Kementrian Lembaga: Kementerian ESDM

  • Pemerintah Bakal Perluas Pembangunan SPKLU di Indonesia

    Pemerintah Bakal Perluas Pembangunan SPKLU di Indonesia

    Jakarta

    Bicara kendaraan listrik, infrastruktur penunjang seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) menjadi penting untuk dikembangkan. Hingga saat ini, Indonesia telah memiliki hampir 4.400 SPKLU yang tersebesar di sejumlah wilayah.

    Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan EBTKE, Harris, juga mengatakan untuk stasiun penukaran baterai kendaraan (battery swap) di Indonesia sudah ada sekitar 1.900 stasiun. Harris bilang, pemerintah akan mendorong penambahan jumlah SPKLU dan stasiun penukaran baterai di Indonesia dengan menerbitkan regulasi baru.

    “Per 2025 ini, beberapa bulan yang sebelumnya ini jumlah charging station kita itu sudah mencapai 4.400-an untuk charging station mobil. Kemudian, untuk penukaran baterai itu sekitar 1.900-an,” terang Harris dalam acara detikcom Leaders Forum: Masa Depan Kendaraan Listrik Indonesia, di Jakarta, ditayangkan Jumat (14/11/2025).

    “Ini akan berkembang terus karena tahun ini juga Kementerian ESDM mengeluarkan regulasi baru, yaitu Peraturan Kementerian ESDM Nomor 24 Tahun 2025. Ini terkait dengan charging untuk perluasan SPKLU,” sambungnya.

    Harris mengelaborasi, regulasi ini juga mengatur kebijakan wajib (mandatory) yang harus diterapkan dalam konteks membangun SPKLU. Harris bilang, jika pihak tertentu telah membangun 5 SPKLU di wilayah Jawa dan Bali, maka diharuskan membangun satu SPKLU di luar Jawa dan Bali.

    “Bahkan di situ nanti ada mandatory tertentu. Misalnya, dalam setiap membangun 5 SPKLU di Jawa-Bali, itu wajib membangun satu (SPKLU) di luar Jawa-Bali. Demikian juga kalau membangun di luar Jawa-Bali itu ada 12, itu diminta membangun satu tambahan lagi sebagai mandatory,” jelas Harris.

    (hns/hns)

  • Kementerian ESDM: Tambang Freeport Sudah Beroperasi Lagi

    Kementerian ESDM: Tambang Freeport Sudah Beroperasi Lagi

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah merestui dua blok tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia (PTFI) beroperasi kembali. Sebelumnya, tambang bawah tanah PTFI disetop sementara setelah insiden longsor.

    Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba), Kementerian ESDM, Tri Winarno menyampaikan dua blok yang telah beroperasi yakni Deep Mill Level Zone (DMLZ) dan Big Gossan.

    “Sudah, sudah (beroperasi), yang DLMZ dan Big Gossan,” kata Tri, ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, dikutip Jumat (14/11/2025).

    Operasional keduanya sempat disetop karena adanya insiden longsor di tambang Grasberg Block Cave (GBC). DMLZ dan Big Gossan sendiri disebut tak masuk area terdampak longsor.

    Tri mengatakan produksi dari kedua blok itu tidak terlalu besar. “Enggak banyak dia (produksinya). Dia cuma 600 ribu (ton) per tahun, kira-kira,” katanya.

    Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia masih mengkaji pembukaan operasional kawasan tambang bawah tanah milik PT Freeport Indonesia (PTFI) yang tidak terdampak longsor. Pasalnya, sebagian besar tambang Grasberg Block Cave (GBC) disetop sementara karena insiden longsor.

    Ditinjau

    Bahlil membuka peluang dua kawasan lainnya yang tidak terdampak longsor untuk bisa beroperasi kembali. Keduanya yakni Deep Mill Level Zone (DMLZ) dan Bog Gossan.

    “Ada bagian yang memang tidak ada kaitannya dengan musibah. Ini lagi di-exercise untuk bagaimana bisa kita produksi,” kata Bahlil ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin, 10 November 2025.

