Kementrian Lembaga: kemenperin

  • Mendag Ungkap Alasan Impor Food Tray Dilonggarkan: Untuk MBG

    Mendag Ungkap Alasan Impor Food Tray Dilonggarkan: Untuk MBG

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara ihwal pelonggaran importasi food tray (nampan makanan) untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Untuk diketahui, food tray menjadi salah satu komoditas yang diberikan relaksasi impor sebab masuk ke dalam produk penunjang program nasional, yakni MBG. Kini, food tray sudah tidak lagi termasuk dalam barang yang dikenai larangan dan/atau pembatasan (lartas).

    Menteri Perdagangan (Mendag) menjelaskan bahwa pelonggaran impor food tray itu untuk mendukung program prioritas Presiden Prabowo Subianto.

    Budi menyebut food tray sebagai wadah makanan menyajikan menu kepada penerima manfaat dibutuhkan untuk mendukung kebutuhan dalam negeri.

    “[Impor food tray dilonggarkan] karena kan untuk kebutuhan di dalam negeri, untuk mendukung program makan bergizi dan sebagainya kan banyak dibutuhkan,” kata Budi saat ditemui di sela-sela acara Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun Indef 2025 di Jakarta, Rabu (2/7/2025)

    Kendati demikian, Budi menuturkan bahwa pemerintah juga menggunakan semua produk dari dalam negeri, termasuk food tray untuk MBG.

    “Ya semua, semua bisa kita pakai [termasuk food tray dari dalam negeri]. Kebutuhannya kan banyak,” ujarnya.

    Adapun, food tray sebelumnya harus mengantongi persetujuan impor (PI) berupa peraturan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Namun, food tray saat ini sudah tidak lagi termasuk dalam barang yang dikenai lartas.

    Sebelumnya, Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan program makan bergizi gratis (MBG) tidak boleh terhambat, termasuk dalam hal persediaan food tray (nampan makanan).

    Kepala BGN Dadan Hindayana mengungkap produsen lokal hanya mampu memproduksi dua juta unit food tray (nampan makan) per bulan untuk menyajikan hidangan di program MBG.

    Dadan menyebut angka produksi food tray di dalam negeri masih jauh dari target penerima manfaat yang harus mencapai 82,9 juta orang pada 2025.

    “Kami sedang identifikasi berapa potensi produksi lokal [memproduksi food tray]. Sekarang ini kami sudah mulai tahu ada 16 perusahaan lokal yang sudah berperan di bidang itu dan mampu memproduksi 2 juta per bulan [food tray],” kata Dadan saat ditemui di Kompleks Parlemen DPR, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    Menurut Dadan, produksi food tray dari dalam negeri belum bisa mencukupi kebutuhan dari target 82,9 juta penerima manfaat MBG.

    “Kalau 2 juta [food tray] per bulan dikalikan sisa bulan ini, 6 [bulan]. Berarti kan 12 juta [food tray]. Sementara kita kan pasti akan masih membutuhkan lebih dari itu,” ujarnya.

    Dia mengatakan produksi food tray dalam negeri yang masih terbatas dan hanya mencapai dua juta unit food tray tak mampu menjangkau target 82,9 juta penerima manfaat hingga akhir tahun.

    “Jadi supaya program kita tidak terhambat, maka halangan untuk itu oleh pemerintah dihilangkan. Bukan berarti kita tidak mengutamakan produk lokal, tapi nanti untuk berbasis APBN pasti kita gunakan produk lokal,” ujarnya.

    Terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menyebut relaksasi impor food tray MBG menjadi alasan suatu program pemerintah, termasuk MBG, tidak boleh dilakukan tergesa-gesa.

    “Ini kan juga menjadi satu catatan bahwa satu program itu tidak bisa diburu-buru karena faktor upaya untuk memaksimalkan semua potensi di dalam negeri dulu,” kata Faisal kepada Bisnis, Selasa (1/7/2025).

    Pemerintah, kata Faisal, semestinya telah mengidentifikasi dan merancang program MBG secara komprehensif dengan melibatkan produk UMKM lokal dalam setiap komponen MBG, mulai dari makanan hingga kebutuhan alat makan food tray.

