/2024 ini ia tetapkan pada 31 Desember 2024 dan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

    “Bahwa guna mewujudkan aspek keadilan di masyarakat perlu diterbitkan kebijakan dalam penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai,” dikutip dari bagian menimbang PMK 131/2024.

    Skema pengenaan tarif PPN 12% dalam peraturan ini terbagi dua. Pertama ialah menggunakan dasar pengenaan pajak atau DPP berupa harga jual atau nilai impor, sedangkan yang kedua DPP berupa nilai lain. Skema ini dijelaskan dalam pasal 2 dan pasal 3 PMK tersebut.

    Untuk skema pertama, dikhususkan atas impor barang kena pajak dan/atau penyerahan barang kena pajak (BKP) di dalam daerah pabean oleh pengusaha yang terutang PPN. PPN yang terutang itu dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor.

    Adapun BKP dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor itu merupakan BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

    Sementara itu, untuk BKP yang tidak tergolong barang mewah, skema pengenaan PPN terutangnya dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain. Nilai lain ini dihitung sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.

    Penting dicatat, dalam Pasal 5 peraturan ini disebutkan bahwa pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan BKP kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir, akan berlaku dua ketentuan.

    Ketentuan pertama, mulai 1 Januari 2025 sampai dengan 31 Januari 2025, PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual.

    Ketentuan kedua, mulai 1 Februari berlaku ketentuan PPN yang terutang dihitung dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor.

    2. Penambahan Objek Cukai, Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)

    Tak hanya kenaikan PPN menjadi 12%, pengenaan cukai atas barang berpotensi bertambah di 2025. Adapun cukai baru yang bakal dikenakan yakni cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

    Dalam Buku Nota II Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, rencananya objek MBDK akan dikenakan cukai pada 2025. Kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada (MBDK) dikenakan untuk menjaga kesehatan masyarakat.

    Pemerintah mengusulkan target penerimaan cukai sebesar tahun depan sebesar Rp 244,2 triliun atau tumbuh 5,9%. Pemerintah juga menargetkan barang kena cukai baru yakni minuman berpemanis dalam kemasan.

    Usulan tersebut tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 serta dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2025.

    Dalam RUU pasal 4 ayat 6 disebutkan “Pendapatan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dikenakan atas barang kena cukai meliputi:

    a. hasil tembakau;

    b. minuman yang mengandung etil alkohol;

    c. etil alkohol atau etanol;

    d. minuman berpemanis dalam kemasan

    Munculnya barang kena cukai baru yakni minuman berpemanis dalam kemasan ini di luar dugaan mengingat pemerintah sebelumnya lebih gencar mewacanakan akan mengenakan cukai pada plastik. Ketentuan cukai plastik bahkan sudah dimuat dalam APBN 2024.

    “Pemerintah juga berencana untuk mengenakan barang kena cukai baru berupa Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di tahun 2025. Pengenaan cukai terhadap MBDK tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula dan/ atau pemanis yang berlebihan, serta untuk mendorong industri untuk mereformulasi produk MBDK yang rendah gula,” tulis RAPBN 2025.

    Cukai sebagai instrumen fiskal memiliki fungsi strategis, baik sebagai penghimpun penerimaan negara (revenue collector) maupun sebagai pengendali eksternalitas negatif.

    Oleh karena itu, dalam setiap perumusan kebijakan tarif cukai, pemerintah perlu memperhatikan aspek-aspek yang dikenal 4 Pilar Kebijakan yaitu pengendalian konsumsi (aspek kesehatan), optimalisasi penerimaan negara, keberlangsungan industri, dan peredaran rokok ilegal.

    Saat ini, pengenaan cukai baru atas terdiri tiga objek pengenaan yakni cukai hasil tembakau (rokok), etil alkohol (etanol), dan minuman yang mengandung etil alkohol.

    3. Iuran BPJS Kesehatan Berpotensi Naik

    Iuran BPJS Kesehatan dikabarkan akan naik pada 2025. Sebagaimana dikatakan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.

    Ali Ghufron Mukti memberikan sinyal kenaikan besaran iuran itu hanya untuk kelas I dan II.

    Kenaikan tarif iuran itu akan diterapkan menjelang pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS) mulai 30 Juni 2025, yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024.

    Sementara itu, dia memastikan iuran peserta kelas III tidak akan berubah karena peserta tersebut umumnya merupakan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

    Sayangnya, Ghufron belum mengungkapkan kapan tepatnya besaran iuran BPJS Kesehatan akan naik. Namun, dia memastikan kebijakan ini bakal diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).

