Kementrian Lembaga: Kementan

  • RI Diramal Surplus Beras 13,78 Juta Ton

    RI Diramal Surplus Beras 13,78 Juta Ton

    Jakarta

    Kementerian Pertanian (Kementan) memproyeksikan ketersediaan beras RI dalam periode Januari sampai September 2025 akan tembus 36,98 juta ton. Diperkirakan produksi beras selama periode tersebut surplus 13,78 juta.

    Plt Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan Nurul Qomariyah mengatakan, pada periode Januari sampai September 2025 diproyeksikan kebutuhan beras dalam negeri hanya mencapai 23,2 juta ton, sehingga ketersediaan beras masih surplus.

    “Potensi ketersediaan beras sejak Januari sd September 2025 diperkirakan bisa mencapai 36,98 juta ton dan kebutuhan kita saat ini 23,2 juta ton. Dengan demikian ada surplus beras mulai Januari sd September nanti tahun ini yang diprediksi mencapai 13,78 juta ton,” kata Nurul dalam acara Pesta Rakyat 2025 sesi Bincang Karya Bertajuk ‘Agroindustri 4.0: Teknologi Tani untuk Kemandirian Bangsa’ di Smesco Convention Hall, Jakarta, Jumat (22/8/2025).

    Hal ini didukung oleh proyeksi Departemen Pertanian Amerika Serikat (United States Department of Agriculture/USDA), yang menyebut bahwa produksi beras RI pada musim tanam 2024-2025 akan mencapai 34,6 juta ton. Nurul mengatakan, angka ini menjadi yang tertinggi di kawasan ASEAN, melampaui Thailand dan Vietnam.

    Selain itu, Food and Agriculture Organization (FAO) juga memproyeksikan produksi beras Indonesia bisa tembus sampai 35,6 juta ton pada tahun 2025. Dengan peningkatan produksi ini, menurutnya, fokus pemerintah saat ini adalah memperkuat cadangan beras.

    Penguatan cadangan beras dilakukan melalui penyerapan gabah setara beras oleh Perum Bulog. Nurul mengatakan, saat ini serapan Perum Bulog sudah mencapai 2,85 juta ton.

    “Secara kumulatif stok beras nasional saat ini mencapai 3,9 juta ton dan sebelumnya 4,21 juta ton. Ini prestasi tertinggi sejak 57 tahun terakhir dan sepenuhnya ini berasal dari produksi dalam negeri, tanpa adanya impor,” ujar Nurul.

    Nurul menambahkan, hasil dari peningkatan ini pun terlihat nyata di lapangan. Nilai tukar petani (NTP) terus mengalami peningkatan dan sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian terhadap PDB nasional pada triwulan I 2025 secara tahunan (year-on-year/YoY) mencapai 10,52%.

    “Sumbangan PDB sektor pertanian terhadap PDB nasional pada triwulan I 2025 secara YoY ialah 10,52% dan ini pun prestasi tertinggi sepanjang sejarah,” kata dia.

    (acd/acd)

  • Strategi menghadapi jebakan harga beras

    Strategi menghadapi jebakan harga beras

    Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) bersama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi (tengah) dan Gubernur Banten Andra Soni (kanan) menunjukkan beras Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP) saat mengunjungi salah satu ritel modern di Kota Serang, Banten, Rabu (20/8/2025). Kunjungan Mendagri Tito Karnavian tersebut dalam rangka memastikan distribusi beras SPHP berjalan lancar untuk menjaga stabilitas pangan nasional serta menjaga harga beras tetap terkendali di pasar tradisional maupun modern. ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto/bar

    Strategi menghadapi jebakan harga beras
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Jumat, 22 Agustus 2025 – 11:29 WIB

    Elshinta.com – Situasi perberasan di Indonesia kembali menjadi sorotan publik ketika harga beras melonjak tajam belum lama ini di tengah produksi yang justru dilaporkan melimpah.

    Secara teori, hukum ekonomi sederhana menyatakan bahwa ketika pasokan meningkat, harga akan turun. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan fenomena yang berlawanan.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyoroti keberadaan para pedagang perantara atau middleman yang dianggap memainkan peran signifikan dalam menentukan harga.

    Praktik ini membuat pasar beras rentan terhadap manipulasi dan menimbulkan keresahan publik. Pemerintah dihadapkan pada tantangan besar untuk menyeimbangkan antara ketersediaan beras, harga yang stabil, dan perlindungan terhadap petani.

    Dalam upaya meredam gejolak harga, pemerintah mengambil langkah dengan menggelontorkan bantuan sosial beras sebesar 360 ribu ton bagi 18,3 juta keluarga penerima manfaat melalui anggaran Rp4,9 triliun pada tengah tahun ini.

    Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat di tengah fluktuasi harga, sekaligus memastikan ketersediaan pangan bagi kelompok rentan.

    Namun, kebijakan bansos ini memiliki hubungan yang kompleks dengan kebijakan ekspor beras yang dilakukan secara paralel.