    “Jadi sebetulnya mestinya sudah diinventarisir segala kebutuhan untuk makan bergizi gratis, termasuk untuk food tray siapa [produsen] yang bisa memberikan suplainya di Indonesia diinventarisir, seberapa banyak [jumlahnya], dan dari sisi harga,” terangnya.

    Faisal menilai bahwa semestinya pemerintah tetap harus mengutamakan food tray yang diproduksi di dalam negeri.

    “Karena kalau hanya dari sisi harga kemudian lebih memilih impor [food tray], artinya dampak makan bergizi gratis terhadap ekonomi jadinya juga tidak maksimal,” imbuhnya.

    Padahal, dia melihat food tray bisa mengatasi rendahnya produktivitas industrialisasi di dalam negeri. Serta, mendongkrak pendapatan dan permintaan domestik.

    “Jadi kalau hanya food tray semestinya bisa diproduksi di dalam negeri asal dirancang dengan baik, dimobilisasi dan diinventarisasi dengan baik. Masalah harga dan juga jenisnya kan bisa menyesuaikan dengan kemampuan dalam negeri,” pungkasnya.

  • Deregulasi Impor Food Tray MBG, BGN: Produksi Dalam Negeri Diutamakan

    Deregulasi Impor Food Tray MBG, BGN: Produksi Dalam Negeri Diutamakan

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan program makan bergizi gratis (MBG) tidak boleh terhambat, termasuk dalam hal persediaan food tray (nampan makanan). Meskipun demikian, produk dalam negeri harus menjadi prioritas.

    Adapun, pemerintah telah melonggarkan importasi food tray untuk MBG lantaran masuk ke dalam produk penunjang program nasional. Kini, food tray sudah tidak lagi termasuk dalam barang yang dikenai larangan dan/atau pembatasan (lartas).

    Pada semester I/2025, realisasi penerima manfaat program MBG baru menjangkau 5,58 juta orang dengan anggaran yang terserap Rp5,03 triliun dari Rp71 triliun.

    “Begini, pokoknya program ini kan baiknya tidak terhambat. Kita ingin mengutamakan produksi dalam negeri,” kata Kepala BGN Dadan Hindayana saat ditemui di Kompleks Parlemen DPR, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    Dadan menuturkan, food tray sebagai wadah untuk menyajikan MBG menjadi salah satu contoh hilirisasi nikel di dalam negeri. Menurutnya, keberadaan MBG bisa menggenjot produksi food tray di dalam negeri yang saat ini masih rendah.

    “Dengan adanya food tray yang digunakan di program MBG ini adalah salah satu contoh hilirisasi nikel, tapi kita harus melihat kesiapan dalam negeri. Jangan sampai program kita terhambat hanya gara-gara itu. Jadi kita ingin meningkatkan produksi dalam negeri, tapi program kita juga nggak boleh terhambat,” tuturnya.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso sebelumnya memutuskan untuk melonggarkan ketentuan impor terhadap 10 komoditas yang terdiri dari 482 HS, salah satunya adalah food tray untuk program MBG yang masuk ke dalam produk penunjang program nasional.

    Budi menjelaskan bahwa food tray sebelumnya harus mengantongi persetujuan impor (PI) berupa peraturan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Namun, food tray saat ini sudah tidak lagi termasuk dalam barang yang dikenai lartas.

    “Food tray. Ini adalah produk untuk menunjang program makan bergizi, jadi kami memberikan kemudahan untuk memperlancar program pemerintah,” ungkap Budi dalam konferensi pers Deregulasi Kebijakan Impor dan Deregulasi Kemudahan Berusaha di kantor Kemendag, Jakarta, Senin (30/6/2025).

  • Tom Lembong Buka-bukaan Soal Persetujuan Impor hingga Dibidik Usai Gabung Timses Anies

    Tom Lembong Buka-bukaan Soal Persetujuan Impor hingga Dibidik Usai Gabung Timses Anies

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong, akhirnya menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa dalam perkara korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag), Selasa (1/7/2025). 

    Sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa itu dilakukan setelah agenda pemeriksaan saksi maupun ahli yang dihadirkan beberapa waktu sebelumnya. Sebelum sidang terakhir itu, Tom telah diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa lainnya yaitu mantan Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI.

    Untuk diketahui, Tom dan Charles didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dan menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp578 miliar. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut Tom memberikan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP) kepada ke delapan perusahaan swasta gula rafinasi.

