Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • Tom Lembong Aja Bisa Dipenjara, Harusnya Ini Juga!

    Tom Lembong Aja Bisa Dipenjara, Harusnya Ini Juga!

    PIKIRAN RAKYAT – Sistem Core Tax Administration System (CTAS) atau Coretax yang digunakan untuk melaporkan SPT Tahunan masih terus mengalami kendala. Bahkan, beberapa orang menghitung sudah 40 hari Coretax mengalami error dan tidak bisa diakses.

    Coretax merupakan bagian dari Proyek Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP), dirancang untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui pengelolaan data yang lebih terintegrasi dan efisien. Dengan anggaran sebesar Rp3 triliun, sistem ini berhasil dikembangkan dengan biaya di bawah Rp2 triliun.

    Proyek yang dibangun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sejak tahun 2020 ini didasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) No.40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan dan menjadi sorotan publik. Dalam proses pembangunnya, Coretax menelan biaya dengan nilai fantastis yakni sebesar Rp1,3 triliun.

    Akan tetapi, anggaran Rp1,3 triliun yang dikucurkan untuk membuat Coretax dinilai tidak sepadan dengan kinerjanya yang terus bermasalah. Publik pun menuntut agar pembuat Coretax diusut, karena dinilai menyebabkan kerugian.

    “Coretax ini makin lama makin nyebelin ya. @KemenkeuRI @DitjenPajakRI kalian harus usut siapa orang dibalik ini semua. Potensi kerugiannya gede banget. Kalo tom lembong aja bisa dipenjara, harusnya yang bikin ini juga sama! Ga cukup minta maaf,” kata akun @ang**_f*n pada Senin 10 Februari 2025.

    “Coretax nih kaya proyek gagal ga si? niatnya lebih oke dari e-faktur yang udah jadul, tapi malah nyusahin banyak orang. mau mundur ke e-faktur sulit, maju benerin app juga sulit karena banyak errornya. sehat sehat budak perpajakan seindonesia, kalo bisa sih balikin e-faktur,” tutur akun @waifyous***.

    “Hari ke 40! Coretax masih aja error! Ini udah tanggal segini dan mau mendekati deadline buat bayar ya kocak. Dari kemarin bahkan hari libur dan tengah malem pun gue gak bisa buat BP21. INI GIMANA????” ujar akun @lucein****.

    “Coretax b*j*ng*n, sengaja buka laptop jam set 12 malem berharap tu billing pph 21 udah ada tombol lapor dan bayar ternyata masih belum muncul juga. Br*ngs*k semua, budget 1.3 triliun kaya sampah,” ucap akun @sis**nram***.

    “Jam 8 baru lewat 10 menit tapi coretax udah ngadat, mau download pdf FP gabisa sedangkan cust urgent. kata gua @kring_pajak @DitjenPajakRI bubar aja deh,” kata akun  @livingweir***.

    “Hari hari ada aja gebrakannya ini coretax. kenapa impersonate badan jadi gabisa lagi min? kenapa si hari-hari bikin pusing aja. @kring_pajak. deadline pph udah sebentar lagi ini,” tutur akun @ba**satr***.

    “Mau bayar pajak tapi nggak bisa, tepuk tangan deh untuk developer Coretax. Mana antarmukanya berantakan dan bingungin. Padahal website DJP Online itu udah bagus, antarmukanya juga tergolong rapih dan simple buat web pemerintahan,” kata akun @firman***.

    3 Perusahaan di Balik Coretax

    Berikut ini tiga perusahaan di balik Coretax dan total anggaran yang dikeluarkan:

    LG CNS – Qualysoft Consortium

    Pemenang tender untuk pengadaan sistem Coretax. LG CNS adalah anak usaha LG Group dari Korea Selatan yang bergerak di bidang transformasi digital. Qualysoft adalah perusahaan konsultan dan layanan TI asal Austria. Kontrak senilai Rp1,228 triliun (termasuk pajak).

