Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • Kemenperin Minta Pemberlakuan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Ditunda – Halaman all

    Kemenperin Minta Pemberlakuan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Ditunda – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk memberlakukan cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan sebelumnya mengumumkan rencana untuk menerapkan cukai MBDK pada semester kedua 2025.

    Menurut Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Direktorat Jendral Industri Agro Kemenperin, Merrijantij Punguan Pintaria, pemberlakuan cukai MBDK sebaiknya ditunda karena daya beli masyarakat masih rendah.

    “Melihat saat ini daya beli masih rendah, menurun nih, daya beli kita menurun, mungkin belum waktunya,” kata Merri ketika ditemui di kawasan industri GIIC, Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (28/2/2025).

    Selain itu, Merri juga menjelaskan bahwa industri akan membutuhkan waktu dan biaya untuk melakukan penelitian kembali pada produk mereka jika cukai MBDK diberlakukan.

    Proses ini bisa berdampak pada harga jual produk, yang pada akhirnya bisa semakin memberatkan konsumen, terutama di tengah daya beli yang belum pulih.

    “Nanti pasti harus ada penelitian, uji coba lagi, melihat preferensinya masyarakat itu bagaimana dengan produk yang baru,” ujar Merri.

    Menurut Merri, waktu yang lebih tepat untuk memberlakukan cukai MBDK adalah saat daya beli masyarakat sudah membaik dan kondisi industri sudah pulih sepenuhnya.

    Mengenai pembahasan lebih lanjut soal cukai MBDK, Merri menyebutkan bahwa sampai saat ini belum ada diskusi antar kementerian.

    Ia menduga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan masih melakukan penggodokan kebijakan secara internal.

    Sebagai informasi, penerapan cukai MBDK pada semester II 2025 sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 dan telah tercantum dalam APBN 2025.

    Saat ini, pemerintah masih perlu menyusun aturan pendukung berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan aturan pelaksanaannya berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) maupun Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen),

    Cukai MBDK hanya untuk jenis konsumsi gula tambahan bukan konsumsi gula utama seperti nasi.

    Sebab, tujuan cukai MBDK adalah mengurangi konsumsi gula tambahan pada masyarakat yang menjadi penyebab utama penyakit tidak menular (PTM) seperti obesitas dan diabetes.

  • Ditjen Pajak hapus sanksi administratif terkait implementasi Coretax

    Ditjen Pajak hapus sanksi administratif terkait implementasi Coretax

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengeluarkan surat Keputusan Dirjen Pajak Nomor 67/PJ/2025 tanggal 27 Februari 2025 yang menghapus sanksi administratif terkait implementasi Coretax.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti di Jakarta, Jumat, menjelaskan penghapusan sanksi itu mencakup keterlambatan dalam pembayaran atau penyetoran pajak serta pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) akibat perubahan sistem.

    Untuk keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak, kebijakan hapus sanksi berlaku untuk empat jenis pajak.

    Pertama, pajak penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) selain pengalihan tanah/bangunan, PPh 15, 21, 22, 23, 25, dan 26 untuk masa pajak Januari 2025.

    Kedua, PPh Pasal 4 ayat (2) atas pengalihan tanah/bangunan untuk masa pajak Desember 2024.

    Ketiga, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk masa pajak Januari 2025.

    Terakhir, bea meterai untuk masa pajak Desember 2024 dan Januari 2025.

    Kemudian, untuk keterlambatan pelaporan SPT, penghapusan sanksi berlaku untuk lima jenis pajak.

    Pertama, penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan 26 serta SPT Masa Unifikasi untuk masa pajak Januari, Februari, dan Maret 2025.

    Kedua, pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan untuk masa pajak Desember 2024 serta Januari, Februari, dan Maret 2025.

    Ketiga, pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu dan PPh Pasal 25 untuk masa pajak Januari, Februari, dan Maret 2025.

    Keempat, penyampaian SPT masa PPN untuk masa pajak Januari, Februari, dan Maret 2025.

    Terakhir, penyampaian SPT bea meterai untuk masa pajak Desember 2024 serta Januari, Februari, dan Maret 2025.

