Kementrian Lembaga: Kementan

  • MUI Sebut Mengoplos Beras Dosa Besar, Harta yang Dihasilkan Haram
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Juli 2025

    MUI Sebut Mengoplos Beras Dosa Besar, Harta yang Dihasilkan Haram Nasional 24 Juli 2025

    MUI Sebut Mengoplos Beras Dosa Besar, Harta yang Dihasilkan Haram
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sekretaris Komisi Fatwa
    Majelis Ulama Indonesia
    (
    MUI
    )
    KH Miftahul Huda
    menyatakan, perbuatan oknum pengusaha yang mengoplos beras adalah tindakan dosa besar.
    Miftah mengatakan, perbuatan mengoplos beras premium dengan beras kualitas rendah, lalu mengemasnya dalam kemasan premium, merupakan tindakan penipuan (
    taghrir
    ).
    “Maka dapat disimpulkan bahwa hukum menipu dalam perdagangan adalah kategori dosa besar dan harta yang dihasilkan merupakan harta haram,” kata Miftah dalam keterangannya, dikutip Kamis (24/7/2025).
    Miftah menuturkan, salah satu etika penting dalam berdagang adalah kejujuran untuk menjaga keberkahan dan membangun kepercayaan pelanggan.
    “Sebaliknya, pedagang yang tidak jujur tidak akan mendapatkan keberkahan di dunia dan merugi di hari akhir,” ujar dia.
    Miftah mengingatkan, etika dalam berdagang adalah larangan untuk melakukan eksploitasi terhadap pihak yang lemah atau seseorang yang sedang mengalami kesulitan untuk mendapatkan keuntungan besar (
    istighlal
    ).
    “Seperti memberi pinjaman dengan syarat bunga tinggi kepada orang yang sangat membutuhkan atau dalam konteks ini adalah membeli gabah dari petani dengan harga murah saat musim panen,” kata Miftah.
    Alhasil, petani yang sangat membutuhkan uang tidak memiliki pilihan lain kecuali menjual kepada tengkulak dengan harga murah.
    Padahal, bekerja mencari nafkah menurut agama bukan hanya urusan duniawi, tetapi juga bernilai ibadah yang sangat besar pahalanya.
    “Hal itu jika diniatkan ikhlas karena Allah dan untuk menafkahi keluarga. Bahkan orang yang meninggal saat bekerja dikategorikan sebagai mati syahid,” ujar Miftah.
    Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, beras oplosan beredar bahkan sampai di rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium, tetapi kualitas dan kuantitasnya menipu.
    Temuan tersebut merupakan hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan yang menunjukkan 212 merek beras terbukti tidak memenuhi standar mutu, mulai dari berat kemasan, komposisi, hingga label mutu.
    Beberapa merek tercatat menawarkan kemasan “5 kilogram (kg)” padahal isinya hanya 4,5 kg.
    Banyak di antaranya mengeklaim beras premium, padahal sebenarnya berkualitas biasa. “Contoh ada volume yang mengatakan 5 kilogram padahal 4,5 kg. Kemudian ada yang 86 persen mengatakan bahwa ini premium, padahal itu adalah beras biasa. Artinya apa? Satu kilo bisa selisih Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram,” kata Arman dalam video yang diterima
    Kompas.com
    , dikutip Sabtu (12/7/2025).
    “Ini kan merugikan masyarakat Indonesia, itu kurang lebih Rp 99 triliun, hampir Rp 100 triliun kira-kira, karena ini terjadi setiap tahun. Katakanlah 10 tahun atau 5 tahun, kalau 10 tahun kan Rp 1.000 triliun, kalau 5 tahun kan Rp 500 triliun, ini kerugian,” imbuh dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polri Bongkar Modus Beras Premium Palsu, Tunjuk Kesalahan Pelaku

    Polri Bongkar Modus Beras Premium Palsu, Tunjuk Kesalahan Pelaku

    Daftar Isi

    Beras Pasti Dicampur, Tapi Ada Aturannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Satgas Pangan Polri mengungkap modus penyimpangan dalam penjualan beras yang mencatut label premium, padahal tidak memenuhi standar mutu. Meski pencampuran beras bukan hal baru, Polri menegaskan bahwa mencampur beras medium dan premium secara sembarangan melampaui batas mutu adalah pelanggaran.

    Ketua Satgas Pangan Polri sekaligus Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf mengatakan praktik pencampuran sebenarnya bisa diterima, tetapi harus mengikuti aturan teknis yang berlaku.