  • Titah Prabowo Mandatori B50 Tersandera Pasokan Minyak Sawit

    Titah Prabowo Mandatori B50 Tersandera Pasokan Minyak Sawit

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan percepatan penerapan program mandatori biodiesel 50% (B50). Tujuannya adalah mencapai ketahanan energi nasional melalui sumber yang lebih ramah lingkungan.

    Namun, ambisi tersebut tersandera oleh persoalan pasokan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang belum mencukupi kebutuhan domestik.

    Bisnis mencatat, Pemerintah menargetkan implementasi B50 dimulai pada 2026. Kebijakan ini diklaim akan menekan impor solar sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen biodiesel terbesar di dunia.

    Namun, di balik optimisme tersebut, pasokan CPO yang ada saat ini belum mencukupi, bahkan untuk sekadar memenuhi kebutuhan domestik.

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui ketersediaan bahan baku CPO masih menjadi tantangan utama dalam rencana penerapan biodiesel B50 di Indonesia.

    Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan pelaksanaan mandatori B50 masih bergantung pada hasil kajian teknis dan ketersediaan bahan baku CPO di dalam negeri.

    “Kalau kita mau mandatori 50 pun nggak bisa sama-sama 50, karena kurang dan belum ada replanting, belum ada penambahan lahan, belum ada itu,” kata Eniya dalam konferensi pers 21st Indonesian Palm Oil Conference and 2026 Price Outlook (IPOC) di BICC, The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Kamis (13/11/2025).

    Eniya menyampaikan, produktivitas perkebunan sawit saat ini tidak mengalami peningkatan signifikan. Di sisi lain, kebutuhan bahan baku akan melonjak tajam bila program B50 dijalankan secara serentak. Untuk itu, opsi penyesuaian volume penyerapan biodiesel di sektor Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO tengah dikaji.

    “Kalau ini naik 50, berarti ini turun jadi 35 atau 40 atau berapa. Jadi, adjustment itu. Plus adjustment serapan solar. Jadi, ini masih diskusi ya,” ujarnya.

    Risiko Terhadap Harga CPO

    Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan tantangan utama dalam implementasi kebijakan B50 terletak pada cara meningkatkan produksi dan produktivitas kelapa sawit dalam negeri. 

    “Kalau B50 diimplementasikan maka ada kemungkinan ekspor akan turun, perihal harga apabila supply berkurang maka kemungkinan harga akan naik, kecuali supply minyak nabati lain supply-nya bagus,” kata Eddy kepada Bisnis, Rabu (12/11/2025).

    Senada, pengamat mewanti-wanti implementasi kebijakan B50 pada semester II/2026 akan membuat harga CPO menjulang, jika rantai pasok komoditas tersebut lebih sedikit.

    Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan kebijakan B50 dipastikan akan menambah permintaan (demand) terhadap bahan baku minyak sawit.

    “Jadi, ini ada additional demand yang di-drive oleh kebijakan pemerintah, on top of demand yang ada sekarang. Jadi, kalau kemudian suplai [CPO] tidak bisa picking up terhadap penambahan demand, tentu saja akan berdampak terhadap harga minyak sawit di pasar internasional,” kata Faisal kepada Bisnis, Rabu (12/11/2025).

    Faisal menuturkan, implementasi B50 menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan harga CPO. Jika kebijakan tersebut dilakukan dalam skala yang luas, kata dia, ada kemungkinan di semester II/2026 sudah terlihat lonjakan harga CPO di internasional.

    “Karena sudah pasti kemungkinan besar kalau dia [B50] implementasinya cepat dan masif, maka supply itu tidak bisa mengimbangi secara dengan mudah dalam waktu singkat, sehingga akan berdampak terhadap kenaikan harga,” terangnya.

    Faktor lainnya adalah masalah cuaca, peremajaan sawit, hingga hilirisasi sawit untuk mendukung B50. Dia menjelaskan, jika hilirisasi tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan produksi di hulu, maka harga CPO akan meningkat dan langka seperti kelapa bulat.