    Penghapusan sanksi itu berlaku untuk pembayaran atau pelaporan yang dilakukan pada masa setelah jatuh tempo hingga tenggat waktu.

    Untuk PPh dan bea meterai, rincian tenggat waktunya adalah tanggal terakhir pada bulan setelah masa pajak. Rinciannya, 31 Januari 2025 untuk masa pajak Desember 2024, 28 Februari 2025 untuk masa pajak Januari 2025, 31 Maret 2025 untuk masa pajak Februari 2025, dan 30 April 2025 untuk masa pajak Maret 2025.

    Sementara untuk PPN dan PPnBM, tenggat waktunya yaitu tiap tanggal 10 pada dua bulan setelah masa pajak. Rinciannya, 10 Maret 2025 untuk masa pajak Januari 2025, 10 April 2025 untuk masa pajak Februari 2025, dan 10 Mei 2025 untuk masa pajak Maret 2025.

    Atas pajak-pajak itu, DJP tidak akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) bagi wajib pajak yang memenuhi syarat. Jika STP sudah diterbitkan sebelum keputusan ini berlaku, maka sanksi akan dihapus secara jabatan atau otomatis dilakukan oleh DJP.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2025

  • Hak Jawab DJP Terkait Pemberitaan Coretax Masih Bermasalah, Penerimaan Negara Terancam Meleset – Page 3

    Hak Jawab DJP Terkait Pemberitaan Coretax Masih Bermasalah, Penerimaan Negara Terancam Meleset – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengajukan hak jawab terkait pemberitaan Liputan6.com yang berjudul “Coretax Masih Bermasalah, DPD: Penerimaan Negara Terancam Meleset”. Berita ini tayang pada 18 Februari 2025.

    Berikut isi hak jawab yang disampaikan DJP:

    Isi pada pemberitaan yang mengutip pernyataan Komite IV DPD RI, Ahmad Nawardi, yang menyatakan mendapatkan informasi bahwa “ Direktorat Jenderal Pajak hanya bisa mengumpulkan 20 juta faktur pada Januari 2025 dari sebelumnya pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 60 juta faktur pajak “, merupakan berita yang kurang tepat karena data yang digunakan dalam pemberitaan tersebut tidak dikonfirmasi terlebih dahulu pada DJP.

    DJP telah mengeluarkan Keterangan Tertulis nomor KT-06/2025 tanggal 13 Februari 2025 terkait Penerbitan Faktur Pajak yang salah satu poinnya menyatakan bahwa jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan yaitu sebesar 52.506.836 untuk masa Januari 2025.

    Berdasarkan Pasal 1 ayat (11), (12), dan (13); Pasal 3 ayat (1); Pasal 5 ayat (1) dan (3); serta Pasal 6 dan Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta mengacu pada Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers, serta dalam rangka menerapkan prinsip pemberitaan yang berimbang, benar, tepat, akurat, dan sesuai fakta yang ada, kami harapkan agar Bapak dan Ibu para pimpinan redaksi untuk kiranya dapat melakukan ralat dan koreksi terhadap judul dan isi pemberitaan dimaksud pada terbitan berikutnya agar tidak terjadi kesalahan persepi di masyarakat. Dengan demikian diharapkan pemberitaan yang dilakukan dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat luas melalui penyampaian informasi yang tepat, akurat, dan benar.

  • DTSEN Masuk Tahap Ground Checking, Wamensos Agus Jabo: Ini Langkah Penting Validitas Data

    DTSEN Masuk Tahap Ground Checking, Wamensos Agus Jabo: Ini Langkah Penting Validitas Data

    DTSEN Masuk Tahap Ground Checking, Wamensos Agus Jabo: Ini Langkah Penting Validitas Data
    Penulis
    KOMPAS.com

    Data Tunggal Sosial Ekonomi
    Nasional (
    DTSEN
    ) telah memasuki tahapan uji petik atau
    ground checking
    sebelum benar-benar digunakan sebagai acuan penyaluran bantuan sosial dan program pemberdayaan masyarakat.