    “Yang dimaksud dioplos itu, bukan dioplos dengan beras lain. Pasti pencampuran ada, tapi jumlah persentase seperti beras medium pecahannya 15% maksimal, tidak boleh lebih dari itu,” kata Helfi dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (24/7/2025).

    Dalam temuan terbaru, Satgas Pangan menemukan, sejumlah merek beras dijual sebagai premium meski tidak sesuai spesifikasi. Bahkan ditemukan kadar air yang melebihi ambang batas, yang bisa menambah bobot saat ditimbang namun menyusut seiring waktu.

    “Nah ini lebih, pecahannya mungkin 20-25%. Ada yang misalnya kadar air (seharusnya) 14%, ya ini kadar airnya 20%. Artinya apa? Kadar air dalam beras, kalau dia mengandung air tentunya nambah berat. Tapi begitu beras itu makin lama makin kering, susut dia,” jelasnya.

    Aturan soal batas kandungan air ini, kata Helfi, dibuat untuk melindungi konsumen dari potensi kerugian. “Makanya kenapa dibatasi 14% supaya tidak terjadi penyusutan lagi yang lebih signifikan, sehingga tidak mengurangi bobotnya,” imbuh dia.

    Atas temuan ini, Satgas Pangan telah menindak lima merek beras yang diketahui melanggar. Tindakan berupa penyelidikan laboratorium, penyitaan sampel, serta penyidikan terhadap tiga produsen utama telah dilakukan.

    Beras Pasti Dicampur, Tapi Ada Aturannya

    Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menjelaskan bahwa pencampuran atau mengoplos beras memang praktik yang lumrah dilakukan dalam perberasan. Yaitu, mencampur butir patah dan butir kepala.

    Tapi, tegasnya, praktik itu harus dilakukan sesuai ketentuan standar mutu yang ditetapkan pemerintah.

    “Kalau beras itu pasti dicampur. Kenapa dicampur? Karena ada butir utuh dan butir patah. Nah kalau beras premium itu butir utuhnya dicampur dengan butir patah sampai 15%. Bukan dioplos dengan beras busuk terus diaduk. Ini karena kualitas. Ini yang harus dijaga,” terang Arief dalam keterangan resminya, Jumat (18/7/2025).

    “Di beras, kita punya batas maksimal beras patah 15%. Apabila butir utuh tadi dicampur dengan 15% butir patah, itulah beras premium dan memang begitu standar mutunya. Jadi memang ada pencampuran beras, tapi tidak melampaui standar mutu itu biasa dan lumrah,” paparnya.

    Saat ini, sambungnya, sudah ada ketentuan kelas mutu beras premium dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 tahun 2023. Untuk beras premium harus memiliki kualitas antara lain memiliki butir patah maksimal 15%, kadar air maksimal 14%, derajat sosoh minimal 95%, butir menir maksimal 0,5%, total butir beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 1%, butir gabah dan benda lain harus nihil.

    Ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020 juga menetapkan beras premium non organik dan organik harus mempunyai komponen mutu antara lain butir patah maksimal 14,50%, butir kepala minimal 85,00%, butir menir maksimal 0,50%, butir merah/putih/hitam maksimal 0,50%, butir rusak maksimal 0,50%, butir kapur maksimal 0,50%, benda asing maksimal 0,01%, dan butir gabah maksimal 1,00 per 100 gram.

    “Kalau istilah oplosan itu cenderung berkonotasi negatif. Seperti misalnya minyak seharga Rp15.000, tapi dicampur dengan minyak seharga Rp8.000, lalu dijual dengan harga Rp15.000. Nah itu maksudnya oplos,” kata Arief.

    “Praktik oplos yang tidak diperbolehkan dan mengandung delik pidana adalah jika menggunakan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Hal ini karena beras SPHP terdapat subsidi dari negara sebagai salah satu program intervensi perberasan ke pasaran,” tambahnya menegaskan.

    Ketentuan Label Beras Kemasan

    Perbadan Nomor 2 Tahun 2023 juga mengatur secara rinci soal label kemasan beras. Setiap produk beras yang diproduksi atau diimpor dan diedarkan wajib mencantumkan label yang memuat informasi sebagai berikut:

    – Nama produk, jenis, dan nama dagang;

    – Berat bersih dalam satuan kilogram;

    – Kelas mutu (premium, medium, submedium, pecah);

    – Nama dan alamat produsen atau importir;

    – Asal usul beras;

    – Nomor pendaftaran;

    – Tanggal produksi dan kadaluarsa;

    – Harga Eceran Tertinggi (HET) jika dipersyaratkan;

    – Logo halal jika diwajibkan.