    Pemerintah merencanakan ekspor 2.000 ton beras per bulan ke Malaysia, atau sekitar 24.000 ton per tahun melalui skema bisnis antarbisnis (B-to-B). Tujuan ekspor ini berasal dari Pasokan Beras Pemerintah dan ditekankan bahwa kebutuhan domestik tetap menjadi prioritas utama.

    Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena setiap kebijakan terkait ekspor harus diiringi dengan perhitungan cermat agar tidak menimbulkan kelangkaan dan inflasi pangan.

    Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada Juli 2025 produksi beras meningkat sekitar 14 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, membuat stok nasional mencapai 4,2 juta ton, tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.

    Pemerintah optimistis stok ini cukup aman untuk kebutuhan dalam negeri sekaligus menopang kebijakan bansos.

    Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, bahkan memproyeksikan panen raya pada Agustus 2025 bisa menambah stok nasional hingga satu juta ton.

    Dengan kondisi produksi yang melimpah, pemerintah memanfaatkan momentum ini untuk menjaga stabilitas harga melalui sejumlah kebijakan strategis, seperti menyiapkan 1,3 juta ton beras untuk operasi pasar di bawah skema Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) serta 365 ribu ton untuk program bansos.

    Namun, persoalan stabilitas harga tidak semata-mata bergantung pada ketersediaan stok. Pemerintah juga menemukan adanya masalah kualitas beras di pasaran.

    Siaran resmi Kementan menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan terhadap 268 sampel beras dari 212 merek, menyimpulkan temuan standar mutu, berat, hingga HET yang tidak sesuai, dan potensi kerugian konsumen mencapai Rp 99 triliun/tahun

    Tindakan tegas oleh aparat hukum telah diperintahkan atas arahan Presiden seperti dilaporkan Menteri Pertanian. Sebagian merek yang sebelumnya bermasalah juga telah memperbaiki produk dan menjual sesuai standar.

    Keberlanjutan produksi

    Di sisi lain, pemerintah juga mengalokasikan anggaran hampir Rp13 triliun pada 2025 untuk perbaikan sistem irigasi dan peningkatan teknologi pertanian.

    Langkah ini diharapkan dapat menjaga keberlanjutan produksi beras sekaligus meningkatkan efisiensi pengelolaan lahan.

    Teknologi modern, benih unggul, dan penerapan sistem irigasi presisi menjadi bagian dari strategi besar menuju swasembada pangan dan perlindungan kesejahteraan petani.

    Meski produksi meningkat dan kebijakan penyaluran bansos berjalan, tantangan nyata tetap besar. Fluktuasi harga pupuk, dampak perubahan iklim, alih fungsi lahan, dan ketergantungan pada impor masih menjadi faktor yang dapat mengguncang ketahanan pangan.

    Perubahan cuaca ekstrem, termasuk ancaman kekeringan dan banjir, berpotensi mengganggu produktivitas sawah.

    Pemerintah merespons dengan melakukan prediksi iklim jangka menengah melalui BMKG, yang memproyeksikan musim kemarau 2025 cenderung terlambat dan dipengaruhi hujan yang berlanjut hingga Oktober.

    Kondisi ini diperkirakan membantu mempertahankan stabilitas produksi padi, meskipun kerentanan akibat degradasi kualitas lahan dan serangan hama masih perlu diantisipasi melalui pengelolaan lahan berkelanjutan dan penggunaan teknologi pengendalian hama terpadu.

    Kesejahteraan petani menjadi titik penting dalam dinamika perberasan. Jika harga gabah tidak dikelola dengan adil, maka tingginya produksi tidak akan meningkatkan pendapatan petani, melainkan justru memperlebar jurang ketimpangan.

    Kebijakan tata niaga beras perlu dikendalikan negara agar rantai pasok berjalan transparan dan petani mendapat harga yang layak.

    Pemerintah juga perlu memperketat pengawasan ekspor untuk memastikan tidak terjadi penyerapan berlebih yang dapat mengganggu ketersediaan beras dalam negeri.

    Pengendalian ini bukan hanya soal menjaga stok, tetapi juga menjaga psikologi pasar agar spekulasi harga tidak berkembang liar dan merugikan konsumen maupun petani.

    Pendekatan terencana

    Selain itu, pemerintah tengah mendorong kerja sama multipihak dengan perguruan tinggi, perusahaan swasta, dan komunitas petani untuk mengoptimalkan lahan serta mempercepat transfer teknologi pertanian modern.

    Pelatihan kepada petani mengenai pengelolaan lahan, manajemen risiko, dan pemanfaatan teknologi presisi diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas beras.

    Pendidikan petani menjadi langkah strategis untuk menciptakan ketahanan pangan yang berkelanjutan, di mana petani tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga memiliki kapasitas adaptasi terhadap dinamika pasar dan iklim.

