Kementrian Lembaga: kemenperin

  • RI Kebanjiran Mobil Listrik Impor saat Industri Otomotif Berdarah-darah

    RI Kebanjiran Mobil Listrik Impor saat Industri Otomotif Berdarah-darah

    Jakarta

    Industri otomotif Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Penjualan mobil turun, di sisi lain mobil listrik impor dari luar negeri justru membanjiri pasar otomotif Tanah Air.

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui keterangan tertulisnya menyampaikan, penjualan mobil listrik di Indonesia saat ini meningkat signifikan saat total pasar otomotif turun. Namun, kenaikan penjualan ini sebagian besar berasal dari mobil listrik yang diimpor utuh atau CBU dari negara lain.

    Dari total penjualan mobil listrik tahun 2025 sebesar 69,146 unit, 73 persennya merupakan mobil listrik impor. Kemnperin menegaskan, produksi dan nilai tambah serta penyerapan tenaga kerja industri mobil listrik impor itu berada di negara lain, bukan di Indonesia.

    Di sisi lain, segmen kendaraan lain yang diproduksi di dalam negeri dan memiliki share terbesar dalam pasar otomotif nasional terus mengalami penurunan penjualan signifikan, bahkan jauh di bawah jumlah produksi tahunan kendaraan pada segmen tersebut.

    “Jadi, keliru jika kita menyatakan industri otomotif sedang dalam kondisi kuat dengan hanya mengandalkan indikator pertumbuhan kendaraan pada segmen tertentu. Penurunan tajam penjualan kendaraan bermotor roda empat jauh di bawah angka produksinya di kala penjualan kendaraan EV impor naik tajam adalah fakta yang tidak bisa dihindari. Dan, harus menjadi indikator pertumbuhan industri otomotif nasional saat ini. Kami memandang bahwa dibutuhkan insentif untuk membalikkan keadaan tersebut,” ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (1/12/2025).

    Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil selama Januari-Oktober 2025 secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) hanya sebanyak 634.844 unit. Angka itu turun 10,6 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 711.064 unit. Sedangkan secara retail sales (penjualan dari dealer ke konsumen) tercatat sebanyak 660.659 unit pada Januari-Oktober 2025. Angka itu turun 9,6 persen dari tahun lalu yang mencapai 731.113 unit.

    Data yang dihimpun Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) menunjukkan produksi kendaraan juga mengalami penurunan menjadi 957.293 unit. Padahal tahun lalu produksi kendaraan mencapai 996.741 unit.

    Menurut Febri, pelemahan pasar yang terjadi secara simultan dapat berdampak pada penurunan utilisasi pabrik, penurunan investasi, serta berpotensi mengancam keberlanjutan lapangan kerja di industri otomotif dan sektor komponen.

    “Tidak adanya intervensi kebijakan akan membuat tekanan ini semakin dalam, dan efeknya dapat memengaruhi struktur industri secara keseluruhan,” katanya.

    (rgr/dry)

  • Cara Pemerintah Bikin SDM Industri Makin Unggul & Siap Kerja

    Cara Pemerintah Bikin SDM Industri Makin Unggul & Siap Kerja

    Jakarta

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus menyiapkan sumber daya manusia (SDM) industri yang unggul. Salah satu langkah proaktif pemerintah, yakni memperkuat kesiapan angkatan kerja memasuki pasar kerja nasional maupun global

    Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan Indonesia saat ini berada pada titik krusial bonus demografi, dengan penduduk usia produktif mencapai lebih dari 218 juta orang. Momentum ini, menurutnya, harus dimanfaatkan secara optimal untuk mengakselerasi industrialisasi dan memperluas kesempatan kerja.

    “Tingkat pengangguran yang masih berada pada kisaran lima persen mendorong pemerintah untuk mengambil langkah proaktif dalam memperkuat kesiapan angkatan kerja memasuki pasar kerja nasional maupun global,” ujar Agus dalam keterangannya, Minggu (30/11/2025).

    Oleh karena itu, dalam konteks memperkuat SDM industri nasional, Agus menekankan bahwa arah pembangunan pendidikan vokasi selaras dengan arahan Presiden Prabowo Subianto. Ia menegaskan penguatan pendidikan vokasi merupakan strategi utama untuk memutus rantai kemiskinan.

    “Bapak Presiden menekankan bahwa pendidikan vokasi harus menjadi prioritas nasional agar lulusan dapat memiliki kompetensi yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, baik di dalam negeri maupun di pasar global,” terangnya.

