Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • BGN: MBG Telah Habiskan Anggaran Hampir Rp1 Triliun hingga Akhir Maret

    BGN: MBG Telah Habiskan Anggaran Hampir Rp1 Triliun hingga Akhir Maret

    Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) melaporkan bahwa hingga akhir Maret 2025 program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah menghabiskan anggaran mendekati Rp1 triliun.

    Dadan menekankan bahwa jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan data yang dirilis oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 12 Maret 2025 yang mencatat realisasi anggaran sebesar Rp710,5 miliar.  

    Anggaran tersebut telah digunakan untuk menyalurkan bantuan MBG kepada sekitar 2,2 juta penerima manfaat.

    “Hampir Rp1 triliun. Nah itu [angka pastinya harus tanya ke itu [Kemenkeu] ya nanti, tetapi menjelang Rp1 triliun lah,” katanya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (21/3/2025) malam.

    Dadan menjelaskan bahwa kenaikan realisasi anggaran ini dipengaruhi oleh adanya penyesuaian administrasi. Selain itu, banyak mitra BGN yang sebelumnya belum melakukan pengajuan reimburse, tetapi pada akhir bulan ini dana tersebut telah dicairkan.  

    Ke depan, proses penggantian dana ini akan lebih sederhana karena mulai pekan depan, BGN tidak akan melayani penerima manfaat sementara waktu akibat libur Idulfitri. Namun, layanan tetap berjalan bagi ibu hamil, lansia, dan anak balita.  

    Setelah periode libur, BGN berencana memperbaiki aspek administrasi agar mitra bisa mendapatkan uang muka terlebih dahulu, bukan melalui sistem reimburse seperti sebelumnya. Dengan skema ini, pencairan anggaran diharapkan menjadi lebih cepat.  

    Dadan juga memprediksi bahwa mulai bulan depan, realisasi anggaran MBG akan mencapai Rp1 triliun per bulan, meningkat menjadi Rp2 triliun pada Mei, dan akhirnya mencapai Rp5 triliun per bulan pada September 2025.

    “Kami akan perbaiki terus aspek administrasinya sehingga setelah nanti lebaran seluruh mitra menerima uang muka dahulu, bukan reimburse. Nah itu akan mempercepat pencairan juga,” pungkas Dadan.

  • Kemenekraf & OJK Putar Otak Cari Solusi Permodalan Startup

    Kemenekraf & OJK Putar Otak Cari Solusi Permodalan Startup

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) mengaku tengah mencari solusi untuk mengatasi kendala permodalan yang dihadapi oleh perusahaan rintisan atau startup, terutama di sektor ekonomi digital.

    Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf) Teuku Riefky Harsya mengungkapkan bahwa pihaknya sedang berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan guna merancang mekanisme yang lebih mendukung pertumbuhan startup. 

    “Saat ini kami sedang bicara juga dengan OJK terkait model dan mekanisme untuk mendukung perusahaan digital seperti game development dan application development dalam memperoleh akses permodalan,” ujarnya kepada Bisnis.com, Jumat (21/3/2025). 

    Lebih lanjut, dia menambahkan bahwa pemerintah telah membentuk tim kecil untuk membahas kebijakan yang lebih berpihak kepada startup. 

    Salah satu fokus utama, kata Teuku, adalah menciptakan sistem penilaian khusus bagi pemilik hak kekayaan intelektual agar mereka lebih mudah mendapatkan pendanaan.

    Menurutnya, upaya ini membutuhkan koordinasi lebih erat antara berbagai kementerian dan lembaga terkait. Pemerintah berharap langkah ini dapat memberikan kemudahan akses permodalan bagi startup yang mengalami stagnasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia.

    “Saat ini, pemilik kekayaan intelektual masih mengalami kesulitan untuk menjadi bankable karena belum ada jasa penilai yang sesuai. Kami tengah merapikan regulasi ini agar ada jasa penilai khusus bagi mereka,” pungkas Teuku.

