Kementrian Lembaga: Kementan

  • Kementan: Pengembangan varietas baru jagung dukung swasembada pangan

    Kementan: Pengembangan varietas baru jagung dukung swasembada pangan

    Kediri (ANTARA) – Kementerian Pertanian (Kementan) mendukung pengembangan varietas baru untuk tanaman pangan, yakni jagung, sebagai bagian menuju swasembada pangan.

    Direktur Perbenihan Tanaman Pangan Kementan Gunawan mengemukakan benih adalah komponen utama dalam produksi tanaman. Pemerintah terus mendukung pengembangan varietas-varietas baru.

    “Hingga saat ini telah dilepas varietas jagung hibrida sebanyak 371 varietas. Varietas tersebut hasil teknologi tinggi dengan menggunakan sarana prasarana yang relatif membutuhkan biaya cukup besar, pemerintah terus mendorong swasta untuk merakit dan mengembangkan varietas-varietas tersebut,” katanya di Kediri, Jawa Timur, Rabu.

    Gunawan pada acara peluncuran NK Perkasa Sakti, yang merupakan benih jagung dari perusahaan teknologi pertanian Syngenta Indonesia di Syngenta Learning Center, Kedungmalang, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri tersebut mengungkapkan bahwa berdasarkan data luas tanam dalam Penguatan Data Pangan Strategis (PDPS) hingga 5.311.674 hektare.

    Sedangkan untuk data BPS tahun 2024, produksi jagung mencapai 15,14 juta ton pipilan kering dengan kadar air 14 persen. Adapun realisasi penggunaan benih jagung bersertifikat pada tahun 2024 sebesar 191,81 persen, mengalami pertumbuhan 14,89 persen dibanding tahun 2023 sebesar 176,92 persen.

    Pada tahun 2025 ini, kata dia, pemerintah menetapkan sasaran produksi jagung sebesar 16,68 juta ton pipilan kering dengan kadar air 14 persen, dari luas tanam seluas 4,26 juta hektare. Sedangkan alokasi bantuan benih jagung sebesar 300.000 hektare.

    Ia mengapresiasi dengan berbagai inovasi dan varietas baru yang telah dibuat oleh perusahaan. Hal ini turut serta mendukung untuk swasembada pangan.

    “Peresmian ini tentunya menambah khasanah varietas dan pilihan bagi petani. Tentu ujung-ujungnya peningkatan produktivitas dan petani akan mencari benih yang tahan terhadap penyakit dan ujung-ujungnya meningkatkan kesejahteraan petani,” kata dia.

    Customer Business Manager Syngenta Indonesia Nguyen Huy Cuong menambahkan bahwa benih jagung NK Perkasa Sakti ini adalah benih jagung bioteknologi dengan keunggulan ganda.

    “Ini dirancang khusus untuk mendukung petani menghadapi dinamika iklim yang semakin ekstrem,” ujar dia.

    Ia menjelaskan, varietas ini mempunyai dua keunggulan utama yaitu tahan terhadap penggerek batang (Asian Corn Borer ), salah satu hama utama yang merusak batang jagung dan menurunkan hasil panen, dan toleran terhadap herbisida glifosat, sehingga petani dapat lebih mudah mengendalikan gulma tanpa merusak tanaman utama.

    Kombinasi tersebut, kata dia, memberikan tiga manfaat langsung bagi petani yaitu mudah dalam perawatan tanaman selama musim kering ketika tenaga kerja terbatas dan tekanan gulma tinggi, menguntungkan karena mengurangi penggunaan pestisida dan biaya operasional, dan meningkatkan hasil dengan meminimalkan kerusakan akibat hama dan kompetisi nutrisi dari gulma.

    Seed Marketing Head Syngenta Indonesia Imam Sujono menjelaskan Jawa Timur, termasuk Kabupaten Kediri, merupakan salah satu sentra jagung nasional.

    Dengan keunggulan yang dimiliki dan potensi hasil yang lebih besar sekitar 5-10 persen, keberadaan benih unggul seperti varietas ini sangat krusial untuk menjaga ketahanan pangan nasional, terutama di tengah ketidakpastian cuaca.

    Dalam keadaan optimal, potensi hasil panennya bisa mencapai 13,3 ton per hektare.

