Kementrian Lembaga: Kementan

  • Indonesia Produsen Telur Terbesar ke-3 di Dunia, Kalahkan India dan AS

    Indonesia Produsen Telur Terbesar ke-3 di Dunia, Kalahkan India dan AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap Indonesia menjadi produsen telur terbesar ketiga di dunia.

    Melansir akun Instagram Kementerian Pertanian, Minggu (29/6/2025), produksi telur Indonesia menembus angka 144,59 miliar butir.

    Angka produksi telur itu menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia sebagai produsen telur terbesar. Hal ini sebagaimana data dari Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO).

    “Ini bukti nyata bahwa sektor peternakan kita terus tumbuh dan berkontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan protein masyarakat,” demikian yang dikutip dari Instagram resmi @kementerianpertanian.

    Menurut FAO, produksi telur terbesar di dunia diduduki China yang mencapai 612,83 miliar butir telur. Disusul Jepang yang mencatatkan produksi telur sebanyak 406,3 miliar butir. Dengan kata lain, Negeri Matahari Terbit menempati posisi kedua produsen telur terbesar di dunia.

    Mengingat Indonesia menjadi negara ketiga produsen telur terbesar di dunia, FAO mengungkap India mencatatkan produksi 142,67 miliar butir telur atau terbesar keempat di dunia.

    Kemudian, Amerika Serikat (AS) menjadi negara produsen telur kelima terbesar di dunia yang mencatatkan angka 109,53 miliar butir telur.

    Berkaca dari volume produksi telur dalam negeri yang melimpah, Kementan optimistis Indonesia menjadi lumbung protein hewani ke depan.

    “Dengan dukungan peternak lokal dan kebijakan yang tepat, Indonesia siap melangkah lebih jauh menjadi lumbung protein hewani yang tangguh, mandiri, dan berkelanjutan,” tandasnya.

  • Amran Lapor Polisi: 212 Merek Beras Curang-Konsumen Diduga Rugi Rp99 T

    Amran Lapor Polisi: 212 Merek Beras Curang-Konsumen Diduga Rugi Rp99 T

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melaporkan ratusan pengusaha beras ke Kapolri dan Jaksa Agung usai mengungkap praktik kecurangan dengan potensi kerugian konsumen mencapai Rp99 triliun.

    Temuan tersebut merupakan hasil kerja lapangan yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional, dan unsur pengawasan lainnya.

    Dari 268 merek beras yang diuji di 13 laboratorium di 10 provinsi, sebanyak 212 merek ditemukan bermasalah. Data Kementan menunjukkan bahwa 85,56% beras premium tidak sesuai mutu, 59,78% dijual di atas harga eceran tertinggi (HET), dan 21% memiliki berat kurang dari yang tertera di kemasan.

    “Sebanyak 212 merek beras dari total 268 merek yang diperiksa diketahui tidak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Ini sangat merugikan masyarakat,” kata Amran dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (28/6/2025).

    “Kami sudah telepon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Hari ini (Jumat, 27 Juni 2025) juga kami serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” tambahnya.

    Amran membeberkan, modus kecurangan yang dilakukan melibatkan pengemasan ulang beras SPHP subsidi pemerintah menjadi beras premium, lalu dijual dengan harga lebih mahal.

    Mentan menjelaskan, anomali harga beras menjadi perhatian serius karena terjadi saat produksi nasional justru meningkat.

    FAO memperkirakan produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, di atas target nasional 32 juta ton.

    “Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan,” ujarnya.

    “Potensi kerugian konsumen akibat praktik curang ini bisa mencapai Rp99 triliun. Beras SPHP yang seharusnya dijual sesuai ketentuan, ditemukan dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium dengan harga lebih mahal,” bebernya.

    Polri Kasih Waktu 2 Minggu

    Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf menegaskan, tenggat waktu dua minggu diberikan kepada seluruh pelaku usaha beras untuk melakukan klarifikasi dan penyesuaian atas produk mereka.

    “Jika tidak dilakukan, Satgas Pangan akan mengambil langkah hukum sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Helfi.

    Senada dengan itu, Sekretaris Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Sesjampidsus) Andi Herman, mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap harga di HET ataupun kualitas yang diperdagangkan yang tidak sesuai harus dilakukan penegakan hukum guna memberikan efek jera dan tata kelola.