    PT PricewaterhouseCoopers (PwC)

    Bertindak sebagai Agen Pengadaan yang ditunjuk pemerintah. Berwenang melaksanakan pemilihan penyedia barang dan jasa sesuai Perpres 40/2018. Mengusulkan LG CNS – Qualysoft sebagai pemenang tender.

    PT Deloitte Consulting

    Pemenang tender untuk Jasa Konsultasi Owner’s Agent – Project Management and Quality Assurance. Bertanggung jawab atas manajemen proyek, pengelolaan vendor/kontrak, serta penjaminan kualitas. Nilai kontrak sekitar Rp110 miliar.

    Total Anggaran

    Harga penawaran: Rp1,228 triliun Perkiraan nilai pekerjaan: Rp1,736 triliun Sumber pendanaan: DIPA DJP 2020-2024 Rapat Tertutup Dirjen Pajak dan DPR

    Direktur Jenderal atau Dirjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo pada hari ini, Senin, 10 Februari 2025, menggelar rapat membahas Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) dengan komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rapat tersebut digelar tertutup untuk publik.

    Awalnya, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun memimpin rapat dan menanyakan kepada Suryo apakah rapat akan digelar terbuka atau tertutup.

    “Kalau diizinkan pimpinan, rapat dilakukan secara tertutup,” ucap Suryo Utomo di ruang rapat Komisi XI DPR, Senin 10 Februari 2025.

    Akan tetapi, dia tidak menjelaskan alasan mengapa meminta rapat tak dibuka ke publik. Para anggota dewan kemudian menyepakati rapat membahas Coretax dilakukan secara tertutup.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Menteri Satryo: Pemangkasan Anggaran Tak Ganggu Program Pendidikan Tinggi

    Menteri Satryo: Pemangkasan Anggaran Tak Ganggu Program Pendidikan Tinggi

    Jakarta, BeritaSatu.com – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro mengungkapkan, kebijakan pemangkasan anggaran tidak akan berdampak terhadap dana untuk program pendidikan tinggi.

    Saat ini, Kemendiktisaintek masih dalam proses pembahasan alokasi penghematan anggaran. Hal ini disampaikan seusai audiensi bersama B-Universe di gedung Kemendiktisaintek pada Senin (10/2/2025).

    “Mengenai tunjangan atau fasilitas untuk pendidikan, itu tidak bisa kami kurangi. Oleh karena itu, kami mengusulkan agar program-program kami tetap berjalan seperti yang telah ditargetkan, hanya dengan cara yang lebih efisien dan lebih hemat,” ujar Satryo Soemantri terkait pemangkasan anggaran.

    Satryo menjelaskan, pemangkasan anggaran Kemendiktisaintek yang diajukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp 22,5 triliun masih bersifat sementara dan merupakan usulan awal. Hingga saat ini, Kemendiktisaintek baru berhasil mengidentifikasi pemangkasan anggaran sebesar Rp 2,5 triliun.

    “Setelah dihitung, kami baru bisa mengurangi sebesar Rp 2,5 triliun. Itu yang telah kami hitung secara resmi,” jelasnya.

    Menurutnya, pemerintah akan mengeluarkan rekonstruksi anggaran baru, sehingga angka yang ada sebelumnya akan berubah.

    “Informasi dari DPR ada bahwa pembahasan angka Rp 22,5 triliun itu untuk sementara hingga nanti rekonstruksi anggaran baru dari pemerintah. Jadi angka itu sudah tidak valid lagi. Tentunya kita akan menyisir lagi jika ada perubahan,” tambahnya.

    Pemangkasan anggaran Kemendiktisaintek akan lebih difokuskan pada biaya operasional kantor dan perjalanan dinas, seperti penggunaan listrik. Pembelian alat tulis kantor (ATK) juga akan diminimalkan dan digantikan dengan penggunaan digital.

    Selain itu, mayoritas rapat akan dilaksanakan secara daring, seperti yang sudah diterapkan selama masa pandemi Covid-19.

    “Sebisa mungkin rapat luar kota atau rapat dengan rektor dilakukan secara daring, karena kami sudah memiliki fasilitas Zoom dan pengalaman selama pandemi menunjukkan bahwa ini cukup efektif,” jelasnya.