    Pewarta: Asmaul Chusna
    Editor: Bambang Sutopo Hadi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kementan: Peternakan pilar pembangunan ekonomi hingga ketahanan pangan

    Kementan: Peternakan pilar pembangunan ekonomi hingga ketahanan pangan

    Surabaya, Jawa Timur (ANTARA) – Direktur Hilirisasi Hasil Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian Makmun menyatakan sektor peternakan menjadi salah satu pilar pembangunan pertanian dan strategi meraih ketahanan pangan, pembangunan ekonomi, dan pemberdayaan pedesaan.

    “Sektor ini sangat berperan dalam mewujudkan Indonesia Emas pada 2045,” katanya dalam Indo Livestock 2025 Expo & Forum di Surabaya, Jatim, Rabu.

    Makmun menuturkan bisnis di bidang peternakan dan kesehatan hewan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan khususnya seiring dengan kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani.

    Terlebih, saat ini ada program Presiden Prabowo Subianto mengenai Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam rangka mencetak generasi emas dan mencegah stunting sehingga bisnis bidang peternakan sangat berpotensi.

    Ia menjelaskan program MBG akan memerlukan upaya percepatan peningkatan produksi dari semua pihak baik dari pemerintah, akademisi, swasta sehingga mampu memenuhi pasar dalam negeri.

    Bahkan sektor bisnis peternakan juga memiliki potensi besar untuk pasar internasional karena Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja ekspor komoditas peternakan periode 2024 mencatat 1,35 miliar dollar AS atau setara Rp22 triliun.

    Komoditas peternakan pada 2023 mengalami peningkatan volume ekspor dari 489,7 ribu ton menjadi 470 ribu ton atau naik 4,16 persen.

    Sementara khusus ekspor unggas pada 2024 mencatatkan nilai ekspor senilai 16,8 juta dolar AS atau setara Rp277,2 miliar yakni meningkat 145 persen dibanding 2023.

    “Alhamdulillah, produksi unggas kita itu nomor empat di dunia,” ujar Makmun.

    Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ombudsman nilai Kementan di jalur tepat stabilkan harga ayam hidup

    Ombudsman nilai Kementan di jalur tepat stabilkan harga ayam hidup

    Kami melihat ada banyak perbaikan signifikan, meskipun masih ada ruang untuk terus ditingkatkan bersama,

    Jakarta (ANTARA) – Ombudsman menilai Kementerian Pertanian (Kementan) berada di jalur yang tepat dalam menjaga stabilitas harga ayam hidup melalui pengendalian pasokan, penataan tata niaga, serta dukungan kebijakan yang konsisten untuk kesejahteraan peternak.

    “Ombudsman Republik Indonesia memberikan apresiasi kepada Kementerian Pertanian atas upaya yang telah dilakukan dalam memperbaiki tata niaga peternakan nasional,” kata Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika di Jakarta, Selasa.

    Menurutnya langkah-langkah yang diambil Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan sudah berada di jalur yang tepat dalam melindungi kepentingan peternak dan masyarakat luas.

    “Kami melihat ada banyak perbaikan signifikan, meskipun masih ada ruang untuk terus ditingkatkan bersama,” ujar Yeka.

    Dengan ketegasan Kementan dalam mengendalikan pasokan unggas, ucap Yeka, pihaknya optimistis perbaikan tata niaga serta pengendalian impor pakan dan grand parent stock (GPS) dapat terus disempurnakan ke depan untuk memperkuat sektor perunggasan nasional.

    “Kami mendorong pelaku industri dengan populasi lebih dari 60.000 ekor ayam per minggu untuk memiliki atau menguasai rumah potong (RPHU) sendiri, demi memperkuat rantai pasok dan menjaga keseimbangan pasar,” tegas Yeka.

    Dia juga menyoroti harga produk peternakan (bibit sapi) yang dijual melalui balai-balai Ditjen PKH yang dinilai masih sangat terjangkau.

    Kondisi itu memicu tingginya permintaan, sehingga Ombudsman mendorong evaluasi tarif demi meningkatkan kualitas pelayanan dan mendukung pendapatan negara.

    “Kami mendukung agar balai terus meningkatkan pelayanan sambil tetap mengutamakan akses bagi peternak,” katanya.

    Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda (tengah), Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika (ketiga kanan), dan pejabat lainnya dalam jumpa pers, di Jakarta, Selasa (1/7/2025). ANTARA/Harianto

    Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda menyampaikan sebagian besar rekomendasi Ombudsman telah dijalankan, meskipun ada beberapa yang masih dalam tahap penyempurnaan.

    “Kami terus memperbaiki layanan dan memastikan rekomendasi Ombudsman dapat diimplementasikan sebaik mungkin,” katanya.