    Bahkan, dia menyebut lonjakan harga CPO di tingkat internasional akan membuat para pemain mencari celah untuk mengekspor komoditas tersebut.

    “Karena tentu saja harga diekspor lebih menguntungkan misalnya,” imbuhnya.

    Faisal menilai pemerintah perlu mengontrol rantai distribusi untuk mengantisipasi segala kemungkinan dampak dari adanya kebijakan B50 pada semester II/2026. 

  • Produksi Listrik PLN dan IPP Capai 290 TWh, Mayoritas dari Batu Bara

    Produksi Listrik PLN dan IPP Capai 290 TWh, Mayoritas dari Batu Bara

    JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan, hingga Oktober 2025 produksi listrik dari PT PLN (Persero) dan perusahaan pembangkit independen atau Independent Power Producer (IPP) tercatat telah mencapai 290.

    Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Tri Winarno mengatakan, dari total keseluruhan tersebut, 193,22 TWH atau sekitar 66,52 persen masih bersumber dari batu bara. Ia memperkirakan total produksi listrik keseluruhan hingga akhir 2025 mencapai 354 TWh.

    “Produksi keseluruhan menjadi 354 TWH pada akhir tahun 2025. Dari jumlah tersebut, batu bara diperkirakan mencapai 235 TWh atau 66,54 persen,” ujar Tri dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Kamis, 13 November.

    Berdasarkan tren sejak Januari hingga Okltober, lanjut dia, kontribusi batu bara terhadap pembangkit listrik di Indonesia relatif tetap mencerminkan peran besarnya sebagai baseload

    Tri melanjutkan, sumber energi berikutnya yang menopang sistem tenaga listrik nasional adalah gas yang hingga Oktober 2025 menghasilkan 47,46 TWh atau sekitar 16,34 persen. Angka ini terus mengalami peningkatan dari bulan ke bulan mulai dari 4,66 di Januari hingga 47,46 TWh pada Oktober 2025.

    “Ini menegaskan bahwa pembangkit gas berperan penting selain variable sumber yang fleksibilitas dan penyeimbang terutama ketika variabilitas energi terbarukan meningkat,” sambung dia.

    Di sisi lain, lanjut Tri, Energi Baru Terbarukan (EBT) menunjukkan perkembangan yang menarik. Sejak Januari, listrik yang diproduksi dari pembangkit EBT hanya tercatat sebesar 3,72 TWh, kini kontribusinya bertahap terus mengalami peningkatan menjadi 37,48 TWh pada Oktober atau 12,9 persen dari total produksi.

    “Meskipun prosesnya belum melesat tetapi tren kenaikan yang stabil menandakan bahwa fondasi dari EBT sistem kita semakin kuat. Meski belum mampu menggeser struktur bauran yang signifikan,” sambung dia.

    Sementara itu, produksi listrik dari BBM dan BBN berkontribusi sebesar 12,2 TWh atau 4,23 persen.

    Dia menilai, angka ini kecil namun strategis untuk daerah-daerah perbatasan yang mengalami keterbatasan jaringan atau lokasi yang belum terhubung dengan sistem kelistrikan besar.

    Hingga akhir tahun, Tri memperkirakan produksi listrik dari semua pembangkit akan meningkat menjadi 354 TWh.

    Dia merinci, batu bara akan menyumbang sebesar 235 TWh atau 66,54 persen, gas sebesar 59 TWH atau 15,69 persen,  EBT sebesar 44,79 TWh atau 12,67 persen dan BBM dan BPN sekitar 14,52 TWH atau 4,10 persen.

    “Dengan demikian produksi listrik pada tahun 2025 diproyeksikan akan terus meningkat dibandingkan dengan tahun 2024 sejalan dan pertumbuhan ekonomi, peningkatan elektrifikasi, serta peningkatan kebutuhan energi industri dan rumah tangga,” tandas Tri.