    Hal ini juga selaras dengan Asta Cita pemerintah sebagai misi pembangunan nasional, yang menempatkan pembangunan manusia unggul, percepatan industrialisasi berbasis nilai tambah, penguatan hilirisasi berkelanjutan, serta transformasi digital dan inovasi teknologi sebagai agenda strategis.

    “Semua agenda besar tersebut hanya dapat dicapai apabila Indonesia memiliki SDM industri yang kompeten, adaptif, produktif, dan siap menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional,” tambahnya.

    Ia memaparkan pihaknya telah menyusun Strategi Baru Industrialisasi Nasional (SBIN) sebagai kerangka pembangunan industri nasional ke depan. Strategi ini menempatkan transformasi industri dalam empat arah besar, yang meliputi peningkatan nilai tambah melalui industrialisasi, pembangunan industri yang lebih hijau dan berkelanjutan, percepatan penerapan teknologi digital dalam proses manufaktur, serta pembangunan industri yang inklusif agar seluruh lapisan masyarakat merasakan manfaat industrialisasi.

    “Seluruh arah tersebut hanya dapat berjalan apabila Indonesia memiliki SDM yang unggul dan inovatif dalam mengelola kemajuan teknologi dan dinamika pasar global,” tutur Agus.

    Dalam rangka memastikan kebutuhan SDM industri terpenuhi, Kemenperin telah membangun ekosistem vokasi yang terintegrasi melalui jaringan 13 Politeknik dan Akademi Komunitas, 9 Sekolah Menengah Kejuruan, serta 7 Balai Diklat Industri. Seluruh lembaga ini memiliki spesialisasi pendidikan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan sektor industri secara langsung.

    Kemenperin juga terus memperkuat kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industri melalui kurikulum link and match, teaching factory, magang industri, serta peningkatan kapasitas tenaga pendidik untuk memastikan pendidikan vokasi selalu selaras dengan perkembangan teknologi terbaru.

    Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Doddy Rahadi dalam laporannya menyampaikan bahwa dari total 2.993 lulusan tahun ini, sebanyak 49,28 persen telah terserap bekerja, melanjutkan studi, atau menjalankan usaha mandiri.

    Selain itu, sebanyak 151 lulusan Program Setara Diploma 1 yang merupakan hasil kerja sama dengan industri, seluruhnya telah terserap bekerja. Hal ini menjadi bukti kuat atas meningkatnya kepercayaan sektor industri terhadap kualitas pendidikan vokasi Kemenperin.

    Doddy juga menjelaskan bahwa BPSDMI terus mendorong transformasi kelembagaan dengan memperluas status Badan Layanan Umum (BLU) bagi Politeknik di bawah Kemenperin, serta meningkatkan akreditasi nasional dan internasional. Langkah ini diambil untuk memastikan lembaga pendidikan vokasi memiliki tata kelola yang unggul, fleksibel, dan mampu bersaing di kancah global.

    Pada kesempatan yang sama, Agus telah mengukuhkan dua Guru Besar baru, yaitu Prof. Dr. Candra Irawan, M.Si. dari Politeknik AKA Bogor dan Prof. Dr. Siti Aisyah, S.T., M.T. dari Politeknik STMI Jakarta. Keduanya memiliki kontribusi signifikan dalam pengembangan riset di bidang kimia bahan alam, teknik industri otomotif, serta inovasi proses industri.

    Agus menyampaikan bahwa pengukuhan Guru Besar ini bukan hanya menjadi kebanggaan pribadi para akademisi, tetapi juga menjadi kebanggaan institusional karena akan memperkuat peran perguruan tinggi vokasi dalam menghasilkan riset terapan yang relevan bagi kebutuhan industri.

    (rea/kil)

  • Realisasi Investasi Sektor Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Capai Rp142,15 Triliun

    Realisasi Investasi Sektor Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Capai Rp142,15 Triliun

    JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, realisasi investasi di sektor Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) mencapai lebih dari Rp140 triliun hingga September 2025.

    “Realisasi investasi sektor IKFT pada periode Januari hingga September 2025 mencapai Rp142,15 triliun, naik signifikan dari Rp116,54 triliun pada periode sama tahun sebelumnya,” ujar Direktur Jenderal IKFT Taufiek Bawazier dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 29 November.

    Dari sisi ketenagakerjaan, sektor IKFT juga menyerap 6,7 juta tenaga kerja hingga Februari 2025 atau sekitar 4,6 persen dari total tenaga kerja nasional.

    Secara agregat, utilisasi kapasitas industri IKFT berada di kisaran 60 persen, turut terdorong oleh kebijakan hilirisasi terutama pada industri kimia berbasis migas dan bahan galian bukan logam.