    Dalam kesempatan ini, Ghufron juga menegaskan tarif iuran BPJS Kesehatan tidak akan dibuat single tarif. Artinya, setiap kelas peserta bakal tetap membayar sesuai dengan porsinya.

    4. Harga BBM Berpotensi Naik

    Pemerintah berencana memangkas subsidi BBM pada tahun 2025 mendatang. Jika benar demikian, maka masyarakat harus bersiap untuk kenaikan tarif BBM di tahun depan.

    Rencana kebijakan ini terungkap dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025. Dalam dokumen tersebut, pemerintah mendorong dilakukannya pengendalian kategori konsumen untuk BBM jenis Pertalite dan Solar.

    Peningkatan konsumsi BBM ditambah harga jual yang berada di bawah harga keekonomian mengerek beban subsidi dan kompensasi. Selain itu, penyaluran BBM Subsidi saat ini dinilai kurang tepat pasalnya lebih banyak dinikmati mayoritas rumah tangga kaya.

    Dengan pengendalian konsumen yang berkeadilan, diperkirakan dapat mengurangi volume konsumsi Solar dan Pertalite sebesar 17,8 juta KL per tahun.

    “Keseluruhan simulasi reformasi subsidi dan kompensasi energi ini diproyeksikan akan menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp 67,1 triliun per tahun,” demikian dikutip dari Dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025, Jumat (24/5/2024) lalu.

    5. Potensi Kenaikan Harga Gas LPG

    Dalam RAPBN 2025 disebutkan jika subsidi LPG Tabung 3 Kg hanya mencapai Rp 87,6 triliun atau naik tipis 2,3% dari outlook 2024 sebesar Rp 85,6 triliun. Kenaikan tipis ini mengindikasikan adanya langkah pembatasan penerima.

    Meski begitu, menurutnya perubahan skema subsidi gas melon ini diperkirakan baru akan diuji coba pada akhir 2025 mendatang. Sehingga jika benar nanti skema pemberian subsidi diganti, langkan ini baru bisa berjalan pada 2026 mendatang.

    Sebab nantinya pemberian subsidi LPG 3 kg ini akan mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk memastikan betul siapa penerima yang berhak dan yang tidak. Tentunya, jika subsidi gas Elpiji 3 kg dialihkan, maka ada potensi kenaikan harga yang cukup tinggi.

    Diperkirakan nilai subsidi LPG 3 kg mengalami pembengkakan beberapa tahun ke depan. Sebab asumsi antara DPR dengan pemerintah menyetujui adanya peningkatan konsumsi LPG di Indonesia pada tahun 2025 mendatang.

    6. IPL Apartemen Akan Dikenakan PPN

    Ada kabar kalau Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL) pada rumah susun dan apartemen akan dikenakan PPN. Hal ini bermula dari surat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan wilayah Jakarta Barat mengenai sosialisasi pengelola apartemen.

    Dari surat yang diterima CNBC Indonesia, terpantau ada 19 apartemen yang masuk ke dalam daftar undangan, mulai dari PSSRS Komersial Campuran Seasons City Jakarta, Apartemen Grand Tropic, Apartemen Menara Latumenten hingga Apartemen Maqna Residence.

    Dalam surat tersebut, akan dilakukan kegiatan sosialisasi PPN atas Jasa Pengelolaan/Service Charge kepada para pengelola apartemen oleh Kanwil DJP Jakarta Barat.

    “Sehubungan dengan adanya kegiatan sosialisasi PPN atas Jasa Pengelolaan/Service Charge kepada para pengelola apartemen oleh Kanwil DJP Jakarta Barat, dengan ini kami mengundang Saudara untuk menghadiri kegiatan tersebut yang akan dilaksanakan pada hari, tanggal Kamis, 26 September 2024 waktu 09.00 s.d. selesai,” tulis undangan yang ditandatangani secara elektronik oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat Farid Bachtiar dikutip Rabu (25/9/2024).

    Mengenai surat tersebut, Kalangan penghuni rumah susun dan apartemen keberatan. Ketua Umum Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Adjit Lauhatta menilai kebijakan itu tidak tepat karena banyak penghuninya merupakan kalangan menengah yang saat ini daya belinya tengah terganggu.