  • BBM Etanol E10 Baru Diterapkan 3 Tahun Lagi

    BBM Etanol E10 Baru Diterapkan 3 Tahun Lagi

    Jakarta

    Pemerintah sedang merencanakan penerapan bahan bakar minyak (BBM) dengan campuran nabati atau biofuel. Selain biodiesel yang sudah mencapai 40 persen, ke depan juga ada bahan bakar bioetanol untuk kendaraan bermesin bensin.

    Pemerintah sudah memiliki target penerapan BBM bioetanol di Indonesia. Saat ini, BBM bioetanol baru 5 persen dengan produk Pertamax Green 95. Ke depan, kandungan etanol di bensin akan ditambah lagi.

    Menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi, saat ini pemerintah melaksanakan berbagai program biofuel seperti biodiesel, bioetanol, bioavtur/SAF, dan green diesel atau hydrotreated vegetable oil (HVO).

    Eniya menyebut, pemerintah menargetkan penerapan bioetanol E10 di tahun 2028 alias tiga tahun dari sekarang.

    “Keberhasilan implementasinya perlu dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, terutama dalam peningkatan infrastruktur pendukung,” kata Eniya dikutip dari siaran pers.

    Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar, Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Rachmat Kaimuddin menekankan pentingnya keseimbangan antara ketahanan energi, pertumbuhan ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan.

    “Kami ingin mengeliminasi impor energi. Saat ini sekitar 20-30% energi di Indonesia masih impor, mayoritas berupa minyak untuk sektor transportasi. Dengan target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada tahun 2030, kami berupaya menjaga keberlanjutan fiskal nasional,” tuturnya.

    Sementara itu, Jepang sudah memiliki rencana menerapkan bioetanol lebih tinggi lagi. Keisuke Hosonuma dari Ministry of Economy, Trade and Industry(METI) Jepang menjelaskan bahwa negaranya menargetkan penerapan E10 pada 2030 dan E20 pada 2040.

    Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Setia Diarta menyampaikan, pemerintah terus mendorong pengembangan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan.

    “Pemerintah berkomitmen kuat untuk mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060, dan komitmen ini didukung penuh oleh Kemenperin melalui program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV),” kata Setia seperti dikutip dari siaran persnya.

    Setia mengemukakan, program LCEV mencakup berbagai teknologi secara komprehensif, termasuk pengembangan mesin fleksibel yang dapat menggunakan biofuel.

    “Kami berharap inisiatif-inisiatif ke depan dapat memberikan dampak nyata di seluruh rantai industri, baik hulu maupun hilir, guna mendorong pertumbuhan berkelanjutan dan kemakmuran bersama,” ungkapnya.

    (rgr/dry)

  • Freeport Dapat Izin ESDM Operasikan Kembali Tambang DMLZ dan Big Gossan di Grasberg

    Freeport Dapat Izin ESDM Operasikan Kembali Tambang DMLZ dan Big Gossan di Grasberg

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan izin kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk membuka kembali dua tambang bawah tanah yang tidak terdampak longsor di tambang Grasberg Block Cave (GBC). Kedua tambang tersebut adalah Deep Mill Level Zone (DMLZ) dan Big Gossan.

    Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) ESDM, Tri Winarno, menjelaskan bahwa izin telah diberikan, namun saat ini PTFI masih belum mengoperasikan kedua tambang tersebut karena tengah mempersiapkan kembali proses produksi.

    “Sudah-sudah [diberi izin] untuk DMLZ dan Big Gossan, tapi belum produksi,” ujar Tri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

    Tri menambahkan, kapasitas produksi bijih dari kedua tambang milik Freeport tersebut sekitar 600.000 ton per tahun, atau sekitar 30% dari total kapasitas produksi seluruh tambang Freeport.

    Produksi bijih dari dua tambang ini rencananya akan dipasok ke smelter PTFI di Manyar, Gresik, yang sebelumnya sempat berhenti beroperasi karena kekurangan pasokan konsentrat tembaga.

    “Iya, dipasok ke smelter Manyar, karena memang kurang pasokan,” tegas Tri.

    PTFI sebelumnya berencana mengoperasikan kembali tambang Grasberg, Papua Tengah, yang tidak terdampak insiden luncuran material basah. Tri mengatakan pihaknya tengah mempertimbangkan izin operasi untuk area yang aman dari longsor.