    Dari sisi perdagangan luar negeri, Taufiek menjelaskan, ekspor IKFT pada periode Januari-Agustus 2025 mencapai 35,25 miliar dolar AS. Sedangkan, impor berada pada 32,31 miliar dolar AS.

    “Produk kimia, pakaian jadi serta kulit dan alas kaki menjadi penopang utama ekspor, sementara tingginya impor bahan baku kimia menunjukkan perlunya penguatan struktur industri hulu dalam negeri,” kata dia.

    Adapun sektor IKFT mampu tumbuh sebesar 5,92 persen hingga kuartal III-2025 dan berkontribusi 3,88 perse. terhadap PDB nasional. Angka itu melampaui pertumbuhan industri pengolahan nonmigas yang tumbuh sebesar 5,58 persen.

    Meski begitu, kata Taufiek, sektor IKFT juga dihadapkan pada sejumlah tantangan struktural, seperti tingginya impor bahan baku kimia, ketergantungan terhadap Active Pharmaceutical Ingredients (API), masuknya produk tekstil murah yang menekan industri dalam negeri serta potensi rerouting produk kaca dari negara lain.

    “Pemerintah menilai, tantangan tersebut perlu direspons melalui strategi komprehensif yang mencakup penguatan regulasi, peningkatan kualitas produk, harmonisasi standar dan perluasan akses pasar,” jelas dia.

    Adapun pemerintah menegaskan komitmennya untuk memperkuat struktur industri nasional secara menyeluruh dalam mendukung target transformasi ekonomi sebagaimana tertuang dalam RPJPN 2025-2045. Upaya tersebut mencakup peningkatan kontribusi industri pengolahan terhadap PDB hingga 21,9 persen serta percepatan laju pertumbuhan ekonomi nasional menuju 8 persen pada 2029.

    Dalam konteks ini, sektor IKFT diarahkan menjadi motor penggerak melalui peningkatan konsumsi domestik, optimalisasi investasi, percepatan ekspor dan penguatan substitusi impor.

    “Kunci kami adalah memperkuat struktur industri dari hulu sampai hilir. Mulai dari kemandirian bahan baku, modernisasi mesin hingga percepatan transformasi digital dan ekonomi sirkular,” pungkas Taufiek.

  • Komisi VII: Kawasan Industri Batang butuh dukungan lintas sektor

    Komisi VII: Kawasan Industri Batang butuh dukungan lintas sektor

    Kami di sini sebenarnya belanja permasalahan yang ada. Enggak tahunya kami kaget juga, masalahnya banyak banget. Jadi, pada dasarnya permasalahan-permasalahan, tantangan-tantangan yang dihadapi oleh kawasan industri, ini menjadi catatan kami dari Kom

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty mengatakan pengembangan Kawasan Batang Industrial Park (BIP) di Jawa Tengah, membutuhkan koordinasi lintas sektor dari berbagai kementerian dan lembaga.

    Evita mengungkapkan BIP kini tengah dihadapkan pada sejumlah persoalan sehingga pengembangan kawasan industri ini masih belum optimal. Persoalan yang membelit BIP tidak bisa diselesaikan hanya oleh Kementerian Perindustrian, karena melibatkan banyak sektor dari kementerian, lembaga, dan Pemda.

    “Kami di sini sebenarnya belanja permasalahan yang ada. Enggak tahunya kami kaget juga, masalahnya banyak banget. Jadi, pada dasarnya permasalahan-permasalahan, tantangan-tantangan yang dihadapi oleh kawasan industri, ini menjadi catatan kami dari Komisi VII untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada,” kata Evita dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Berbagai permasalahan yang dihadapi BIP disampaikan langsung oleh Direktur Utama Batang Industrial Park Wihardi Hosen kepada Evita dan delegasi Komisi VII yang berkunjung ke BIP di Batang, Jawa Tengah.

    Bila dirinci, permasalahan yang dihadapi BIP diantaranya soal kebijakan pemerintah yang kerap berubah-ubah, akses infrastruktur jalan yang tidak memadai, lahan kawasan yang berhimpitan dengan lahan sawah dilindungi (LSD), sampai masalah akses air bersih.

    Semua ini, kata Evita, merupakan masalah yang ada di lingkaran eksekutif. Koordinasi yang lemah antar kementerian/lembaga jadi sorotan dalam pengembangan BIP.