  • Jangan Lupa Lapor SPT Terakhir 31 Maret! Dendanya Lumayan Jika Telat

    Jangan Lupa Lapor SPT Terakhir 31 Maret! Dendanya Lumayan Jika Telat

    Jakarta

    Tenggat waktu melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak orang pribadi sampai 31 Maret 2025 atau bertepatan dengan Lebaran Idul Fitri. Artinya, tinggal 9 hari lagi batas waktu penyampaian.

    “Jangan sampai terlewat!” tulis pengumuman dikutip dari akun Instagram Direktorat Jenderal Pajak @ditjenpajakri, Jumat (21/3/2025).

    Wajib pajak diminta untuk melaporkan SPT Pajak lebih awal agar lebih tenang. Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, DJP Online ramai diakses saat menjelang batas waktu.

    Wajib pajak yang tak lapor SPT Pajak akan dikenakan sanksi administrasi atau denda. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

    Dalam pasal 7 dijelaskan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100 ribu untuk wajib pajak orang pribadi dan Rp 1 juta untuk wajib pajak badan.

    “Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tidak dilakukan terhadap wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia, tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, berstatus sebagai negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia, bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia, wajib pajak lain yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,” bunyi aturan tersebut.

    Apabila SPT tahunannya kurang bayar, maka dikenakan sanksi bunga 2% per bulan dari jumlah pajak yang terlambat disetor. Hal itu dihitung sejak saat penyampaian SPT Pajak berakhir sampai tanggal pembayaran.

    Pengenaan sanksi pidana juga diatur dalam Pasal 39. Dalam pasal tersebut berbunyi, setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dikenakan sanksi pidana.

    “Sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” tulis aturan tersebut.

    Denda baru dibayar jika wajib pajak sudah menerima surat tagihan pajak (STP) dari DJP Kementerian Keuangan. Meski sudah membayar denda, masyarakat tetap diharuskan untuk melapor SPT Tahunan Pajak.

    Sementara itu, dari 9,6 juta SPT Pajak yang sudah disampaikan tersebut, sebanyak 9,41 juta SPT disampaikan secara elektronik dan 264,8 ribu SPT disampaikan secara manual.

    (aid/hns)

  • 9,67 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT Tahunan

    9,67 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT Tahunan

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, hingga 20 Maret 2025, sebanyak 9,67 juta wajib pajak telah melaporkan surat pemberitahuan (SPT) tahunan. Jumlah ini terdiri dari 9,4 juta SPT tahunan orang pribadi dan 275.900 SPT tahunan badan.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menyampaikan, jumlah tersebut mengalami pertumbuhan 11,09% dibanding periode yang sama pada tahun lalu.

    “Sampai dengan 20 Maret 2025 pukul 00.01 WIB, total SPT tahunan PPh tahun pajak 2024 yang sudah disampaikan mencapai 9,67 juta SPT,” ujar Dwi Astuti, Jumat (21/3/2025).

    SPT merupakan dokumen yang digunakan untuk melaporkan penghitungan atau pembayaran pajak, objek pajak maupun bukan objek pajak, serta harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perpajakan.

    Pelaporan SPT dapat dilakukan secara offline maupun online. Pelaporan secara offline melalui tempat pelayanan terpadu (TPT) di kantor pajak tempat wajib pajak terdaftar atau layanan pajak luar kantor yang disediakan oleh KPP/KP2KP.

    Pelaporan secara online dilakukan melalui e-Filing dan e-Form. Untuk e-Filing dilakukan dengan cara upload file csv dari aplikasi e-SPT atau mengisi form di situs web.  Untuk e-Form dilakukan dengan cara mengisi file yang diunduh dari laman djponline, lalu diunggah kembali.

    DJP mengingatkan wajib pajak untuk segera melaporkan SPT tahunan sebelum batas waktu, yaitu 31 Maret 2025 untuk wajib pajak orang pribadi dan 30 April 2025 untuk wajib pajak badan.