    Dalam surat dakwaan yang disusun JPU, persetujuan impor atau PI yang diberikan Tom tanpa didasari oleh rapat koordinasi antar kementerian. 

    Adapun, pada saat diperiksa sebagai terdakwa kemarin, Tom menegaskan bahwa penunjukan perusahaan swasta bukan merupakan ranah kewenangannya, melainkan PPI selaku BUMN yang diberikan penugasan. Hal itu termasuk pengaturan alokasi jumlah impor gula untuk dilakukan oleh perusahaan.

    Hal tersebut disampaikan Tom usai JPU membeberkan bahwa terdapat total 21 PI yang diterbitkan selama dia menjabat. JPU lalu bertanya kepada Tom apabila pemberian PI kepada delapan perusahaan swasta dalam rangka impor gula sudah dibahas dalam Rakortas. 

    Sebagaimana diketahui, delapan perusahaan itu kini juga terseret dalam perkara yang diduga merugikan keuangan negara Rp578 miliar itu. 

    “Kalau yang ditanyakan oleh bapak Jaksa Penuntut apakah alokasi jumlah impor gula dibicarakan, saya juga dapat pastikan tidak. Karena itu bukan ranah, bukan tugas dan wewenang para menteri bidang perekonomian, dalam rakortas tersebut dan bahkan juga bukan ranah daripada menteri perdagangan,” tuturnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).  

    Salah satu Mendag era Kabinet Kerja itu pun menyebut, impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun daerah ketika awal-awal pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Kebijakan itu, terang Tom, adalah arahan dari Presiden. 

    “Guna mencapai tujuan kebijakan yang diarahkan oleh bapak Presiden untuk menstabilkan kemudian sejauh mungkin meredam harga bahan pangan, termasuk sesuai aturan yang diterbitkan harga gula, secepat mungkin,” tuturnya.

    Tidak hanya itu, Tom juga menyebut kebijakan yang diterapkannya terkait dengan perpanjangan periode operasi pasar kepada Induk Koperasi Kartika pada Agustus 2015 silam, hanya melanjutkan kebijakan dari pendahulunya yaitu Rachmat Gobel. 

    “Di mana ini tentunya adalah perpanjangan dari sebuah penugasan yang sudah diberikan oleh para pendahulu, ya kembali lagi sebagaimana saya sampaikan di sidang yang lain di kementerian biasanya ada lembar kontrol. Ada sebuah sistem, termasuk approval, persetujuan berjenjang dari bawah ke atas. Dari eselon bawah ke eselon atas,” terangnya di hadapan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025). 

    Dia pun turut menuturkan bahwa kebijakan impor gula saat itu tidak lepas dari kondisi ketersediaan di dalam negeri. Kebijakan itu tidak terkecuali pemberian PI kepada perusahaan gula swasta. 

    Meski demikian, JPU pada kesempatan yang sama menerangkan bahwa Peraturan Mendag No.117 menyatakan impor dalam rangka stabilisasi harga serta pemenuhan stok dilakukan dengan penugasan terhadap BUMN.

    Tom pun menjawab bahwa PI diterbitkan saat Indonesia sudah keluar dari musim giling tebu hingga tidak ada produksi gula dalam negeri. Dia juga menyebut keputusannya untuk memberikan izin kepada perusahaan swasta dalam mengimpor gula mentah berasal dari Menteri Pertanian dan Deputi Bidang Pangan Kemenko Perekonomian saat itu. 

    Tidak hanya itu, lanjutnya, BUMN disebut tidak memiliki kapasitas untuk memproduksi gula putih karena mesin penggilingan yang dimiliki sudah sejak zaman kolonial sehingga berbahan bakar ampas tebu petani. Sementara itu, Indonesia sudah berada di luar musim giling sehingga menyebabkan mesin-mesin tersebut tidak memiliki bahan bakar.

    Adapun industri gula swasta, terangnya, bisa memproduksi gula putih karena memiliki mesin dengan tenaga diesel. 

    Mengenai pemberian PI kepada perusahaan gula rafinasi, Tom menyebut kewenangan untuk menunjuk perusahaan dilakukan oleh BUMN, dalam perkara ini yaitu PPI.