    Polemik pengenaan PPN untuk IPL menemui titik terang setelah Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) bertemu dengan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yakni Muh. Tunjung Nugroho, Kepala Subdirektorat Peraturan Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya di Kantor Ditjen Pajak, Jl. Gatot Subroto, Jakarta.

    Kedua pihak membahas status dan aliran dana IPL warga rumah susun/apartemen sampai akhirnya dibelanjakan.

    Ketua P3RSI Adjit Lauhatta menyampaikan besaran IPL (per meter per segi) ditentukan dalam Rapat Umum Anggota (RUA) PPPSRS. Berapa dana urunan (IPL) itu disesuaikan dengan rencana anggaran program kerja tahunan. Setelah itu baru berapa besaran IPL itu diputuskan. Jadi, sejak awal PPPSRS memang tidak cari untung dari IPL.

    Dana IPL itu lalu ditampung dalam rekening Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), yang selanjutnya akan dipergunakan untuk pembiayaan pengelolaan dan perawatan gedung.

    Dengan demikian, dalam kegiatan penampungan dana IPL dari warga ke PPPSRS itu tidak ada pelayanan jasa di situ. Karena itu, IPL tidak tidak memenuhi unsur pertambahan nilai.

    Pembentukan PPPSRS merupakan amanah UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun untuk mengurusi pengelolaan Benda Bersama, Tanah Bersama, dan bagian bersama. Dan untuk mengelolanya, PPPSRS dapat membentuk atau menunjuk Badan Pengelola profesional.

    “Untuk mengelola dan merawat gedung serta berbagai fasilitasnya, tentunya dibutuhkan biaya besar. Sesuai amanat undang-undang biaya pengelolaan tersebut akan ditanggung renteng oleh pemilik dan penghuni rumah susun secara proporsional, dalam bentuk IPL yang merupakan dana urunan warga dan ditampung di rekening PPPSRS, seperti layaknya RT/RW,” kata Adjit.

    Sementara itu, Ketua PPPSRS Kalibata City, menampung aspirasi warga rumah susun. Sebagai catatan, Kalibata City yang jumlah unitnya sekitar 13 ribu itu merupakan rumah susun subsidi.

    “Selain pemilik, banyak juga penyewa yang tinggal di apartemen Kalibata City dengan alasan agar lebih hemat, karena kantornya di tengah kota Jakarta. Daripada mereka cicil rumah di Bogor atau Tangerang, dimana biaya transportasinya lebih mahal. Hingga kasihan kalau mereka ada tambah pajak (PPN) dari IPL,” kata Musdalifah.

    7. Rencana Tarif KRL Berbasis NIK

    Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya mengumumkan soal pemberian subsidi KRL Jabodetabek menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Apakah skema ini akan jadi diberlakukan pada 2025 mendatang?

    Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengungkapkan bahwa skema ini masih sebatas rencana dan belum akan diberlakukan pada 2025.

    “Belum ada program untuk itu,” tegas Risal kepada CNBC Indonesia.

    Risal pun menegaskan pemberiian subsidi KRL Jabodetabek sama seperti yang dilakukan pada saat ini.

    “Iya (sama),” imbuhnya.

    dalam Dokumen Buku Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 disebutkan subsidi PSO dalam RAPBN tahun anggaran 2025 direncanakan sebesar Rp7.960,1 miliar (Rp7,9 triliun). Lebih rinci lagi, anggaran belanja Subsidi PSO tahun anggaran 2025 yang dialokasikan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp4.797,1 miliar (Rp4,79 triliun) untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api antara lain KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodebek.

    Menariknya ada poin dimana penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek. Dengan perubahan skema subsidi berbasis NIK, artinya tidak semua masyarakat bisa menerima layanan KRL dengan harga yang murah seperti sekarang.

    “Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek,” sebut dokumen tersebut.

    Sebagai catatan tarif KRL Jabodetabek belum naik sejak 2016. Adapun skema tarifnya yaitu sebesar Rp 3.000 untuk 25 kilometer (km) pertama dan ditambah 1.000 untuk setiap 10 kilometer.

    8. Opsen Pajak Kendaraan

    Opsen Pajak mulai berlaku pada 5 Januari 2025. Sebagaimana diketahui, pungutan opsen merupakan amanat Undang-Undang (UU) No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Aturan tersebut berlaku tiga tahun setelah disahkan pada 5 Januari 2022 lalu.