    “Jadi, awal tahun nanti, Komisi VII dalam pembahasan Panja Daya Saing Industri, akan mengundang kementerian dan lintas lembaga terkait untuk duduk bersama mencari solusi permasalahan-permasalahan yang ada. Kalau kita lihat tadi yang disampaikan, permasalahan yang ada sebenarnya enggak ribet-ribet amat, tapi memang terlihat tidak ada koordinasi lintas kementerian, juga dari pemerintah pusat dan daerah,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Poco F8 Ultra dan F8 Pro Muncul di TKDN Kemenperin, Peluncuran di Indonesia Makin Dekat

    Poco F8 Ultra dan F8 Pro Muncul di TKDN Kemenperin, Peluncuran di Indonesia Makin Dekat

    Liputan6.com, Jakarta – Kabar baik untuk para Poco fans di Indonesia. Setelah meluncur secara global di Bali, Indonesia, Poco F8 Pro dan Poco F8 Ultra, dipastikan rilis resmi di Tanah Air.

    Hal ini terungkap lewat situs P3DN (Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri) milik Kementerian Perindustrian. Pantauan tim Tekno Liputan6.com, Jumat (28/11/2025), HP dengan nomor model Poco 25102PCBEG sudah terdaftar di situs milik Kemenperin.

    Berdasarkan penelusuran, nomor model tersebut merujuk ponsel Poco F8 Ultra. Tercatat, ponsel yang baru diumumkan untuk pasar global itu sudah mendapatkan sertifikat TKDN dengan nilai 37.54 persen.

    Selain varian Ultra, sertifikat TKDN untuk Poco F8 Pro juga sudah terdaftar. Perangkat dengan nomor model Poco 2510DPC44G lolos sertifikasi dengan nilai TKDN 37.54 persen.

    Dengan lolos TKDN ini, maka langkah selanjutnya adalah tinggal menunggu sertifikasi postel dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) sebelum resmi dipasarkan di Tanah Air.

    Meski Poco belum mengumumkan jadwal peluncuran Poco F8 Ultra dan F8 Pro. Hal ini diungkap oleh Novita Krisutami, PR Manager POCO Indonesia dalam peluncuran global Poco F8 Series di The Meru, Sanur, Bali.

    “Ditunggu segera kabar Poco F8 Pro dan F8 Ultra meluncur resmi di Indonesia,” kata Novita. “Harapannya bisa secepatnya membawa untuk teman-teman Poco fans.”

    “Sebenernya kenapa F8 Series global launch dilaksanakan di Indonesia, sebenarnya bukan karena market terbesar atau gimana aja. Tapi lebih ke apresiasi sih. Karena kan Poco fans kita di Indonesia cukup banyak,” jelas Novita.

  • Pengusaha Wait and See, Indeks Kepercayaan Industri November 2025 Melambat

    Pengusaha Wait and See, Indeks Kepercayaan Industri November 2025 Melambat

    Liputan6.com, Jakarta Sektor industri manufaktur kembali menunjukkan performa yang solid di tengah dinamika geopolitik dan geoekonomi global. Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan November 2025 tercatat sebesar 53,45 poin, sedikit melambat dibandingkan bulan Oktober 2025 yang sebesar 53,50 atau turun 0,05 poin. Namun demikian, IKI November 2025 tetap berada dalam zona ekspansi.

    Berdasarkan laporan SIINas, terdapat informasi Mesin Baru Pertumbuhan Industri Manufaktur dari pelaku industri yang telah memulai produksi dan membangun fasilitas baru yang diproyeksikan menjadi pondasi peningkatan PDB Industri Pengolahan Nonmigas serta penyerapan tenaga kerja. 

    Sementara itu, perlambatan kinerja IKI dipengaruhi oleh variabel produksi yang turun 1,08 poin menjadi 47,49 dan menandakan kontraksi yang telah berlangsung selama enam bulan. Sementara pada variabel persediaan tetap berada pada laju ekspansif di 56,19 meski turun 0,33 poin. 

    “Kontraksi pada variabel produksi ini dipengaruhi oleh pelaku industri yang mengambil sikap wait and see dalam meningkatkan ouput, seiring permintaan yang belum sepenuhnya pulih, serta tekanan eksternal lain seperti fluktuasi nilai tukar dan dinamika geopolitik yang berdampak pada rantai pasok global,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief dalam rilis IKI November 2025, dikutip Jumat (28/11/2025).

    Febri menambahkan nilai IKI November 2025 ditopang oleh variabel pesanan yang naik sebesar 0,68 poin menjadi 55,93, mencerminkan adanya peningkatan pada permintaan domestik. Selain itu, IKI berorientasi ekspor berada di level 54,18 pada November 2025, turun 0,17 poin dari Oktober, sementara IKI berorientasi domestik naik 0,37 poin ke level 52,71.