    “Temuan ini merupakan peristiwa faktual yang melanggar berbagai regulasi, baik dari sisi mutu, harga, maupun distribusi pangan,” ujarnya.

    “Dari sisi hukum, ini merupakan praktik mark up dan pelanggaran integritas mutu dan berat produk. Karena beras ini bagian dari komoditas subsidi negara, maka kerugian menjadi ganda, bagi negara dan rakyat. Kami mendukung penegakan hukum yang tegas sebagai bentuk efek jera dan perbaikan tata kelola,” tegas Herman.

    Foto: Mentan Amran Sulaiman menyerahkan laporan hasil investigasi anomali kenaikan harga beras kepada Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf di kantornya, Jakarta, Kamis (26/6/2025). dok. Kementan
    Mentan Amran Sulaiman menyerahkan laporan hasil investigasi anomali kenaikan harga beras kepada Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf di kantornya, Jakarta, Kamis (26/6/2025). dok. Kementan

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Beli Beras Premium, Dapat Barang Murahan? Ini Fakta Mengejutkannya!

    Beli Beras Premium, Dapat Barang Murahan? Ini Fakta Mengejutkannya!

    Jakarta

    Kementerian Pertanian (Kementan) menemukan ratusan merek beras yang tak sesuai dengan mutu dan harga beras yang beredar di pasaran. Temuan ini menunjukkan adanya potensi kerugian besar bagi konsumen hingga Rp 99,35 triliun per tahun.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman turun langsung bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, serta Kepolisian ke pasar. Ternyata ditemukan mayoritas beras yang dijual di pasaran, baik dalam kategori premium maupun medium, menunjukkan tidak sesuai volume, tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), tidak teregistrasi PSAT, dan tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan Permentan No.31 Tahun 2017.

    Investigasi dilakukan pada periode 6 hingga 23 Juni 2025 ini mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi. Sampel ini melibatkan dua kategori beras, yaitu premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.

    Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan bahwa 85,56% beras premium yang diuji tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Bahkan, 59,78% beras premium tersebut juga tercatat melebihi HET. Sementara 21,66% lainnya memiliki berat riil yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tertera pada kemasan.

    Sedangkan untuk beras medium, 88,24% dari total sampel yang diuji tidak memenuhi standar mutu SNI. Selain itu, 95,12% beras medium ditemukan dijual dengan harga yang melebihi HET, dan 9,38% memiliki selisih berat yang lebih rendah dari informasi yang tercantum pada kemasan.

    “Ini kita lihat ketidaksesuaian mutu beras premium 85,56%, kemudian ketidaksesuaian HET 59,78%, kemudian beratnya (yang tidak sesuai) 21,66%. Kita gunakan 13 lab seluruh Indonesia, karena kita tidak ingin salah karena ini sangat sensitif,” kata Amran.

    Amran menegaskan temuan ini memberikan dampak yang sangat besar bagi konsumen. Berdasarkan perhitungan Kementan, kerugian yang bisa dialami oleh konsumen beras premium diperkirakan mencapai Rp 34,21 triliun per tahun. Sementara konsumen beras medium berpotensi merugi hingga Rp 65,14 triliun.

    “Jadi ini potensi kerugian konsumen sekitar Rp 99 triliun. Inilah hasil tim bersama turun ke lapangan dan kita akan verifikasi ulang, nanti satgas bergerak mengecek langsung di lapangan. Ada mutunya tidak sesuai, harganya tidak sesuai, beratnya tidak sesuai, ini sangat merugikan konsumen,” tambah Amran.

    (rea/fdl)

  • Harga Beras Naik Padahal Stok Melimpah, Pengamat: Saatnya Bertindak

    Harga Beras Naik Padahal Stok Melimpah, Pengamat: Saatnya Bertindak

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengamat kebijakan publik, Gigin Praginanto, memberi respons terkait kenaikan harga beras saat stok dalam negeri melimpah. 

    Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Gigin Praginanto memberikan pernyataan tegas.

    Ia meminta Pemerintah untuk melakukan tindakan tegas menyikapi permasalahan ini.

    Di mana, menurut Gigin, kalau perlua diusut apakah ada mafia yang menyebabkan hadirnya masalah ini. Kalau benar hal tersebut menurutnya perlu ditindak.