    Ground checking
    menjadi langkah penting untuk memastikan validitas data,” kata Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono dalam siaran persnya, Jumat (28/2/2025).
    Ia menyatakan, pada tahap
     ground checking
    ini akan melibatkan lebih dari 33.000 pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di seluruh Indonesia. Kementerian Sosial (Kemensos) bersinergi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melatih para pendamping dalam melakukan pengecekan dan pemutakhiran data.
    Hal tersebut dikatakan Wamensos Agus Jabo Priyono yang mewakili Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf, saat menghadiri Rapat Tinggi Menteri (RTM) di kantor Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM), Jakarta, Kamis (27/2/2025)
    Pada kesempatan itu, Wamensos Agus Jabo berkordinasi dan melaporkan
    update
    terbaru tahapan uji petik DTSEN dengan para menteri terkait.
    Para menteri itu adalah Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Menteri Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy,  Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Nugroho Sulistyo, serta Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Gufron Mukti.
    Lalu juga para pejabat Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian, perwakilan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Komunikasi dan DIgital (Kemenkomdigi), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kememterian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDT), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
    Wamensos Agus Jabo menyatakan bahwa progres pada tahapan g
    round checking
    akan dilaporkan dan dikordinasikan secara berkala kepada para stakeholder tersebut.
    Hal tersebut, lanjut dia, penting dilakukan agar penggunaan dan pemanfaatan data bisa akurat guna mendukung efektivitas program pemberantasan kemiskinan. Untuk itu, diperlukan sinergi berbagai pihak termasuk antara pemerintah pusat dan daerah.
    Pemutakhiran DTSEN dilakukan melalui dua mekanisme utama.
    Pertama
    , melalui sistem birokrasi berjenjang, dari pemerintah daerah hingga pusat, untuk memastikan data telah diverifikasi secara administratif.
    Kedua
    , dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat, agar setiap perubahan kondisi sosial ekonomi dapat terdeteksi lebih cepat dan akurat.
    Untuk mendukung proses ini, Kemensos memiliki aplikasi Cek Bansos. Aplikasi ini memungkinkan masyarakat mengecek status bantuan serta melaporkan perubahan kondisi ekonomi mereka, sehingga pendataan lebih akurat dan responsif.
    Sebelumnya, Agus Jabo mengatakan, Presiden Prabowo Subianto merasa resah karena bantuan sosial (Bansos) di daerah banyak yang tidak tepat sasaran. Untuk itu, presiden memerintahkan penyusunan data tunggal.
    “Setelah DTSEN keluar kita keluar, kita berangkat dari situ. Targetnya pengentasan kemiskinan,” katanya.
    Ia menuturkan Presiden Prabowo ingin agar persoalan kemiskinan ekstrem tuntas pada 2026. Program pengentasan kemiskinan ekstrem merupakan salah satu prioritas presiden.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemerintah Tambah Kuota Rumah Subsidi, Wamen Fahri: Diskusi Masih Berlangsung – Halaman all

    Pemerintah Tambah Kuota Rumah Subsidi, Wamen Fahri: Diskusi Masih Berlangsung – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah dikabarkan akan menambah kuota rumah bersubsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam bentuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

    Menurut Wakil Menteri (Wamen) Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah, pembahasan mengenai penambahan kuota FLPP masih berlangsung.

    “Diskusinya masih berlangsung,” katanya di Jakarta, dikutip dari siaran pers pada Jumat (28/2/2025).

    Menurut dia, penambahan kuota FLPP perlu penetapan dan ada regulasi teknisnya tersendiri. Maka dari itu, kini proses diskusinya masih berlangsung.

    Penambahan kuota FLPP merupakan salah satu upaya mengatasi kekurangan pemenuhan kebutuhan hunian (backlog).

    Fahri menyebut backlog disebabkan oleh tingkat kemiskinan yang cukup tinggi, banyaknya pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata.

    “Untuk itu hadirnya Kementerian PKP akan merancang kebijakan-kebijakan yang ada menjadi aksi nyata,” ujarnya.

    Sebagimana diketahui, saat ini pemerintah menganggarkan dana Rp 18 triliun di APBN 2025 untuk mendukung 220 ribu rumah bagi MBR dalam bentuk FLPP.