    Label juga boleh menampilkan klaim tertentu, seperti “pulen”, asalkan dibuktikan melalui uji kadar amilosa di laboratorium terakreditasi.

    Registrasi dan Sanksi

    Pelaku usaha yang mengemas beras untuk dijual wajib mendaftarkan produknya sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 53/2018 tentang Keamanan dan Mutu Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT). Registrasi bertujuan melindungi konsumen serta menjamin mutu dan daya saing produk.

    Pelanggaran terhadap aturan mutu dan label ini dapat dikenai sanksi administratif sesuai perundang-undangan. Pemerintah juga memberikan waktu penyesuaian hingga 24 bulan bagi produsen yang sebelumnya telah mengantongi izin edar.

    5 Merek Beras Premium Bohongi di Label Kemasan

    Satgas Pangan Polri telah menaikkan status penyelidikan jadi penyidikan atas laporan terkait dugaan pelanggaran ketentuan label kemasan beras premium.

    Menyusul temuan dan laporan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman terkait 212 merek yang diduga curang, mengklaim mutu beras tak sesuai label kemasan.

    Temuan tersebut hasil pemeriksaan lapangan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, Kepolisian, dan Kejaksaan. Dari hasil pemeriksaan melibatkan 268 sampel beras dari 212 merek di 10 provinsi, sebanyak 85,56% beras premium tidak sesuai standar mutu, 59,78% dijual di atas HET, dan 21,66% tidak sesuai berat kemasan. Untuk beras medium, 88,24% tidak memenuhi mutu, 95,12% melebihi HET, dan 9,38% memiliki berat kurang dari klaim kemasan.

    Kata Helfi, pihaknya telah melakukan penyelidikan, penelusuran, dan pemeriksaan atas temuan-temuan tersebut. Ditemukan ada 5 merek beras premium hasil produksi 3 produsen yang tidak sesuai ketentuan mutu beras premium.

    Adapun tiga produsen yang telah diperiksa Bareskrim Polri, yaitu PT PIM (merek Sania), PT FS (merek Sentra Ramos Merah, Sentra Ramos Biru, dan Sentra Pulen), PT Togo SJ (merek Jelita dan Anak Kembar).

    Foto: Beras oplosan ditampilkan saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (24/7/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
    Beras oplosan ditampilkan saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (24/7/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bareskrim Tingkatkan Status Kasus Beras Oplosan dari 3 Produsen ke Penyidikan

    Bareskrim Tingkatkan Status Kasus Beras Oplosan dari 3 Produsen ke Penyidikan

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) resmi meningkatkan status perkara beras oplosan dari penyelidikan ke penyidikan.

    Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf mengatakan peningkatan perkara ke tahap penyidikan itu berdasarkan temuan yang ada.

    Misalnya, hasil uji lab terhadap beras yang dilaporkan Kementerian Pertanian (Kementan) hingga pengambilan keterangan terhadap saksi-saksi.

    “Berdasarkan hasil penyidikan, telah ditemukan adanya dugaan peristiwa pidana, sehingga dari hasil gelar perkara kita, status penyelidikan kita tinggalkan menjadi penyidikan,” ujar Helfi di Bareskrim, Kamis (24/7/2024).

    Helfi menambahkan, pemeriksaan juga dilakukan terhadap sejumlah produsen beras seperti PT PIM dengan merek Sania, PT FS dengan merek Sentra Ramos Biru, Sentra Ramos Merah dan Sentra Ramos Pulen; dan Toko SY dengan merek Jelita.

    Di samping itu, penggeledahan juga dilakukan di gudang produsen beras PT PIM di Serang, Banten serta kantor dan gudang di PT FS yang berlokasi di Jakarta Timur.

    “Dari hasil penyidikan sementara kita dapat 3 produsen atas 5 merek tersebut, yaitu merek beras premium,” pungkasnya.

    Adapun, meski belum ada tersangka, Helfi mengemukakan bahwa dalam perkara ini diduga telah melanggar Pasal 62 junto Pasal 8 ayat 1 huruf A dan F UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU No.8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

  • Pakar Sebut Praktik Oplos Beras Bukan Pelanggaran, Asalkan…

    Pakar Sebut Praktik Oplos Beras Bukan Pelanggaran, Asalkan…

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) angkat bicara mengenai maraknya pemberitaan terkait temuan Kementerian Pertanian (Kementan) terhadap praktik oplos beras yang diduga dilakukan oleh sejumlah produsen beras nasional.

    Pengamat Pertanian dari AEPI Khudori menyampaikan, aktivitas oplos-mengoplos sebetulnya merupakan aktivitas normal di industri perberasan.