    “Iya, sementara mereka mau mengajukan proposal. Itu kan tidak ada pengaruh dari situ, ya, jadi mereka ingin memulai produksi di sana,” ujar Tri kepada wartawan, dikutip Kamis (30/10/2025).

    Sementara itu, produksi tambang bawah tanah (underground) di area Grasberg Block Cave (GBC) masih terhenti akibat longsor pada 8 September 2025. Meskipun DMLZ dan Big Gossan tidak terdampak longsoran, kedua tambang ini juga belum berproduksi.

    “Freeport sudah melakukan evaluasi. Untuk sementara, daerah yang terdampak kecelakaan belum boleh beroperasi,” tambah Tri.

    Sebelumnya, induk PTFI, Freeport-McMoRan Inc (FCX), melaporkan bahwa insiden luncuran material basah dari bekas tambang terbuka Grasberg ke GBC pada 8 September 2025 menghentikan sementara operasi penambangan. Penghentian ini bertujuan memprioritaskan evakuasi tujuh korban serta penyelidikan penyebab utama insiden.

    PTFI menyatakan proses evakuasi selesai pada 5 Oktober 2025, dan proses investigasi hampir rampung. Kajian dampak kerusakan yang dilakukan bersamaan dengan pembersihan lumpur diperkirakan selesai akhir 2025.

    FCX dan PTFI, bersama ahli eksternal, menyelesaikan penyelidikan penyebab insiden luncuran lumpur serta menentukan langkah-langkah pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang.

    Bersamaan dengan itu, rencana produksi ke depan sedang dievaluasi bersama pemerintah, dan penilaian kerusakan sedang diselesaikan. Setelah itu, PTFI akan mengevaluasi nilai buku aset terdampak untuk menentukan kemungkinan penghapusan nilainya (write-off).

    Cebakan bijih GBC mewakili 50% cadangan terbukti dan terkira PTFI per 31 Desember 2024, serta sekitar 70% proyeksi produksi tembaga dan emas PTFI hingga 2029.

    PTFI memperkirakan tambang Big Gossan dan DMLZ, yang tidak terdampak longsor, dapat mulai beroperasi kembali pada kuartal IV/2025, diikuti pemulihan bertahap tambang bawah tanah GBC sepanjang 2026.

    Berdasarkan skenario pemulihan bertahap ini, yang masih bergantung pada banyak faktor, produksi PTFI pada 2026 diproyeksikan sekitar 35% lebih rendah dibanding estimasi sebelum insiden, dengan estimasi sebelumnya sekitar 1,7 miliar pound tembaga dan 1,6 juta ounce emas.

  • Menuju Netralitas Karbon Nggak Cuma dengan Mobil Listrik

    Menuju Netralitas Karbon Nggak Cuma dengan Mobil Listrik

    Jakarta

    Dunia sedang menghadapi tantangan lingkungan global. Makanya, ada target untuk menuju netralitas karbon. Langkah menuju netralitas karbon juga dilakukan di sektor transportasi. Kendaraan bermotor mau tak mau harus mengadopsi teknologi ramah lingkungan.

    Namun, kendaraan ramah lingkungan untuk menuju netralitas karbon tidak hanya dengan menghadirkan mobil listrik. Ada banyak teknologi kendaraan yang turut membantu menuju netralitas karbon.

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkuat kerja sama dengan berbagai mitra internasional dalam upaya mengembangkan industri otomotif nasional yang berkelanjutan dan berdaya saing global. Langkah ini menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk mendorong transformasi menuju kendaraan rendah emisi karbon sekaligus memperkuat rantai pasok industri otomotif di dalam negeri.

    Teknologi kendaraan saat ini beragam. Mulai dari mobil hybrid, plug-in hybrid, mobil listrik, hingga mobil bertenaga hidrogen. Namun, tidak hanya kendaraan elektrifikasi, ada pula kendaraan berbahan bakar alternatif yang memanfaatkan bahan baku terbarukan. Bahan bakar biodiesel atau bioetanol, misalnya.

    Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Setia Diarta menyampaikan, pemerintah terus mendorong pengembangan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan.

    “Pemerintah berkomitmen kuat untuk mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060, dan komitmen ini didukung penuh oleh Kemenperin melalui program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV),” kata Setia seperti dikutip dari siaran persnya.

    Setia mengemukakan, program LCEV mencakup berbagai teknologi secara komprehensif, termasuk pengembangan mesin fleksibel yang dapat menggunakan biofuel.

    “Kami berharap inisiatif-inisiatif ke depan dapat memberikan dampak nyata di seluruh rantai industri, baik hulu maupun hilir, guna mendorong pertumbuhan berkelanjutan dan kemakmuran bersama,” ungkapnya.

    Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor dalam mempercepat adopsi energi bersih. “Saat ini pemerintah melaksanakan berbagai program biofuel seperti biodiesel, bioetanol, bioavtur/SAF, dan green diesel atau hydrotreated vegetable oil (HVO),” jelasnya.

    Eniya juga menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan penerapan bioetanol E10 (bensin dengan campuran etanol 10 persen) di tahun 2028. “Keberhasilan implementasinya perlu dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, terutama dalam peningkatan infrastruktur pendukung,” tambahnya.

    Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar, Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Rachmat Kaimuddin menekankan pentingnya keseimbangan antara ketahanan energi, pertumbuhan ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan.

    “Kami ingin mengeliminasi impor energi. Saat ini sekitar 20-30% energi di Indonesia masih impor, mayoritas berupa minyak untuk sektor transportasi. Dengan target pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2030, kami berupaya menjaga keberlanjutan fiskal nasional,” tuturnya.

    (rgr/dry)

  • ESDM Restui Tambang Freeport Beroperasi Lagi

    ESDM Restui Tambang Freeport Beroperasi Lagi

    Jakarta

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyetujui pengajuan kembali operasional tambang milik PT Freeport Indonesia yang sebelumnya disetop imbas insiden longsor tambang bawah tanah Grasberg pada 8 September lalu. Namun, izin operasional ini diberikan untuk dua blok, yaitu Deep Mill Level Zone (DMLZ) dan Big Gossan.

    “Sudah, sudah. Yang DMLZ dan Big Gossan,” ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).

    Meski begitu, ia menyebut belum ada produksi yang dilakukan Freeport di dua blok tambang tersebut hingga saat ini. Produksi Freeport di dua blok tambang tersebut tidak begitu signifikan.

    “Nggak banyak dia. Dia cuma 600 ribu (ton) per tahun kira-kira,” imbuhnya.

    Diberitakan sebelumnya, penghentian sementara seluruh tambang milik Freeport dilakukan imbas longsor lumpur bijih basah terjadi di area tambang bawah tanah kawasan Grasberg Block Cave (GBC) Extraction 28-30 Panel, Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua Tengah.

    Pemberhentian operasional tersebut bertujuan untuk memfokuskan sumber daya dalam mengevakuasi tujuh orang pekerja yang terjebak di area tambang. Kini, seluruh korban telah ditemukan. Pada 6 Oktober lalu, Freeport menyatakan pencarian selesai.

    “Kami sekarang ini seluruhnya sedang dalam tahap berhenti produksi dari tanggal 8 September. Seluruh tambang kami semuanya berhenti,” ujar Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, Sabtu (11/10/2025).

    (ara/ara)

  • Heboh BBM Bobibos Setara RON 98, Ternyata Sudah Populer di Dunia

    Heboh BBM Bobibos Setara RON 98, Ternyata Sudah Populer di Dunia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Belakangan pembahasan soal bahan bakar, BOBIBOS, sedang ramai dibahas dan menjadi perbincangan hangat. Pasalnya BOBIBOS diklaim mampu mengurangi emisi hingga mendekati nol serta memiliki tingkat research octane number (RON) mendekati 98.