    Kemendiktisaintek akan berupaya menghemat sesuai dengan kebutuhan dan tugas yang ada. Meskipun ada pemangkasan anggaran, pekerjaan tetap bisa berjalan dengan efektif agar dapat menghasilkan masyarakat yang unggul.
     

  • Coretax Bermasalah, Penerimaan Negara Diklaim Belum Terganggu

    Coretax Bermasalah, Penerimaan Negara Diklaim Belum Terganggu

    Jakarta

    Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menyatakan gangguan Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax belum berdampak ke penerimaan negara

    Dampaknya baru akan terlihat setelah jatuh tempo pembayaran dan penyetoran beberapa jenis pajak pada tanggal 15 bulan berikutnya.

    “Ini kan dampaknya baru kelihatan nanti ya, karena yang Januari lapornya di bulan Februari kan. Nanti kita lihat ya, tanggal 15, akhir Februari nanti kami coba lihat ya kira-kira pergerakannya seperti apa,” kata Suryo kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Terlebih sistem lama perpajakan masih akan tetap digunakan sambil terus memperbaiki sistem Coretax. “Jadi kita menggunakan dua sistem yang jalan terus,” ucap Suryo.

    Contoh yang masih menggunakan sistem lama yakni pembuatan faktur pajak untuk pengusaha kena pajak (PKP) berskala besar menggunakan e-faktur. Kemudian penyampaian SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2024.

    “Jadi rolling out-nya Coretax tetap jalan dan dicobai sesuatu yang harus kembali ke sistem lama kami jalankan,” ucap Suryo.

    Suryo menyampaikan bahwa solusi penggunaan dua sistem ini diutamakan demi menjaga penerimaan negara.

    “Jadi sama-sama kita konsisten, implementasi Coretax jangan sampai mengganggu upaya penerimaan negara,” imbuhnya.

    (ada/hns)

  • Efisiensi APBN 2025, Ini Alokasi Dana yang Anggarannya Tidak Boleh Dipangkas

    Efisiensi APBN 2025, Ini Alokasi Dana yang Anggarannya Tidak Boleh Dipangkas

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Hampir semua kementerian mengalami efisiensi anggaran, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

    Meski begitu, ada beberapa alokasi anggaran yang tidak diperbolehkan untuk dipotong. Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti menjelaskan, pemerintah telah menetapkan pos-pos anggaran prioritas yang harus tetap dipenuhi.

    Menurut dia, beberapa anggaran yang tetap harus dipertahankan meskipun ada efisiensi meliputi, pinjaman hibah luar negeri (PHLN), surat berharga syariah negara (SBSN), gaji pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K), dan anggaran untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

    “Pinjaman hibah luar negeri, SBSN, kemudian juga gaji, sama PNBP. Ini yang tidak boleh diotak-atik. Ini yang harus tetap ada semuanya,” ujar Diana, dikutip Senin (10/2/2025) terkait kebijakan pemangkasan anggaran yang merupakan efisiensi APBN 2025.

    Selain itu, berdasarkan surat dari Kementerian Keuangan, ada beberapa anggaran lain yang juga tidak boleh terkena pemotongan, yaitu belanja Infrastruktur, pemeliharaan fasilitas dan aset negara, serta cadangan untuk bencana alam.

    “Belanja infrastruktur, pemeliharaan, dan anggaran bencana harus tetap ada. Tidak mungkin anggaran bencana tidak dicadangkan. Begitu juga dengan pembayaran utang yang harus tetap diprioritaskan,” tambahnya.

    Dengan adanya kebijakan efisiensi APBN 2025, beberapa program akan mengalami pemangkasan. Namun, pemerintah tetap memastikan anggaran strategis tetap berjalan sesuai rencana untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

    Kebijakan pemangkasan anggaran yang merupakan efisiensi APBN 2025, diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengelola keuangan negara secara lebih efektif tanpa mengganggu program prioritas yang berdampak langsung pada masyarakat.