    Agung menjelaskan, harga pokok produksi (HPP) ayam hidup telah yang ditetapkan sebesar Rp18.000 per kg dan juga disepakati bersama oleh peternak, mampu menjaga stabilitas harga dan membatasi peran perantara yang selama ini mendominasi rantai distribusi.

    “Pendekatan HPP ini membantu peternak agar bisa lebih sejahtera dan mandiri,” jelasnya.

    Ia menambahkan Kementan bersama Ombudsman akan terus bersinergi untuk memperkuat tata kelola peternakan nasional secara menyeluruh.

    Sinergi itu, tambah Agung, menjadi bentuk komitmen bersama dalam mewujudkan industri peternakan yang sehat, adil, dan berkelanjutan sehingga mampu mendukung ketahanan pangan nasional dan meningkatkan kesejahteraan peternak.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kementan-Ombudsman menekan biaya tinggi perdagangan ternak antarpulau

    Kementan-Ombudsman menekan biaya tinggi perdagangan ternak antarpulau

    Yang sering dikeluhkan itu adalah terkait persoalan adanya biaya ekonomi tinggi dalam hal perdagangan hewan antarpulau.

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Pertanian (Kementan) dan Ombudsman RI bersinergi menekan biaya tinggi perdagangan ternak antarpulau dengan membenahi sistem perizinan, memperkuat transparansi, serta mendorong integrasi kebijakan antara pusat dan pemerintah daerah.

    Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan pihaknya menemukan tingginya biaya ekonomi dalam perdagangan ternak antarpulau yang bukan disebabkan Kementan, melainkan akibat aturan dan pungutan dari pemerintah daerah yang belum transparan dan terintegrasi.

    “Yang sering dikeluhkan itu adalah terkait persoalan adanya biaya ekonomi tinggi dalam hal perdagangan hewan antarpulau,” kata Yeka, di Jakarta, Selasa.

    Mengenai hal itu, Ombudsman bersama Kementan bersepakat segera memanggil kepala dinas provinsi dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, dan Jawa Timur, serta Badan Karantina Indonesia termasuk pengusaha untuk menyusun solusi bersama terhadap praktik biaya tambahan yang memberatkan peternak.

    “Duduk sama-sama dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk membahas ini, agar persoalan ini tidak terjadi lagi di tahun depan,” ujarnya.

    Ombudsman menegaskan praktik pengenaan biaya antara Rp300 ribu hingga Rp1,5 juta untuk memperoleh kuota, dan rekomendasi mendatangkan sapi dari luar daerah terjadi karena lemahnya sistem informasi.

    Untuk itu, sistem layanan akan diintegrasikan agar pengajuan izin dan kuota perdagangan ternak dilakukan secara transparan dan dapat diawasi seluruh pihak termasuk oleh pelaku usaha peternakan.

    “Tentunya ini ulah oknum. Mengapa ini terjadi? Kami melihat di sini ada sistem yang belum transparan. Intinya apa? Penguatan sistem dan kelembagaan, karena ini tidak diatur oleh Kementerian Pertanian, ini kewenangannya daerah,” ujarnya lagi.

    Persoalan itu dianggap penting, karena berdampak langsung pada harga jual dan kelayakan usaha peternakan rakyat yang ingin memperluas pasok sapi ke luar daerah secara legal dan efisien.

    Langkah itu diharapkan menjadi solusi permanen mengatasi biaya yang selama ini menghambat efisiensi dan akses peternak terhadap pasar ternak nasional lintas provinsi.

    “Biasanya kalau sudah ketemu dengan pemberi izinnya, nanti praktik-praktik seperti ini dapat ditekan dengan signifikan,” ujar Yeka pula.

    Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda mengatakan pihaknya membutuhkan dukungan Ombudsman dalam memperkuat regulasi, kelembagaan, serta peran dan kebijakan direktorat yang dipimpinnya.

    “Khususnya terkait dengan upaya percepatan penyediaan protein hewani dalam rangka mendukung program Makan Bergizi Gratis dan juga mendukung program swasembada pangan yang menjadi concern kita semua,” kata Agung.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mentan segera umumkan 212 merek beras `nakal` bila tak `berubah`

    Mentan segera umumkan 212 merek beras `nakal` bila tak `berubah`

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Mentan segera umumkan 212 merek beras `nakal` bila tak `berubah`
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 30 Juni 2025 – 21:46 WIB

    Elshinta.com – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan segera mengumumkan 212 merek beras `nakal` ke publik jika dalam waktu dekat tidak juga menunjukkan itikad baik untuk menghentikan pelanggaran.

    “Nanti kita umumkan. Tunggu aja. Ini masih sabar 1-2 hari. Tapi (jika) tidak ada perubahan, aku umumkan 212 (merek beras nakal), aku umumkan merek-nya. Tunggu aja,” kata Mentan dikonfirmasi di sela puncak peringatan Hari Krida Pertanian (HKP) Ke-53 Tahun 2025 di Jakarta, Senin.

    Mentan menegaskan sedang bersabar selama satu hingga dua hari, namun jika tidak ada perubahan harga atau perilaku pelaku, maka nama-nama merek akan dipublikasikan secara terbuka ke publik.

    Amran menjelaskan merek-merek tersebut kini tengah diperiksa secara menyeluruh mulai hari ini oleh Satgas Pangan Polri.

    Ia menyoroti harga di tingkat petani menurun, tetapi melonjak di tangan konsumen, dan kejanggalan itu sudah diinvestigasi oleh tim Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan Polri, Kejaksaan dan Bapanas.

    Dia menggambarkan pendekatannya ibarat mengendarai kendaraan, dimulai dari “gigi satu” untuk memberi kesempatan, tapi jika tak berubah maka akan naik ke “gigi lima” dengan tindakan tegas dan terbuka.

    “Itu nanti aku umumkan. Tunggu aja. Kalau kami kasih gigi 1 nggak mau (berubah), gigi 2 naik. Nggak mau (berubah), naik gigi 3. Terakhir nanti gigi 5,” tegasnya.

    Amran menyebut merek-merek yang akan diumumkan sudah dikantongi lengkap dengan nama dan alamat, tinggal menunggu kesediaan mereka melakukan koreksi dalam dua hingga tiga hari ke depan.

    “Mereknya jelas, alamatnya jelas. Saya (akan) umumkan nanti. (Tetapi) saya kasih kesempatan dulu berubah. (Jika) tidak berubah harga, aku umumkan,” imbuh Mentan.

    Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap dugaan praktik kecurangan dalam perdagangan beras yang menyebabkan kerugian konsumen hingga Rp99,35 triliun akibat manipulasi kualitas dan harga di tingkat distribusi.

    Mentan dalam jumpa pers, di Jakarta, Kamis (26/6), mengatakan awalnya menemukan adanya anomali soal perberasan, padahal produksi padi saat ini sedang tinggi secara nasional, bahkan tertinggi dalam 57 tahun terakhir dengan stok hingga saat ini mencapai 4,15 juta ton.

    “Ini ada anomali, kami cek bersama di pasar 10 provinsi, kota besar Indonesia. Kami cek, mulai mutu kualitas, timbangannya, beratnya dan seterusnya. Ternyata ada yang tidak pas, termasuk HET (harga eceran tertinggi),” kata Mentan.

    Atas temuan itu, Kementan telah melaporkan 212 produsen beras kepada Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dan Kejaksaan Agung, karena bermasalah atau nakal dalam perdagangan komoditas tersebut.

    Amran menyatakan sebanyak 212 dari total 268 merek beras yang diinvestigasi oleh jajarannya bersama pemangku kepentingan terkait lainnya, ditemukan tidak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

    Sumber : Antara

  • Usai Harga Pokok Produksi, Bapanas Bakal Revisi Harga Acuan Ayam Hidup

    Usai Harga Pokok Produksi, Bapanas Bakal Revisi Harga Acuan Ayam Hidup

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) akan mengkaji ulang harga acuan pembelian (HAP) ayam hidup atau livebird di tingkat produsen. Saat ini, HAP komoditas ini dipatok sebesar Rp25.000 per kilogram (kg) sebagaimana diatur dalam Perbadan No.6/2024.

    Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menyampaikan, pemerintah sebelumnya telah memberlakukan harga pokok produksi (HPP) livebird di tingkat peternak sebesar Rp18.000 per kg. 

    Kendati begitu, dia menyebut bahwa HAP saat ini terlalu tinggi jika HPP berada di level Rp18.000 per kg. Untuk itu, pemerintah berencana untuk mengkaji ulang HAP livebird di tingkat produsen agar harga komoditas ini tidak terus menurun.

    “Kami pun akan melakukan reviu kembali terkait dengan harga acuan [livebird]. Kelihatannya terlalu tinggi harga acuan nya pada posisi HPP Rp18.000,” kata Ketut dalam dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, mengutip Youtube Kemendagri, Senin (30/6/2025).

    Ketut mengungkap bahwa harga livebird di tingkat produsen masih relatif rendah. Tercatat, harga livebird di tingkat produsen secara nasional yakni Rp20.260 per kg atau 18,96% di bawah HAP yang sebesar Rp25.000 per kg.

    Pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait sudah melakukan serangkaian diskusi guna membahas upaya mengangkat harga livebird di tingkat produsen. Langkah ini dilakukan untuk menjaga agar harga livebird wajar di tingkat produsen yang juga turut berdampak pada harga di tingkat konsumen.

    “Tatkala harga telur di tingkat produsen juga harus kita antisipasi, jangan sampai para peternak kita malas berproduksi,” ujarnya. 

    Merujuk Panel Harga Bapanas, rerata harga ayam ras pedaging (hidup) per 30 Juni 2025, dari sampel 13 provinsi, tercatat sebesar Rp20.220 per kg atau 19,12% di bawah HAP tingkat produsen.

    Beberapa provinsi dengan harga terendah antara lain Banten Rp19.500 per kg, Sumatera Selatan Rp19.000 per kg, Jawa Tengah Rp18.662 per kg, dan Jawa Timur Rp19.010 per kg.

    Untuk diketahui, per 19 Juni 2025 pemerintah telah memberlakukan HPP livebird di peternak sebesar Rp18.000 per kg untuk semua ukuran. Keputusan ini diambil dalam rapat bersama Kementerian Pertanian (Kementan), Bapanas, dan Satgas Pangan.

    Kebijakan ini diharapkan dapat mengerek harga livebird mendekati HAP di tingkat produsen sebagaimana diatur dalam Perbadan No.6/2024 sebesar Rp25.000 per kg.

    “Jadi pemerintah telah sepakat bersama stakeholder perunggasan untuk meningkatkan HPP livebird agar harga berangsur-angsur mengarah ke HAP tingkat produsen sesuai yang telah ditetapkan dalam Perbadan Pangan No.6/2024 dengan Rp25.000 per kg,” tutur Ketut beberapa waktu lalu. 

  • Ribuan Sapi Perah Impor Tiba di Indonesia, Harapan Baru untuk Peternak Lokal

    Ribuan Sapi Perah Impor Tiba di Indonesia, Harapan Baru untuk Peternak Lokal

    JAKARTA – Sebanyak 1.573 ekor sapi perah bunting asal Australia tiba di Indonesia dalam dua hari terakhir. Kehadiran ribuan sapi tersebut menjadi angin segar bagi peternak lokal sekaligus langkah strategis untuk memperkuat produksi susu nasional.

    Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Suganda, menyampaikan bahwa kedatangan sapi impor ini merupakan bagian dari upaya percepatan peningkatan populasi sapi perah dalam negeri.

    “Dalam dua hari, 1.573 ekor sapi perah bunting didatangkan dari Australia untuk memperkuat populasi dan mendukung produktivitas peternak lokal secara berkelanjutan,” kata Agung saat dikonfirmasi di Jakarta, Antara, Minggu, 29 Juni.

    Dari total sapi yang masuk, sebanyak 1.088 ekor tiba di Pelabuhan Tanjung Tembaga, Probolinggo, pada Sabtu kemarin, difasilitasi oleh PT Santosa Agrindo Lestari (Santori), anak perusahaan JAPFA. 

    Proses ini juga melibatkan sejumlah perusahaan lain seperti PT Greenfields Dairy Indonesia, PT Karya Suci Pratama, PT Irfai Berkah Sejahtera, PT Arla Food, serta Koperasi Suka Makmur.

    Sementara itu, sehari sebelumnya, Jumat (27/6), sebanyak 485 ekor sapi perah telah lebih dulu masuk melalui Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi, oleh PT Kironggo Joyo.

    “Ini bagian dari Program Percepatan Produksi Susu dan Daging Nasional (P2SDN), yang menargetkan peningkatan populasi sapi perah hingga 1 juta ekor pada 2029,” ujar Agung.

    Langkah ini, lanjut Agung, juga mendukung program prioritas pemerintah, salah satunya Makan Bergizi Gratis, yang membutuhkan suplai susu dalam jumlah besar.

    Saat ini, produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) baru mampu memenuhi sekitar 21 persen dari kebutuhan nasional sebesar 4,6 juta ton per tahun.

    “Kehadiran sapi impor ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas peternak lokal dan mendorong kemandirian produksi susu dalam negeri,” tambahnya.

    Direktur Kesehatan Hewan Ditjen PKH, Imron Suandy, menegaskan bahwa seluruh sapi telah melalui pemeriksaan ketat sejak sebelum diberangkatkan dari Australia hingga tiba di Indonesia.

    “Kami bekerja sama dengan Badan Karantina Indonesia untuk melakukan tindakan karantina dan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh. Ini bagian dari komitmen menjaga kesehatan hewan dan menjamin keamanan pangan,” kata Imron.

    Ia menambahkan, pengawasan akan tetap dilakukan selama proses distribusi sapi ke para perusahaan joint shipment dan peternak mitra, khususnya di wilayah Jawa Timur. 

  • Praktik Kecurangan Perdagangan Beras oleh Pengusaha Rugikan Konsumen Rp 99,35 Triliun

    Praktik Kecurangan Perdagangan Beras oleh Pengusaha Rugikan Konsumen Rp 99,35 Triliun

    PIKIRAN RAKYAT – Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap adanya dugaan praktik kecurangan dalam perdagangan beras yang menyebabkan kerugian konsumen hingga Rp99,35 triliun akibat manipulasi kualitas dan harga di tingkat distribusi. Pemerintah memberi waktu 14 hari ke depan untuk para pengusaha agar berbenah dan tidak melakukan kecurangan serupa. 

     

    “Apabila hal itu masih ditemukan, maka segera tidak tegas secara hukum yang berlaku,” ungkap Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dalam keterangan di Jakarta, Minggu (29/6/2025).

     

    “Mulai hari ini kami minta berbenah, tidak lagi menjual harga beras di atas HET, periksa mereknya masing-masing bila tidak turun berhadapan dengan pemerintah. Dua minggu ke depan itu (harus) sudah sesuai standar,” katanya.

     

    Mentan mengatakan, pihaknya pada awalnya menemukan adanya anomali soal perberasan. Padahal produksi padi saat ini lagi tinggi secara nasional, bahkan tertin8ggi dalam 57 tahun terakhir dengan stok hingga saat ini mencapai 4,15 juta ton.

     

    “Ini ada anomali, kita cek bersama di pasar 10 provinsi, kota besar Indonesia. Kami cek, mulai mutu kualitas, timbangannya, beratnya dan seterusnya. Ternyata ada yang tidak pas, termasuk HET (harga eceran tertinggi),” kata Amran.

     

    Atas kondisi itu, Kementan bersama Badan Pangan Nasional (Bapanas), Satgas Pangan, Kejaksaan hingga Kepolisian turun langsung ke lapangan untuk melakukan pengecekan terkait hal tersebut.

    Hasilnya, pada beras premium dengan sampel 136 ditemukan 85,56 persen tidak sesuai dan 14,4 persen sesuai ketentuan; lalu 59,78 persen tidak sesuai HET dan 40,22 sesuai HET; serta 21,66 persen tidak seusai berat kemasan dan yang sesuai 78,14 persen.

     

    Pada beras medium dengan sampel 76 merek ditemukan 88,24 persen tidak sesuai mutu beras sedangkan sisanya sesuai; lalu 95,12 persen tidak sesuai HET dan 4,88 persen sesuai; serta 9,38 persen tidak seusai dan 90,63 persen di antaranya telah sesuai.

     

    Mentan menuturkan, untuk memastikan akurasi dalam pengecekan di lapangan, pihaknya menggunakan 13 laboratorium yang ada di 10 provinsi. “Kita gunakan lab karena kita tidak ingin salah, kita tidak ingin ceroboh sehingga kami menggunakan 13 lab di 10 provinsi. Kita tidak ingin salah dalam menyampaikan informasi, karena ini sangat sensitif. Jadi potensi kerugian kita Rp 99,35 triliun. Dan inilah hasil kita bersama, hasil tim turun ke lapangan,” ujarnya.

     

    Pengambilan sampel dilakukan sejak 6-23 Juni 2025 terkumpul 268 sampel beras dari berbagai titik di 10 provinsi, yakni Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), pasar dan tempat penjual beras di Jabodetabek; lalu pasar dan tempat penjual beras di Sulawesi Selatan. Pasar dan tempat penjual beras di Lampung, Aceh, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara; Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta; Jawa Barat.

     

    YLKI minta pemerintah tindak tegas

     

    Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana meminta pemerintah menindak tegas praktik kecurangan penjualan beras yang tidak sesuai standar sehingga merugikan konsumen hingga Rp99,35 triliun per tahun. 

     

    Dikatakan, ancaman pidana menanti apabila beras yang diproduksi tidak sesuai dengan standar. Pelaku usaha terancam melanggar Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana lima tahun dan denda Rp2 miliar.

     

    “Perbuatan oknum penjual beras yang tidak sesuai dengan standar akan menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas beras di pasaran sehingga harus dapat dijelaskan pada konsumen terhadap kualitas dan kuantitas atas komoditi beras yang dijual di pasaran,” kata Niti.

     

    Atas temuan itu, dia mendorong Kementerian Perdagangan melakukan revisi UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 atau melengkapinya aturan hukum dengan sanksi yang ketat terhadap komoditi esensial atau komoditi penting bagi kehidupan bangsa. Ini termasuk di antaranya bahan pangan.

     

    Diungkapkan, konsumen berhak memperoleh komoditas esensial dengan harga wajar, kualitas terjamin, dan distribusi lancar, sehingga kebutuhan pokok tetap tersedia dan tidak menimbulkan keresahan akibat kelangkaan atau harga tinggi.

     

    Pengawasan ketat terhadap peredaran beras di pasaran sangat penting untuk memastikan kesesuaian kualitas dan kuantitas, serta penegakan sanksi kepada pelaku usaha yang melanggar standar mutu yang berlaku.

     

    YLKI juga mendorong adanya posko pengaduan konsumen terkait produk beras yang tidak sesuai dengan standar, selain itu YLKI juga membuka ruang pengaduan bagi konsumen mengenai permasalahan beras di pasaran. “Hal ini akan menjadi bahan evaluasi yang akan diserahkan kepada pemangku kepentingan,” kata Niti. ***

  • Bos Bapanas Wanti-wanti Pengusaha Beras Jangan Sunat Isi Kemasan

    Bos Bapanas Wanti-wanti Pengusaha Beras Jangan Sunat Isi Kemasan

    Jakarta

    Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi meminta pelaku usaha perberasan nasional untuk menaati ketentuan label sesuai dengan isi kemasan. Hal ini imbas dari temuan ratusan merek beras medium dan premium yang tak sesuai dengan mutu serta takaran.

    Arief mendorong ke pelaku usaha melakukan tera ulang secara berkala terhadap timbangannya. Keakuratan berat dan volume beras dalam kemasan harus sangat diperhatikan. Jangan sampai seperti kasus MinyaKita tak sesuai takaran kembali terjadi.

    “Untuk tera berkala itu penting. Kalau di supermarket itu pasti wajib, baik timbangan digital maupun manual. Timbangan harus akurat. Kalau waktu Lebaran lalu, itu sempat terjadi MinyaKita tak sesuai takaran 1 liter, ternyata hanya 0,8 atau 0,9 liter saja. Itu tidak boleh terjadi lagi,” kata Arief dalam keterangannya, Minggu (29/6/2025).

    Arief menjelaskan Satgas Pangan Polri akan mengusut tuntas kasus kecurangan beras. Pemerintah pun memberikan waktu dua pekan agar pelaku usaha membenahi kembali produknya sesuai dengan aturan.

    “Untuk label pada produk beras, itu maksudnya harus sesuai. Kalau tertera 5 kilo, tolong beratnya jangan kurang dari 5 kilo. Mengurangi timbangan itu tidak boleh. Menurut Brigjen Pol Helfi dari Satgas Pangan Polri itu termasuk pidana. Jadi tidak boleh mengurangi timbangan,” tambah Arief.

    Arief menjelaskan syarat mutu beras premium harus mempunyai kadar air maksimal 14%. Apabila tidak sesuai dengan mutu, hasil tanakan dari beras itu akan cepat basi.

    Arief juga meminta para pelaku usaha beras segera melakukan evaluasi terhadap produknya. Jika belum mendapatkan izin edar Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), Arief pun menjamin pendaftaran untuk itu, tidak membutuhkan waktu yang lama karena Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) telah ada di seluruh provinsi.

    “Perlu juga registrasi PSAT karena ini bagian dari kontrol bersama dinas pangan di seluruh Indonesia. Jadi silahkan registrasikan bagi yang belum dan ini sangat mudah. Tidak sampai hitungan 2 sampai 5 hari. Dalam sehari itu bisa kita cek. Ini juga supaya ada traceability, sehingga pemerintah bisa menjamin keamanan pangan bagi masyarakat sebagai konsumen,” terang Arief.

    Di sisi lain, pihaknya juga memastikan edukasi dan sosialisasi tentang cara membaca label pada kemasan pangan ke masyarakat. Ini dilakukan Bapanas bersama Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Bapanas menitikberatkan pada produk pangan segar, sementara BPOM pada produk pangan olahan.