    Meski demikian, pria yang juga pernah menjabat Kepala BKPM itu menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan gula rafinasi yang ditunjuk BUMN merupakan badan usaha yang sah, memiliki izin, dan tidak memiliki permasalahan pajak. Alur pemberian persetujuan impor itu, katanya, sudah berlaku sejak era Rachmat Gobel. 

    “Dari rantai dokumentasi sangat terlihat bahwa Mendag pendahulu saya, Rachmat Gobel pernah menyurati manajemen PT PPI dengan sebuah lampiran yang menguraikan secara komprehensif semua pelaku di sektor industri gula nasional, baik BUMN, maupun swasta maupun distributor, dan kemudian mempersilakan PT PPI untuk memilih menyeleksi, siapa saja yang akan menjadi mitra kerja sama PT PPI dalam melaksanakan penugasannya,” tuturnya. 

    Kendati kini dipermasalahkan secara hukum, Tom menilai pendekatan yang sudah dilakukan era Rachmat Gobel sudah tepat. Dia mengatakan bahwa menteri harus bisa membatasi diri dalam memutuskan suatu kebijakan teknis. 

    “Dan itu tentunya adalah pendekatan yang tepat, dan sekali lagi menteri harus membatasi diri pada tingkat kebijakan, policy, dan sepenuhnya menjadi tugas wewenang dan tanggungjawab manajemen BUMN penerima penugasan,” tuturnya. 

    Selain menyoroti soal kebijakan impor yang kini menjeratnya sebagai terdakwa, persidangan kemarin turut menyoroti soal proses hukum yang bergulir. Dari pertanyaan penasihat hukumnya, Tom mengaku sudah tahu menjadi bidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak 2024.

    Tom mengungkap, hal itu diketahuinya pada sekitar akhir 2024 setelah resmi bergabung sebagai salah satu tim kampanye nasional pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

    Sebagaimana diketahui, pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dimaksud adalah nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. 

    “Dan baik selama masa kampanye Pilpres 2024, maupun setelahnya, saya mendapat kabar secara berkala bahwa Kejaksaan terus membidik kasus terhadap saya terkait importasi gula,” ungkapnya.

    Tom lalu menyebut telah menjalani pemeriksaan sekitar empat minggu, sebelum akhirnya Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029. 

    Kemudian, dua minggu setelahnya, dia ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. 

    “Tidak sampai dua minggu ya setelah presiden dan wapres baru dilantik, kemudian saya diberitahu bahwa saya dinyatakan tersangka dan pada saat itu juga langsung ditahan. Semuanya [pemeriksaan] adalah pertanyaan-pertanyaan mengenai kebijakan-kebijakan, keputusan-keputusan yang saya ambil sebagai menteri perdagangan di periode Agustus 2015–Juli 2016,” ucapnya.

    Pada perkembangan lain, Kejagung kini juga telah menyeret delapan orang terdakwa dari delapan perusahaan swasta berbeda yang diduga terlibat dalam perkara impor gula itu, serta memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi. 

    Mereka adalah Direktur Utama PT Angels Products Tony Wijaya Ng, Direktur PT Makassar Tene Then Surianto Eka Prasetyo, Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya Hansen Setiawan serta Direktur Utama PT Medan Sugar Industry Indra Suryaningrat. 

    Kemudian, Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama Eka Sapanca, Presiden Direktur PT Andalan Furnindo Wisnu Hendraningrat, Kuasa Direksi PT Duta Sugar International Hendrogiarto A. Tiwow serta Direktur Utama PT Berkas Manis Makmur Hans Falita Utama. 

    Para pengusaha itu didakwa secara melawan hukum mengajukan persetujuan impor gula kristal mentah kepada dua Mendag. Selain Tom, politisi yang menjabat Mendag setelah Tom juga ikut terseret  yakni Enggartiasto Lukita. 

    “Secara melawan hukum, yaitu […] mengajukan Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) kepada Thomas Trikasih Lembong dan Enggartiasto Lukita selaku Menteri Perdagangan Republik Indonesia yang diketahui Persetujuan Impor tersebut tanpa didasarkan Rapat Koordinasi antar Kementerian,” demikian bunyi dakwaan jaksa yang dibacakan, Kamis (19/6/2025).  