    “Hanya saja, kata ‘oplos’ sudah kadung bercitra negatif dan buruk. Padahal, oplos itu sama dengan mencampur,” kata Khudori dalam keterangannya, Minggu (20/7/2025).

    Khudori menuturkan, aktivitas mencampur tidak hanya terjadi pada beras, tapi juga komoditas lain seperti kopi dan teh. Dia mencontohkan, barista harus meracik campuran kopi untuk mendapatkan rasa, aroma, dan sensasi tertentu. Hal serupa juga terjadi pada teh.

    Di industri perberasan, Khudori menuturkan bahwa gabah yang diolah di penggilingan akan menghasilkan beras utuh atau butir kepala, beras pecah atau butir pecah, dan menir, juga dedak/bekatul (rice bran), dan sekam.

    Sesuai Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) No.2/2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras, kelas mutu beras dibagi jadi beras premium, beras medium, beras submedium, dan beras pecah. Mutu beras ditentukan atas dasar kriteria keamanan, kandungan gizi, organoleptik, fisik, dan komposisi.

    Beras yang diedarkan harus bebas hama, bebas bau apak, asam, dan bau asing lain serta memenuhi syarat keamanan. Syarat kelas mutu premium antara lain derajat sosoh minimal 95%, maksimal kadar air, butir patah, dan butir menir masing-masing 14%, 15%, dan 0,5%.

    Untuk membuat beras premium, penggilingan atau pedagang harus mencampur maksimal butir patah 15% dan maksimal butir menir 0,5%. Hal serupa dilakukan tatkala hendak memproduksi beras medium.

    “Oplos ini bukan pelanggaran,” ujarnya.

    Khudori juga memastikan, ketika penggilingan membeli gabah petani dari hamparan sawah dapat dipastikan varietas padinya tidak sama. Artinya, sejak di hulu sebetulnya bahan baku beras telah teroplos.

    Lebih lanjut, dia menyebut bahwa aktivitas mencampur beberapa jenis beras dimaksudkan untuk memperbaiki rasa dan tekstur sesuai preferensi konsumen. Beras pera harus dicampur dengan yang pulen manakala menyasar konsumen yang suka pulen.

    Namun, kegiatan oplos yang dilarang adalah untuk menipu. Dia mengatakan, tindakan penipuan itu misalnya mencampur 70% beras Cianjur dengan 30% beras Ciherang yang kemudian diklaim 100% beras Cianjur dan dijual dengan harga beras Cianjur, yang memang lebih mahal ketimbang Ciherang.

    Contoh praktik dengan tujuan menipu lainnya yakni misalnya mencampur beras dengan bahan tidak lazim atau sudah rusak kemudian dipoles ulang agar tampak bagus kembali, padahal mutunya sudah menurun. Bisa juga mencampur dengan pengawet berbahaya. 

    “Ini semua bisa dikenai delik penipuan,” tegasnya.

    Menurutnya, masyarakat awam perlu mengetahui secara utuh ihwal oplos-mengoplos beras mengingat ada sisi-sisi teknis yang tidak dipahami oleh publik.

    Apalagi, memaknai oplos secara negatif telah menimbulkan keresahan, terutama masyarakat konsumen. Dalam hal ini, produsen beras lantas menjadi sasaran. 

    Untuk itu, Khudori mengharapkan agar regulator mengedukasi publik untuk memulihkan kepercayaan. Bersamaan dengan itu, regulator perlu melakukan sosialisasi kepada stakeholders perberasan, termasuk Undang-undang Perlindungan Konsumen agar semua pihak mendapat informasi yang lebih baik dan dapat bertindak sesuai hak dan kewajibannya.

    Dia juga mengusulkan agar pemerintah tidak menarik-narik Satuan Tugas (Satgas) pangan untuk menjadi polisi ekonomi. Menurutnya, pendekatan ini telah menempatkan pelaku usaha sebagai ‘musuh negara’ yang dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian usaha.

    Alih-alih melibatkan Satgas Pangan, Khudori menilai sebaiknya Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan (Ditjen PKTN Kemendag) yang berada di depan.

    “Kalau ditjen ini menemukan tindak kecurangan, barulah diserahkan ke penegak hukum,” pungkasnya. 

  • Daftar Beras Termahal di Dunia, Ada yang Rp 1,7 Juta per Kg

    Daftar Beras Termahal di Dunia, Ada yang Rp 1,7 Juta per Kg

    Jakarta, CNBC Indonesia – Beras menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia. Namun, saat ini sedang heboh dengan kasus beras oplosan, di mana beras curah biasa dikemas ulang dan dijual seolah premium.