    Pendekatan integratif menjadi kunci penyelesaian persoalan perberasan. Pemerintah perlu memprioritaskan kebutuhan nasional sebelum melangkah pada kebijakan ekspor.

    Cadangan pangan strategis harus disiapkan dengan perhitungan yang matang agar stok aman dan harga stabil.

    Dengan demikian, bansos dapat tepat sasaran, operasi pasar berjalan efektif, dan masyarakat terlindungi dari gejolak harga. Keberhasilan menjaga stabilitas beras juga sangat bergantung pada kualitas tata kelola, bukan hanya pada angka produksi semata.

    Dalam konteks ini, transparansi distribusi, keberanian menindak praktik kartel, dan penguatan data pasokan menjadi fondasi yang tak bisa diabaikan.

    Kebijakan perberasan tidak dapat dikelola secara parsial, melainkan membutuhkan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, sektor swasta, hingga komunitas petani.

    Dengan stok nasional yang relatif aman dan proyeksi panen raya di depan mata, peluang mewujudkan swasembada pangan semakin terbuka lebar.

    Namun, peluang ini hanya dapat diwujudkan jika pemerintah mampu mengendalikan tata niaga dengan ketat, melindungi kepentingan petani, serta mengedepankan keberlanjutan produksi.

    Dengan pendekatan yang terencana, berbasis data, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat, Indonesia memiliki potensi besar untuk keluar dari jebakan manipulasi harga dan menjaga ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan.

    *) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.

    Sumber : Antara

  • Beras Premium Kembali Dijual di Pasaran, Harga Turun!

    Beras Premium Kembali Dijual di Pasaran, Harga Turun!

    Jakarta

    Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memastikan beras premium mulai kembali hadir di pasar ritel setelah sebelumnya sempat ditarik akibat masalah pelanggaran standar mutu hingga oplosan. Namun, pasokan masih terbatas dan distribusinya belum merata di seluruh daerah.

    Ketua Umum Aprindo Solihin mengatakan produsen telah mulai mengirimkan beras hasil produksi terbaru sejak Agustus 2025. Menurut Solihin, sebagian ritel masih menampilkan stok lama yang belum sempat diretur. Beberapa produsen sebenarnya telah meminta retur, tetapi penggantian dengan produk baru masih menunggu realisasi.

    “Harapan kami, produksi baru benar-benar sesuai kualitas premium sehingga pasokan kembali stabil. Kualitas harus dijaga karena beras premium selama ini menjadi andalan bagi konsumen,” tegasnya, dalam keterangannya, Jumat (22/8/2025).

    Untuk menjaga daya beli masyarakat, produsen menurunkan harga sebesar Rp 1.000 per kemasan 5 kg. Dengan demikian, harga beras premium kini mencapai Rp 73.500/kg, di bawah HET Rp 74.500.

    Solihin mengakui penjualan sempat terpengaruh akibat keputusan peritel menurunkan produk lama yang terindikasi oplosan. Meski begitu, ia memastikan peritel tetap menjual beras bermutu sesuai ketentuan harga eceran tertinggi (HET).

    “Volume penjualan berkurang karena merek beras yang terindikasi (oplosan) berkontribusi besar terhadap penjualan,” tambahnya.

    Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) optimistis harga beras akan terus melandai dalam waktu dekat. Hal ini terlihat dari data panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) per 20 Agustus 2025 yang mencatat penurunan harga beras medium dan premium di 13 provinsi, di antaranya Aceh, Sumatera Utara, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, hingga Sulawesi Selatan.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut tren harga beras sudah menunjukkan penurunan. “Premium sudah turun Rp 1.000 untuk kemasan lima kilogram. Ini laporan dari Ketua Aprindo. Saya optimistis dalam beberapa hari ke depan harga akan semakin stabil seiring penguatan distribusi beras SPHP,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (21/8/2025).

    Amran menegaskan pemerintah mendorong program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) melalui Perum Bulog sebagai instrumen utama mengatasi fluktuasi harga.

    “Pemerintah fokus pada distribusi beras SPHP sebanyak 1,3 juta ton hingga akhir tahun. Stok beras nasional juga saat ini mencapai 3,9 juta ton, sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun,” tegasnya.

    (kil/kil)

  • Mentan Tegaskan Penerapatan Beras Satu Harga Tak Bisa Buru-buru

    Mentan Tegaskan Penerapatan Beras Satu Harga Tak Bisa Buru-buru

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan pihaknya masih menggodok rencana penerapan beras satu harga antara kategori premium dan medium.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan pihaknya telah mengadakan rapat koordinasi terbatas (rakortas) sebanyak empat kali. Bahkan, dia juga mengungkap pangan subsidi yang digelontorkan senilai Rp150 triliun. 