    Dalam ketentuan umum UU No 1 tahun 2022 dijelaskan, Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu. Opsen Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Opsen PKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Sementara, Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Opsen BBNKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok BBNKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Tarif Opsen PKB dan BBNKB pada Pasal 83 UU 1 tahun 2022 ditetapkan sebesar 66% dari pengenaan pajak kendaraan bermotor. Opsen pajak PKB dan BBNKB ditetapkan sebesar 66% yang dihitung dari besaran pajak terutang.

    Dengan demikian, akan ada tujuh komponen pajak yang harus dibayar oleh pengguna kendaraan bermotor baru, yakni BBN KB, opsen BBN KB, PKB, opsen PKB, SWDKLLJ, Biaya Administrasi STNK, dan biaya admin TNKB.

     

    (luc/luc)

  • Orang RI Berbondong-bondong Pilih Rokok Murah, Ini Jurus Bea Cukai

    Orang RI Berbondong-bondong Pilih Rokok Murah, Ini Jurus Bea Cukai

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bukti-bukti masyarakat ahli hisap atau perokok di Indonesia makin banyak yang beralih ke rokok murah semakin banyak terkuak. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan pun mengambil sejumlah strategi untuk menangani masalah tersebut.

    Berdasarkan DJBC, produksi hasil tembakau untuk golongan I turun drastis pada 2024, hanya mencapai 159,1 miliar batang dari tahun sebelumnya 171,1 miliar. Sementara itu, untuk produksi rokok yang lebih murah, yakni golongan II naik dari 87,6 miliar batang menjadi 89 miliar batang, dan rokok golongan III melejit dari 59,4 miliar batang menjadi 67,3 miliar batang.

    Demikian juga dari data produksi sigaret kretek mesin atau SKM juga tercatat turun drastis seperti untuk golongan I dari 118,2 miliar menjadi hanya 96,52 miliar batang, dan sigaret putih mesin atau SPM juga anjlok untuk golongan I dari 4,42 miliar batang menjadi 3,19 miliar batang. Sedangkan untuk produksi sigaret kretek tangan (SKT) justru melonjak seperti untuk golongan III dari 59,42 miliar batang menjadi 67,34 miliar batang.

    Naiknya produksi jenis SKT dan golongan III yang padat karya turut membuat jumlah tenaga kerja pabrik rokok melonjak drastis pada 2024 menjadi 301.113 ribu orang, dari sebelumnya pada 2023 hanya 278.732. Bahkan, angka pada 2024 ini menjadi tertinggi dalam 10 tahun terakhir, karena pada 2014 hanya sebanyak 183.094 orang.

    “Tentunya kalau SKT meningkat tenaga kerja yang diserap juga meningkat,” kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna DJBC Nirwala Dwi Heryanto saat konferensi pers di Kantor Pusat DJBC, Jakarta, Jumat (10/1/2025).

    Naiknya produksi SKT dan rokok golongan III itu pun membuat pengurusan dokumen CK-1 atau dokumen pemesanan pita cukai hasil tembakau ikut terkerek naik pada 2024 dengan jumlah mencapai 100.552, dari 2023 hanya sebanyak 70.822. Bahkan menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir karena pada 2020 hanya sebesar 42.770.

    Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar, Akbar Harfianto mengatakan, naiknya dokumen CK-1 ini juga dipicu oleh downtrading atau beralihnya konsumsi rokok masyarakat dari yang harganya mahal atau golongan I menjadi rokok murah.

    “Memang CK-1 ini menunjukkan perubahan jenis pita cukai yang diorder, jadi preferensi konsumsi masyarakat di 2024 bergeser ke jenis SKT dari SKM, dari golongan 1 ke golongan 2, sistem logikanya, harganya, karena sistem tarif kita layering, jadi konsumen kita cari yang murah, itu sebabkan dokumen CK-1 makin banyak dan jenis yang dipesan dari jenis SKT,” tegas Akbar.

    Akbar menekankan, untuk menangani masalah downtrading ini, pemerintah mengambil kebijakan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025, melainkan hanya mengatur kenaikan harga jual ecerannya (HJE) yang rata-ratanya naik 10%.

    “Karena kita perhatikan 2023 dan 2024 di kondisi industri maka 2025 kita tidak naikkan tarif tapi kita naikkan HJE, itu bisa diperhatikan golongan 1 lebih rendah kenaikannya dari golongan 2, untuk jenis SPM (sigaret putih mesin) lebih rendah dari SKM dan lebih rendah dari SKT, ini salah satu kita atasi itu,” tegas Akbar.