    “Peningkatan pada pasar domestik ini menunjukkan rebound dari kebijakan pemerintah yang mendorong belanja dalam negeri, meskipun kita harus waspada terhadap risiko limpahan produk dari negara-negara yang terdampak perang tarif global,” ungkapnya.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       

  • Industri Otomotif Indonesia Berdarah-darah, Butuh ‘Vitamin’ Ini

    Industri Otomotif Indonesia Berdarah-darah, Butuh ‘Vitamin’ Ini

    Jakarta

    Penjualan mobil tahun ini berdarah-darah. Padahal, industri otomotif memiliki peran penting terhadap perekonomian negara.

    Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil selama Januari-Oktober 2025 secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) hanya sebanyak 634.844 unit. Angka itu turun 10,6 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 711.064 unit. Sedangkan secara retail sales (penjualan dari dealer ke konsumen) tercatat sebanyak 660.659 unit pada Januari-Oktober 2025. Angka itu turun 9,6 persen dari tahun lalu yang mencapai 731.113 unit.

    Dengan penurunan penjualan itu, Indonesia hampir disalip Malaysia dalam perebutan gelar raja otomotif ASEAN. Asosiasi Otomotif Malaysia (MAA) melaporkan, Total Industry Volume (TIV) atau registrasi mobil baru sepanjang Januari sampai Oktober 2025 tercatat sebanyak 655.328 unit. Penjualan mobil di Malaysia tersebut turun 2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

    Pengamat otomotif yang juga akademisi ITB Yannes Pasaribu mengatakan ada beberapa alasan mengapa merek baru yang berdatangan itu tidak mampu mendongkrak penjualan mobil di Indonesia. Alasan utamanya adalah karena daya beli masyarakat yang melemah.

    “Daya beli middle class dan middle-low melemah sejak beberapa tahun terakhir. Akibatnya, banyak kelas menengah yang dulu relatif nyaman sekarang masuk status rentan: cicilan rumah, pendidikan anak, kesehatan, dan kebutuhan sehari-hari menggerus ruang untuk cicilan mobil baru. Jadi, meskipun pilihan model makin banyak, jumlah orang yang benar-benar siap mencicil justru menyempit,” kata Yannes kepada detikOto.

    Melansir laman resmi Kemenperin, industri otomotif merupakan salah satu sektor andalan dengan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) manufaktur, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja. Investasi di sektor ini diperkirakan telah mencapai sekitar Rp 174 triliun dengan penyerapan hampir 100 ribu tenaga kerja langsung di industri kendaraan roda empat, roda dua, dan roda tiga.

    Selain itu, jutaan pekerja lainnya terlibat di sepanjang rantai nilai otomotif, mulai dari pemasok komponen, logistik, hingga jaringan penjualan dan bengkel resmi maupun tidak resmi.

    Untuk menyelamatkan industri otomotif yang punya dampak besar itu, dibutuhkan peran pemerintah. Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut tahun depan tidak ada insentif buat industri otomotif.

    “Kalau pemerintah belum bisa kasih insentif, kuncinya ada di memperkuat dompet masyarakat dan cara bayar, dan di sini kita semua sangat bergantung pada keberhasilan upaya pak Purbaya (Menteri Keuangan) dalam memperbaiki ekonomi makro kita dan menumbuhkan kepercayaan serta harapan masyarakat dan dunia usaha terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan Negara jelas harus mendorong lapangan kerja yang lebih stabil, upah riil yang naik, dan biaya hidup pokok yang terkendali supaya ruang cicilan mobil di anggaran keluarga kembali terbuka,” beber Yannes.

    Di saat yang sama, lanjut Yannes, lembaga pembiayaan juga perlu bikin skema kredit yang lebih fleksibel dan inklusif untuk pembeli pertama dan pelaku UMKM. Selain itu, pemerintah daerah sebaiknya menahan kenaikan pajak daerah.

    “Sebaiknya pemerintah daerah menahan dulu kenaikan PKB, BBNKB2 dan opsen pada angka yang masuk akal, lalu industri sebaiknya mengembangkan berbagai desain mobil yang jauh lebih terjangkau untuk harga Rp 100-250 jutaan yang masih tersisa dananya di masyarakat,” sarannya.