    Kontras ini menegaskan bahwa label premium tak selalu menjamin mutu, apalagi tanpa pengawasan ketat. Berbeda dengan Indonesia, di Jepang, sebutir beras bisa menjadi simbol kemewahan. Kinmemai Premium, misalnya, dijual hingga Rp1,79 juta per kilogram.

    Beras jenis tidak sekadar bahan pangan, melainkan hasil seleksi lima varietas terbaik, diolah dengan teknologi penggilingan canggih, lalu diproses pematangan selama enam bulan sebelum dipasarkan.

    Fenomena serupa terjadi di India, di mana Thooyamalli Organik dihargai Rp1,05 juta/kg karena teksturnya yang halus dan aroma khas yang cocok untuk nasi briyani. Bahkan ada Mappillai Samba, beras merah rendah gula yang wajib hadir di pernikahan tradisional Tamil Nadu. Tak ketinggalan Pinipig Filipina, beras panggang renyah dengan aroma khas yang jadi bahan dasar dessert mewah.

    Beras-beras ini menunjukkan bahwa premium adalah soal kualitas, proses, dan keaslian, bukan sekadar kemasan mewah. Kinmemai, misalnya, dijaga ketat mulai dari varietas benih, kondisi lahan, hingga metode penggilingan yang hanya bisa dilakukan segelintir produsen di Jepang.

    India bahkan memiliki beberapa varian organik mahal sekaligus Thooyamalli, Mappillai Samba, hingga Rajamudi yang menggabungkan nilai historis, nutrisi tinggi, dan rasa unik. Sementara Calasparra Spanyol menjaga kualitasnya lewat sertifikasi geografis, sehingga menjadi beras wajib untuk paella autentik.

    Berbeda dengan pasar global yang menghargai keaslian, Indonesia justru menemukan anomali: beras curah dijual dengan label premium, tanpa proses seleksi maupun standar mutu. Temuan Kementan menunjukkan 85% sampel tak sesuai standar, merugikan konsumen sekaligus menjatuhkan harga petani.

    Padahal, jika Indonesia mampu meningkatkan standar dan sertifikasi mutu, bukan tak mungkin beras Nusantara juga bisa menembus pasar premium global seperti Jepang atau India. Kasus oplosan ini seharusnya menjadi momentum perbaikan rantai distribusi dan pengawasan kualitas.

    Dunia rela membayar mahal untuk beras yang benar-benar premium, mulai dari Rp400 ribu hingga Rp1,8 juta/kg. Mereka membayar keaslian rasa, tradisi, dan teknologi produksi. Sebaliknya, di Indonesia, label premium justru dijadikan celah untuk manipulasi harga.

    Kasus beras oplosan ini jadi tamparan keras bagi pasar domestik. Jika dunia bisa menjaga standar premium sebagai simbol kualitas, Indonesia harus membenahi rantai distribusi agar label premium bukan sekadar tulisan di kemasan.

    Foto: infografis/Beras termahal Dunia/Aristya rahadian
    Beras termahal Dunia

    (rob/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Zulhas soal Heboh Beras Oplosan: Membohongi Rakyat, Tindak Tegas!

    Zulhas soal Heboh Beras Oplosan: Membohongi Rakyat, Tindak Tegas!

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Pangan Zukifli Hasan atau Zulhas angkat bicara soal heboh beras oplosan yang beredar di pasaran. Menurutnya kejadian ini harus ditindak tegas.

    Ia menilai menjual beras yang dicampur dengan kualitas yang rendah dan dijual premium telah membohongi masyarakat. Selain oplos, pelanggaran penjualan beras ada yang tidak sesuai takaran.

    “Kan kita nggak boleh dong membohongi rakyat. Kalau jualan A, ya A, kalau B, ya B. Jangankan menurut hukumnya keras sekali, mencampur, mengurangi timbangan itu berat sekali. Kalau dalam agama itu keras sekali, tuh. Jangan jadi sesuatu yang biasa. Itu melanggar, makanya tindak tegas,” kata dia dalam peluncuran beras SPHP di Kantor Pos, Jakarta Selatan, Jumat (18/7/2025).

    Menurutnya, untuk menindaklanjuti kasus ini, Zulhas meminta Satuan Tugas (Satgas) Pangan jalan terus untuk mengusut masalah ini.

    “Kalau ada oplos, Satgasnya harus jalan terus,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Zulhas meyakini, Koperasi Desas Merah Putih bisa diandalkan untuk memangkas permainan distribusi beras. Koperasi ini dinilai bisa mengantisipasi adanya oplosan seperti yang terjadi.