  • Sistem Coretax Error, DPR Temukan 10 Masalah Fundamental dan Teknis – Halaman all

    Sistem Coretax Error, DPR Temukan 10 Masalah Fundamental dan Teknis – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengungkapkan  sistem Coretax di Ditjen Pajak yang kini error punya 10 masalah yang menyebabkan sistem perpajakan terbaru berbasis digital ini tidak berjalan dengan baik.

    Hal itu terungkap dari hasil rapat tertutup antara Komisi XI DPR RI dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

    Karena rapat tersebut bersifat tertutup, Misbakhun tidak dapat merinci secara detail masalah-masalah yang ada dalam Coretax.

    “Ada sepuluh item tadi disebutkan di dalam rapat itu. Saya tidak bisa menyebutkan karena rapat itu tertutup sifatnya,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Ia hanya menyebutkan bahwa masalah-masalah tersebut bersifat teknis dan fundamental.

    Misbakhun menekankan bahwa implementasi Coretax tidak boleh mengganggu penerimaan pajak negara.

    Ia menyerahkan kepada DJP untuk memutuskan sistem IT apa yang akan digunakan, asalkan penerimaan negara tetap terjaga.

    “Kalau memang Coretax belum bisa secara perfect, secara sempurna diimplementasikan, kita berikan tawaran untuk kembali menggunakan sistem yang lama,” ujar Misbakhun.

    Akhirnya, disepakati bahwa sistem perpajakan akan menjalankan Coretax dan sistem lama secara bersamaan.

    Penggunaan secara bersamaan itu menjadi bentuk antisipasi dalam memitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan.

    “Tadi disampaikan oleh Dirjen Pajak [Suryo Utomo] bahwa saat ini sedang berjalan sampai [pelaporan] tahun 2024 kan masih mengakomodasi sistem-sistem yang lama dan sistem yang baru full menggunakan Coretax,” kata Misbakhun.

    “Pak Suryo tadi memastikan kepada kita untuk e-faktur dan sebagainya itu kan masih menggunakan [sistem] yang lama. Di luar itu mereka sudah mulai mengimplementasikan coretax,” sambungnya.

    Selain itu, DJP juga diminta agar melaporkan perkembangan sistem Coretax secara berkala kepada Komisi XI.

    Misbakhun tak menjelaskan secara detail berkala itu per kapan, tetapi ia mengisyaratkan selama eskalasi isunya belum menurun, DJP masih akan dipanggil oleh Komisi XI DPR RI.

    “Kalau isunya menguat [masih akan dipanggil, red]. Berkala itu kan bahasa yang sangat multi, bisa kita maknai macam-macam,” tutur Misbakhun.

    “Apalagi sebentar lagi kan waktunya masyarakat untuk lapor SPT, PPh tahunan, baik untuk korporasi maupun untuk perorangan,” pungkasnya.  

    Sebagai informasi, Coretax adalah sistem teknologi informasi terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia.

    Sistem ini bertujuan untuk menggantikan sistem perpajakan lama yang sebelumnya terfragmentasi menjadi satu platform terpadu.

    Sehingga, proses bisnis inti administrasi perpajakan dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak dilakukan dalam satu wadah.

    Namun sayangnya, sistem ini menuai berbagai keluhan dari wajib pajak sejak diimplementasikan pada 1 Januari 2025.

    Mulai dari kendala sertifikat digital, pembuatan faktur pajak, hingga gangguan teknis pada server dan antarmuka pengguna, semua menjadi keluhan dari Wajib Pajak di berbagai media sosial.

    Suryo Utomo pernah menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh tingginya volume pengguna yang mengakses secara bersamaan.

    Ia menyebutkan. Coretax merupakan sistem yang baru dan banyak diakses oleh berbagai pihak untuk melakukan transaksi sekaligus.

    “Kendala utamanya karena memang volumenya tinggi, barang baru, kemudian diakses seluruh pihak, dan pada waktu mengakses bukan hanya mencoba, tapi juga bertransaksi. Ini situasi yang kami betul-betul hadapi,” katanya dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Menurut Suryo, akibat terlalu banyaknya akses yang masuk bersamaan, sistem Coretax menjadi terpengaruh dan memicu gangguan teknis.

  • Ditjen Pajak Pastikan Implementasi Coretax DJP Tak Ditunda – Page 3

    Ditjen Pajak Pastikan Implementasi Coretax DJP Tak Ditunda – Page 3

    Penerapan sistem Coretax per 1 Januari 2025 untuk penerimaan negara menghadapi keluhan sulitnya menerbitkan faktur pajak. Terlebih faktur pajak wajib disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai, sistem Coretax sebetulnya sangat bagus untuk diterapkan. 

    Hanya saja, sistem administrasi pajak tersebut kerap mengalami kendala teknis pada masa implementasi awal. Sehingga turut mempengaruhi operasional perusahaan. 

    “Cuma prosesnya kemarin itu agak cepat ya, jadi banyak pelaku enggak siap dan juga banyak yang enggak bisa mengeluarkan faktur. Sehingga mempengaruhi dari segi operasional perusahaan,” kata Shinta di Four Seasons Hotel, Jakarta, Senin (10/5/2025).

    Menurut dia, kelompok pengusaha terus berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan agar bisa menjalankan skema pelaporan pajak ini. Shinta pun berharap berbagai kendala yang dialami Coretax tidak sampai mempengaruhi jumlah penerimaan negara dari pajak. 

    “Semoga tidak. Saya cuma bisa jawab semoga tidak,” ujar dia. 

     

  • Dikabarkan Bakal Jadi Dewas Danantara, Erick Enggan Berkomentar

    Dikabarkan Bakal Jadi Dewas Danantara, Erick Enggan Berkomentar

    Jakarta

    Beredar Menteri BUMN Erick Thohir sebagai Ketua Dewan Pengawas sekaligus anggota Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Dengan begitu, Erick Thohir yang akan menjadi Ketua Dewan Pengawas BPI Danantara.

    Menanggapi hal tersebut, Erick enggan berkomentar. Hal ini lantaran belum ada keputusan resmi terkait struktur organisasi Danantara.

    “Saya belum bisa komen. Kalau tidak ada black and white-nya (hitam di atas putih) ini saya nggak bisa komen,” kata Erick di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Erick mengatakan dengan terbitnya UU BUMN yang baru akan membawa dampak positif kepada BUMN. Diantaranya yakni, konsolidasi aset-aset BUMN kepada Danantara dan percepatan restrukturisasi.

    Sebelumnya, Beredar struktur organisasi Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang tertuang dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Perubahan Ketiga Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

    Dalam DIM tersebut, memuat Menteri BUMN sebagai Ketua Dewan Pengawas sekaligus anggota BPI Danantara. Dengan begitu, Erick Thohir akan menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara.

    Selain itu, tertuang juga perwakilan Kementerian Keuangan sebagai anggota Dewan Pengawas BPI Danantara. Anggota Dewan Pengawas lainnya juga berasal dari pejabat negara atau pihak lain yang ditunjuk oleh Presiden sebagai anggota.

    (fdl/fdl)

  • Coretax Error Ganggu Penerimaan Negara? Dirjen Pajak: Nanti Kami Lihat – Halaman all

    Coretax Error Ganggu Penerimaan Negara? Dirjen Pajak: Nanti Kami Lihat – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menilai masih terlalu dini untuk menilai gangguan sistem perpajakan Coretax yang terjadi sejak awal 2025 ini akan berdampak pada penerimaan negara.

    Menurut dia, dampak tersebut baru bisa diketahui pada akhir Februari nanti.

    “Nanti kami lihat akhir bulan Februari. Kami coba lihat ya kira-kira pergerakannya seperti apa,” kata Suryo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Ia mengatakan telah melaporkan kepada Komisi XI DPR RI bahwa ada beberapa perubahan tanggal penyampaian dan penyetoran pajak.

    “Ada perubahan penyampaian SPT dan penyetoran untuk PPH 21 yang dulu tanggal 10 sekarang jadi tanggal 15. Kan gitu ya, pasti akan ada perubahan nih,” ujar Suryo.

    “Kami lapor juga kepada pimpinan Komisi XI tadi bahwa ada perubahan nih sebetulnya terkait dengan penyampaian SPT dan penyetoran PPH 21,” sambungnya.

    Suryo menegaskan bahwa yang terpenting adalah memastikan sistem Coretax tidak mengganggu upaya pengumpulan penerimaan negara.

    “Salah satu poin yang sampaikan Pak Ketua [Komisi XI DPR RI Misbakhun] tadi kan, yang penting kita menjaga penerimaan negara nih, jangan sampai kecelakaan,” ucap Suryo.

    Suryo juga menyatakan bahwa implementasi Coretax akan terus dipantau agar tidak menghambat pencapaian target penerimaan pajak negara

    “Jadi sama-sama kita konsultasikan implementasi coretax jangan sampai mengganggu upaya pengumpulan penerimaan negara,” pungkasnya.

    Pada rapat tertutup Senin ini antara Ditjen Pajak dan Komisi XI DPR RI, telah disepakati bahwa kedua sistem perpajakan, yakni Coretax dan sistem lama, dijalankan secara bersamaan.

    Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menjelaskan bahwa Ditjen Pajak diminta untuk tetap memanfaatkan sistem perpajakan lama sebagai langkah antisipasi.

    Menurut dia, hal itu sebagai bentuk antisipasi dalam memitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak.

    DPR juga meminta Ditjen Pajak untuk menjamin bahwa penggunaan sistem IT apa pun tidak akan berdampak pada upaya pencapaian target penerimaan pajak dalam APBN 2025.

    Selain itu, Ditjen Pajak diminta untuk menyusun roadmap implementasi Coretax yang berbasis pada risiko paling rendah, sekaligus mempermudah pelayanan bagi wajib pajak.

    “Pelayanan ini menjadi concern kita semua tadi, termasuk concern dari Direktorat Jenderal Pajak,” kata Misbakhun

    DPR juga meminta agar wajib pajak yang terdampak oleh penerapan sistem Coretax di tahun 2025 tidak dikenakan sanksi.

    Dalam rangka penyempurnaan sistem ini, Ditjen Pajak diwajibkan memperhatikan dan memperkuat aspek keamanan siber.

    Terakhir, DPR meminta Ditjen Pajak untuk melaporkan perkembangan sistem Coretax secara berkala kepada Komisi XI.

    Suryo Utomo menjelaskan bagaimana kedua sistem ini akan dijalankan secara bersamaan.

    Sistem lama akan digunakan hanya jika diperlukan, sedangkan Coretax tetap dijalankan selama sistem tersebut dapat berfungsi dengan baik.

    “Kalau misalnya dijumpai sesuatu yang harus kembali ke sistem lama, kami terapkan. Seperti kemarin kami menggunakan desktop faktur pajak untuk melakukan penerbitan faktur pajak pada waktu penerbitan faktur pajak di Coretax masih belum cukup,” ujar Suryo.

    Sebagai contoh lainnya, untuk pelaporan pajak tahun 2024, sistem lama masih akan digunakan.

    “Termasuk yang akan disampaikan di bulan Maret sama April, SPT, PPh OP, dan Badan itu kami masih mengelola dengan menggunakan sistem yang saat ini ada,” ucap Suryo.

    Namun, untuk SPT 2025 yang akan dilaporkan pada 2026, sistem Coretax akan diterapkan.

    “Untuk yang baru, SPT tahun 2025 yang akan disampaikan di tahun 2026, untuk SPT masa Januari Februari, terkait dengan PPN, pemotongan PPH 21 karyawan, kita menggunakan sistem yang sudah baru (coretax),” tutur Suryo.

    Sebagai informasi, Coretax adalah sistem teknologi informasi terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia.

    Sistem ini bertujuan untuk menggantikan sistem perpajakan lama yang sebelumnya terfragmentasi menjadi satu platform terpadu.

    Sehingga, proses bisnis inti administrasi perpajakan dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak dilakukan dalam satu wadah.

    Namun sayangnya, sistem ini menuai berbagai keluhan dari wajib pajak sejak diimplementasikan pada 1 Januari 2025.