    “Setop omon-omon,” tulisnya dikutip Jumat (27/6/2025),

    “sudah saatnya bertindak. Libas bajingannya!,” ujarnya.

    Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkap adanya anomali di balik kenaikan harga beras saat stok dalam negeri melimpah. 

    Menurut Amran, harga beras justru naik saat stoknya menyentuh angka tertinggi dalam 57 tahun terakhir.

    FAO atau Organisasi Pangan Dunia menyebut produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton, lebih tinggi 3,6 juta ton dari target sebesar 32 juta ton. 

    Sementara United States Department of Agriculture, Kementerian Amerika Serikat memprediksi jumlahnya sebesar 34,6 juta ton.

    “Oleh karena itu, kami mencoba mengecek bersama Satgas Pangan Badan Pangan, dari Kepolisian, Kejaksaan, dari Inspektorat. Kita turun ngecek, apa sih yang terjadi. Kalau dulu harga naik, alasannya stok kurang, hanya 1 juta atau di bawah 1 juta. Nah itu adalah alasannya. Hari ini tidak ada alasan, harga naik. Ada anomali yang kami baca” katanya dalam konferensi pers di kantor Kementan, Jakarta Selatan, Kamis (26/6/2025). (Erfyansyah/Fajar) 

  • Kementan Bongkar Kecurangan Beras, Rugikan Konsumen Rp99,35 Triliun

    Kementan Bongkar Kecurangan Beras, Rugikan Konsumen Rp99,35 Triliun

    PIKIRAN RAKYAT – Kementerian Pertanian (Kementan) telah mengungkap adanya praktik kecurangan serius dalam perdagangan beras di Indonesia. Modus manipulasi kualitas dan harga di tingkat distribusi ini diperkirakan telah merugikan konsumen hingga mencapai Rp99,35 triliun.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis, 26 Juni 2025 menjelaskan bahwa anomali ini terdeteksi meskipun produksi padi nasional sedang tinggi, bahkan mencatat rekor tertinggi dalam 57 tahun terakhir dengan stok saat ini mencapai 4,15 juta ton.

    “Ada kejanggalan yang kami temukan. Kami bersama-sama melakukan pengecekan di pasar-pasar di 10 provinsi besar di Indonesia,” kata Mentan dilansir Pikiran-Rakyat.com dari Antara, Kamis, 26 Juni 2025.

    “Kami memeriksa mutu, kualitas, berat timbangan, dan lainnya. Ternyata banyak yang tidak sesuai, termasuk Harga Eceran Tertinggi (HET),” imbuhnya.

    Menyikapi temuan ini, Kementan berkoordinasi dengan Badan Pangan Nasional, Satgas Pangan, Kejaksaan, dan Kepolisian untuk melakukan investigasi langsung di lapangan.

    Hasil pemeriksaan terhadap 136 sampel beras premium menunjukkan bahwa 85,56% tidak memenuhi standar mutu, dan hanya 14,4% yang sesuai ketentuan. Selain itu, 59,78% dijual di atas HET, sementara 40,22% sesuai HET. Untuk berat kemasan, 21,66% ditemukan tidak sesuai, sedangkan 78,14% sesuai.

    Pada beras medium, dari 76 merek yang disampel, 88,24% mutunya tidak sesuai standar, dan sisanya sesuai. Sebanyak 95,12% beras medium dijual di atas HET, dengan hanya 4,88% yang sesuai. Mengenai berat kemasan, 9,38% tidak sesuai, dan 90,63% telah memenuhi standar.

    Untuk memastikan akurasi data di lapangan, Kementan menggunakan 13 laboratorium di 10 provinsi.

    “Kami memakai lab karena kami tidak ingin ada kesalahan atau kecerobohan. Ini informasi yang sangat sensitif,” jelas Menteri.

    “Potensi kerugian yang kami temukan mencapai Rp99,35 triliun. Ini adalah hasil kerja keras tim kami di lapangan,” tambahnya.

    Pengambilan sampel dilakukan antara 6 hingga 23 Juni 2025, menghasilkan 268 sampel beras dari berbagai lokasi di 10 provinsi, meliputi Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), pasar dan penjual beras di Jabodetabek, Sulawesi Selatan, Lampung, Aceh, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, hingga Jawa Barat.