    “Pertimbangan kami dalam pembahasan, memang kita sudah bahas di Rakortas, ini sudah tiga kali, empat kali kita bahas. Pertimbangan kami, maaf, ini seluruh beras itu subsidi, pangan subsidi Rp150 triliun,” kata Amran dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Dirut Bulog di Komisi IV, Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    Namun, dia memastikan pemerintah akan mengambil kebijakan dengan memperhatikan konsumen dan kesejahteraan petani.

    “insya Allah kami tindak lanjuti nanti, tetapi arahnya adalah kita ingin konsumen menikmati, tetapi petani kesejahteraan harus terjaga,” ujarnya.

    Terlebih, dia menyampaikan bahwa Komisi IV DPR juga mengimbau agar penerapan beras satu harga diperhitungkan secara matang, mengingat komoditas ini menyangkut hajat hidup orang banyak

    “Ibu Ketua [Titiek Soeharto] sudah perintahkan tadi, kita tidak boleh buru-buru. Ini persoalan hajat hidup orang banyak. Nggak boleh langsung gegabah mengambil keputusan. Kita sudah tiga kali rakortas,” tuturnya.

    Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan pihaknya bersama dengan kementerian/lembaga terkait telah melakukan rapat maraton untuk mencari alternatif dalam menentukan harga beras.

    “Misalnya alternatif satu, misalnya itu satu harga, tetapi harganya itu adalah harga yang mewakili misalnya broken 25%. Harganya berapa,” kata Arief dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Dirut Bulog di Komisi IV, Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    Adapula alternatif lainnya adalah masih merujuk pada ketentuan beras patah (broken rice). Namun yang membedakan adalah adanya tambahan ongkos kirim (ongkir) untuk wilayah di zona 2 dan zona 3.

    “Alternatif dua, tetap seperti hari ini, tapi misalnya ada broken 25%, broken 15%. Broken 15% saya rasa di Rp14.900, misalnya masih oke. Nanti daerah Timur atau zona 2 dan 3 tinggal ada tambahan ongkos kirim,” ujarnya.

    Untuk itu, dia menerangkan bahwa simulasi harga beras ini sejatinya telah dikerjakan bersama, namun masih menunggu persetujuan.

    “Jadi simulasi-simulasi ini sudah dikerjakan. Tinggal sepertinya memang harus menunggu persetujuan,” terangnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto meminta agar pemerintah tak gegabah dalam memutuskan beras satu harga.

    “Jangan terburu-buru lah [terkait beras satu harga], gitu ya. Nanti diterapkan satu harga, nggak taunya ini nggak cocok gitu buat kita. Nanti Pak Presiden harus mencabut lagi. Jadi harus benar-benar lah gitu,” ujar Titiek.

    Pasalnya, menurut Titiek, jika penerapan beras satu harga ini dilakukan tanpa perhitungan yang matang maka Kepala Negara RI akan kembali turun tangan menangani beras.

    “Jangan cepat-cepat kasih pernyataan ini itu, halnya nggak cocok buat kita. Presiden lagi harus turun tangan di hari berikutnya peraturan ini dicabut itu jangan sampai terjadi di perberasan ini,” pungkasnya.

  • Mentan Soroti soal Anomali Harga Beras Mahal Lampaui HET

    Mentan Soroti soal Anomali Harga Beras Mahal Lampaui HET

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan pihaknya tidak memusuhi pengusaha penggilingan padi besar. Hal tersebut disampaikan menanggapi mahalnya harga beras hingga melampaui harga eceran tertinggi (HET).

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa hukum pasar yang terjadi di pasar saat ini tidak berlaku, lantaran harga gabah di penggilingan turun, tapi harga di konsumen naik.

    Amran menuturkan bahwa kondisi yang terjadi di pasar adalah di saat produksi beras melimpah dan harga gabah di tingkat petani turun. Namun, justru harga beras di konsumen melambung dan melampaui harga eceran tertinggi (HET).

    “Sehingga kami cek kenapa [harga beras di konsumen] naik, yang kami di sini jelasin adalah bukan persoalan kita musuh [penggilingan] yang besar. Kita butuh investor. Ini kalau investor lari, kita kesulitan,” kata Amran dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Dirut Bulog di Komisi IV, Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    Kendati begitu, Amran menyatakan pemerintah tidak menentang keberadaan penggilingan padi berskala besar.

    “Kami ingin jelaskan di sini, bukan kami anti pengusaha. Bukan kami anti penggilingan besar. [Penggilingan padi] yang tidak bermasalah, tidak boleh diganggu. Yang kami selesaikan di sini karena ada anomali,” ujarnya.

    Di sisi lain, Amran menyampaikan bahwa ada segelintir penggilingan padi besar telah merugikan konsumen hingga Rp10 triliun. “Rp10 triliun korbannya petani, yang di-bully adalah pemerintah. Padahal yang melakukan hanya 10-20 orang. Apakah kita harus biarkan? Jadi, kami bukan anti ya,” imbuhnya.

    Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa ke depan pemerintah akan membesarkan penggilingan padi kecil. Hal ini sejalan dengan rapat yang telah dilakukan bersama Presiden Prabowo Subianto.