    Di samping itu, masyarakat pun dapat secara mandiri cek izin edar PSAT terhadap suatu merek produk pangan segar. Ini dapat dilakukan dengan mengakses laman sipsat.badanpangan.go.id dan pilih menu ‘Layanan Cek Data Izin PSAT’. Setelahnya dalam kolom pencairan dapat dituliskan merek PSAT yang ingin diketahui.

    “Jadi mohon kepada para pelaku usaha, harus mereviu. Terkait ini disampaikan oleh Brigjen Pol Helfi, Kepala Satgas Pangan Polri, diberikan kesempatan 2 minggu ke depan. Jadi itu waktu untuk memperbaiki,” tutur Arief.

    Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) menemukan ratusan merek beras yang tak sesuai dengan mutu dan harga beras yang beredar di pasaran. Temuan ini menunjukkan adanya potensi kerugian besar bagi konsumen hingga Rp 99,35 triliun per tahun.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman turun lapangan bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, serta Kepolisian ke pasar. Ternyata ditemukan mayoritas beras yang dijual di pasaran, baik dalam kategori premium maupun medium, menunjukkan tidak sesuai volume, tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), tidak teregistrasi PSAT, dan tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan Permentan No.31 Tahun 2017.

    Investigasi dilakukan pada periode 6 hingga 23 Juni 2025 ini mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi. Sampel ini melibatkan dua kategori beras, yaitu premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.

    (acd/acd)

  • RI Jadi Produsen Telur Terbesar ke-3 di Dunia, Produksi Tembus 144,59 M Butir

    RI Jadi Produsen Telur Terbesar ke-3 di Dunia, Produksi Tembus 144,59 M Butir

    Jakarta

    Selain beras, Indonesia juga menjadi produsen telur terbesar sedunia dengan produksi telur mencapai 144,59 miliar butir. Angka ini membuat Indonesia menempati posisi ke-3 sebagai produsen telur secara global.

    Berdasarkan data Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), produksi telur terbesar di dunia ditempati oleh China yang mencapai 612,83 miliar butir. Kemudian disusul oleh Jepang dengan produksi sebesar 406,3 miliar butir telur.

    Lalu, Indonesia yang memproduksi telur mencapai 144,59 miliar butir. Di posisi keempat ditempati oleh India dengan produksi mencapai 142,67 miliar butir telur. Lalu Amerika Serikat (AS) menempati posisi kelima dengan produksi mencapai 109,53 miliar butir.

    “Produksi telur Indonesia menembus angka 144,59 miliar butir dan menempatkan kita di peringkat ketiga dunia sebagai produsen telur terbesar, menurut data FAO. Ini bukti nyata bahwa sektor peternakan kita terus tumbuh dan berkontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan protein masyarakat,” tulis Kementerian Pertanian (Kementan) dalam unggahan akun Instagram resmi @kementerianpertanian, ditulis Minggu (29/6/2025).

    Dengan volume produksi sebesar itu, Kementan optimistis Indonesia siap menjadi lumbung protein hewani yang berkelanjutan. Hal ini dapat terealisasi dengan dukungan dari peternak serta kebijakan yang tepat.

    “Dengan dukungan peternak lokal dan kebijakan yang tepat, Indonesia siap melangkah lebih jauh menjadi lumbung protein hewani yang tangguh, mandiri, dan berkelanjutan,” tambah Kementan.

    Selain telur, Indonesia juga menempati posisi keempat sebagai produsen beras terbesar sedunia. FAO memprediksi produksi beras Indonesia pada periode 2025/2026 dapat mencapai 35,6 juta ton. Sementara negara produsen beras terbesar pertama ditempati India dengan 146,6 juta ton. Lalu China 143 juta ton dan di tempat ketiga adalah Bangladesh dengan 40,7 juta ton. Namun dibandingkan 3 negara tersebut, Indonesia mencatatkan perkembangan produksi yang paling signifikan terhadap periode sebelumnya, yakni 4,5 persen.

    “Dari Januari sampai saat ini, produksi beras Indonesia bertumbuh luar biasa jika dibandingkan tahun lalu. Bahkan FAO pun baru-baru ini telah mengakui Indonesia sebagai salah satu negara produsen beras tertinggi tingkat dunia. Kita patut apresiasi seluruh stakeholder perberasan Indonesia,” kata Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dalam keterangannya, Minggu (29/6/2025).

    (kil/kil)