    Dalam program ini MBR bisa mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bunga hanya 5 persen selama 20 tahun.

    Anggota Satuan Tugas (Satgas) Perumahan Presiden Prabowo Subianto, Bonny Z. Minang, pun membocorkan akan ada penambahan kuota KPR FLPP pada tahun ini.

    Dari yang awalnya 220 ribu, bertambah menjadi 420 ribu unit rumah subsidi.

    Hal itu diungkap Bonny setelah menggelar rapat bersama Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban. 

     

  • Rapat Tingkat Menteri Rapat Bahas DTSEN, Cak Imin: Sudah Tahap Penyempurnaan – Halaman all

    Rapat Tingkat Menteri Rapat Bahas DTSEN, Cak Imin: Sudah Tahap Penyempurnaan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah kementerian dan lembaga melakukan Rapat Tingkat Menteri di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM), Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).

    Adapun rapat ini membahas Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang telah masuk pada tahap penyempurnaan.

    Menko PM, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, mengatakan hal itu penting dilakukan agar penggunaan dan pemanfaatan data bisa valid dan akurat.

    “Sekarang kami sedang fokus pada penyempurnaan dan penguatan DTSEN. Penyempurnaan ini urgen agar pemanfaatan DTSEN bisa optimal, lengkap, akurat, aman, dan siap untuk digunakan,” jelas Cak Imin dalam jumpa pers usai rapat.

    Ia juga menekankan keakuratan DTSEN menjadi salah satu faktor kunci penghilangan kemiskinan ekstrem.

    Selain itu, penyempurnaan dan penguatan ekosistem DTSEN dilakukan melalui ground checking, serta pelibatan kepala daerah untuk memastikan validitas data.

    DTSEN, lanjut Cak Imin, akan merevolusi sistem data sosial dan ekonomi bangsa.

    Oleh karena itu, prosesnya harus dipastikan dengan teliti agar pemanfaatannya bisa benar-benar dirasakan oleh masyarakat.

    “Sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden, kami perlu memastikan bahwa DTSEN ini akan menjadi basis data tunggal dalam penyaluran berbagai bantuan sosial-ekonomi untuk masyarakat. Agar penyaluran bisa tepat sasaran dan efektif untuk pengentasan kemiskinan,” tuturnya.

    Dalam upaya menyiapkan infrastruktur digital, Menko PM dan kementerian serta lembaga pelaksana DTSEN sepakat bahwa seluruh data akan diintegrasikan ke dalam satu platform.

    Nantinya, Pusat Data Nasional akan menjadi rumah untuk semua data, yang keamanannya dijamin oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

    Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 mengenai DTSEN bertujuan mendukung keterpaduan program pembangunan nasional dan sinergi antar kementerian dan lembaga.

    Total 17 kementerian dan lembaga yang hadir dalam rapat yang berlangsung pada sore hari ini, yakni:

    Menko Perekonomian
    Kementerian Dalam Negeri
    Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
    Kementerian Komunikasi dan Digital
    Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
    Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
    Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan TeknologiKementerian Agama
    Kementerian Sosial
    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Keuangan
    Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal
    Badan Pusat Statistik
    Badan Siber dan Sandi Negara
    Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
    Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
    Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

    (*)

  • Akibat Efisiensi Anggaran, Bawaslu Hadapi Kendala Pengawasan PSU di 24 Daerah – Halaman all

    Akibat Efisiensi Anggaran, Bawaslu Hadapi Kendala Pengawasan PSU di 24 Daerah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja, mengungkapkan pihaknya tak memiliki cukup anggaran untuk mengawasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 24 daerah.

    Sebab, pihaknya mengalami efisiensi anggaran hampir 50 persen.

    Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI pada Kamis (27/2/2025).

    “Kondisi Anggaran APBN di Bawaslu saat ini telah melaksanakan kebijakan dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, di mana anggaran Bawaslu diblokir hampir 50 persen. Sehingga Provinsi Bawaslu tidak memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan pengawasan PSU di Kabupaten/Kotanya,” ujar Bagja.

    Bagja menjelaskan bahwa penyelenggaraan pemilihan dialokasikan melalui dana hibah yang diterima melalui APBD.