    “Kalau dari rapat-rapat bersama Pak Presiden, kemudian Rakortas, kita semua sepakat memang mau membesarkan penggilingan padi kecil,” kata Arief.

    Adapun, Arief menyampaikan Perum Bulog akan menggandeng penggilingan padi kecil ke depan untuk menggiling gabah petani. “Jadi nanti ke depan, sebaiknya Bulog itu memang dengan penggiling padi yang kecil, jangan yang besar. Ini seiring sama berjalannya waktu,” pungkasnya.

  • Nasib 161.401 Penggilingan Padi di Ujung Tanduk, 1 Juta Pekerja Terancam

    Nasib 161.401 Penggilingan Padi di Ujung Tanduk, 1 Juta Pekerja Terancam

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) memperkirakan sebanyak satu juta pekerja di penggilingan padi berskala kecil berisiko kehilangan pekerjaan imbas tak mampu bersaing dengan penggilingan padi skala sedang dan besar.

    Merujuk data Kementan, terdapat 161.401 unit penggilingan padi berskala kecil dengan kapasitas mencapai 116,2 juta ton per tahun. Sementara itu, produksi padi Indonesia mencapai 65 juta ton gabah kering panen (GKP) setiap tahun.

    Kementan mencatat hingga saat ini terdapat 7.332 unit penggilingan padi berskala sedang dengan kapasitas 21,1 juta ton per tahun, serta 1.056 unit penggilingan padi besar dengan kapasitas 30,4 juta ton per tahun.

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan jika pemerintah tidak segera mengintervensi penggilingan besar, maka penggilingan kecil akan semakin terpuruk.

    “Penggilingan kecil menunggu waktu habis, dan pada saatnya nanti yang [penggilingan] besar ini memonopoli,” ujar Amran dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Dirut Bulog di Komisi IV, Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    Amran memperkirakan, jika setiap penggilingan kecil mempekerjakan 10 orang, maka ada sekitar 1 juta orang yang akan kehilangan pekerjaan.

    “Dan pada saatnya nanti yang [penggilingan] besar ini memonopoli dan 161.000 [penggilingan kecil], katakanlah yang mempekerjakan 10 orang berarti 1 juta orang kehilangan pekerjaan [di penggilingan kecil],” ujarnya.

    Namun, Amran menyatakan bahwa fenomena tutupnya penggilingan padi berskala kecil sudah lama terjadi sejak 20 tahun silam.

    “Dan sekarang ada yang mem-framing bahwa banyak pabrik kecil tutup. Tutupnya bukan hari ini, itu sudah 15-20 tahun,” ujarnya.

    Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika sebelumnya mengatakan sebanyak 10 dari 23 penggilingan padi kecil menutup usahanya imbas adanya kekhawatiran dalam menjalankan usaha perberasan di Indonesia. Hal ini menyusul adanya temuan beras yang tidak sesuai mutu dan dijual menjadi beras premium alias beras oplosan.

    Hasil temuan ini diperoleh saat Ombudsman melakukan uji petik di Kecamatan Tempuran, Karawang dan sekitarnya.

    “Ada 23 penggilingan padi di wilayah itu dan 10 [penggilingan padi] sudah tutup sekarang. Apa penyebab tutupnya? Selain persaingan juga karena kondisi yang sekarang terjadi, ada ketakutan,” kata Yeka dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

    Ombudsman juga menemukan stok beras di penggilingan padi semakin menipis imbas kasus beras oplosan. Kini, stok beras di tingkat penggilingan padi hanya berkisar 5–10%. Padahal sebelumnya, Yeka menyebut rata-rata stok beras di penggilingan padi biasanya mencapai 100 ton.

    Dia mengungkap, stok beras yang semakin menipis di tingkat penggilingan padi lantaran mereka takut dalam menjalankan usaha perberasan. “Kami tanya mengapa seperti ini? Mereka [penggilingan padi] menjawab sama, takut,” tandasnya.

  • Mentan Akui Harga Beras Masih di Atas HET Meski Gabah Turun

    Mentan Akui Harga Beras Masih di Atas HET Meski Gabah Turun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui harga rata-rata beras di tingkat konsumen masih melampaui harga eceran tertinggi (HET), meski harganya berangsur mengalami penurunan.

    Hal itu disampaikan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Dirut Bulog di Komisi IV, Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    “Mengenai beras oplos dan HET. Betul yang disampaikan Bu Ketua [Titiek Soeharto] bahwa harga [beras] di atas HET,” kata Amran.

    Namun, Amran menyatakan bahwa rata-rata harga beras di tingkat konsumen berangsur mengalami tren penurunan pada Agustus 2025.

    Berdasarkan data yang dipaparkan, Kementan mengungkap rata-rata harga beras premium dan beras medium di tingkat konsumen mengalami penurunan di zona 1. Adapun, zona 1 mencakup wilayah Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi.