    BOBIBOS sendiri adalah singkatan dari Bahan Bakar Original Buatan Indonesia, Bos! yang berasal dari lahan persawahan yaitu jerami, limbah sisa panen padi yang selama ini sering terbuang. BBM baru itu sebelumnya sudah diluncurkan di Bogor, pada pekan lalu.

    Rupanya pembuatan bahan bakar dari jerami bukanlah hal yang baru. Penelitian internasional sudah banyak yang membahas penemuan serupa.

    Dilansir dari laman BioCycle yang dirilis pada 2005, dituliskan berkat kemajuan bioteknologi, para peneliti kini dapat mengubah jerami dan limbah tanaman lainnya menjadi ’emas hijau, yakni etanol selulosa.

    Meskipun secara kimia identik dengan etanol yang diproduksi dari jagung atau kedelai, etanol selulosa memiliki kandungan energi bersih tiga kali lebih tinggi dibandingkan etanol jagung dan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang jauh lebih rendah.

    Perkembangan teknologi terkini tidak hanya meningkatkan hasil produksi, tetapi juga menurunkan biaya produksi, sehingga semakin mendekatkan kita pada masa ketika etanol selulosa dapat menggantikan ’emas hitam’ yang mahal dan diimpor dengan biofuel berkelanjutan yang diproduksi secara domestik.

    Etanol selulosa memiliki potensi besar untuk secara signifikan mengurangi konsumsi bensin.

    “Kemungkinannya setidaknya sama besar dengan hidrogen untuk menjadi sumber energi pilihan bagi sektor transportasi berkelanjutan,” demikian pernyataan bersama dari National Resources Defense Council (NRDC) dan Union of Concerned Scientists.

    Sebuah studi yang didanai oleh Energy Foundation dan National Commission on Energy Policy, berjudul “Growing Energy: How Biofuels Can Help End America’s Oil Dependence”, menyimpulkan bahwa biofuel, bila dikombinasikan dengan efisiensi kendaraan dan pertumbuhan cerdas (smart growth), dapat mengurangi ketergantungan sektor transportasi terhadap minyak hingga dua pertiga pada tahun 2050 secara berkelanjutan.

    Etanol selulosa dapat diproduksi dari berbagai jenis bahan baku biomassa selulosa, termasuk limbah tanaman pertanian (seperti batang jagung, jerami sereal, dan ampas tebu), limbah tanaman dari proses industri (seperti serbuk gergaji dan bubur kertas), serta tanaman energi yang secara khusus ditanam untuk produksi bahan bakar, seperti switchgrass.

    Bisnis yang menguntungkan

    Sementara itu, menurut Clariant AG, mengubah bal jerami menjadi etanol kini diperkirakan akan menjadi bisnis yang sangat menguntungkan di Eropa.

    Beberapa waktu yang lalu, perusahaan kimia asal Swiss itu membuka pabrik di Rumania untuk memproduksi apa yang disebut sebagai advanced biofuels atau bahan bakar nabati generasi lanjut.

    Perusahaan itu menyebut, bahan bakar yang dibuat dari limbah pertanian atau tanaman non-pangan yang dapat dicampurkan ke dalam bensin dan diesel.

    Cara ini dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan etanol generasi pertama yang saat ini beredar di pasaran dan diproduksi dari bahan pangan seperti gula atau jagung.

    Penghematan karbon dari metode baru ini akan membuat produksi etanol menjadi lebih menguntungkan dibandingkan dengan proses yang ada saat ini.

    “Kami memperkirakan harga etanol generasi lanjut bisa dua kali lipat dari etanol generasi pertama,” kata CEO Clariant, Conrad Keijzer, dikutip dari laporan Bloomberg pada 2021 lalu.

    Uni Eropa sendiri telah menetapkan target bahwa setidaknya 0,2% dari seluruh bahan bakar transportasi harus berasal dari advanced biofuels pada 2022, dan meningkat menjadi 2,2% pada tahun 2030.

    Teknologi Clariant juga dapat diterapkan dalam industri kimia dan penerbangan. “Ini adalah contoh nyata dari solusi ekonomi sirkular,” ujar Keijzer.