    Namun, ada ketentuan yang mengharuskan sisa dana hibah yang tidak terpakai untuk segera dikembalikan ke kas daerah, paling lambat tiga bulan setelah penetapan calon kepala daerah terpilih.

    “Kami harapkan ada beberapa daerah yang PSU-nya dananya belum dikembalikan, tapi sudah banyak pemerintah daerah yang meminta sisa dana tersebut untuk dikembalikan ke pemda,” kata Bagja.

    Menurut Bagja, persoalan ini semakin kompleks ketika Bawaslu Kabupaten/Kota diputuskan untuk menyelenggarakan PSU.

    Dalam hal ini, Bawaslu Provinsi memiliki kewajiban untuk mengawasi jalannya PSU tersebut hingga tahapan berakhir. Ini berarti bahwa ketika anggaran untuk pengawasan PSU belum tersedia, Bawaslu Provinsi akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya.

    Salah satu contoh yang diberikan adalah Banjarbaru, di mana pemerintah provinsi sudah mengembalikan dana hibah.

    Namun pengawasan PSU di tingkat provinsi dan pengaktifan Sentra Gakkumdu menjadi permasalahan karena kekurangan anggaran.

    Sebab itu, Bawaslu berharap adanya dukungan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait masalah anggaran ini.

    “Perlu dukungan Kemendagri dan Kemenkeu terkait permasalahan yang dimaksud,” pungkasnya.

    Adapun alokasi anggaran Bawaslu tahun 2025 sebesar Rp 2.416.945.124.000, kemudian dilakukan efisiensi sebesar 40 persen dari alokasi anggaran tahun 2025 atau senilai Rp 955.000.000.000.

    Sehingga pagu anggaran Bawaslu tahun 2025 hasil efisiensi sebesar Rp 1.461.945.124.000.

    Sebagai informasi, PSU di 24 daerah ini merupakan imbas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah memutus 40 sengketa Pilkada pada Senin (24/2/2025).

    Total 24 perkara harus melakukan PSU, 1 perkara melakukan rekapitulasi ulang, dan 1 perkara diminta untuk memperbaiki Keputusan KPU tentang penetapan hasil.

    Sementara 14 sisanya tidak dikabulkan.

    Sebagai tindak lanjut, Idham menekankan pihaknya akan merancang jadwal terkait PSU terlebih dulu. Selain itu, KPU RI juga akan berkoordinasi dengan jajaran di 24 daerah yang akan menggelar PSU.

    “Prinsipnya apa yang menjadi putusan Mahkamah Konstitusi atas perselisihan hasil pilkada itu akan ditindaklanjuti oleh KPU. Karena putusan Mahkamah Konstitusi bersifat erga omnes,” jelasnya.

    Untuk 14 perkara yang tidak dikabulkan MK, pihaknya akan segera menetapkan pasangan terpilih di daerah tersebut. Dia memastikan penetapan mulai dilakukan hari ini.

    “(Sebanyak) 14 yang ditolak, yang mulai hari ini akan ditindaklanjuti dengan penetapan pasangan calon terdiri, ada 14,” tuturnya.

    Berikut 24 perkara yang diputuskan untuk digelar PSU:

    1. Perkara Nomor 02/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Pasaman

    2. Perkara Nomor 224/PHPU.BUP- XXIII/2025 Pilbup Mahakam Ulu

    3. Perkara Nomor 260/PHPU.BUP- XXIII/2025 Pilbup Boven Digoel

    4. Perkara Nomor 28/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Barito Utara

    5. Perkara Nomor 132/PHPU.BUP-XXIII/2025 Bupati Tasikmalaya

    6. Perkara Nomor 30/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Magetan

    7. Perkara Nomor 174/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Buru

    8. Perkara Nomor 304/PHPU.GUB- XXIII/2025 Pilgub Papua

    9. Perkara Nomor 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025 Pilwalkot Banjarbaru

    10. Perkara Nomor 24/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Empat Lawang

    11. Perkara Nomor 99/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Bangka Barat

    12. Perkara Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Serang

    13. Perkara Nomor 20/PHPU.BUP- XXIII/2025 Pilbup Pesawaran

    14. Perkara Nomor 195/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Kutai Kartanegara

    15. Perkara Nomor 47/PHPU.WAKO-XXIII/2025 Pilwalkot Kota Sabang

    16. Perkara Nomor 51/PHPU.BUP-XXIII 2025 Pilbup Kepulauan Talaud

    17. Perkara Nomor 171/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Banggai

    18. Perkara Nomor 55/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Gorontalo Utara

    19. Perkara Nomor 173/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Bungo

    20. Perkara Nomor 68/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Bengkulu Selatan

    21. Perkara Nomor 168/PHPU.WAKO- XXIII/2025 Pilwalkot Kota Palopo

    22. Perkara Nomor 75/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Parigi Moutong;

    23. Perkara Nomor 73/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Siak

    24. Perkara Nomor 267/PHPU.BUP-XXIII/2025 Pilbup Pulau Taliabu.

     

     

     

  • Pengamat Nilai Pembentukan Badan Penerimaan Negara Belum Serius, Ini Alasannya

    Pengamat Nilai Pembentukan Badan Penerimaan Negara Belum Serius, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Ambisi Presiden Prabowo Subianto membentuk Badan Penerimaan Negara tak surut meski pada awal tahun ini belum tampak akan terlaksana. 

    Pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) nyatanya tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.12/2025 tentang RPJMN 2025-2029, sebagai bagian dari strategi meningkatkan pendapatan negara.

    Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono melihat secara keseluruhan dalam Perpres tersebut, masih belum ada arah yang jelas dan perincian terkait rencana pembentukan BPN dan target rasio pajak hingga 23%. 

    “Pemerintahan sekarang ini masih belum serius untuk membentuk BPN guna mencapai target rasio pajak di 23%,” tuturnya, Kamis (27/2/2025). 

    Mengacu lampiran Perpres No.12/2025, sudah diuraikan infografis tentang highlight intervensi untuk mendirikan BPN dan meningkatkan rasio pajak menjadi 23%. 

    Akan tetapi, menurut Prianto infografis tersebut masih terlalu sederhana dan tidak menggambarkan rencana membentuk BPN dan cara meningkatkan rasio pajak hingga 23%.

    Secara spesifik pun, narasi pendirian BPN dan target rasio pajak 23% itu ada Prioritas Nasional 7 yang didukung oleh program hasil terbaik cepat. Namun demikian, jika dilihat kerangka regulasi dan kelembagaan di Prioritas Nasional 7, tidak ada rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pendirian BPN.

    Prianto melihat kondisi saat ini, bahwa Kementerian Keuangan masih enggan untuk memisahkan fungsi Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dari Kemenkeu. 

    Menurutnya, alasan Kemenkeu cukup logis. Pasalnya memisahkan fungsi penerimaan dan fungsi belanja di APBN itu jauh lebih sulit dari kondisi ketika kedua fungsi tersebut masih berada di satu atap Kemenkeu.

    Prianto menyampaikan tidak disebutkan pula dalam RPJMN, terkait kapan waktu dan kondisi ekonomi yang tepat untuk membentuk BPN selama periode 2025-2029 ini. 

    “Ketika ditanya kapan waktu yang tepat bagi pemerintahan sekarang ini membentuk BPN, semuanya tergantung political will dari pemerintahan. Ketika Menkeu sekarang masih tidak berubah, sepertinya BPN hanya akan sebatas omon-omon berdasarkan alasan logis di atas,” lanjut Prianto. 

    Dalam RPJMN tersebut, pemerintah menyinggung cara menaikkan rasio penerimaan negara hingga 23% terhadap PDB itu yaitu dengan ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan. 

    RPJMN pun menargetkan tiga capaian. Pertama, penambahan wajib pajak hingga 90% pada 2029. Kedua,tingkat kepatuhan pajak penyampaian SPT Tahunan mencapai 100% pada 2029. Ketiga, indeks efektivitas kebijakan penerimaan negara 100% pada 2029.

    RPJMN pun menjelaskan intervensi yang akan dilakukan untuk mewujudkan tiga capaian tersebut. Pertama, implementasi Coretax alias sistem informasi inti administrasi perpajakan dan interoperabilitas dengan sistem informasi stakeholder terkait agar menuju data-driven. 

    Kedua, simplifikasi proses bisnis dan kelembagaan serta penguatan kebijakan. Ketiga, pembenahan tata kelola ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan (termasuk sin tax). Keempat, peningkatan kepatuhan perpajakan.

  • Menpan RB Pastikan THR ASN Cair 10 Hari Sebelum Lebaran

    Menpan RB Pastikan THR ASN Cair 10 Hari Sebelum Lebaran

    loading…

    Menpan RB Rini Widyantini memastikan THR untuk ASN bakal cair 10 hari sebelum Lebaran 2025. Foto/Binti Mufarida

    JAKARTA – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Rini Widyantini menegaskan Tunjangan Hari Raya (THR) untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) cair 10 hari sebelum Lebaran 2025.

    “THR InsyaAllah. Biasanya 10 hari sebelum Lebaran,” kata Rini kepada awak media usai Rapat Tingkat Menteri di Kantor Kemenko PM, Jakarta, Kamis (27/2/2025).

    Bahkan, kata Rini, pencairan THR untuk ASN bisa lebih cepat tergantung dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    “Tapi bisa lebih cepat, itu tergantung dari Kementerian Keuangan,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Rini pun menegaskan jika sudah ada anggaran dan masing-masing Kementerian berbeda-beda.

    “Sudah ada anggaran, masing-masing kementerian beda-beda,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah mengumukan bahwa pemerintah akan membagikan THR bagi ASN, sebagai bagian dari kebijakan pendorong perekonomian kuartal I/2025.

    “Pencairan THR bagi ASN dan pekerja swasta di bulan Maret 2025,” ujar Prabowo dalam keterangannya, Senin (17/2/2025).

    Diketahui tahun lalu, kebijakan THR dan gaji ke-13 PNS 2024 tertuang dalam dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14/2024. Anggaran THR dan gaji ke-13 secara umum telah dialokasikan dalam APBN dan APBD Tahun Anggaran 2024 melalui anggaran pada Kementerian/Lembaga (K/L), Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN), serta Transfer ke Daerah (TKD).

    Total keseluruhan pembayaran untuk THR pusat dan daerah dananya mencapai Rp99,5 triliun atau hampir Rp100 triliun yang seluruhnya bersumber dari APBN dan APBD.

    (shf)

  • Prabowo Mau Tambah Kuota FLPP, Fahri Hamzah: Tunggu 2 Hari Lagi

    Prabowo Mau Tambah Kuota FLPP, Fahri Hamzah: Tunggu 2 Hari Lagi

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto disebut bakal menambah kuota rumah subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

    Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah menyebut saat ini pihaknya sedang melakukan pengecekan ulang sebelum Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait dengan penambahan kuota FLPP.

    “Kami lagi mengecek, karena itu perlu penetapan dan regulasi teknisnya ya. Diskusinya masih berlangsung,” kata Fahri saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2025).

    Pasalnya, Fahri menjelaskan bahwa jumlah penambahan kuota FLPP yang bakal diguyur cukup jumbo. Totalnya mencapai 200.000 unit.

    Adapun, pemerintah sendiri sebelumnya telah menetapkan kuota FLPP 2025 sebesar 220.000 unit dengan anggaran total mencapai Rp28,2 triliun. 

    “Kita lihat saja 1-2 hari ini [keputusannya seperti apa],” tegasnya. 

    Sebelumnya, Satuan Tugas (Satgas) Perumahan mengungkap pemerintah bakal menambah pemberian kuota rumah subsidi lewat program FLPP menjadi 420.000 unit.

    Hal itu pertama kali disampaikan oleh Anggota Satgas Perumahan, Bonny Z Minang yang menyebut telah mendapat konfirmasi dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    “Kami dengar, saya minggu lalu rapat dengan Pak Rio [Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu] bilang sudah ditetapkan 420.000 unit, ada penambahan 200.000 unit” tegasnya.

    Sementara itu, anggaran awal yang bakal dikucurkan untuk menyukseskan penambahan kuota FLPP itu yakni sebesar Rp6 triliun.