    Mulai dari kendala sertifikat digital, pembuatan faktur pajak, hingga gangguan teknis pada server dan antarmuka pengguna, semua menjadi keluhan dari Wajib Pajak di berbagai media sosial.

    Suryo Utomo pernah menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh tingginya volume pengguna dan akses yang dilakukan secara bersamaan.

    Ia menyebutkan bahwa masalah ini timbul karena Coretax merupakan sistem yang baru dan banyak diakses oleh berbagai pihak untuk melakukan transaksi sekaligus.

    “Kendala utamanya karena memang volumenya tinggi, barang baru, kemudian diakses seluruh pihak, dan pada waktu mengakses bukan hanya mencoba, tapi juga bertransaksi. Ini situasi yang kami betul-betul hadapi,” katanya dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Menurut Suryo, akibat terlalu banyaknya akses yang dilakukan secara bersamaan, sistem Coretax menjadi terpengaruh. Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa gangguan teknis.

     

  • Rapat Hampir 5 Jam, DPR dan Ditjen Pajak Sepakat Pakai Coretax dan Sistem Lama – Halaman all

    Rapat Hampir 5 Jam, DPR dan Ditjen Pajak Sepakat Pakai Coretax dan Sistem Lama – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi XI DPR RI dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan sepakat menjalankan kedua sistem perpajakan, yakni Coretax dan sistem lama, secara bersamaan.

    Kesepakatan itu dicapai setelah kedua lembaga menggelar rapat selama hampir lima jam di gedung DPR RI hari ini, Senin, 10 Februari 2025.

    Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menjelaskan, DPR meminta Ditjen Pajak agar tetap memanfaatkan sistem perpajakan lama.

    Hal itu sebagai bentuk antisipasi dalam memitigasi hal-hal yang timbul dari penerapan Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu penerimaan pajak.

    DPR juga meminta Ditjen Pajak menjamin bahwa penggunaan sistem IT apa pun tidak akan berdampak pada upaya pencapaian target penerimaan pajak dalam APBN 2025.

    DPR juga meminta Ditjen Pajak segera menyusun roadmap implementasi Coretax yang berbasis pada risiko paling rendah, sekaligus mempermudah pelayanan bagi wajib pajak.

    “Pelayanan ini menjadi concern kita semua tadi, termasuk concern dari Direktorat Jenderal Pajak,” kata Misbakhun dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    DPR juga meminta agar wajib pajak yang terdampak oleh penerapan sistem Coretax di tahun 2025 tidak dikenakan sanksi.

    Dalam rangka penyempurnaan sistem ini, Ditjen Pajak diwajibkan memperhatikan dan memperkuat aspek keamanan siber.

    Terakhir, DPR meminta Ditjen Pajak untuk melaporkan perkembangan sistem Coretax secara berkala kepada Komisi XI.

    Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menjelaskan bagaimana kedua sistem ini akan dijalankan secara bersamaan.

    Sistem lama akan digunakan hanya jika diperlukan, sedangkan Coretax tetap dijalankan selama sistem tersebut dapat berfungsi dengan baik.

    “Kalau misalnya dijumpai sesuatu yang harus kembali ke sistem lama, kami terapkan. Seperti kemarin kami menggunakan desktop faktur pajak untuk melakukan penerbitan faktur pajak pada waktu penerbitan faktur pajak di Coretax masih belum cukup,” ujar Suryo.

    Sebagai contoh lainnya, untuk pelaporan pajak tahun 2024, sistem lama masih akan digunakan.

    “Termasuk yang akan disampaikan di bulan Maret sama April, SPT, PPh OP, dan Badan itu kami masih mengelola dengan menggunakan sistem yang saat ini ada,” ucap Suryo.

    Namun, untuk SPT 2025 yang akan dilaporkan pada 2026, sistem Coretax akan diterapkan.

    “Untuk yang baru, SPT tahun 2025 yang akan disampaikan di tahun 2026, untuk SPT masa Januari Februari, terkait dengan PPN, pemotongan PPH 21 karyawan, kita menggunakan sistem yang sudah baru (coretax),” tutur Suryo.