    Persetujuan impor gula kristal mentah itu dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula kepada PPI, Induk Koperasi Kartika (Kartika) serta Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol).  

    Beberapa perbuatan melawan hukum lain yang turut didakwakan kepada para terdakwa juga meliputi pengajuan persetujuan impor ke Tom dan Enggar tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), bekerja sama dengan PPI dalam rangka penugasan dari Kemendag guna menyepakati pengaturan harga jual dari produsen kepada PPI, serta pengaturan harga jual dari PPI kepada distributor di atas Harga Patokan Petani (HPP).  

    Tidak hanya itu, delapa swasta itu juga disebut hanya membayarkan bea masuk impor dan pajak dalam rangka impor (PDRI) dengan tarif untuk gula kristal mentah. Padahal, harusnya bea masuk dan PDRI yang dibayarkan senilai tarif impor gula kristal putih untuk penugasan stabilisasi harga atau operasi pasar.  

    Pada dakwaan tersebut, JPU memaparkan bahwa perusahaan-perusahaan itu mengajukan pengakuan ke Tom sebagai perusahaan importir produsen gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih, ketika produksi dalam negeri gula kristal putih mencukupi.

    “Perbuatan Terdakwa Tony Wijaya Ng bersama-sama dengan Thomas Trikasih Lembong, Enggartiasto Lukita, Charles Sitorus, Then Surianto Eka Prasetyo, Hansen Setiawan, Indra Suryaningrat, Eka Sapanca, Wisnu Hendraningrat, Hendrogiarto A. Tiwow, dan Hans Falita Utama telah mengakibatkan kerugian keuangan negara […] yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara total sebesar Rp578.105.411.622,47,” bunyi surat dakwaan jaksa.  

  • Wamenperin Kasih Bocoran Subsidi Motor Listrik Meluncur di Agustus

    Wamenperin Kasih Bocoran Subsidi Motor Listrik Meluncur di Agustus

    Jakarta, CNBC Indonesia – Subsidi motor listrik masih menggantung meski sudah memasuki semester II 2025. Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengungkapkan bahwa sudah ada pertemuan terakhir dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan beberapa Menteri lain, Ia memperkirakan di bulan depan subsidi ini bakal berlangsung.

    “Mungkin Agustus (diterapkan), (Nilainya 7 juta?) masih sama dengan usulan kita,” kata Faisol di Kantor Kemenperin, Selasa (1/7/2025).

    Dalam waktu dekat juga rencananya akan ada pembahasan dengan Kementerian Bidang Perekonomian dan Kementerian lain untuk pembahasan lebih lanjut. Ia pun sudah berani membocorkan nilai subsidi yang berpotensi keluar.

    “Kira-kira Rp 250 miliar (anggaran yang disetujui). Kan jadi enggak besar, jadi akhirnya beliau (Menkeu) memahami,” ujar Faisol.

    Foto: Penjualan motor listrik di awal tahun cukup tersendat imbas tidak adanya subsidi Rp 7 juta dari pemerintah. Pantauan CNBC Indonesia di dua diler motor listrik wilayah Jakarta Selatan pada Senin (13/1/2024) minim pengunjung yang datang. (Dok. Istimewa)
    Penjualan motor listrik di awal tahun cukup tersendat imbas tidak adanya subsidi Rp 7 juta dari pemerintah. Pantauan CNBC Indonesia di dua diler motor listrik wilayah Jakarta Selatan pada Senin (13/1/2024) minim pengunjung yang datang. (Dok. Istimewa)

    Ia juga merespon kabar sudah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) pada industri motor listrik akibat menggantungnya insentif, dimana banyak masyarakat menahan pembelian karena berharap tetap mendapat insentif.

    “Kita minta lagi. Kita pastikan ke beliau karena waktu itu kan ada dua usulan. Kalau tidak salah (salah satu usulan) enggak yang seperti yang sebelumnya (nilai subsidi),” ungkap Faisol.

    Stok motor listrik di tingkat produsen tengah menumpuk hingga ribuan unit, disebabkan oleh minimnya pembelian kendaraan roda dua bertenaga listrik itu di tengah-tengah masyarakat. Ketua Asosiasi Sepeda Motor Listrik Indonesia (AISMOLI) Budi Setyadi mengatakan, ribuan unit motor listrik yang menumpuk itu disebabkan masyarakat tengah melakukan penghentian pembelian atau stop buying.