    (rgr/dry)

  • Sejalan Asta Cita, Menperin Perkuat Pendidikan Vokasi Pacu Kualitas SDM Industri
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 November 2025

    Sejalan Asta Cita, Menperin Perkuat Pendidikan Vokasi Pacu Kualitas SDM Industri Nasional 28 November 2025

    Sejalan Asta Cita, Menperin Perkuat Pendidikan Vokasi Pacu Kualitas SDM Industri
    Penulis
    KOMPAS.com
    – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) industri yang unggul melalui penyelenggaraan Wisuda Serentak Politeknik dan Akademi Komunitas Tahun 2025 
    Sebanyak 2.993 lulusan dari berbagai jenjang pendidikan vokasi resmi dikukuhkan, bersamaan dengan pengukuhan dua guru besar baru yang diharapkan memperkuat peran riset dan inovasi dalam
    pembangunan industri
    nasional.
    Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa keberhasilan meluluskan ribuan tenaga vokasi industri menjadi momentum penting dalam upaya memperkuat daya saing manufaktur nasional, terutama di tengah percepatan transformasi industri global.
    Menurut dia, kemajuan industri tidak hanya ditentukan oleh infrastruktur dan investasi, melainkan sangat bergantung pada kualitas manusia yang menggerakkannya.
    “Visi Indonesia Emas 2045 tidak dapat diwujudkan hanya dengan membangun fisik atau menarik investasi. Fondasinya adalah SDM unggul yang menguasai teknologi masa depan, memahami proses industri modern, dan mampu beradaptasi dengan perubahan global yang begitu cepat,” ujar Agus dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Jumat (28/11/2025).
    Pernyataan tersebut disampaikan Agus dalam sambutannya pada Wisuda Bersama Politeknik dan Akademi Komunitas Kemenperin 2025 di Politeknik AKA Bogor, Kamis (27/11/2025).
    Dia menjelaskan bahwa Indonesia saat ini berada pada titik krusial bonus demografi, dengan penduduk usia produktif mencapai lebih dari 218 juta orang. Momentum tersebut harus dimanfaatkan secara optimal untuk mempercepat industrialisasi dan memperluas kesempatan kerja.
    “Tingkat pengangguran yang masih berada di kisaran 5 persen mendorong pemerintah untuk mengambil langkah proaktif dalam memperkuat kesiapan angkatan kerja memasuki pasar kerja nasional maupun global,” kata Agus.
    Dalam konteks itu, ia menegaskan bahwa pembangunan pendidikan vokasi sejalan dengan arahan Presiden RI Prabowo Subianto, yang menekankan bahwa penguatan pendidikan vokasi merupakan strategi utama untuk memutus rantai kemiskinan.
    “Bapak Presiden menekankan bahwa pendidikan vokasi harus menjadi prioritas nasional agar lulusan memiliki kompetensi yang benar-benar sesuai kebutuhan dunia kerja, baik di dalam negeri maupun di pasar global,” tambah Agus.
    Penegasan itu juga sejalan dengan Asta Cita pemerintah sebagai misi pembangunan nasional yang memuat agenda pembangunan manusia unggul, percepatan industrialisasi berbasis nilai tambah, hilirisasi berkelanjutan, serta transformasi digital dan inovasi teknologi.
    “Seluruh agenda tersebut hanya dapat dicapai apabila Indonesia memiliki SDM industri yang kompeten, adaptif, produktif, dan siap menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional,” tegas Agus.
    Lebih lanjut, Agus memaparkan bahwa Kemenperin telah menyusun Strategi Baru Industrialisasi Nasional (SBIN) sebagai kerangka pembangunan industri ke depan.
    Strategi tersebut menempatkan transformasi industri dalam empat arah utama, yakni peningkatan nilai tambah melalui industrialisasi, pembangunan industri hijau dan berkelanjutan, percepatan penerapan teknologi digital dalam manufaktur, serta pembangunan industri inklusif agar manfaat industrialisasi dapat dirasakan masyarakat luas.
    “Seluruh arah tersebut hanya dapat berjalan apabila Indonesia memiliki SDM unggul dan inovatif dalam mengelola kemajuan teknologi dan dinamika pasar global,” ujar Agus.
    Untuk menjamin ketersediaan SDM industri, Kemenperin membangun ekosistem vokasi terintegrasi melalui jaringan 13 politeknik dan akademi komunitas, 9 sekolah menengah kejuruan (SMK), serta 7 balai diklat industri. Seluruh lembaga ini memiliki spesialisasi pendidikan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan industri secara langsung.
    Kemenperin juga memperkuat kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industri melalui kurikulum
    link and match, teaching factory
    , magang industri, serta peningkatan kapasitas tenaga pendidik agar pendidikan vokasi selalu selaras dengan perkembangan teknologi terbaru.
    Kepala Badan Pengembangan
    Sumber Daya Manusia
    Industri (BPSDMI) Doddy Rahadi melaporkan bahwa dari total 2.993 lulusan pada 2025, sebanyak 49,28 persen telah terserap bekerja, melanjutkan pendidikan, atau menjalankan usaha mandiri.
    Adapun 151 lulusan program setara Diploma 1 (D1) hasil kerja sama dengan industri seluruhnya telah terserap bekerja, sebagai bukti meningkatnya kepercayaan industri terhadap kualitas pendidikan vokasi Kemenperin.
    Doddy menambahkan bahwa BPSDMI terus mendorong transformasi kelembagaan melalui perluasan status Badan Layanan Umum (BLU) di politeknik Kemenperin serta peningkatan akreditasi nasional dan internasional. Langkah ini diambil untuk memastikan lembaga pendidikan vokasi memiliki tata kelola unggul, fleksibel, dan berdaya saing global.
    Pada kesempatan tersebut, Agus mengukuhkan dua guru besar baru Profesor (Prof) Doktor (Dr) Candra Irawan (Politeknik AKA Bogor), dan Prof Dr Siti Aisyah (Politeknik STMI Jakarta).
    Keduanya berkontribusi signifikan dalam riset kimia bahan alam, teknik industri otomotif, serta inovasi proses industri. Menurut Agus, pengukuhan ini bukan hanya kebanggaan pribadi para akademisi, tetapi juga kebanggaan institusi karena memperkuat kontribusi riset terapan bagi kebutuhan industri.
    Di hadapan para wisudawan, ia berpesan agar lulusan menjaga integritas, memperkuat karakter, dan terus meningkatkan kompetensi sebagai kunci sukses di dunia kerja.
    Agus mendorong para lulusan untuk tidak berhenti belajar, adaptif terhadap perubahan, membangun jejaring, dan memberikan kontribusi bagi Indonesia maupun di tingkat global.
    “Bermimpilah setinggi mungkin dan wujudkan mimpi itu dengan kerja keras, disiplin, serta ketekunan. Jadilah SDM unggul yang mampu menjawab tantangan masa depan dan membawa Indonesia menuju Indonesia Emas 2045,” pesannya.
    Kemenperin mencatat, lulusan lembaga vokasi di bawah Kemenperin tidak hanya berkarier di industri dalam negeri, tetapi juga di lebih dari 15 negara. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas lulusan vokasi Indonesia telah mendapatkan pengakuan global dan menjadi kekuatan penting dalam meningkatkan posisi Indonesia dalam rantai pasok manufaktur dunia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemenperin Sebut Upaya Purbaya Berantas Thrifting Bikin Kinerja Industri Pakaian Jadi Ekspansif