    “Jadi kita akan bangun permanen, itulah memangkas tengkulak-tengkulak, permainan-permainan itu dengan permanen itu melalui Kopdes,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, belakangan ini heboh beras oplosan yang beredar di pasaran, bahkan di ritel modern. Kementerian Pertanian (Kementan) menyebut terdapat 212 merek yang diketahui melanggar aturan, dioplos, tidak sesuai takaran, dan tidak sesuai mutu kualitas beras.

    Terbaru, Kementan mengungkapkan sejumlah merek beras seperti Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, dan lainnya tidak memenuhi syarat mutu beras premium sebagaimana standar yang telah ditetapkan.

    Beras tersebut merupakan beras yang diproduksi PT Food Station Tjipinang Jaya. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Moch Arief Cahyono mengatakan kesimpulan tersebut didapatkan dari hasil pengujian sampel beras di lima laboratorium yang berbeda.

    “Hasil pengujian menunjukkan bahwa sejumlah merek beras seperti Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, dan lainnya tidak memenuhi syarat mutu beras premium sebagaimana standar yang telah ditetapkan,” katanya dalam keterangan tertulis.

    Tonton juga video “Bakal Launching 21 Juli, Zulhas Beberkan Manfaat Kopdes Merah Putih” di sini:

    (ada/fdl)

  • Bos Bapanas Ungkap Cara Membedakan Beras Premium dan Medium

    Bos Bapanas Ungkap Cara Membedakan Beras Premium dan Medium

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkap cara mudah bagi masyarakat untuk membedakan beras premium dengan medium di tengah ramainya isu temuan beras oplosan. 

    Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyampaikan, salah satu cara mudah untuk membedakan kedua jenis beras tersebut yakni dari sisi harga.

    “Kalau harganya itu deket-deket Rp14.000, Rp15.000, Rp16.000 [per kilogram], itu biasanya premium. Kalau angkanya deket-deket Rp12.000 nah itu medium,” kata Arief ketika ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).

    Untuk diketahui, pemerintah mengatur harga eceran tertinggi (HET) untuk beras premium dan medium. HET diatur sesuai dengan zona wilayah.

    Untuk beras premium di wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatra Selatan (Sumsel) sebesar Rp14.900 per kilogram (kg). HET beras medium di cakupan wilayah yang sama sebesar Rp12.500 per kg. Untuk Sumatra selain Sumsel dan Lampung, HET beras premium di Rp15.400 per kg dan beras medium Rp13.100 per kg.

    Untuk Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi ditetapkan HET beras premium Rp14.900 per kg dan beras medium Rp12.500 per kg. Lalu wilayah Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan, HET beras premium Rp15.400 per kg dan beras medium Rp13.100 per kg. Terakhir, wilayah Maluku dan Papua HET beras premium Rp15.800 per kg dan beras medium Rp13.500 per kg.

    Kemudian dari sisi visual, perbedaan beras premium dan medium ada di pecahannya. Arief menyebut bahwa beras yang memiliki banyak patahan sudah dapat dipastikan sebagai beras medium. 

    “Kalau itu banyak beras utuhnya itu premium,” ungkapnya.

    Namun, jika ingin mengetahui secara detail perbedaan beras medium dan premium, maka perlu dilakukan uji lab.

    Pemerintah melalui Peraturan Bapanas No.2/2023 telah mengatur persyaratan mutu dan label beras. Aturan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam mengonsumsi beras yang aman.

    Melalui beleid itu, pemerintah mengatur mutu beras premium yaitu memiliki butir patah maksimal 15%, kadar air maksimal 14%, derajat sosoh minimal 95%, butir menir maksimal 0,5%, total butir beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 1%, butir gabah, dan benda lain harus nihil.

    Sementara itu, mutu beras medium yaitu memiliki butir patah maksimal 25%, kadar air maksimal 14%, derajat sosoh minimal 95%, butir menir maksimal 2,0%, total butir beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 4%, butir gabah 1, dan benda lain 0,05%. 

    Sebelumnya, mengacu temuan dari Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, terdapat 212 merek beras premium dan medium ditemukan tidak sesuai mutu, harga yang melampaui HET, hingga volume beras yang tak sesuai. Temuan ini mengacu pada hasil laboratorium di 10 provinsi.

    Alhasil, Satgas Pangan telah menerima laporan Kementan secara resmi dan melakukan pengecekan dan pendataan secara langsung terhadap para pelaku usaha, terutama di pasar tradisional maupun di ritel modern.

    “Kemudian juga melakukan pengecekan khususnya kesesuaian mutu beras yang dijual dengan yang dicantumkan pada kemasan,” ujarnya.