    Menurut Akbar, kenaikan HJE pada 2025 juga berpihak untuk menangani masalah downtrading, karena kenaikan HJE untuk golongan I hanya 5%, SKM golongan II malah mencapai 7,6%.

    “Tapi kita ada sistem monitoring harga SKT rata-rata harga pasar di atas harga bandrol, sehingga kenaikannya relatif lebih tinggi dari SKM, jadi ini skema yang kita gunakan untuk atasi kondisi 2025 tadi,” tutur Akbar.

    (dce)

  • Meski Dilarang, 5.448 Unit iPhone 16 Masuk ke Indonesia, Kok Bisa?

    Meski Dilarang, 5.448 Unit iPhone 16 Masuk ke Indonesia, Kok Bisa?

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 5.448 unit iPhone 16 telah masuk ke Indonesia hingga Oktober 2024.

    “Kami memiliki data hingga Oktober 2024, terdapat 5.448 unit yang masuk melalui barang bawaan penumpang dan barang kiriman,” ungkap Kasubdit Impor DJB  Chotibul Umam dikutip dari Antara, Sabtu (11/1/2025).

    Penumpang yang bepergian ke luar negeri diizinkan membawa maksimal dua unit ponsel sebagai barang pribadi dalam satu tahun. Hal serupa berlaku untuk barang kiriman, yakni maksimal dua unit per pengiriman. Hal itu membuat iPhone 16 bisa masuk di Indonesia.

    Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 34 Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 yang telah diperbarui melalui Permendag Nomor 8 Tahun 2024.

    “Sesuai Permendag, ada pengecualian untuk larangan terbatas (lartas) jika barang tersebut adalah milik pribadi,” tambah Chotibul.

    Namun, apabila ditemukan bahwa barang tersebut bukan untuk penggunaan pribadi atau ditujukan untuk dijual kembali, maka akan dikenakan bea masuk serta pajak sesuai aturan yang berlaku.

    Bagi barang pribadi, Pemerintah memberikan pembebasan bea masuk hingga nilai barang mencapai US$ 500. Jika nilai barang melebihi batas tersebut, bea masuk akan dikenakan atas selisihnya.

    “Sebagai contoh, jika iPhone 16 dihargai Rp 20 juta, maka setelah dikurangi US$ 500, selisihnya akan dikenai bea masuk,” jelas Chotibul.

    Adapun rincian biaya yang berlaku meliputi bea masuk sebesar 10%, pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11%, dan pajak penghasilan (PPh). Jika pemilik memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), PPh yang dikenakan sebesar 10%. Tanpa NPWP, PPh yang dikenakan naik menjadi 20%.

    Chotibul menegaskan aturan ini diterapkan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) serta bandara internasional seperti Bandara Soekarno-Hatta, Bandara I Gusti Ngurah Rai, dan Bandara Kualanamu.

    Peraturan ini berlaku untuk masyarakat yang membeli iPhone 16 di luar negeri, sehingga produk terbaru Apple itu bisa beredar di Indonesia meskipun belum ada izin penjualan resmi dari pemerintah.

  • Qatar Siap Investasi 1 Juta Rumah di RI, Ara Siapkan Legalitas Lahan

    Qatar Siap Investasi 1 Juta Rumah di RI, Ara Siapkan Legalitas Lahan

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait menyebut pihaknya segera menyiapkan proses legalitas dan lahan untuk pembangunan sebanyak 1 juta rumah.

    Ara menjelaskan, hal itu dilakukan sebagai tindak lanjut komitmen investasi dari Qilaa International Group yang merupakan perusahaan konstruksi asal Qatar.

    “Sesuai arahan Presiden [Prabowo Subianto] untuk segera menyiapkan tim yang siap secara lengkap untuk menyiapkan legalitas dan lahan untuk pembangunannya,” jelasnya dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (11/1/2025). 

    Lebih lanjut, Ara menjelaskan bahwa hal tu bakal melibatkan banyak kementerian dan lembaga. Khusus terkait dengan pengadaan lahan, dia menyebut bahwa telah menggandeng sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dapat melakukan pemanfaatan pembangunan ruang pada aset yang dimilikinya.

    Beberapa BUMN yang telah diajak berkoordinasi oleh Ara di antaranya PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI hingga Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas).