    Kemenperin Sebut Upaya Purbaya Berantas Thrifting Bikin Kinerja Industri Pakaian Jadi Ekspansif

    JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, upaya pemerintah gencar memberantas pakaian bekas impor atau trifthing memberikan dampak bagi industri pakaian jadi. 

    Pasalnya, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif bilang, nilai Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada November 2025 menunjukkan industri pakaian jadi tercatat ekspansif, baik di pasar domestik maupun ekspor.

    “Dampak (pemberantasan) thrifting itu terlihat di industri pakaian jadi. Kami lihat IKI pada November 2025 ini ekspansif, IKI subsektor industri pakaian jadi itu ekspansif. Artinya, industri pakaian jadi itu kinerjanya bagus,” ujar Febri dalam Rilis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) November 2025 di Gedung Kemenperin, Jakarta, Kamis, 27 November.

    “Kami melihat ada sebagiannya dampak dari upaya kebijakan pelarangan barang atau pakaian bekas impor dan itu juga kenapa Kemenperin mendukung Pak Menkeu Purbaya untuk menindak masuknya pakaian bekas impor ke Indonesia, ke pasar domestik,” tambahnya.

    Berdasarkan catatan Kemenperin, kondisi industri garmen semakin membaik, yang mana perusahaan garmen berorientasi ekspor saat ini sedang meningkatkan produksi untuk musim fesyen 2026. 

    Sementara itu, untuk perusahaan garmen berorientasi pasar domestik saat ini sedang bersiap-siap berproduksi untuk antisipasi jelang Ramadan dan Idulfitri tahun depan.

    Selain itu, sebagian industri juga melaporkan terjadinya peningkatan pesanan dan dalam persiapan produksi. Untuk ekspor garmen pada 2025 meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tercatat, pertumbuhan ekspor garmen sampai dengan September 2025 tumbuh sebesar 4,25 persen secara volume dan nilai.