    Aksi penghentian pembelian motor listrik itu ia katakan disebabkan masyarakat menantikan keputusan pemerintah untuk melanjutkan pemberian subsidi pembelian motor listrik atau tidak, yang telah habis kuotanya sejak 2024. Bukan hanya itu, akibat dari ketidakjelasan subsidi motor listrik sudah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di pabrik motor listrik.

    (fys/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pengusaha RI Mulai Goyang: Usahanya Membaik Tapi Tak Pede, Ada Apa?

    Pengusaha RI Mulai Goyang: Usahanya Membaik Tapi Tak Pede, Ada Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pelaku usaha di Indonesia sepertinya makin tak yakin dengan kondisi perekonomian ke depan. Meski, sebagian besar pelaku usaha masih optimistis dengan kondisi usahanya dalam 6 bulan ke depan.

    Hal itu terungkap dari hasil survey Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tentang Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang dilakukan setiap bulan. Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, IKI pada bulan Juni 2025 berada pada fase ekspansi, yakni di level 51,84.

    Disebutkan, IKI bulan Juni 2025 turun dari posisi di bulan Mei 2025 yang mencapai 52,11. Juga lebih rendah dibandingkan IKI pada Juni 2024 yang ada di level 52,50.

    Lebih lanjut, IKI sektor industri berorientasi ekspor tercatat sebesar 52,19 (turun 0,14 poin dari Mei), dan sektor domestik 51,32 (turun 0,50 poin). Katanya, hal ini dipengaruhi ketidakpastian global seperti kebijakan tarif AS yang mengganggu rantai pasok serta kenaikan harga energi dunia terutama harga gas akibat peningkatan eskalasi konflik di Timur Tengah.

    Menurut Febri, posisi IKI yang masih di fase ekspansi ini menunjukkan ketangguhan sektor manufaktur nasional dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan persaingan di pasar domestik.

    “Pelemahan IKI dipicu penurunan variabel produksi yang menurun ke 46,64, sementara variabel pesanan justru naik signifikan ke 54,21. Hal ini mencerminkan kehati-hatian pelaku industri dalam merespons kenaikan permintaan melalui produk yang telah diproduksi sebelumnya,” kata Febri dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (1/7/2025).

    “Meski ada perlambatan, 18 dari 23 subsektor masih berada di zona ekspansi, dan 18 subsektor yang ekspansi tersebut berkontribusi sebesar 92,2% terhadap PDB industri nonmigas triwulan I-2025. Jadi, industri manufaktur Indonesia masih ekspansif pada bulan Juni 2025 disebabkan karena 18 subsektor yang kontribusi PDB besar berada pada fase ekspansif,” tambahnya.

    Febri menyebut, industri manufaktur nasional selama ini ditopang oleh stabilitas inflasi dan tren surplus neraca perdagangan selama lima tahun terakhir.

    “Di sisi lain, dinamika industri dalam negeri turut dipengaruhi oleh peningkatan belanja pemerintah pada belanja infrastruktur dan konstruksi. Begitu juga dengan kebijakan relaksasi impor produk jadi juga ikut menekan permintaan domestik beberapa industri,” ujarnya.

    Kebijakan relaksasi yang kemudian memicu lonjakan impor produk jadi, sebutnya, telah menekan utilisasi industri dalam negeri. Disertai dengan penutupan industri serta ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) terutama di 8 kelompok industri utama seperti alas kaki, elektronik, kosmetik, dan pakaian jadi.

    Karena itu, pencabutan Permendag No 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor lewat Paket Deregulasi Tahap I mendapat dukungan dari Kemenperin. Keputusan itu disebut sebagai langkah mitigasi sekaligus upaya menjaga ketahanan industri nasional.

    “Dengan pembatasan impor secara selektif, maka pesanan produk dalam negeri akan meningkat. Karena itu, setelah kebijakan tersebut diterapkan, kami yakin dampaknya akan positif terhadap variabel pesanan dalam IKI, khususnya pada subsektor industri tekstil dan pakaian jadi,” ucapnya.