  • Misbakhun minta KSSK perbaiki komunikasi kepada pelaku pasar

    Misbakhun minta KSSK perbaiki komunikasi kepada pelaku pasar

    Komunikasi ini memang harus diperbaiki. Ini kita sadari sepenuhnya, makanya saya hadir di sini itu dalam rangka ingin membantu komunikasi itu kepada pasar

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang mencakup Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperbaiki komunikasi kepada pelaku pasar.

    Menurut dia, komunikasi yang lebih baik dan jelas dapat mencegah sentimen negatif yang berlebihan di pasar.

    “Komunikasi ini memang harus diperbaiki. Ini kita sadari sepenuhnya, makanya saya hadir di sini itu dalam rangka ingin membantu komunikasi itu kepada pasar,” kata Misbakhun dalam acara Capital Market Forum 2025 di Jakarta, Jumat.

    Komunikasi yang tidak efektif dapat menciptakan spekulasi dan ketidakpastian di pasar. Ia mencontohkan bagaimana sentimen negatif terhadap pasar saham Indonesia dalam beberapa hari terakhir menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun hingga 6 persen.

    Hal ini imbas dari kurang jelasnya pola komunikasi dari pemerintah dan otoritas terkait.

    Maka dari itu, Misbakhun menegaskan bahwa pemerintah, khususnya anggota KSSK harus memiliki pola komunikasi yang terkoordinasi dalam menyampaikan informasi terkait kebijakan ekonomi dan fiskal.

    Ia menambahkan bahwa transparansi dan kejelasan dalam menyampaikan tantangan yang dihadapi oleh ekonomi nasional sangat penting. Pasar yang sehat seharusnya bergerak berdasarkan fundamental ekonomi, bukan hanya sekadar rumor dan sentimen.

    “Kalau pasar yang makin lama makin dewasa seharusnya mereka bergerak berdasarkan fundamental, bukan bergerak memainkan rumor, bukan bergerak memainkan sentimen. Ini pasar yang dewasa, ini tantangan kepada semua pelaku pasar, apakah kita cukup dewasa untuk bisa merespon semua rumor yang ada,” ucapnya.

    Adapun Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto menilai, anjloknya IHSG pada Selasa lalu (18/3) dipicu oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik yang menekan kepercayaan investor terhadap pasar saham Indonesia.

    Faktor pertama, dirinya menyoroti bahwa pasar saham Indonesia masih mengalami arus keluar atau foreign outflow yang cukup besar, menambah tekanan pada IHSG.

    Faktor kedua, kebijakan ekonomi yang memicu kekhawatiran. Rully menuturkan, berbagai kebijakan pemerintah turut memperburuk sentimen pasar.

    “Ditambah lagi berbagai kebijakan justru menimbulkan kecemasan, seperti pemangkasan anggaran, pembentukan Danantara, pembentukan Koperasi Merah Putih yang akan melibatkan bank-bank BUMN, dan beberapa kebijakan lainnya,” tuturnya.

    Perkembangan terbaru yang memperbesar kekhawatiran pasar yakni adanya isu yang santer terdengar soal pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

    Hal ini berpotensi mengguncang kepercayaan investor, mengingat perannya yang selama ini mendapat kepercayaan tinggi dalam menjaga stabilitas fiskal.

    Faktor lain yang turut berdampak pada perdagangan bursa hari ini adalah pengaruh tarif dagang AS dan keputusan bank sentral AS (The Fed).

    Di sisi global, kebijakan tarif dagang AS terhadap mitra dagangnya turut memberikan tekanan, meski bukan faktor utama. Sebab, beberapa bursa regional justru menguat, menunjukkan bahwa pelemahan IHSG lebih dipengaruhi oleh faktor domestik.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2025

  • Misbakhun sebut permasalahan teknis Coretax sebabkan defisit APBN

    Misbakhun sebut permasalahan teknis Coretax sebabkan defisit APBN

    Meski Coretax didesain untuk memudahkan administrasi perpajakan negara, ketidaksiapan implementasinya justru menghambat penerimaan negara.

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyebut, permasalahan teknis dalam penerapan Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax berimbas pada defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp31,2 triliun pada Februari 2025.

    Meski Coretax didesain untuk memudahkan administrasi perpajakan negara, ketidaksiapan implementasinya justru menghambat penerimaan negara.

    “Ketika diimplementasikan sejak 1 Januari, implementasi ini kemudian menimbulkan permasalahan-permasalahan teknikal dalam pelaksanaan di lapangan, sehingga mengganggu data-data penerimaan pajak kita, mengganggu akses pembayaran pajak kita dan sebagainya,” kata Misbakhun dalam acara Capital Market Forum 2025, di Jakarta, Jumat.

    Misbakhun menjelaskan bahwa penerimaan pajak mengalami penurunan hingga 30 persen pada Februari 2025.

    Begitu juga dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang turut mengalami penurunan akibat lesunya harga komoditas, meski masih dalam batas normal.

    Di sisi lain, penerimaan kepabeanan dan bea cukai justru mengalami kenaikan mencapai Rp52,5 triliun atau tumbuh 2,1 persen dibandingkan tahun lalu.

    “Karena penerimaan bea cukai juga naik, sebenarnya tidak sewajarnya penerimaan pajaknya turun. Tidak sewajarnya penerimaan pajaknya turun. Karena apa? Kalau penerimaan kepabeanan dan cukainya naik, penerimaan pajak pasti naik. Jadi kalau ada penerimaan pajak turun, pasti ada problem teknikal Coretax yang belum bisa kita jelaskan di mana letak permasalahan yang sebenarnya,” ujarnya pula.

    Kendati demikian, ia optimistis bahwa penerimaan negara akan mengalami pemulihan pada Maret dan April 2025 seiring masuknya pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) dari wajib pajak individu dan korporasi ke Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

    “Situasi ini pasti biasanya kita akan mengalami rebound ketika kita (masuk) bulan Maret dan bulan April ketika SPT PPh perorangan dan PPh korporasi itu tahunannya masuk kepada Direktorat Jenderal Pajak. Dan kita mulai recover, dan kemudian baru kita PPh Pasal 25 dan seterusnya itu mulai di bulan-bulan selanjutnya,” kata dia lagi.

    Kemudian Misbakhun kembali menambahkan pentingnya kehati-hatian dalam mengelola APBN. Komisi XI DPR RI, katanya, terus berupaya menjaga defisit tetap berada di angka 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB).

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • Penerimaan Pajak Anjlok 30 Persen di Awal 2025, Coretax Biang Keroknya?

    Penerimaan Pajak Anjlok 30 Persen di Awal 2025, Coretax Biang Keroknya?

    PIKIRAN RAKYAT – Penerimaan pajak hingga akhir Februari 2025 mengalami penurunan signifikan sebesar 30,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini terjadi di tengah upaya pemerintah mendorong penerimaan negara demi menjaga kestabilan anggaran.

    Akan tetapi, muncul dugaan bahwa sistem baru Coretax turut berkontribusi pada anjloknya penerimaan pajak. Benarkah demikian? Mari kita kupas lebih dalam.

    Penurunan Penerimaan Pajak: Fakta dan Angka

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, hingga Februari 2025, realisasi penerimaan pajak hanya mencapai Rp187,8 triliun. Angka ini turun 30,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp269,02 triliun.

    Di sisi lain, penerimaan kepabeanan dan cukai justru mengalami kenaikan tipis 2,13 persen menjadi Rp 52,6 triliun.

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan, turunnya penerimaan pajak dipicu oleh beberapa faktor, seperti penurunan harga komoditas utama (batu bara, minyak Brent, dan nikel), kebijakan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) pada PPh 21 yang memicu pengembalian lebih bayar, serta relaksasi pembayaran PPN dalam negeri hingga Maret 2025.

    “Jadi itu menjelaskan pola Februari 2025 agak berbeda dengan sebelumnya. Bahkan kalau kita coba hubungkan penerimaan pajak ini dengan PMI Manufaktur dan data ekonomi lainnya, kita lihat penjualan otomotif tumbuh positif. Jadi ini mirroring pertumbuhan pajak dengan kondisi ekonomi,” tuturnya.

    Coretax: Alat Bantu atau Biang Kerok?

    Salah satu isu yang ramai diperbincangkan adalah implementasi sistem Coretax. Sistem ini diharapkan memodernisasi administrasi perpajakan. Namun, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, berpendapat sebaliknya.

    Menurut Huda, Coretax justru menghambat pelaporan PPN karena gangguan teknis di masa pelaporan Januari-Februari 2025. Dia menyebut, ada dua faktor utama yang memperparah penurunan pajak:

    Pengembalian lebih bayar pajak 2024 yang mencapai Rp 265,67 triliun. Kisruh Coretax yang membuat pelaku usaha menahan transaksi.

    Menurutnya, jika terus seperti ini, rasio defisit anggaran terhadap PDB bisa melewati 3 persen. Pemerintah pun harus waspada.

    Akan tetapi, Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I, Kurniawan Nizar membantah anggapan tersebut. Dia menegaskan bahwa Coretax hanyalah alat bantu, bukan penyebab langsung turunnya penerimaan pajak.

    “Coretax ini tools. Analoginya, kalau kita biasa pakai Android lalu dikasih Apple, pasti butuh penyesuaian. Tapi ini cuma alat, bukan penyebab utama. Malah di wilayah kami, Jawa Barat 1, penerimaan pajaknya tumbuh positif. Yang turun itu Jawa Barat 3 karena sektor konstruksinya melambat,” katanya dalam konferensi pers ‘Kinerja APBN Mendorong Pertumbuhan dan Kesejahteraan Masyarakat Jawa Barat’ pada Jumat 21 Maret 2025.

    Kurniawan Nizar juga memastikan Coretax sudah mengalami perbaikan dan pelaporan SPT tetap bisa dilakukan melalui DJP Online.

    “Enggak ada lagi cerita susah lapor pajak. Coretax sudah bagus,” ucapnya.

    Dampak Defisit Anggaran dan Prospek Ke Depan

    Penurunan penerimaan pajak yang drastis ini menimbulkan ancaman serius terhadap defisit anggaran. Ekonom Achmad Nur Hidayat memperingatkan bahwa shortfall penerimaan negara bisa mencapai Rp 300-400 triliun. Akibatnya, defisit anggaran berpotensi melebar hingga Rp 800 triliun atau hampir 3 persen dari PDB.

    “Kalau situasi ini terus berlanjut tanpa solusi cepat, defisit Rp 800 triliun adalah skenario yang realistis,” ujarnya.

    Sementara itu, Ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro menyoroti kegagalan rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen, yang tetap bertahan di 11 persen. Ditambah daya beli masyarakat yang menurun, penerimaan pajak dari PPh individu dan badan pun tertekan.

    “Target defisit 2,53 persen dari PDB kemungkinan akan melebar ke 2,6 hingga 2,8 persen di akhir tahun,” ucapnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Komisi XI DPR fokus bahas dua perubahan dalam revisi UU P2SK

    Komisi XI DPR fokus bahas dua perubahan dalam revisi UU P2SK

    Tapi semua masih membutuhkan pembahasan politik yang lebih mendalam

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyampaikan bahwa pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) saat ini berfokus pada dua perubahan utama.

    Kedua pembahasan itu adalah penghapusan frasa “penyidik tunggal” dalam ketentuan penyidikan di sektor keuangan serta perubahan mekanisme penganggaran bagi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

    “Tapi semua masih membutuhkan pembahasan politik yang lebih mendalam. Memang kita sedang melakukan proses itu (formulasi), tetapi item yang dua itu, yaitu item mengenai penyidik di sektor keuangan dan kemudian mekanisme anggaran LPS,” kata Misbakhun dalam acara Capital Market Forum 2025 di Jakarta, Jumat.

    Revisi tersebut merupakan tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengoreksi dua aspek dalam beleid tersebut.

    Dalam pembahasannya, Pemerintah berencana untuk menyesuaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyidik tunggal di sektor keuangan dengan yang ada di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Sementara soal mekanisme penganggaran LPS, Misbakhun menjelaskan bahwa yang sebelumnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan kini akan ditetapkan oleh DPR.

    “LPS yang tadinya anggarannya itu melalui mekanisme penetapan di Kementerian Keuangan oleh menteri keuangan, kemudian diminta dibahas sebagai lembaga yang dimaknai bahwa LPS adalah lembaga independen, maka anggarannya harus ditetapkan seperti BI, OJK. Maka LPS penetapan anggarannya ada di DPR,” ujarnya.

    Menurutnya, revisi ini diperlukan untuk memastikan kesesuaian UU P2SK dengan putusan MK yang dikeluarkan pada 3 Januari 2025.
    Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa menteri keuangan tidak dapat mengintervensi penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) LPS.

    Meskipun revisi ini pada dasarnya hanya menindaklanjuti putusan MK, Misbakhun mengakui adanya diskusi yang berkembang terkait kemungkinan penguatan peran Bank Indonesia (BI) dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

    Dirinya pun menekankan bahwa Komisi XI ingin memastikan pembahasan revisi UU P2SK tidak menjadi bahan spekulasi yang tidak berdasar.

    “Makanya kita tidak mau itu dijadikan spekulasi. (Pemerintah) sedang membicarakan, tapi belum memutuskan. Karena kita tadi seperti yang saya sampaikan kita ingin memperkuat peran Bank Indonesia itu lebih bold, lebih kuat lagi,” ucap Misbakhun.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pramono Anung Didapuk Jadi Relawan Pajak

    Pramono Anung Didapuk Jadi Relawan Pajak

    Jakarta

    Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Barat mengukuhkan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung sebagai Relawan Pajak untuk Negeri (Renjani) Tahun 2025. Hal ini sebagai bentuk apresiasi atas komitmen Gubernur DKI Jakarta dalam mendorong kesadaran pajak.

    Pengukuhan berlangsung dalam kegiatan audiensi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Satu DKI Jakarta bersama Gubernur DKI Jakarta di Balai Kota Jakarta, Senin (10/3).

    “Sebagai program yang melibatkan berbagai kalangan, baik mahasiswa maupun tokoh publik, Renjani bertujuan menjembatani komunikasi antara DJP dan masyarakat, menyampaikan pesan-pesan perpajakan dengan pendekatan yang lebih inklusif dan mudah dipahami,” tulis keterangan resmi Kanwil DJP Jakarta Barat, Jumat (21/3/2025).

    Pramono menegaskan komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mendukung kerja sama dengan Kemenkeu Satu DKI Jakarta. Dalam optimalisasi penerimaan pajak dan pengelolaan fiskal daerah, pihaknya mengaku terbuka terhadap dukungan, masukan dan saran.

    “Saya ingin ada perubahan agar Jakarta bisa menjadi lebih baik dan menjadi mitra kolaborasi Kemenkeu,” kata Pramono.

    Dengan penyematan rompi Renjani, Kanwil DJP Jakarta Barat berharap Gubernur selaku pimpinan tertinggi daerah dapat menjadi panutan dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan dan mendorong kepatuhan pajak masyarakat menjadi lebih baik, sehingga mendukung optimalisasi penerimaan negara untuk memperkuat pembangunan nasional yang berkelanjutan.

    Dalam kesempatan ini, Kanwil DJP Jakarta Barat juga mengingatkan agar masyarakat segera melaporkan SPT Tahunan paling lambat 31 Maret 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan 30 April 2025 bagi Wajib Pajak Badan.

    (acd/acd)

  • Yusril Sebut Navayo Lakukan Wanprestasi Proyek Satelit Kemenhan

    Yusril Sebut Navayo Lakukan Wanprestasi Proyek Satelit Kemenhan

    Yusril Sebut Navayo Lakukan Wanprestasi Proyek Satelit Kemenhan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas)
    Yusril Ihza Mahendra
    menyebut
    Navayo International AG
    melakukan wanprestasi dalam proyek satelit
    Kementerian Pertahanan
    (Kemhan).
    Yusril mengatakan, berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Navayo baru mengerjakan pekerjaan dengan nilai Rp 1,9 miliar dari tagihan sebesar 16 juta dollar AS atas proyek satelit tersebut kepada Kemenhan.
    “Jadi, jauh sama sekali daripada apa yang diperjanjikan oleh Kemhan dengan mereka,” kata Yusril di Kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) Kumham Imipas, Kamis (20/3/2025).
    Sengketa proyek satelit
    ini pun memasuki babak baru.
    Berdasarkan putusan arbitrase International Criminal Court (ICC) di Singapura, pemerintah berkewajiban membayar ganti rugi kepada perusahaan Navayo sebesar 24,1 juta dollar Amerika Serikat (AS).
    Apabila pembayaran tersebut tidak dilakukan, akan dikenai bunga keterlambatan sebesar 2.568 dollar AS per hari sampai putusan arbitrase ICC dibayarkan.
    “Di dalam persidangan dispute mengenai masalah pengadaan bagian-bagian dari satelit Kementerian Pertahanan pada tahun 2016. Oleh Arbitrasi Singapura kita dikalahkan dan kita harus membayar sejumlah utang atau ganti rugi kepada pihak Navayo,” kata Yusril.
    Yusril mengatakan persoalan yang berlarut-larut tersebut membuat Navayo mengajukan permohonan penyitaan aset properti pemerintah yang dimiliki oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris, Perancis.
    “Masalah ini dirundingkan berlarut-larut, sampai akhirnya Navayo mengajukan permohonan kepada Pengadilan Perancis untuk mengeksekusi putusan dari Arbitrase Singapura dan meminta untuk dilakukan penyitaan terhadap beberapa aset pemerintahan Republik Indonesia yang ada di Perancis,” ujar dia.
    Yusril mengatakan pemerintah menghormati putusan pengadilan Arbitrase Singapura yang menyatakan pemerintah kalah dan diwajibkan membayar ganti rugi.
    Ia akan berkoordinasi dengan kementerian terkait, termasuk Kementerian Keuangan, untuk memenuhi putusan tersebut.
    “Nanti masalah ini akan kami sampaikan kepada Bapak Presiden hasil pertemuan dan pembahasan rapat koordinasi hari ini,” ujar Yusril.
    Tak hanya itu, pemerintah juga akan berupaya menghambat penyitaan aset pemerintah di Prancis.
    Sebab, menurut Yusril, penyitaan tersebut melanggar Konvensi Wina terkait perlindungan aset diplomatik yang tidak bisa disita.
    “Walaupun hal ini sudah dikabulkan oleh Pengadilan Prancis, pihak kita tetap akan melakukan upaya-upaya perlawanan untuk menghambat eksekusi ini terjadi,” kata dia.
    Kasus proyek pengelolaan satelit di Kemenhan yang menyebabkan kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah ini diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat masih menjabat.
    Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 2015, ketika Indonesia menyewa satelit dan tidak memenuhi kewajiban bayar sesuai nilai sewa.
    Hal ini menyebabkan Indonesia digugat di pengadilan
    arbitrase internasional
    sehingga harus membayarkan uang sewa dan biaya arbitrase dengan nilai fantastis.
    Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara harus mengeluarkan pembayaran untuk sewa satelit.
    “Biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling satelit sebesar ekuivalen Rp 515 miliar,” kata Mahfud.
    Tak hanya itu, Navayo juga mengajukan tagihan sebesar 16 juta dollar AS kepada Kemenhan.
    Terkait perkara ini, Pengadilan Arbitrase Singapura pada 22 Mei 2021 mengeluarkan putusan yang mewajibkan Kemenhan membayar 20.901.209 dollar AS atau setara Rp 314 miliar kepada Navayo.
    “Selain keharusan membayar kepada Navayo, Kemhan juga berpotensi ditagih pembayaran oleh Airbus, Detente, Hogan Lovells, dan Telesat, sehingga negara bisa mengalami kerugian yang lebih besar lagi,” kata Mahfud.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.