    “Kemudian saya juga menyampaikan kepada Setneg dan Kementerian Keuangan dalam hal ini DJKN,” kata Ara. 

    Dalam aspek legalitas, Menteri Ara menyatakan juga melibatkan Kementerian Hukum untuk menyiapkan semua dasar aturan pelaksanaan di sektor perumahan.

    “Dari segi aturan hukum, yaitu hukum yang ada di Indonesia, harapan saya juga kementerian hukum juga bisa dilibatkan,” pungkasnya.

    Dalam perkembangan sebelumnya, Qatar resmi melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau momerandum of understanding (MoU) pembangunan 1 juta rumah pada Rabu (8/1/2025). Ara menyatakan bahwa pembangunan 1 juta unit rumah akan dilakukan di seluruh wilayah di Indonesia, termasuk Jakarta.  

    “Tadi rencananya diutamakan di sekitar Jakarta, daerah padat, di Banten, Jawa Barat di daerah padat penduduk. Kan kita juga ada membangun di desa dan kota. Kalau grup ini untuk membangun kota kelihatannya,” kata Maruarar atau Ara. 

  • Cegah Diabetes, Minuman Berpemanis Kena Cukai Mulai Juli 2025

    Cegah Diabetes, Minuman Berpemanis Kena Cukai Mulai Juli 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mempersiapkan aturan terkait pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Hal ini dilakukan demi mencegah penyakit diabetes di Tanah Air. Pemberlakuan ini bakal dilakukan Juli 2025.

    Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, penerapan pengenaan cukai MBDK sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 dan telah tercantum dalam APBN 2025.

    Rencananya aturan ini akan berlaku pada semester II tahun ini atau Juli 2025.

    “Bahwa di Undang-Undang APBN 2025 itu dinyatakan MBDK direncanakan semester II 2025,” ungkap Nirwala di kantor DJBC, Jakarta, Jumat (10/1/2024).

    “Perlu kita ingat di Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan syarat menjadi barang kena cukai baru adalah dicantumkan dalam Undang-Undang APBN,” sambungnya.

    Nirwala menegaskan, pada dasarnya pengenaan atau pungutan cukai MBDK bukan upaya pemerintah memaksimalkan pendapatan negara dari sektor tersebut.

    Melainkan, pengenaan cukai MBDK untuk membatasi konsumsi gula masyarakat.

    “Inti dari pengenaan MBDK adalah konsumsi gula tambahan itu yang dikendalikan,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dalam 10 tahun menunjukkan, diabetes naik dua kali lipat dari 10% penduduk yang mengidap penyakit tersebut.

    Maka dari itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengesahkan aturan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di tahun ini.

    “10% penduduk kita mengidap diabetes. Jadi kalau penduduknya 280 juta jiwa, berarti 28 juta penduduk kita diabetes,” kata Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Dante Saksono Harbuwono Saksono dalam “Sosialisasi Urgensi Pengenaan Cukai MBDK” di Jakarta, Senin (29/1/2024).

    Ia menyatakan, hasil riset Kemenkes mencatat sebanyak 28,7 persen masyarakat Indonesia memiliki pola konsumsi gula garam dan lemak yang melebihi batas.

    Lebih lanjut, kata Dante, 95,5% masyarakat Indonesia kurang mengonsumsi buah dan sayur, serta 35,5% masyarakat yang kurang melakukan aktivitas fisik.

    “Penerapan kebijakan cukai pada MBDK diterapkan, karena saat ini minuman jenis tersebut menjadi salah satu faktor risiko dari banyaknya penyakit tidak menular yang terjadi di masyarakat. Jadi aturan cukai MBDK tersebut sudah sampai tahap final, tinggal sosialisasi dan selanjutnya bisa mulai diterapkan,” ujarnya.

    Menurutnya, peraturan tersebut saat ini tengah disosialisasikan dan dikoordinasikan bersama pemangku kepentingan terkait, salah satunya, bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait besaran cukai yang akan diterapkan.

    “Ini kami akan eksekusi sesegera mungkin dan tidak ada kendala sebenarnya untuk disahkan tahun ini serta sudah diserahkan. Segera disahkan, kalau sudah ditandatangani karena kajian akademisnya sudah kami buat dan selesaikan,” ungkap Dante.

    Terkait jenis minuman yang dikenakan cukai, ia menjelaskan hal tersebut akan dibeda-bedakan sesuai dengan kategori, cara pengolahan, juga kandungan gula yang ada.