    Adapun IKI pada November 2025 mencapai 53,45. Angka itu terbilang masih ekspansif meski mengalami perlambatan sebesar 0,05 poin dibandingkan dengan Oktober 2025 yang sebesar 53,50. Sebaliknya, nilai IKI November 2025 meningkat 0,50 poin jika dibandingkan dengan nilai IKI November pada 2024 yang sebesar 52,95.

    Dari 23 subsektor industri pengolahan yang dianalisis, terdapat 22 subsektor mengalami ekspansi dan satu subsektor mengalami kontraksi. Subsektor yang ekspansi memiliki kontribusi sebesar 98,8 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas triwulan III-2025.

    Dua subsektor dengan nilai IKl tertinggi adalah industri pengolahan tembakau (KBLI 12) dan industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional (KBLI 21). Sedangkan, subsektor yang mengalami kontraksi adalah industri tekstil (KBLI 13).

  • Izin Smelter Nikel Baru Dimoratorium, Pengusaha Pede Hilirisasi Makin Ngebut

    Izin Smelter Nikel Baru Dimoratorium, Pengusaha Pede Hilirisasi Makin Ngebut

    Bisnis.com, JAKARTA — Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) menyebut kebijakan moratorium atau penangguhan smelter nikel khususnya yang menghasilkan ferronickel, nickel matte, nickel pig iron (NPI), hingga mixed hydroxide precipitate (MHP) akan memperluas arah hilirisasi.

    Kebijakan yang tertuang lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko itu mendorong pelaku usaha untuk membangun smelter dengan produksi pengolahan nikel lainnya. 

    Ketua Umum FINI Arif Perdanakusumah mengatakan, kebijakan tersebut tak hanya memperdalam hilirisasi, tetapi juga menjaga stabilitas kapasitas produksi smelter saat ini yang mengalami oversupply atau kelebihan pasokan. 

    “Tapi yang menjadi isu dari PP 28/2025 ini adalah ada beberapa perusahaan yang memang sudah melakukan investasi, makanya diperlukanlah kebijakan dari pemerintah,” kata Arif saat ditemui Bisnis, Kamis (27/11/2025) 

    FINI mencatat terdapat investasi smelter nikel mencapai US$56 miliar atau setara Rp932 triliun pada periode 2026-2029 yang akan menciptakan lapangan pekerjaan hingga 50.000 pekerja. 

    Untuk itu, pengusaha menantikan penyesuaian dan kepastian hukum untuk keberlanjutan investasi yang telah masuk dan sedang dalam tahap konstruksi tersebut. 

    Arif mengungkapkan FINI telah melakukan koordinasi dengan berbagai kementerian terkait untuk mencari solusi. Pemerintah pun disebut memberi sinyal positif terhadap penanganan masalah tersebut.

    “Nah, terkait itu kami sudah berkoordinasi dengan Kemenko Ekonomi, Kemenperin, juga BKPM dan ya ada kabar gembira tentunya terkait dengan ini ya,” jelasnya. 

    Namun, Arif tak membeberkan kabar tersebut lebih lanjut. Dalam hal ini, pemerintah berupaya bersikap adil dengan tetap menjaga arah kebijakan hilirisasi, tetapi juga memastikan kepastian hukum bagi investor yang sedang membangun fasilitas pengolahan.

    Terkait minat investor baru, Arif menjelaskan bahwa arah investasi global di sektor nikel kini cenderung bergerak ke rantai produksi yang lebih hilir. Dia menyebut, tren tersebut sejalan dengan tujuan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah.

    “Iya sebetulnya kan kalau kita lihat tren investor terkait dengan investasi ini, di industri nikel ini mereka melihatnya sudah lebih jauh lagi yaitu rantai produksinya itu sampai ke advanced material gitu kan,” ujarnya.

    Menurut Arif, kebijakan penghentian sementara smelter produk antara dapat menjadi langkah tepat untuk membuka peluang industri hilir tumbuh di dalam negeri. 

    Apalagi, selama ini Indonesia masih mengekspor produk intermediate atau barang setengah jadi dan kembali mengimpor barang jadi dengan harga lebih tinggi.

    “Negara lain mengolah itu jadi barang jadi masuk ke Indonesia dengan harga lebih tinggi. Karena memang nilai tambahnya di situ. Nah, dengan kebijakan ini ya itu yang akan dicapai oleh pemerintah sebetulnya,” pungkasnya.