    Belum ada koordinasi

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI angkat suara perihal penemuan BOBIBOS.

    Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman mengaku hingga kini belum ada koordinasi resmi antara pihak penemu bahan bakar BOBIBOS dengan Kementerian ESDM. Namun, pihaknya telah menerima usulan dari penemu agar bahan bakar tersebut diuji di laboratorium Kementerian ESDM.

    “Tapi kan hasil ujinya kan ini masih secret agreement, maksudnya masih tertutup ya. Saya belum bisa menyampaikan tersebut. Kalau minta uji berarti kan hasilnya laporan hasil uji, bukan sertifikasi ya,” kata dia ditemui di Kementerian ESDM, dikutip Kamis (13/11/2025).

    Menurut Laode, untuk bisa dikategorikan sebagai bahan bakar resmi, produk tersebut harus melalui serangkaian tahapan evaluasi dan uji coba yang membutuhkan waktu tidak sebentar. Proses ini melibatkan berbagai lembaga termasuk LEMIGAS.

    “Ya, jadi sebenarnya banyak yang membuat seperti ini, ada juga kan dari plastik pernah itu, bikin bensin dari plastik. Seperti ini banyak, tapi kita tidak ingin menanggapi satu per satu lah. Saya ingin menyampaikan prosedur legal bagaimana suatu BBM tersebut disahkan oleh pemerintah untuk menjadi bahan bakar resmi,” ujarnya.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • ESDM Ungkap 47 PLTU Sudah Pakai Campuran Bahan Bakar Limbah Sawit

    ESDM Ungkap 47 PLTU Sudah Pakai Campuran Bahan Bakar Limbah Sawit

    Jakarta

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat pertumbuhan penerapan profiling biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Capaian tersebut terus tumbuh dari inisiatif yang dimulai sejak 2020 sebagai upaya dekarbonisasi.

    Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Tri Winarno menjelaskan pada 2020 hanya ada 6 PLTU yang menggunakan skema profiling biomassa. Kemudian hingga Oktober 2025, jumlahnya melonjak menjadi 47 pembangkit yang menggunakan sisa limbah kelapa dan sawit.

    “Perkembangan terkait dengan implementasi dari profiling biomassa di PLTU sebagian besar adalah upaya dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan dalam beberapa tahun terakhir, langkah ini menunjukkan kemajuan yang signifikan di mana pada tahun 2020 hanya 6 pembangkit yang melakukan profiling, pada saat ini, sampai di tahun Oktober 2025, jumlah melonjak menjadi 47 pembangkit,” ungkap Tri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    Ia menjelaskan, volume biomassa digunakan melalui skema profiling mencapai 1,8 juta ton dengan produksi listrik 1,78 juta MWh. Sementara produksi listrik dari batu bara pada unit yang sama berada di angka 193 juta MWh.

    “Dengan demikian, rasio pemanfaatan biomassa terhadap batu bara pada PLTU yang telah menerapkan profiling mencapai 3,36%,” jelasnya.

    Hingga Oktober 2025, total produksi listrik dari PLN dan Independent Power Producer (IPP) telah mencapai 290 terawatt hour (TWh) dan diperkirakan naik menjadi 354 TWh di akhir tahun.

    Hingga akhir 2025, batu bara diproyeksikan masih menjadi kontributor produksi listrik mencapai 235 TWh atau 66,54%. Kemudian di posisi kedua, produksi listrik disumbang oleh gas 59,01 TWh atau sekitar 15,69%.

    Sementara untuk energi baru terbarukan (EBT) menyumbang sebesar 44,79 TWh atau sekitar 12,67%. Terakhir BBM dan BBN sekitar 14,52 TWh atau sekitar 4,10%.

    “Dominasi yang selama ini juga menjadi mengingat bagi kita bahwa upaya untuk menurunkan intensitas emisi harus terus diperkuat melalui percepatan co-firing biomassa,” pungkasnya.

    Tonton juga Video: Polusi Tetap Ada Walau PLTU Suralaya Dimatikan

    (ara/ara)