    Adapun, Mentan Amran pernah mengungkap masyarakat mengalami kerugian hingga Rp99 triliun per tahun imbas penjualan beras yang tak sesuai mutu.

    “Ini sangat merugikan konsumen. Kalau dibiarkan, kerugian bisa mencapai Rp 99 triliun per tahun. Karena itu, kita minta Satgas Pangan turun, dan dalam dua minggu ke depan, semua produsen dan pedagang wajib lakukan penyesuaian,” kata Amran dalam keterangan tertulis, dikutip pada Senin (14/7/2025).

    Mengacu investigasi yang berlangsung pada 6–23 Juni 2025, melibatkan sebanyak 268 sampel beras dari 212 merek di 10 provinsi.

    Dari hasil tersebut, sebanyak 85,56% beras premium tidak sesuai standar mutu, 59,78% dijual di atas HET, dan 21,66% tidak sesuai berat kemasan. Untuk beras medium, 88,24% tidak memenuhi mutu, 95,12% melebihi HET, dan 9,38% memiliki berat kurang dari klaim kemasan.

  • Respons Pemprov Jakarta Usai Kementan Sebut Sampel Beras Food Station Tak Penuhi Mutu

    Respons Pemprov Jakarta Usai Kementan Sebut Sampel Beras Food Station Tak Penuhi Mutu

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BP BUMD) Jakarta Syaefuloh Hidayat merespons hasil uji mutu sampel beras produksi PT Food Station Tjipinang Jaya dari Kementerian Pertanian baru-baru ini.

    Pasalnya, Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap sejumlah merek beras seperti Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, dan lainnya tidak memenuhi syarat mutu beras premium sebagaimana standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 

    Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan Moch Arief Cahyono mengatakan hasil itu diperoleh usai pemerintah menguji sampel beras dari PT Food Station Tjipinang Jaya di lima laboratorium yang berbeda.

    Menanggapi hal ini Syaefuloh menuturkan pihaknya akan mempelajari hasil pengujian itu sebelum melakukan tindakan lanjutan.

    “Saya pelajari dulu, ya,” kata Syaefuloh ketika ditemui di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025). 

    Selain itu, dia mengaku akan memberikan informasi lebih detail jika kasus tersebut sudah didalami. 

    “Kalau saya sudah tahu, saya pasti cerita,” jelasnya. 

    Diberitakan sebelumhya, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan Moch Arief Cahyono menuturkan jika Food Station membutuhkan salinan data hasil labotarium, pihaknya dapat menghubungi Satgas Pangan Polri. 

    “Mereka telah memiliki seluruh hasil pengujian dan sedang mendalami temuan ini,” ujar Arief dalam keterangannya, Kamis (17/7/2025). 

    Arief juga mengungkap bahwa hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa beras-beras tersebut dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

    Kendati begitu, Kementan belum bisa merilis hasil uji laboratorium ke publik, lantaran akan dijadikan barang bukti dan telah diserahkan ke Satuan Tugas (Satgas) Pangan. 

    Sebagai informasi, HET beras premium di wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan (Sumsel) sebesar Rp14.900 per kilogram (kg).

  • Wementan Sudaryono tegaskan praktik pupuk palsu diberantas

    Wementan Sudaryono tegaskan praktik pupuk palsu diberantas

    ini bukan hanya menipu soal kandungan nutrisi, tetapi juga menghancurkan harapan dan kerja keras petani selama satu musim

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menegaskan pemalsuan pupuk merugikan petani dan mengganggu ketahanan pangan, sehingga harus diberantas melalui pengawasan ketat serta penegakan hukum yang tegas dan menyeluruh.

    “Memalsukan pupuk itu zalim. Sangat zalim! Karena ini bukan hanya menipu soal kandungan nutrisi, tetapi juga menghancurkan harapan dan kerja keras petani selama satu musim,” kata Wamentan Sudaryono di Jakarta, Kamis.

    Wamentan Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar ini menyatakan tindakan tersebut harus diberantas hingga ke akarnya karena berdampak serius terhadap kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional.

    “Jahat terhadap orang susah itu kejahatan kemanusiaan. Di era Presiden Prabowo, hal seperti ini tidak akan dibiarkan,” lanjutnya.

    Wamentan menekankan kerugian akibat pemalsuan pupuk sangat besar. Menurut dia, kerugian tersebut akan menjadi beban para petani, bahkan program prioritas Presiden Prabowo, yakni swasembada pangan.

    “Jika ada ribuan atau bahkan jutaan petani yang menjadi korban, kerugiannya bisa mencapai triliunan rupiah dan mengancam ketahanan pangan kita,” tambahnya.