    Sebagai informasi, Coretax adalah sistem teknologi informasi terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia.

    Sistem ini bertujuan untuk menggantikan sistem perpajakan lama yang sebelumnya terfragmentasi menjadi satu platform terpadu.

    Sehingga, proses bisnis inti administrasi perpajakan dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak dilakukan dalam satu wadah.

    Namun sayangnya, sistem ini menuai berbagai keluhan dari wajib pajak sejak diimplementasikan pada 1 Januari 2025.

    Mulai dari kendala sertifikat digital, pembuatan faktur pajak, hingga gangguan teknis pada server dan antarmuka pengguna, semua menjadi keluhan dari Wajib Pajak di berbagai media sosial.

    Suryo Utomo pernah menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh tingginya volume pengguna dan akses yang dilakukan secara bersamaan.

    Ia menyebutkan bahwa masalah ini timbul karena Coretax merupakan sistem yang baru dan banyak diakses oleh berbagai pihak untuk melakukan transaksi sekaligus.

    “Kendala utamanya karena memang volumenya tinggi, barang baru, kemudian diakses seluruh pihak, dan pada waktu mengakses bukan hanya mencoba, tapi juga bertransaksi. Ini situasi yang kami betul-betul hadapi,” katanya dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Menurut Suryo, akibat terlalu banyaknya akses yang dilakukan secara bersamaan, sistem Coretax menjadi terpengaruh. Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa gangguan teknis.

     

  • DPR Minta DJP Sinergikan Dua Sistem Pajak untuk Antisipasi Coretax

    DPR Minta DJP Sinergikan Dua Sistem Pajak untuk Antisipasi Coretax

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi XI DPR meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tetap menjalankan sistem pajak lama bersamaan dengan penerapan core tax administration system (Coretax). Langkah ini bertujuan untuk membantu wajib pajak yang masih mengalami kesulitan dalam menggunakan sistem baru.

    Kesepakatan ini dihasilkan dalam rapat antara Komisi XI DPR dan DJP di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (10/2/2025). Ketua Komisi XI DPR Misbakhun menegaskan, DJP harus tetap memanfaatkan sistem perpajakan lama untuk memastikan penerimaan pajak tidak terganggu.

    “DJP Kemenkeu agar memanfaatkan kembali sistem perpajakan lama sebagai mitigasi dalam implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan,” ujar Misbakhun.

    Sejak diterapkan mulai 1 Januari 2025 banyak wajib pajak yang mengalami kesulitan saat menggunakan Coretax. Terkait hal itu, DPR meminta DJP agar tidak mengenakan sanksi terhadap wajib pajak yang diakibatkan oleh gangguan penerapan sistem Coretax pada 2025. 

    Sampai dengan 3 Februari 2025 pukul 23.59 WIB, wajib pajak yang telah berhasil memperoleh sertifikat digital atau sertifikat elektronik untuk keperluan penandatanganan faktur pajak dan bukti potong Pajak Penghasilan  (PPh) berjumlah 508.679. 

    Sementara itu, jumlah wajib pajak yang telah menerbitkan faktur pajak yaitu sebesar 218.994. Jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan untuk masa Januari 2025 yaitu sebesar 30.143.543 dengan jumlah faktur pajak telah divalidasi atau disetujui sebesar 26.313.779.

    “Upaya penyempurnaan sistem pajak baru Coretax juga dilakukan dengan  memperkuat cyber security (keamanan siber). DJP melaporkan perkembangan sistem Coretax kepada Komisi XI DPR secara berkala,” kata Misbakhun.

    Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyatakan, DJP terus memantau implementasi Coretax, termasuk perubahan jadwal penyampaian SPT dan penyetoran pajak.

    “Ada perubahan terkait penyampaian SPT dan penyetoran PPh Pasal 21. Sebelumnya batas waktu pada Senin (10/2/2025), kini menjadi Sabtu (15/2/2025),” ujar Suryo.

    DJP berkomitmen untuk menjaga stabilitas penerimaan negara selama masa transisi ke sistem pajak baru, yaitu Cortex.