    Data menunjukkan, rata-rata harga beras premium dan medium di zona 1 masing-masing dibanderol Rp15.552 per kilogram dan Rp13.974 per kilogram. Untuk diketahui, HET beras premium dan medium di zona 1 ditetapkan sebesar Rp14.900 per kilogram dan Rp12.500 per kilogram.

    “Harga ini sudah terjadi penurunan dan harga yang kami terima terakhir tadi pagi itu rata-rata average seluruh Indonesia posisi Rp6.900 untuk seluruh Indonesia. Ini harga di tingkat gabah,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Amran mengungkap bahwa produksi beras nasional tetap terjaga dengan harga gabah mengalami penurunan. Namun, kondisi ini berbeda dengan harga beras yang diterima konsumen.

    “Kami ingin menyampaikan hal penting tentang tata kelola perberasan Indonesia, mulai dari produksi aman, bahkan data tadi itu gabah produksi, harga gabah turun, tetapi [beras] harga di konsumen naik. Ini anomali juga terjadi,” ujarnya.

    Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan harga rata-rata beras mengalami tren penurunan, namun harganya masih melampaui HET.

    Data Bapanas menunjukkan, harga beras premium hanya turun tipis 0,94% atau sebesar Rp153 per kilogram dibandingkan pekan lalu.

    Dari sana, harga beras premium masih mahal di semua zonasi, yakni zona 1, zona 2, dan zona 3 masing-masing sebesar Rp15.436 per kilogram atau naik 3,6%, Rp16.565 per kilogram atau naik 7,56%, dan Rp18.373 per kilogram atau naik 16,28%.

    Setali tiga uang, harga beras medium di zonasi naik di atas HET meski mengalami penurunan sebesar Rp134 per kilogram atau 0,93% dibandingkan pekan sebelumnya.

    Perinciannya, harga beras medium di zona 1 mencapai Rp13.873 per kilogram atau naik 10,98% dan zona 2 dibanderol Rp14.553 per kilogram atau naik 11,09%. Serta, harga beras medium di zona 3 terpantau melonjak 21,71% dari HET menjadi Rp16.431 per kilogram.

    “Harga beras premium tadi seperti disampaikan Pak Mentan di atas HET, tetapi juga terjadi penurunan. Harga medium di semua zona di atas HET, namun memang ada penurunan sebesar Rp134 per kilogram,” ujar Arief.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto menyoroti harga beras yang masih melambung tinggi di atas HET.

    Titiek menyebut, masyarakat kembali dihadapkan pada tantangan serius di sektor pangan dalam satu bulan terakhir, mulai dari harga beras, bawang merah, hingga minyak goreng.

    “Harga beberapa komoditas utama seperti beras, bawang merah, hingga minyak goreng mengalami kenaikan, masih berada di level tinggi, bahkan untuk komoditas beras melampaui harga eceran tertinggi yang ditentukan,” ujar Titiek.

    Menurut Titiek, kondisi harga beras yang mahal ini semakin menekan daya beli masyarakat, terutama masyarakat rumah tangga berpendapatan rendah.

    Dia juga menyoroti adanya kasus praktik beras oplosan yang dijual tak sesuai mutu dan kualitas beras. Berdasarkan hasil pemeriksaan, beber Titiek, sebagian merek yang dipasarkan ke dalam kategori beras premium tidak memenuhi kriteria mutu dan tidak sesuai antara isi dengan yang tertulis pada kemasan.

    “Praktik seperti ini [beras oplosan tak sesuai mutu dan kualitas] tentu saja merugikan masyarakat, merusak kepercayaan konsumen, mengganggu stabilitas pasar dan berpotensi menimbulkan keresahan sosial,” ujarnya.

    Titiek menyatakan bahwa pemerintah bersama aparat penegak hukum telah melakukan tindakan terhadap pelaku yang melakukan praktik beras oplosan.

    Kendati demikian, menurutnya, adanya praktik beras oplosan menandakan bahwa masalah ini menyentuh aspek mendasar dari tata kelola pangan, mulai dari produksi, distribusi, hingga pengawasan.

    Di sisi lain, Titiek juga menyoroti rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani mengalami kenaikan mencapai Rp7.000–Rp7.500 per kilogram. Harganya melampaui harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram di tingkat petani.

    “Akibatnya, penggilingan kesulitan memproduksi beras dengan harga sesuai HET. Hal ini menandakan adanya ketidakseimbangan serius antara regulasi harga, biaya produksi, dan tata niaga pangan kita,” tandasnya.

  • Kementan Sebut Hilirisasi Kelapa RI Bisa Tembus Rp2.600 Triliun

    Kementan Sebut Hilirisasi Kelapa RI Bisa Tembus Rp2.600 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) memperkirakan hilirisasi komoditas kelapa dalam negeri bisa melompat hingga 10.000% dari Rp26 triliun menjadi Rp2.600 triliun.