    Wamentan Sudaryono yang juga merupakan anak seorang petani ini juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada jajaran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang telah proaktif menindaklanjuti kasus-kasus pemalsuan pupuk.

    “Terima kasih jajaran Polri sudah menindaklanjuti. Ini adalah langkah krusial untuk melindungi petani dan memastikan bahwa mereka dapat bekerja dengan tenang tanpa kekhawatiran akan pupuk palsu,” bebernya.

    Menurut dia, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) akan terus bersinergi dengan aparat penegak hukum dan seluruh pemangku kepentingan untuk memberantas praktik pemalsuan pupuk demi terwujudnya pertanian yang maju, mandiri dan modern.

    “Demi kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan,” kata Wamentan.

    Sebelumnya Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan, pihaknya menemukan lima jenis pupuk palsu yang beredar di pasaran dan menyebabkan potensi kerugian petani mencapai Rp3,2 triliun secara nasional.

    Amran menyebutkan pupuk palsu tersebut sangat merugikan petani karena sebagian besar menggunakan dana pinjaman program Kredit Usaha Rakyat (KUR), sehingga jika gagal panen, mereka bisa bangkrut akibat ulah pelaku kejahatan pupuk.

    “Bayangkan kalau pupuk palsu, itu kerugian petani baru kita temukan lima pupuk palsu, (potensi kerugian petani) Rp3,2 triliun, tapi bukan Rp3,2 triliunnya, petani langsung bangkrut, ini pinjaman, pinjaman KUR,” kata Mentan di Makassar, Sabtu (12/7).

    Meskipun belum menjelaskan secara rinci lokasi dan jenis pupuk yang ditemukan, Mentan menegaskan akan menindak tegas pelaku pemalsuan sesuai aturan hukum yang berlaku dan tidak memberi toleransi.

    Ia menyayangkan masih adanya pihak-pihak yang tega menipu petani dengan menjual pupuk palsu, menyebut tindakan itu tidak etis dan harus segera dibersihkan dari sektor pertanian Indonesia.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kapolri Sebut 25 Distributor Bakal Diperiksa Terkait Beras Oplosan

    Kapolri Sebut 25 Distributor Bakal Diperiksa Terkait Beras Oplosan

    Jakarta

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut masyarakat mengalami kerugian sebesar Rp 99 triliun dalam setahun akibat kasus beras oplosan. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan sebanyak 25 distributor akan diperiksa terkait hal itu.

    “Sampai dengan hari ini rencana kita akan melakukan pemeriksaan terhadap 25 distributor ataupun produsen kategori sementara mengoplos,” kata Jenderal Sigit di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Kamis (17/7/2025).

    Jenderal Sigit menyebut pemeriksaan juga menyasar terhadap distributor maupun produsen yang mengisi beras di bawah list kemasan. Serta, polisi juga bekerja sama dengan Kementan untuk melakukan pengecekan laboratorium.

    “Kemudian juga ada yang berat beratnya di bawah ketentuan tidak sesuai dengan yang ada di dalam list di kemasan. Dan juga kita bekerjasama dengan Kementan untuk melakukan pengecekan lab terhadap mereka progres masih berlangsung,” tuturnya.

    Sebelumnya, ada ratusan merek yang terindikasi mengoplos beras dan sudah beroperasi lebih dari satu tahun. Amran mengungkapkan hal itu saat rapat kerja (raker) bersama Komisi IV DPR RI di gedung Nusantara, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (16/7).

    “Kalau ini Rp 99 triliun itu adalah (kerugian) masyarakat. Sebenarnya ini (nilai kerugian) satu tahun, tetapi kalau ini terjadi 10 tahun atau 5 tahun, karena ini bukan hari ini terjadi, ini sudah berlangsung lama, Pak. Tetapi nanti angkanya sudah pasti, bukan Rp 100 triliun, pasti di atas kalau ini dilacak ke belakang,” kata Amran.

    “Ini beras biasa, dijual dengan premium, beras curah ini tinggal ganti bungkus dan ada foto-fotonya sama kami, Pak. Kami serahkan ke penegak hukum. Kemudian ini bungkus premium, ini tinggal mau beli yang mana. Jadi harganya yang naik, bukan kualitasnya yang naik,” kata Amran.

    “Ibaratnya emas 24 karat, sebenarnya ini 18 karat tetapi dijual 24 karat. Jadi ini kami temukan, bukan kami periksa Pak, kami tim independen ada 13 lab yang periksa seluruh Indonesia, termasuk Sucofindo,” tambahnya.

    (yld/yld)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini