Kementrian Lembaga: Kementerian Keuangan

  • Erick Thohir: Pejabat kementerian di Himbara wujudkan transparansi

    Erick Thohir: Pejabat kementerian di Himbara wujudkan transparansi

    tidak lain untuk memastikan sinergisitas program pemerintah, tetapi tetap transparansi publik terus terjadi secara korporasi

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan pengangkatan beberapa pejabat kementerian menjadi komisaris di bank milik BUMN merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mewujudkan transparansi publik.

    “Perwakilan daripada para kementerian yang hadir, tentu komposisi pemegang saham yang ada di Himbara sendiri, tidak lain untuk memastikan sinergisitas program pemerintah, tetapi tetap transparansi publik terus terjadi secara korporasi,” ujar Erick di Jakarta, Kamis.

    Erick menjelaskan perwakilan dari beberapa kementerian ini disesuaikan dengan fokus usaha masing-masing perusahaan. Misalnya, Wakil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Helvi Yuni Moraza sebagai Komisaris BRI dan Wakil Menteri Perumahan dan Permukiman Kawasan Fahri Hamzah sebagai Komisaris BTN.

    Selanjutnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung sebagai Komisaris Bank Mandiri, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu)Suryo Utomo sebagai Komisaris Utama BTN, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman sebagai Komisaris Bank Mandiri, dan Deputi Bidang Sumber Daya Manusia, Teknologi dan Informasi Kementerian BUMN Tedi Bharata sebagai Wakil Komisaris Utama BNI.

    Erick menegaskan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan lembaga terkait lainnya akan tetap melakukan pengawasan terhadap bank Himbara tersebut agar transparansi dan tata kelolanya tetap berjalan dengan baik.

    Lebih lanjut, Erick mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan agar pengelolaan BUMN harus lebih efisien, tata kelola yang baik dan transparan guna meningkatkan kinerja perusahaan.

    “Nah tidak lain ini untuk mensinergikan, tetapi tetap diawasi ada Kemenkeu dan lain-lainnya. Kami tentu Kementerian BUMN mendorong tadi yang namanya terus program-program seperti ini,” kata Erick.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Triple Job Suryo Utomo: Dirjen Pajak, Komisaris SMI, & Komut BBTN

    Triple Job Suryo Utomo: Dirjen Pajak, Komisaris SMI, & Komut BBTN

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. dalam rapat umum pemegang saham atau RUPS yang berlangsung pada Rabu (26/3/2025) kemarin. 

    Suryo adalah birokrat yang sudah lama malang melintang di otoritas pajak. Dia pertama kali menjabat sebagai Dirjen Pajak pada tahun 2019 lalu. Saat itu Suryo menggantikan posisi Robert Pakpahan yang memasuki masa pensiun. 

    Selain menjabat sebagai Dirjen Pajak, Suryo tercatat sebagai Komisaris PT Sarana Multi Infrastruktur atau PT SMI (Persero). Suryo menjabat sebagai Komisaris PT SMI sejak tahun 2019 lalu. Jabatan Suryo seharusnya berakhir pada tahun 2024. Namun pada pertengahan 2024 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menunjuk Suryo sebagai komisaris PT SMI.

    Adapun, jabatan Suryo kembali bertambah pada Rabu kemarin. RUPS BBTN menunjuk Suryo sebagai Komisaris Utama emiten perbankan milik pemerintah tersebut. Suryo menggantikan posisi Chandra M. Hamzah yang sebelumnya mengisi jabatan Komisaris Utama/Independen. 

    Terkait triple job Dirjen Pajak, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti hanya menjawab bahwa posisi tersebut adalah bagian dari pengabdian Suryo sebagai abdi negara. “Sebagai abdi negara, tentunya harus menerima penugasan apapun dan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab.”

    Boleh Rangkap Jabatan?

    Dalam catatan Bisnis, sangat jarang posisi Direktur Jenderal alias Dirjen Pajak aktif menjabat komisaris BUMN. Apalagi kalau mengacu kepada UU BUMN yang lama, seorang komisaris dilarang merangkap jabatan lain yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan. Klausul itu tertuang dalam Pasal 33 UU BUMN lama.

    Menariknya, dalam UU BUMN yang baru, ketentuan dalam Pasal 33 itu dihapus. Pengaturan mengenai syarat rangkap jabatan komisaris BUMN kemudian diatur dalam Pasal 27B. Dalam pasal itu, hanya diatur bahwa dewan komisaris dilarang merangkap jabatan sebagai anggota direksi, Dewan Komisaris, atau dewan pengawas di BUMN lain, anak usaha BUMN dan turunannya, serta BUMD.

    Klausul mengenai potensi benturan kepentingan alias conflict of interest tidak lagi diatur dalam beleid UU BUMN yang baru. 

    Selain itu, Pasal 17 UU No.25/2009 tentang Pelayanan Publik, juga secara eksplisit mengatur bahwa pelaksana pelayanan publik dilarang untuk merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus usaha baik yang berasal dari institusi pemerintah, BUMN, hingga BUMD.

    Pelaksana pelayanan publik jika mengacu kepada UU tersebut adalah pejabat, pegawai dan setiap orang yang bertugas sebagai penyelenggara pelayanan publik. 

    Adapun sebelum menjabat sebagai Komisaris Utama BBTN, Suryo Utomo tercatat pernah menjabat sebagai komisaris PT SMI, BUMN yang berada di bawah Kementerian Keuangan alias Kemenkeu.

    Seperti diketahui, Suryo menggantikan posisi Chandra M. Hamzah yang sebelumnya mengisi jabatan Komisaris Utama/Independen. Saat ini, Suryo juga masih menduduki jabatan sebagai Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), posisi yang dia pegang sejak November 2019.

    Profil Suryo Utomo

    Mengutip laman resmi Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, pria kelahiran 26 Maret 1969 itu menempuh pendidikan Sarjana Ekonomi di Universitas Diponegoro pada 1992. Suryo kemudian melanjutkan pendidikan Master of Business Taxation di University of Southern California, Amerika Serikat dan mendapatkan gelarnya pada 1998.

    Suryo mengawali karir Pegawai Negeri Sipil sebagai pelaksana di Kementerian Keuangan pada 1993 di Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Pajak. 

    Dia tercatat pernah mengisi beberapa pos di Kementerian Keuangan,  sebagai Kepala Seksi PPN Industri pada 1998, sebagai Kepala Seksi Pajak Penghasilan Badan pada 2002. 

    Kemudian, pada 2006 dia dipromosikan menjadi Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga. Selanjutnya, pada 2008 menjadi Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu. 

    Pada 28 Maret 2009, Suryo mengisi pos Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I, dan kemudian pada 2010 menjadi Direktur Peraturan Perpajakan I.

    Kemudian, dia mengisi kursi Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian sejak Maret 2015. Tak lama kemudian, pada Juli 2015  sampai 31 Oktober 2019 Suryo dipercaya menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Kepatuhan Pajak sebelum resmi menjadi Dirjen Pajak pada 1 November 2019.

  • DJP Buka Suara soal Dirjen Pajak Jadi Komisaris Utama BTN

    DJP Buka Suara soal Dirjen Pajak Jadi Komisaris Utama BTN

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan buka suara terkait Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo yang ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Mayarakat DJP, Dwi Astuti mengatakan setiap abdi negara harus siap menerima penugasan apapun, termasuk Suryo Utomo yang ditunjuk sebagai Komisaris Utama BTN.

    “Sebagai abdi negara, tentunya harus siap menerima penugasan apapun dan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab,” kata Dwi kepada detikcom, Kamis (27/3/2025).

    Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) menyatakan keprihatinan dan penolakan keras terhadap praktik rangkap jabatan yang dilakukan oleh Dirjen Pajak ini. Sudah sepatutnya Dirjen Pajak bersikap adil dan netral terhadap seluruh wajib pajak baik rakyat kecil, pelaku UMKM, perusahaan swasta maupun BUMN seperti BTN.

    IWPI pun mempertanyakan bagaimana Dirjen Pajak bisa bersikap objektif terhadap BTN jika pada saat yang sama ia menerima gaji dan fasilitas sebagai Komisaris Utama BTN.

    “Ini adalah konflik kepentingan struktural, dan merupakan bentuk potensi penyalahgunaan kekuasaan yang terang benderang,” kata Ketua IWPI Rinto Setiyawan.

    Sebelumnya, Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BTN pada Rabu (26/3) menyetujui Dirjen Pajak Suryo Utomo sebagai Komisaris Utama. Selain itu, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah sebagai Dewan Komisaris perseroan.

    Tonton juga Video: DJP Sebut PPN 12% Atas Transaksi QRIS Tak Dibebankan ke Konsumen

    (acd/acd)

  • Prabowo kumpulkan menteri bahas kebijakan fiskal 2026

    Prabowo kumpulkan menteri bahas kebijakan fiskal 2026

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Prabowo kumpulkan menteri bahas kebijakan fiskal 2026
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 26 Maret 2025 – 17:58 WIB

    Elshinta.com – Presiden Prabowo Subianto memanggil sejumlah menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih untuk membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) APBN Tahun 2026.

    Sejumlah menteri yang hadir di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Pambudy.

    Sedangkan, wakil menteri yang hadir di antaranya Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dan Anggito Abimanyu dan Suahasil Nazara.

    “Rapat. Nanti kita ketahui pada saat di dalam soal APBN 2026 membahas KEM PPKF,” kata Menko Perekonomian Airlangga saat tiba di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta.

    Sementara itu Wamenkeu Anggito Abimanyu menambahkan bahwa pembahasan KEM PPKF kali ini dalam rangka merespons siklus APBN 2026.

    “Itu kan ada pokok-pokok kebijakan fiskal yang mau disampaikan DPR. Kita melaporkan ke Presiden,” katanya.

    Dilansir dari situs resmi Kementerian Keuangan, KEM PPKF adalah dokumen resmi negara yang berisi gambaran dan skenario kebijakan ekonomi dan fiskal untuk digunakan sebagai bahan pembicaraan pendahuluan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).

    Penyusunan dan penyampaian KEM PPKF merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat.

    Sumber : Antara

  • Kabar Gembira! Sanksi Terlambat Bayar dan Lapor SPT 2025 Dihapus Imbas Lebaran

    Kabar Gembira! Sanksi Terlambat Bayar dan Lapor SPT 2025 Dihapus Imbas Lebaran

    PIKIRAN RAKYAT – Para wajib pajak kini bisa bernapas lega! Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi mengumumkan penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29 dan keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Tahun Pajak 2024.

    Kebijakan ini merupakan respons atas libur panjang Nyepi dan Idul Fitri atau Lebaran 2025 yang membuat waktu pelaporan lebih sempit.

    Kebijakan Resmi dalam Kepdirjen Pajak Nomor 79/PJ/2025

    Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen Pajak) Nomor 79/PJ/2025. Sebelumnya, batas waktu pelaporan SPT Tahunan dan pembayaran PPh 29 adalah 31 Maret 2025. Namun, karena bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama yang cukup panjang, DJP memberikan relaksasi.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa keputusan ini bertujuan untuk meringankan beban Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).

    “Penghapusan sanksi administratif tersebut diberikan dengan tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP),” ucapnya dalam keterangan resmi.

    Artinya, meskipun Wajib Pajak terlambat melaporkan SPT atau membayar PPh 29 setelah 31 Maret 2025, mereka tidak akan dikenai denda atau sanksi administrasi.

    Latar Belakang Kebijakan

    Menurut Dwi Astuti, latar belakang penerbitan kebijakan ini adalah karena batas akhir pelaporan yang berbenturan dengan libur panjang Nyepi dan Idul Fitri atau Lebaran 2025.

    “Batas waktu 31 Maret 2025 bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama yang berlangsung hingga 7 April 2025. Ini berpotensi mengurangi jumlah hari kerja efektif bagi masyarakat yang ingin melaporkan SPT dan membayar PPh,” katanya.

    Kondisi ini dinilai dapat menyebabkan keterlambatan dalam memenuhi kewajiban perpajakan. DJP pun mengambil langkah yang lebih adil dan fleksibel bagi Wajib Pajak dengan menghapus sanksi administrasi bagi mereka yang terlambat.

    “Pemerintah ingin memberikan kepastian hukum serta keadilan bagi wajib pajak, khususnya WP Orang Pribadi. Oleh karena itu, penghapusan sanksi ini hanya berlaku bagi SPT Tahunan WP OP Tahun Pajak 2024,” tutur Dwi Astuti.

    Batas Waktu Baru Pelaporan SPT dan Pembayaran PPh

    Dengan adanya relaksasi ini, wajib pajak yang belum melaporkan SPT Tahunan atau membayar PPh Pasal 29 memiliki waktu tambahan hingga 11 April 2025. Ini berarti, tenggat waktu diperpanjang sekitar 11 hari dari batas waktu semula pada 31 Maret 2025.

    Catatan Penting:

    Penghapusan sanksi hanya berlaku untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP). Wajib Pajak Badan tetap harus melaporkan SPT sesuai jadwal yang ditentukan. Jika melebihi tanggal 11 April 2025, sanksi administrasi akan tetap berlaku. Cara Mudah Melaporkan SPT Tahunan

    Meski ada perpanjangan waktu, DJP tetap mengimbau masyarakat agar tidak menunda pelaporan SPT. Berikut beberapa cara praktis melaporkan SPT:

    Melalui e-Filing
    Akses laman resmi DJP di pajak.go.id dan ikuti panduan pelaporan. Aplikasi DJP Online
    Unduh aplikasi dan laporkan SPT lebih mudah lewat smartphone. Kantor Pajak Terdekat
    Bagi yang kurang familiar dengan pelaporan digital, bisa datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat.

    Dengan adanya kelonggaran ini, DJP berharap wajib pajak tetap patuh dan memanfaatkan waktu tambahan dengan sebaik-baiknya.

    “Kami mengajak masyarakat agar tetap melaporkan SPT Tahunan lebih awal, meskipun ada perpanjangan waktu. Ini agar terhindar dari potensi gangguan teknis di hari-hari terakhir,” ujar Dwi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Reformasi Setengah Hati Menkeu Sri Mulyani

    Reformasi Setengah Hati Menkeu Sri Mulyani

    loading…

    Kusfiardi, Analis Ekonomi Politik FINE Institute. Foto/Istimewa

    Kusfiardi
    Analis Ekonomi Politik FINE Institute

    SRI Mulyani Indrawati telah menjadi figur utama dalam pengelolaan keuangan negara selama bertahun-tahun. Kiprahnya sebagai Menteri Keuangan diakui secara internasional, bahkan ia meraih gelar Best Finance Minister in Asia-Pacific selama tiga tahun berturut-turut. Penghargaan tersebut diberikan oleh FinanceAsia dengan mempertimbangkan indikator seperti stabilitas makroekonomi dan defisit APBN yang terkendali.

    Namun, penghargaan ini tidak serta-merta mencerminkan keberhasilan dalam semua aspek pengelolaan fiskal. Beberapa indikator utama menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar yang belum teratasi, terutama dalam optimalisasi penerimaan pajak , efektivitas belanja negara, serta penguatan fundamental ekonomi untuk memastikan kesejahteraan rakyat.

    Meskipun pemerintah berhasil menjaga stabilitas ekonomi, hal ini belum cukup untuk menjamin peningkatan kesejahteraan secara merata. Tanpa reformasi fiskal yang lebih mendalam dan strategi yang lebih efektif, Indonesia berisiko mengalami stagnasi dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Oleh karena itu, evaluasi terhadap kinerja Menteri Keuangan menjadi hal yang sangat penting.

    Tax Ratio TertinggalSalah satu tantangan utama dalam kebijakan fiskal Indonesia adalah rendahnya tax ratio atau rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Tax ratio mencerminkan seberapa besar kontribusi pajak terhadap perekonomian suatu negara, yang menjadi salah satu indikator kapasitas pemerintah dalam membiayai pembangunan.

    Dalam beberapa tahun terakhir, tax ratio Indonesia mengalami stagnasi. Pada 2021, angkanya hanya 9,11%, lalu meningkat menjadi 10,38% pada 2022. Namun, pada 2023 justru turun sedikit menjadi 10,31%, dan di 2024 kembali turun ke 10,08%.
    Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, capaian ini masih jauh tertinggal. Thailand memiliki tax ratio berkisar 14%-16%, Malaysia 12%-15%, dan Vietnam mencapai 18%-20%. Negara-negara dengan tax ratio yang lebih tinggi memiliki kapasitas fiskal lebih besar untuk membiayai infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, serta program sosial lainnya. Sebaliknya, Indonesia masih menghadapi keterbatasan fiskal yang menyebabkan pembangunan berjalan lebih lambat dan tidak merata.

    Rendahnya tax ratio ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak masih belum cukup efektif. Ini juga menandakan adanya potensi pajak yang belum tergali secara optimal, baik dari sektor formal maupun informal. Jika kondisi ini tidak diperbaiki, Indonesia akan semakin sulit untuk bersaing dengan negara-negara tetangga dalam hal pembangunan ekonomi.

    Setengah HatiPemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak, salah satunya melalui reformasi sistem perpajakan. Namun, hasilnya masih belum optimal karena reformasi yang dilakukan cenderung setengah hati.

    Salah satu isu utama dalam reformasi pajak adalah status Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang masih berada di bawah Kementerian Keuangan . Padahal, di banyak negara lain, otoritas pajak berdiri sebagai lembaga independen yang langsung berada di bawah presiden. Model ini memungkinkan lembaga pajak bekerja lebih fleksibel dan efisien dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta memperluas basis pajak.

    Namun, Sri Mulyani enggan melepaskan DJP dari Kementerian Keuangan, yang menyebabkan reformasi perpajakan berjalan lambat. Ketergantungan terhadap sistem birokrasi yang panjang membuat kebijakan pajak sering kali tidak dapat diterapkan dengan cepat dan efektif.

    Selain itu, penerapan sistem Coretax yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi perpajakan justru menimbulkan banyak kendala. Gangguan teknis dalam sistem ini menyebabkan banyak pelaku usaha kesulitan dalam pelaporan pajak, sehingga berdampak pada anjloknya penerimaan negara.

  • Lapor SPT 2025 Diperpanjang Sampai 11 April 2025 Khusus Buat Kategori Ini!

    Lapor SPT 2025 Diperpanjang Sampai 11 April 2025 Khusus Buat Kategori Ini!

    PIKIRAN RAKYAT – Kabar baik bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP)! Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi memperpanjang batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak 2024.

    Semula, batas akhir pelaporan dijadwalkan pada 31 Maret 2025. Namun, kini batas waktu tersebut diperpanjang hingga 11 April 2025 tanpa dikenakan sanksi administratif. Kelonggaran ini diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen Pajak) Nomor 79/PJ/2025.

    Alasan Perpanjangan

    Perpanjangan ini dilakukan karena batas akhir pembayaran PPh Pasal 29 dan penyampaian SPT Tahunan WP OP bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama. Libur ini mencakup Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka 1947) pada 29 Maret 2025 serta libur Idulfitri 1446 Hijriah yang berlangsung hingga 7 April 2025.

    Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, perpanjangan ini mempertimbangkan potensi keterlambatan pelaporan akibat jumlah hari kerja efektif yang lebih sedikit di bulan Maret.

    “Kondisi libur nasional dan cuti bersama ini berpotensi menyebabkan keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT Tahunan untuk Tahun Pajak 2024. Oleh karena itu, pemerintah memberikan relaksasi agar wajib pajak tetap bisa melapor tanpa khawatir terkena sanksi administratif,” tuturnya dalam keterangan tertulis.

    Ketentuan dan Syarat Perpanjangan

    Untuk memanfaatkan perpanjangan ini, ada beberapa ketentuan dan syarat yang perlu diperhatikan oleh wajib pajak:

    Wajib Pajak yang Berhak
    Perpanjangan hanya berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP). Wajib Pajak Badan tetap mengikuti tenggat waktu semula. Periode Pelaporan
    Wajib pajak dapat melaporkan SPT Tahunan Tahun Pajak 2024 mulai dari 1 Januari 2025 hingga paling lambat 11 April 2025. Penghapusan Sanksi Administratif
    Wajib pajak yang melaporkan SPT dalam periode 1-11 April 2025 tidak akan dikenakan sanksi administratif. DJP memastikan tidak akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas keterlambatan tersebut. Metode Pelaporan
    WP OP disarankan menggunakan layanan e-Filing dan e-Form di laman resmi DJP (pajak.go.id) agar proses pelaporan lebih cepat, aman, dan nyaman. Bukti Pelaporan
    Pastikan mendapat Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) sebagai tanda sah bahwa SPT telah diterima oleh sistem DJP. Kemudahan Layanan Pajak Selama Libur

    Meski ada perpanjangan waktu, DJP tetap menyediakan layanan bagi wajib pajak yang ingin melaporkan SPT lebih awal. Sejumlah layanan yang tetap tersedia selama libur panjang meliputi:

    Layanan e-Filing dan e-Form: Bisa diakses 24 jam melalui pajak.go.id. Konsultasi via Kring Pajak: Hubungi 1500200 untuk informasi lebih lanjut. Media Sosial DJP: Pantau informasi terbaru di akun resmi DJP di Instagram, Twitter, dan Facebook.

    Kebijakan ini menjadi angin segar bagi wajib pajak di tengah libur panjang Lebaran 2025. Dengan adanya perpanjangan hingga 11 April 2025, diharapkan WP OP bisa lebih leluasa menyelesaikan kewajiban perpajakan tanpa terburu-buru.

    Jadi, jangan lupa manfaatkan waktu tambahan ini untuk melapor SPT tepat waktu. Selamat menikmati liburan, dan jangan sampai lupa kewajiban pajak, ya!***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Dapatkah Dirjen Pajak Rangkap Jabatan jadi Komisaris BUMN?

    Dapatkah Dirjen Pajak Rangkap Jabatan jadi Komisaris BUMN?

    Bisnis.com, JAKARTA — Nama Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.

    Penunjukan Suryo Utomo sebagai Komisaris Utama emiten bank berkode BBTN itu berlangsung dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar pada, Rabu (26/3/2025) kemarin.

    Dalam catatan Bisnis, sangat jarang posisi Direktur Jenderal alias Dirjen Pajak aktif menjabat komisaris BUMN. Apalagi kalau mengacu kepada UU BUMN yang lama, seorang komisaris dilarang merangkap jabatan lain yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan. Klausul itu tertuang dalam Pasal 33 UU BUMN lama.

    Menariknya, dalam UU BUMN yang baru, ketentuan dalam Pasal 33 itu dihapus. Pengaturan mengenai syarat rangkap jabatan komisaris BUMN kemudian diatur dalam Pasal 27B. Dalam pasal itu, hanya diatur bahwa dewan komisaris dilarang merangkap jabatan sebagai anggota direksi, Dewan Komisaris, atau dewan pengawas di BUMN lain, anak usaha BUMN dan turunannya, serta BUMD.

    Klausul mengenai potensi benturan kepentingan alias conflict of interest tidak lagi diatur dalam beleid UU BUMN yang baru. 

    Selain itu, Pasal 17 UU No.25/2009 tentang Pelayanan Publik, juga secara eksplisit mengatur bahwa pelaksana pelayanan publik dilarang untuk merangkap sebagai komisaris atau pengurus usaha baik yang berasal dari institusi pemerintah, BUMN, hingga BUMD.

    Pelaksana pelayanan publik jika mengacu kepada UU tersebut adalah pejabat, pegawai dan setiap orang yang bertugas sebagai penyelenggara pelayanan publik. 

    Adapun sebelum menjabat sebagai Komisaris Utama BBTN, Suryo Utomo tercatat pernah menjabat sebagai komisaris PT SMI, BUMN yang berada di bawah Kementerian Keuangan alias Kemenkeu.

    Seperti diketahui, Suryo menggantikan posisi Chandra M. Hamzah yang sebelumnya mengisi jabatan Komisaris Utama/Independen. Saat ini, Suryo juga masih menduduki jabatan sebagai Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), posisi yang dia pegang sejak November 2019.

    Profil Suryo Utomo

    Mengutip laman resmi Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, pria kelahiran 26 Maret 1969 itu menempuh pendidikan Sarjana Ekonomi di Universitas Diponegoro pada 1992. Suryo kemudian melanjutkan pendidikan Master of Business Taxation di University of Southern California, Amerika Serikat dan mendapatkan gelarnya pada 1998.

    Suryo mengawali karir Pegawai Negeri Sipil sebagai pelaksana di Kementerian Keuangan pada 1993 di Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Pajak. 

    Dia tercatat pernah mengisi beberapa pos di Kementerian Keuangan,  sebagai Kepala Seksi PPN Industri pada 1998, sebagai Kepala Seksi Pajak Penghasilan Badan pada 2002. 

    Kemudian, pada 2006 dia dipromosikan menjadi Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga. Selanjutnya, pada 2008 menjadi Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu. 

    Pada 28 Maret 2009, Suryo mengisi pos Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I, dan kemudian pada 2010 menjadi Direktur Peraturan Perpajakan I.

    Kemudian, dia mengisi kursi Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian sejak Maret 2015. Tak lama kemudian, pada Juli 2015  sampai 31 Oktober 2019 Suryo dipercaya menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Kepatuhan Pajak sebelum resmi menjadi Dirjen Pajak pada 1 November 2019.

    Adapun, BTN melakukan perombakan total dan perampingan pada jajaran komisarisnya. Tercatat, jumlah Komisaris perseroan setelah RUPST Tahun Buku 2024 berkurang menjadi 6 orang dari sebelumnya 9 orang.

    Selain Suryo di Kursi Komisaris Utama, BBTN juga resmi mengangkat Dwi Ary Purnomo sebagai Wakil Komisaris Utama menggantikan Iqbal Latanro. Kemudian, nama Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, juga resmi menjadi Komisaris BBTN.

    Selanjutnya, Ida Nuryanti, Pietra Machreza Paloh, dan Panangian Simanungkalit juga telah resmi diangkat menjadi Komisaris Independen.

  • Dirjen Pajak Suryo Utomo hingga Fahri Hamzah Rangkap Jabatan di Jajaran Komisaris Bank BTN

    Dirjen Pajak Suryo Utomo hingga Fahri Hamzah Rangkap Jabatan di Jajaran Komisaris Bank BTN

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo merangkap jabatan Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Selain Suryo Utomo, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah juga merangkap komisaris perseroan.

    Penunjukan dewan komisaris telah diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Rabu (26/3/2025). Suryo menggantikan Chandra M. Hamzah yang sebelumnya diangkat RUPSLB November 2019.

    RUPST Bank BTN merombak seluruh jajaran komisaris. Wakil komisaris utama Bank BTN diberikan kepada Dwi Ary Purnomo yang juga Asisten Deputi Bidang Manajemen Risiko dan Kepatuhan di Kementerian BUMN.

    Sementara jabatan komisaris independen diberikan kepada Ida Nuryanti, Pietra Machreza Paloh, dan Panangian Simanungkalit.

    Direktur Utama BTN masih dijabat Nixon L.P Napitupulu. Sedangkan Wakil Direktur Utama, diisi Oni Febrianto Raharjo.

    “Kami menyampaikan dengan penuh rasa hormat dan apresiasi serta rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada anggota direksi dan dewan komisaris yang telah memberikan kontribusi dan dedikasinya selama masa baktinya kepada BTN,” kata Eks Komisaris Utama BTN, Chandra M. Hamzah, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/3/2025).

    Berikut jajaran komisaris dan direksi BTN berdasarkan RUPST 26 Maret 2025:

    Dewan Komisaris

    Komisaris Utama: Suryo Utomo
    Wakil Komisaris Utama: Dwi Ary Purnomo
    Komisaris: Fahri Hamzah
    Komisaris Independen: Ida Nuryanti
    Komisaris Independen: Pietra Machreza Paloh
    Komisaris Independen: Panangian Simanungkalit

  • 5 Update Perang Dagang Trump, Resesi Mengintai-Cari Kerja Makin Susah

    5 Update Perang Dagang Trump, Resesi Mengintai-Cari Kerja Makin Susah

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump semakin gencar menjelang diberlakukannya sejumlah tarif pungutan terhadap berbagai negara pada 2 April mendatang. Situasi ini memancing perang dagang dagang dan tarif timbal balik.

    Berikut update lain terkait perang dagang Trump, seperti dihimpun dari berbagai sumber oleh CNBC Indonesia pada Rabu (26/3/2025).

    Ancaman Tarif Trump Merusak Prospek Pencarian Kerja

    Menurut survei terhadap kepala keuangan yang dirilis pada Rabu, satu dari empat bisnis AS telah mengurangi rencana perekrutan mereka karena kekacauan yang dipicu oleh perang dagang Trump.

    Survei triwulanan yang dilakukan oleh Duke University dan Federal Reserve Banks of Richmond dan Atlanta menemukan penurunan signifikan dalam optimisme ekonomi CFO saat mereka bergulat dengan kabut perang dagang. Hampir semua peningkatan optimisme pasca-pemilu mereka memudar.

    Kekacauan tarif telah menyebabkan banyak perusahaan panik. Para eksekutif tidak tahu seberapa tinggi tarif yang akan dikenakan, produk apa yang akan terpengaruh, atau berapa lama tarif akan diberlakukan. Menghadapi ketidakpastian yang mendalam, beberapa bisnis menarik diri.

    Sekitar 25% CFO mengatakan mereka telah memangkas rencana perekrutan tahun 2025 karena tarif, menurut survei yang dilakukan pada 18 Februari hingga 7 Maret. Sekitar 70% mengatakan kebijakan perdagangan tidak akan mengubah rencana perekrutan mereka, sementara hanya 6% yang melaporkan peningkatan.

    Demikian pula, 25% CFO mengatakan mereka telah memangkas rencana belanja modal tahun ini karena kebijakan perdagangan.

    “Tarif adalah perhatian utama. Setidaknya dalam jangka pendek, tarif merupakan risiko besar,” kata John Graham, profesor keuangan di Sekolah Bisnis Fuqua Duke, kepada CNN International.

    Hanya “sedikit” perusahaan yang melaporkan perubahan rencana perekrutan dan pengeluaran karena kebijakan imigrasi atau pajak perusahaan, menurut survei tersebut.

    Tetangga RI Rela Potong Tarif Barang AS demi Hindari Perang Dagang Trump

    Pemerintah Vietnam memutuskan untuk memangkas tarifnya atas beberapa produk asal AS. Hal ini dilakukan saat negara tersebut mencoba menghindari tarif AS karena surplus perdagangan bilateralnya yang besar.

    Berdasarkan rencana baru yang diungkapkan, tarif gas alam cair Amerika akan dipotong menjadi 2% dari 5%, tarif mobil menjadi 32% dari kisaran 45% hingga 64%, dan tarif etanol menjadi 5% dari 10%. Mereka juga sedang bergerak untuk segera menyetujui teknologi layanan internet yang dicanangkan sekutu Trump Elon Musk, Starlink.

    “Pemotongan tarif tersebut ditujukan untuk memperbaiki neraca perdagangan dengan mitra dagang (Vietnam). Meskipun AS dan Vietnam memiliki Kemitraan Strategis Komprehensif, kedua negara tersebut belum menandatangani perjanjian perdagangan bebas,” kata Kepala Departemen Kebijakan Pajak Kementerian Keuangan Vietnam, Nguyen Quoc Hung, dikutip Reuters.

    Vietnam belum mengimpor LNG dari AS, tetapi negara tersebut telah berunding dengan pemasok AS untuk armada pembangkit listrik LNG masa depannya. Dua di antaranya dijadwalkan untuk mulai memproduksi listrik secara komersial pada bulan Juni tahun ini.

    Hung mengatakan keputusan tentang pemotongan tarif akan siap dalam bulan ini dan akan berlaku segera setelah itu. Ia menambahkan tarif untuk etanol akan dihapus dan bea masuk akan dipotong untuk impor lainnya termasuk paha ayam, almond, apel, ceri, dan produk kayu.

    Sejauh ini, Vietnam telah mengumumkan serangkaian langkah, termasuk meningkatkan impor, untuk mengurangi surplus perdagangannya dengan Washington. Pasalnya, surplus perdagangannya dengan AS melampaui US$123 miliar (Rp2.039 triliun) tahun lalu.

    Pemerintah AS memutuskan untuk menyuntikkan dana darurat kepada media penyiaran Radio Free Europe/Radio Liberty (RFE/RL) pada Selasa (25/3/2025). Hal ini karena kondisi media itu yang kekurangan uang pascaefisiensi yang telah dicanangkan Trump sebelumnya.

    Mengutip RT, dana yang akan diberikan sebesar US$7,46 juta atau setara Rp123 miliar, dan akan dicairkan oleh Badan Media Global AS (USAGM). Uang yang akan dicairkan ini untuk menutupi operasional periode antara 1 dan 14 Maret, sehari sebelum Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang secara efektif membubarkan operasi USAGM.

    “Kami berharap pencairan dana dua minggu yang segera diberikan Kongres kepada RFE/RL akan membuat kami tetap bertahan sampai pengadilan memutuskan kasus yang lebih luas,” kata Presiden dan CEO RFE/RL Stephen Capus dalam sebuah pernyataan.

    “Merupakan pelanggaran hukum untuk menolak dana yang telah dialokasikan Kongres untuk RFE/RL untuk sisa tahun fiskal ini.”

    Trump sendiri telah memiliki niat untuk mengecilkan USAGM dan juga lembaga di bawahnya seperti RFE/RL. Penasehat Khusus Trump untuk USAGM, Kari Lake, berjanji untuk mengecilkan lembaga tersebut ke ukuran seminimal mungkin yang diizinkan secara hukum, dengan menggambarkan lembaga tersebut sebagai “kebusukan besar dan beban bagi pembayar pajak Amerika” dan berpendapat bahwa lembaga tersebut “tidak dapat diselamatkan.”

    Di sisi lain, sejumlah pekerja telah membawa tindakan efisiensi Trump ke pengadilan karena hal ini dapat mengancam sejumlah besar posisi karyawan di dua media itu. Seorang pengacara Departemen Kehakiman AS yang mewakili USAGM, Abigail Stout, berpendapat bahwa lembaga tersebut berhak untuk menghentikan hibah tersebut jika RFE/RL melanggar ketentuan yang diuraikan dalam Undang-Undang Penyiaran Internasional.

    “Undang-undang tersebut sebenarnya masih mempertimbangkan bahwa lembaga tersebut dapat menghentikan hibah,” katanya.

    AS Segera Kena Bencana Resesi di Pertengahan 2025

    Bayangan resesi di Amerika Serikat (AS) semakin nyata. Hal ini setidaknya terlihat dari sejumlah survei selama Maret 2025.

    Terbaru, survei triwulanan CNBC CFO Council, mengatakan sekitar 60% eksekutif memperkirakan resesi AS akan terjadi pada paruh kedua tahun ini. Sementara sisanya, 15%, mengatakan resesi akan terjadi di 2026.

    “Banyak eksekutif … merasa khawatir tentang prospek perang dagang dan Gedung Putih yang memberikan indikasi bahwa secara ideologis ada perubahan besar dalam kebijakan ekonomi global,” tulis laman CNBC International pada Rabu.

    “Pesan yang berubah-ubah dari Presiden (Donald) Trump yang terus menambah kebingungan pada proses perencanaan tarif tidak membantu.”

    Para CFO mengatakan mereka sulit melakukan navigasi perusahaan secara efektif. Rata-rata mengatakan “ekstrem”, “mengganggu”, dan “agresif”.

    “Perjalanan liar,” tegas beberapa CFO. Perlu diketahui, survei Dewan CFO merupakan contoh pandangan dari kepala keuangan di berbagai organisasi besar di berbagai sektor ekonomi AS. Setidaknya ada 20 responden yang disertakan dalam survei Q1 yang dilakukan antara 10 Maret dan 21 Maret.

    Amerika Tabuh Genderang Perang Baru dengan China

    Amerika Serikat melarang perusahaan Amerika menjual produk dan layanan mereka ke puluhan perusahaan teknologi China. Langkah ini diambil untuk menghambat perkembangan industri teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), di China.

    CNBC International melaporkan bahwa Departemen Perdagangan AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump menambahkan 80 perusahaan baru ke “daftar entitas” milik mereka. Sebelum berbisnis dengan perusahaan yang ada di dalam daftar tersebut, perusahaan AS harus meminta izin pemerintah.

    Alasan pembatasan adalah untuk melindungi keamanan nasional dan kepentingan AS. Khusus di sektor teknologi, AS ingin membatasi akses pemerintah China atas teknologi komputer kuantum dan exascale (komputer dengan kemampuan pengolahan data sangat cepat).

    Sebanyak 50 dari 80 perusahaan yang baru masuk daftar berasal dari China. Mereka “diblokir” karena terlibat dalam pengembangan AI canggih, chip, dan komputer super untuk kepentingan militer. Dua perusahaan disebut sebagai pemasok teknologi untuk Huawei dan HiSilicon, yang sudah lebih dulu masuk di dalam daftar.

    Sebanyak 27 perusahaan China disebut menggunakan produk AS untuk mendukung modernisasi militer China, sedangkan 7 perusahaan terlibat dalam pengembangan kapabilitas teknologi kuantum China.

    “Penambahan ini adalah upaya memperbesar jaring dengan sasaran negara pihak ketiga, titik transit, dan perantara,” kata Alex Capri dari National University of Singapore.

    Selama ini, perusahaan China berhasil menembus blokade teknologi AS lewat pihak ketiga.

    “Pemerintah AS akan terus melacak potensi penyelundupan semikonduktor canggih buatan Nvidia,” kata Capri.

    Industri AI China dalam beberapa bulan terakhir berkembang sangat cepat menyusul saingan mereka di AS. Pemicunya adalah adopsi model AI open-source, seperti DeepSeek yang lebih mudah dan murah untuk diakses dibanding model AI buatan AS.

    (fab/fab)