    Hal itu disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dalam Rakornas Kadin Indonesia Bidang Koperasi dan UMKM 2025 di Jakarta, Rabu (20/8/2025).

    Menurut Amran, kelapa memiliki potensi nilai tambah yang sangat besar jika Indonesia tidak mengekspor kelapa secara mentah. Apalagi, kata dia, harga kelapa mentah yang dijual dalam negeri hanya sekitar Rp1.300 per kilogram.

    Padahal, Amran menyebut kelapa merupakan salah satu komoditas yang bisa membawa Indonesia menjadi negara super power.

    Di sisi lain, Indonesia justru hanya mengekspor kelapa mentah dengan nilai sekitar Rp26 triliun. Nilainya lebih rendah lantaran tidak dilakukan hilirisasi.

    Padahal, lanjut dia, jika pemerintah melakukan hilirisasi maka nilai ekspor komoditas ini akan jauh lebih tinggi, salah satunya disulap menjadi santan kelapa (coconut milk) dan minyak kelapa dara (virgin coconut oil/VCO).

    “Kita ekspor mentah [kelapa]. Kurang lebih Rp26 triliun sekarang, kalau kita olah ini yang kita ekspor adalah coconut milk dengan VCO. Ini 100 kali lipat 10.000%. Artinya apa? Kalau Rp26 triliun yang kita ekspor sekarang, kemudian kita hilirisasi itu menjadi Rp2.600 triliun, baru kelapa,” beber Amran.

    Amran menilai, untuk mendukung hilirisasi kelapa, maka diperlukan pabrik pengolahan kelapa. Amran menyebut harga pabrik pengolahan kelapa terjangkau dan dapat dibeli oleh UMKM.

    “Murah pabriknya. Itu cuma berapa? Rp30 miliar satu biji, murah. Kalau Rp30 miliar, UMKM berkumpul 100–1.000, omzetnya sisihkan 1 bulan. Ini selesai,” ujarnya.

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani sebelumnya pernah mengungkap, salah satu perusahaan pengolahan kelapa asal China baru-baru ini membangun pabrik di Indonesia dengan nilai investasi awal yang dikucurkan mencapai US$100 juta atau setara Rp1,64 triliun (asumsi kurs Rp16.480 per dolar AS).

    “Baru saja pengelolaan kelapa yang tadinya kelapa kita ini diekspor ke China tanpa diolah, sekarang akan diolah di sini. Dan mereka adalah perusahaan nomor satu pengelolaan kelapa terbesar di dunia,” ujar Rosan di Jakarta, Selasa (29/7/2025).

    Namun, Rosan enggan mengungkap nama perusahaan yang menggelontorkan investasi hilirisasi kelapa di dalam negeri. “Nanti mereka akan investasi di beberapa kota, tapi satu plan itu US$100 juta dan selama ini ternyata baru tahu angkanya diekspor kelapa kita murah benar harganya,” ucapnya.

    Menurutnya, kucuran investasi itu akan mendatangkan hilirisasi perkebunan, termasuk kelapa di Indonesia. “Tapi nanti di sini diolah sehingga hilirisasi kita ini sekarang masuk juga ke hilirisasi perkebunan, dan tidak hanya misalnya di kelapa sawit, tapi di industri-industri lainnya yang memang kita punya potensi yang sangat tinggi,” tuturnya.

    Dihubungi terpisah, pengamat menilai masuknya investasi asing di industri hilirisasi kelapa bulat bisa mendorong pembukaan lapangan pekerjaan baru di Indonesia.

    Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai investasi asing ke industri hilirisasi kelapa akan menciptakan efek berganda (multiplier effect) di dalam negeri.

    Faisal menyebut pemerintah harus sudah mulai mendorong hilirisasi kelapa dengan memperkuat industri hulu terlebih dahulu, yakni meningkatkan bahan baku kelapa di dalam negeri.

    Untuk itu, lanjut Faisal, pemerintah harus meningkatkan produktivitas dan produksi komoditas kelapa nasional di sentra-sentra produksi dengan melakukan peremajaan lahan-lahan yang tidak produktif.

    Sebab, dia mengatakan bahwa selama ini cukup besar luas lahan kelapa yang tidak produktif. “Nah ini harus didorong kalau ingin melakukan hilirisasi karena kalau tidak kita akan kekurangan bahan baku. Jadi justru malah hilirisasi yang terhambat karena bahan bakunya yang kurang,” kata Faisal kepada Bisnis.

  • Kejagung-Mentan Panen 32 Ton Gabah dari Lahan Sitaan Benny Tjokro

    Kejagung-Mentan Panen 32 Ton Gabah dari Lahan Sitaan Benny Tjokro

    Bisnis.com, BEKASI — Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama Kementerian Pertanian dan sejumlah pemangku kepentingan lain melakukan panen raya program Jaksa Mandiri Pangan di Desa Srimahi, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi pada hari ini.

    Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejagung Reda Manthovani menyampaikan bahwa sebanyak 32 ton gabah dihasilkan dari empat hektare lahan sitaan kasus korupsi dana investasi PT Asabri periode 2012–2019 atas nama terpidana Benny Tjokrosaputro.

    “Luasan aset keseluruhan [Benny Tjokro] di Kabupaten Bekasi ini sejumlah kurang lebih 330 hektare yang terdiri dari 414 bidang tanah,” kata Reda dalam konferensi pers di lokasi, Selasa (19/8/2025).

    Lebih lanjut, dia memaparkan bahwa Kejagung memanfaatkan lahan sitaan yang dalam proses pelelangan ini untuk mendukung program ketahanan pangan.

    Angka 32 ton gabah didapatkan dari empat hektare lahan padi dengan varietas Cakrabuana yang masing-masing menghasilkan hingga 8 ton. Dengan demikian, dari keseluruhan lahan Benny yang disita, masih terdapat potensi panen gabah hingga mencapai 2.640 ton.

    “Dapat dibayangkan jika dari 330 hektare aset di Kabupaten Bekasi ini semua ditanami padi, maka potensi hasil panen bisa mencapai 2.640 ton gabah atau senilai Rp17,16 miliar per 3 bulan, atau Rp51,48 miliar per tahun,” tuturnya.

    Reda juga menjelaskan bahwa secara keseluruhan, program Jaksa Mandiri Pangan sejauh ini telah menghasilkan 65 ton gabah yang dibeli oleh Perum Bulog sesuai standar pemerintah seharga Rp6.500 per kg. Total pembelian pun mencapai Rp364 juta.

    Pada saat yang sama, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut bahwa Korps Adhyaksa berdampak besar dalam mendukung ketahanan pangan, khususnya dari aspek percepatan distribusi pupuk hingga cetak sawah.

    Menurut Amran, ketahanan pangan merupakan salah satu program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Kementan pun memproyeksikan swasembada beras dapat tercapai pada tahun ini, seiring dengan kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat.

    “Mudah-mudahan tidak ada guncangan dalam empat bulan kemudian. Target Bapak Presiden empat tahun swasembada [beras], hampir pasti. Jika empat bulan ke depan tidak ada guncangan, itu satu tahun kita bisa rebut,” ujarnya.

    Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani menyampaikan bahwa pihaknya langsung menyerap hasil panen dari lahan sitaan Kejagung tersebut sesuai Harga Pokok Penjualan (HPP) pemerintah.

    “Yang empat hektare ini pasti kami langsung serap, tadi saya perintahkan Pinwil Jabar itu langsung menyerap, kemudian nanti ditindaklanjuti untuk lahan-lahan sisanya yang 300 hektare tadi,” katanya saat ditemui wartawan.

    Menurut Rizal, Bulog bakal menjadi off-taker dari hasil panen para petani setempat, sehingga rakyat dapat merasakan manfaatnya. Hal ini juga merupakan bagian dari upaya mewujudkan ketahanan pangan.

  • Prabowo Wajibkan Penggilingan Padi Kantongi Izin Pemerintah, Zulhas: Masih Dibahas

    Prabowo Wajibkan Penggilingan Padi Kantongi Izin Pemerintah, Zulhas: Masih Dibahas

    JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengungkapkan jika hingga saat ini pihaknya masih membahas aturan yang mewajibkan penggilingan padi untuk memiliki izin resmi berusaha dari pemerintah.

    Karena masih dibahas, Zulkifli Hasan memastikan aturan ini belum final karena perlu dibahas dengan Kementerian/Lembaga (K/L) lain seperti Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional, Bulog hingga Satgas Pangan.

    “Jadi, ini memang kami sedang rapat intens ya, dengan pihak terkait, baik dengan Kementan, Bapanas, Bulog, Satgas (Pangan) ya. Kan tidak adil kalau beras subsidi itu dibeli oleh industri besar semata-mata untuk mencari untung,” ujarnya kepada awak media yang dikutip Sabtu, 16 Agustus.

    Menurutnya, praktik yang dilakukan penggilingan padi besar sering kali mematikan usaha penggilingan kecil. Untuk itu pemerintah memutuskan untuk mewajibkan kepemilikan izin usaha agar bisa mengontrol harga beras yang dihasilkan dari penggilingan.

    “Begitu banyak industri kecil-kecil rakyat, satu berdiri bisa menghabisi ratusan ribu pabrik (penggilingan) padi. Nah, ini akan kita atur, tapi ini belum final ya,” kata dia.

    Zulhas menyebut, pihaknya masih akah melakukan rapat koordinasi untuk kemudian dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto. Nantinya Zulhas juga akan melaporkan harga yang ditentukan kepada presiden. Kebijakan ini diperkirakan baru akan berlaku pada akhir tahun ini.

    “Akhir tahun,” tandas dia.