    Menteri Pertanian menegaskan bahwa para pengusaha diberikan waktu 14 hari untuk memperbaiki praktik mereka. Jika pelanggaran masih ditemukan setelah tenggat waktu tersebut, tindakan hukum tegas akan diberlakukan sesuai peraturan yang berlaku.

    “Mulai hari ini, kami meminta para pelaku usaha untuk berbenah, tidak lagi menjual beras di atas HET. Periksa merek masing-masing, jika tidak sesuai, Anda akan berhadapan dengan pemerintah. Dalam dua minggu kedepan, semua harus sudah sesuai standar,” pungkasnya.***

  • Mentan Amran Laporkan 212 Merek Beras Bermasalah ke Kapolri dan Jaksa Agung

    Mentan Amran Laporkan 212 Merek Beras Bermasalah ke Kapolri dan Jaksa Agung

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman telah melaporkan secara resmi 212 merek beras bermasalah ke Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti. Merek beras ini diketahui tidak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

    Temuan ini merupakan hasil kerja lapangan yang kami lakukan bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional, dan unsur pengawasan lainnya.

    “212 merek yang tidak sesuai [ketentuan],” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan) dikutip Jumat (27/6/2025).

    Untuk diketahui, pemerintah bersama pihak terkait telah melakukan investigasi pada 6-23 Juni 2025. Investigasi mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi. Sampel ini melibatkan dua kategori beras, yaitu premium dan medium, dan diuji oleh 13 laboratorium.

    Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan bahwa 85,56% beras premium yang diuji tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Lalu, 59,78% beras premium tersebut juga tercatat melebihi harga eceran tertinggi (HET), dan 21,66% lainnya memiliki berat riil yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tertera pada kemasan.

    Sementara untuk beras medium, 88,24% dari total sampel yang diuji tidak memenuhi standar mutu SNI. Selain itu, 95,12% beras medium ditemukan dijual dengan harga yang melebihi HET, dan 9,38% memiliki selisih berat yang lebih rendah dari informasi yang tercantum pada kemasan.

    Sebagai informasi, HET beras premium di wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan (Sumsel) sebesar Rp14.900 per kilogram (kg). HET beras medium di cakupan wilayah yang sama sebesar Rp12.500 per kg. Untuk Sumatera selain Sumsel dan Lampung, HET beras premium di Rp15.400 per kg dan beras medium Rp13.100 per kg.

    Untuk Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi ditetapkan HET beras premium Rp14.900 per kg dan beras medium Rp12.500 per kg. Lalu wilayah Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan, HET beras premium Rp15.400 per kg dan beras medium Rp13.100 per kg. Terakhir, wilayah Maluku dan Papua HET beras premium Rp15.800 per kg dan beras medium Rp13.500 per kg.

    Amran menyebut, potensi kerugian konsumen akibat praktik curang ini bisa mencapai Rp99 triliun.

    “Kami sudah telpon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Hari ini juga kami serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” katanya. 

    Pihaknya telah mengantongi nama-nama perusahaan yang menjual beras tidak sesuai ketentuan. Kendati begitu, dia enggan untuk mengungkapkan nama-nama perusahaan tersebut ke publik. Alih-alih mengungkapkannya ke publik, Amran memilih untuk menyerahkan daftar tersebut ke pihak berwajib.

    “Sudah terdeteksi tapi maaf [tidak bisa diumumkan]. Ini senyap, silent, tapi mematikan,” ucapnya.

    Atas temuan ini, Diameminta kepada 212 merek beras yang ditemukan tidak sesuai dengan ketentuan untuk segera menghentikan praktik-praktik tersebut. Pasalnya, praktik-praktik ini sangat merugikan banyak pihak, khususnya konsumen.

    “Kami memohon kepada seluruh saudaraku, sahabatku, yang bergerak sektor pangan khususnya beras, mari kita koreksi, mari kita perbaiki. Ini tidak boleh terjadi,” tutur Amran. 

    Kepala Satgas Pangan Mabes Polri Helfi Assegaf menambahkan tindakan yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut merupakan tindak pidana. Dia mengancam akan menindak tegas oknum-oknum yang melakukan pelanggaran dengan ancaman lima tahun penjara dan denda sebesar Rp2 miliar. 

    Kendati begitu, pemerintah telah sepakat untuk memberikan tenggat waktu hingga 10 Juli 2025 kepada pihak-pihak terkait untuk segera menjual beras sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Apabila pada batas waktu tersebut pemerintah masih menemukan adanya pelanggaran, Helfi beserta jajarannya tidak segan-segan untuk melakukan penegakan hukum.

    “Kita akan tindak tegas karena jelas sangat merugikan konsumen,” ujar Helfi.

  • Bapanas Tegaskan Pelaku Usaha Beras Harus Patuhi Aturan Label dan Mutu Demi Perlindungan Konsumen

    Bapanas Tegaskan Pelaku Usaha Beras Harus Patuhi Aturan Label dan Mutu Demi Perlindungan Konsumen

    PIKIRAN RAKYAT – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mendesak seluruh pelaku usaha beras untuk mematuhi standar label dan kelas mutu sebagai langkah krusial dalam menata ulang ekosistem perberasan nasional dan melindungi konsumen.

    “Mohon agar isi dari kemasan beras benar-benar sesuai dengan labelnya. Jika label menyatakan berat 5 kilogram, maka isinya harus 5 kilogram. Begitu juga jika 10 kilogram, harus 10 kilogram,” tegas Arief dalam konferensi pers di Kementerian Pertanian Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.

    Pernyataan Arief ini menanggapi temuan Kementerian Pertanian (Kementan) mengenai dugaan praktik kecurangan dalam perdagangan beras. Praktik ini ditengarai merugikan konsumen hingga Rp99,35 triliun akibat manipulasi kualitas dan harga di tingkat distribusi.

    Hasil temuan menunjukkan bahwa mayoritas beras yang beredar di pasaran, baik kategori premium maupun medium, tidak sesuai volume, melanggar Harga Eceran Tertinggi (HET), tidak teregistrasi Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), serta tidak memenuhi standar mutu yang diatur dalam Permentan No. 31 Tahun 2017.

    Oleh karena itu, Arief meminta pelaku usaha perberasan nasional untuk lebih disiplin dalam mentaati ketentuan yang berlaku.

    Pentingnya Registrasi dan Standar Mutu

    Selain terkait kepatuhan label, Ia juga mendorong para pelaku usaha untuk segera mendaftarkan izin edar PSAT mereka ke Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) terdekat.

    “Jadi label harus sesuai dengan isinya. Jangan sama-sama beras, tapi mutunya berbeda. Ini sudah diatur dalam Peraturan Badan dan Peraturan Menteri Pertanian,” ujarnya, dilansir Pikiran-Rakyat.com dari Antara.

    Arif lalu menuturkan bahwa Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2024 yang mengatur pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan keamanan, mutu, gizi, label, dan iklan pangan segar, termasuk juga beras.

    Katanya, jika ditemukan beras yang tidak sesuai label dan mutu, hal itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Pasal 12, yang mencakup ketidaksesuaian dengan persyaratan keamanan, mutu, gizi, label, dan iklan pangan segar.

    “Kedua, mengenai PSAT. Tolong merek-merek beras yang belum terdaftar, segera daftarkan mereknya ke OKKPD di daerah masing-masing,” tambahnya.

    Rincian Kelas Mutu Beras dan Sanksi Pelanggaran

    Arief selanjutnya merinci Persyaratan Mutu dan Label Beras yang tertuang dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023. Yakni, di Pasal 4 ayat 1 beleid tersebut mengklasifikasikan bahwa mutu beras menjadi: beras premium, beras medium, beras submedium, dan beras pecah.

    Arief menjelaskan, bahwa untuk beras premium, kadar pecahnya maksimal 15 persen, dan ada ketentuan lainnya. Dan itu sudah tertulis dalam regulasi.

    Tambahnya, kepada para penggiling padi dan pabrik, supaya menera metrologi. Katanya lagi, untuk menerakan timbangan, hal itu supaya berasnya sesuai dengan aturan.

    Ia lalu menerangkan bahwa secara spesifik kelas mutu beras premium ditetapkan dengan derajat sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14%, butir menir maksimal 0,5%, butir patah maksimal 15%, total butir beras lain (rusak, kapur, merah/hitam) maksimal 1%, serta tidak ada butir gabah dan benda lain.

    Sedangkan untuk kelas mutu beras medium antara lain memiliki derajat sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14%, butir menir maksimal 2,0%, butir patah maksimal 25%, total butir beras lain maksimal 4%, butir gabah maksimal 1 butir per 100 gram, dan benda lain maksimal 0,05%.

    Setelah suatu beras ditetapkan kelas mutunya, harga jual di pasar harus mematuhi Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang ditetapkan pemerintah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 5 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 7 Tahun 2023 tentang HET Beras.

    “Bagi pelaku usaha pangan yang melanggar dapat dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tutup Arief.***

  • Terbongkar! Kualitas Beras di 10 Provinsi Ini Ternyata Dimanipulasi

    Terbongkar! Kualitas Beras di 10 Provinsi Ini Ternyata Dimanipulasi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) akhirnya merilis hasil investigasi yang mengevaluasi mutu dan harga beras yang beredar di pasaran.

    Temuan dalam investigasi menunjukkan adanya potensi kerugian besar bagi konsumen, diperkirakan hingga Rp99,35 triliun per tahun.

    Hasil investigasi ternyata ditemukan mayoritas beras yang dijual di pasaran, baik dalam kategori premium maupun medium, menunjukkan tidak sesuai volume, tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), tidak teregistrasi PSAT, dan tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan Permentan No.31 Tahun 2017.

    “Kami mencoba mengecek, bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, dari Kepolisian, dari Kejaksaan kita turun ke lapangan, apa yang terjadi. Ada anomali yang kita baca, harga di tingkat penggilingan turun, tetapi di konsumen naik. Kami mengecek di 10 provinsi mulai mutu, kualitas, beratnya ternyata ada yang tidak pas termasuk HET,” ungkap Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dalam konferensi pers di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Kamis (26/6/2025).

    Investigasi dilakukan pada periode 6 hingga 23 Juni 2025 ini mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi.

    Sampel ini melibatkan dua kategori beras, yaitu premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.

    Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan bahwa 85,56 persen beras premium yang diuji tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.

    Lebih parahnya lagi, 59,78 persen beras premium tersebut juga tercatat melebihi HET, sementara 21,66 persen lainnya memiliki berat riil yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tertera pada kemasan.

  • Amran Lapor Polisi: 212 Merek Beras Curang-Konsumen Diduga Rugi Rp99 T

    Amran Bongkar Modus “Penipuan” Beras, Warga RI Berpotensi Rugi Rp99 T

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengendus anomali di balik kenaikan harga beras yang saat ini terjadi. Kenaikan yang terjadi saat ini, kata dia, berbeda dengan kebiasaan di mana hal itu bisa terjadi kalau pasokan sedikit.

    Amran bersama jajaran Kementerian Pertanian (Kementan), Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan Satgas Pangan Polri, terjun melakukan investigasi dan mengevaluasi ke pasar. Hasilnya, mayoritas beras yang dijual di pasaran, baik dalam kategori premium maupun medium, menunjukkan tidak sesuai volume, tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), tidak teregistrasi PSAT, dan tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan Permentan No 31 Tahun 2017.

    “Kami mencoba mengecek, bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, dari Kepolisian, dari Kejaksaan kita turun ke lapangan, apa yang terjadi. Ada anomali yang kita baca, harga di tingkat penggilingan turun, tetapi di konsumen naik. Kami mengecek di 10 provinsi mulai mutu, kualitas, beratnya ternyata ada yang tidak pas termasuk HET,” kata Amran saat jumpa pers di kantornya, Kamis (26/6/2025), 

    Investigasi dilaksanakan pada tanggal 6-23 Juni 2025, mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi. Sampel ini melibatkan 2 kategori beras, yaitu premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.

    Diduga, kenaikan harga beras terjadi karena ada beberapa oknum yang bermain curang dalam pasokan beras. Amran pun membeberkan modus-modus yang dilakukan oknum hingga berimbas ke kenaikan harga beras.

    Pertama, memanipulasi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), dengan dikemas ulang dan kembali diperjualbelikan dengan harga premium.

    “Kalau informasi yang kami terima, beras SPHP yang dijual ke penyalur itu, sebanyak 60-80% dijual dengan kondisi yang tidak sesuai standar, dibongkar kemudian dikemas ulang dan dijual sesuai harga beras premium. Jadi bukan harga standar SPHP,” ujarnya.

    Modus lain, bebernya, menggunakan merek yang tidak terdaftar atau teregistrasi di kementerian terkait. Ada juga praktik mengurangi isi, tidak sesuai dengan yang tertera pada kemasan.

    Beberapa oknum juga menurunkan kualitas berasnya, dari 212 merek beras yang beredar di pasaran, sekitar 80% tidak memiliki mutu yang sesuai.

    Terakhir yakni manipulasi harga, di mana banyak beras yang dijual tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).

    “Ini potensi kerugian konsumen bisa mencapai Rp 99 triliun, akibat praktik ini,” kata Amran.

    “Kita nanti akan gandengan tangan. Kami memohon kepada seluruh Saudaraku, Sahabatku yang bergerak di sektor pangan khususnya beras, mari kita koreksi, mari kita perbaiki. Ini tidak boleh terjadi lagi ke depan. Kami berkomitmen untuk menindak tegas pelaku yang memanipulasi kualitas dan harga pangan. Ini adalah upaya untuk memastikan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia,” tegas Amran.

    Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf menambahkan, pihaknya akan memberikan waktu dua pekan kepada para produsen dan pedagang untuk melakukan klarifikasi dan menyesuaikan mutu serta harga produk dengan informasi yang mereka klaim dalam kemasan.

    “Jika tidak, Satgas Pangan akan mengambil tindakan tegas sesuai dengan hukum,” kata Helfi.

    Foto: Mentan Amran Sulaiman menyerahkan laporan hasil investigasi anomali kenaikan harga beras kepada Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf di kantornya, Jakarta, Kamis (26/6/2025). dok. Kementan
    Mentan Amran Sulaiman menyerahkan laporan hasil investigasi anomali kenaikan harga beras kepada Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf di kantornya, Jakarta, Kamis (26/6/2025). dok. Kementan

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Miris! Mentan Sebut Banyak Beras SPHP Dioplos dan Dijual Mahal

    Miris! Mentan Sebut Banyak Beras SPHP Dioplos dan Dijual Mahal

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menerima laporan terkait praktik-praktik curang yang dilakukan oleh oknum penyalur beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). 

    Amran mengatakan, pemerintah mendapat informasi bahwa sekitar 20%-40% beras SPHP yang dijual ke penyalur, dijual sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Selebihnya, beras dibongkar dan dikemas ulang, untuk kemudian dijual dengan harga premium dan medium.

    “Selebihnya dibongkar, kemudian dikemas ulang, dijual dengan harga premium, medium, Bukan [harga] SPHP,” ungkap Amran dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta Selatan, Kamis (26/6/2025). 

    Untuk diketahui, penyaluran beras SPHP sendiri dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras di tingkat konsumen melalui penyaluran beras sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp12.500-15.800/kg berdasarkan zonasi.

    HET beras SPHP untuk Zona 1 ditetapkan sebesar Rp12.500 per kilogram (kg), Zona 2 Rp13.100 per kg, dan Zona 3 dipatok sebesar Rp13.500 per kg. 

    Kemudian, HET beras premium untuk Zona 1 dipatok sebesar Rp14.900 per kg, Zona 2 Rp15.400 per kg, dan Zona 3 Rp15.800 per kg. Sementara, HET beras medium dipatok sebesar Rp12.500 per kg untuk Zona 1, Rp13.100 per kg untuk Zona 2, dan Rp13.500 per kg untuk Zona 3.

    Sementara itu, Kepala Satgas Pangan Mabes Polri Helfi Assegaf menambahkan, praktik menjual beras tidak sesuai dengan komposisi, kualitas, mutu, serta penggelembungan harga merupakan tindak pidana. Hal tersebut bahkan telah diatur dalam Pasal 7 dan 8 Undang-undang (UU) No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. 

    Melalui beleid itu, pemerintah juga telah mengatur sanksi terhadap pelaku usaha yang melanggar. Dalam pasal 62 ayat 1 UU No.8/1999, disebutkan bahwa pelaku usaha yang melanggar akan dipidana paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar.

    “Apabila rekan-rekan masih melakukan hal tersebut, tentunya kita akan melakukan penegakan hukum dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar,” tegas Helfi.