    “Pada Juni 2025, pesanan pada industri tekstil, produk pakaian jadi, dan aksesoris pakaian jadi mengalami kontraksi. Ini menunjukkan, relaksasi impor sebelumnya
    telah menekan permintaan domestik. Maka, revisi kebijakan ini diharapkan akan memulihkan permintaan dan meningkatkan utilisasi industri dalam negeri,” sambungnya.

    Optimisme Pengusaha Tergerus

    Namun di sisi lain, meski keyakinan pelaku industri terhadap prospek usaha dalam 6 bulan ke depan masih cukup terjaga. Dan para pelaku usaha masih optimistis memandang kondisi usaha 6 bulan ke depan. Tapi optimisme itu semakin menurun.

    Kemenperin melaporkan, tingkat optimisme mencapai 65,8%, sedangkan yang menjawab pesimis hanya 9,0%.

    Namun, optimisme pelaku usaha ini terus menurun sejak November 2024, dari 73,4% menjadi 65,8% pada Juni 2025.

    “Penurunan optimisme pelaku usaha pada Juni 2025 yang turun hampir 1% dibanding bulan sebelumnya dipicu oleh eskalasi konflik di Timur Tengah. Khususnya ketegangan Iran-Israel yang meningkatkan kekhawatiran atas lonjakan harga energi dan biaya logistik,” tukasnya.

    “Sebagian industri kita sangat bergantung pada energi, termasuk gas sebagai bahan baku. Sehingga rentan terhadap gejolak harga. Selain itu, gangguan jalur logistik global turut mendorong kenaikan biaya produksi dan distribusi,” terangnya.

    Yang perlu jadi catatan penting adalah, survey IKI Kemenperin itu menemukan, secara keseluruhan, mayoritas pelaku industri mencatatkan perbaikan atau stabilitas usaha pada Juni 2025.

    “Sebanyak 32,1 persen menyatakan kondisi usaha membaik (naik dari 28,9 persen bulan sebelumnya). Dan 45,1 persen menyatakan stabil. Hanya 22,8 persen yang menyatakan penurunan kondisi usaha-lebih rendah dibanding bulan Mei (25,7 persen),” kata Febri.

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kemenperin: Indonesia optimalkan peluang industri halal sektor mamin

    Kemenperin: Indonesia optimalkan peluang industri halal sektor mamin

    Capaian ini lebih tinggi dari pertumbuhan PDB industri pengolahan non-migas sebesar 4,31 persen dan PDB nasional sebesar 4,87 persen,

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan, Indonesia berpotensi besar dalam mengoptimalkan peluang industri halal pada sektor makanan dan minuman (mamin), termasuk untuk memenuhi kebutuhan pasar global.

    Menurut Wamenperin, selama ini industri mamin merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan karena telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional.

    “Industri makanan dan minuman Indonesia berperan penting sebagai tulang punggung sektor pengolahan non-migas. Agar sektor ini bisa bersaing di pasar global, kami aktif mendorong penguatan kerja sama internasional, termasuk dalam pengembangan produk halal,” ujar Faisol di Jakarta, Selasa.

    Ia mengatakan, kinerja industri mamin di Indonesia terus menunjukkan tren pertumbuhan positif.

    Pasca-pandemi COVID-19, PDB industri makanan dan minuman mampu tumbuh sebesar 6,04 persen pada triwulan I tahun 2025.

    “Capaian ini lebih tinggi dari pertumbuhan PDB industri pengolahan non-migas sebesar 4,31 persen dan PDB nasional sebesar 4,87 persen,” katanya.

    Performa baik industri mamin juga tercermin dari kontribusi terhadap PDB industri pengolahan non-migas sebesar 41,15 persen pada triwulan I-2025. Selain itu, sektor ini mencatatkan nilai ekspor hingga 11,78 miliar dolar AS, termasuk minyak kelapa sawit.

    “Capaian ini memberikan andil sebesar 22,42 persen dari total nilai ekspor industri pengolahan non-migas pada triwulan I-2025,” ujarnya.

    Di sisi investasi, industri mamin merealisasikan modalnya sebesar Rp22,64 triliun pada awal tahun 2025, yang terdiri dari PMA sebesar Rp9,03 triliun dan PMDN sebesar Rp13,60 triliun.

    “Ini menandakan bahwa para pelaku industri mamin di Indonesia masih memiliki optimisme atau kepercayaan diri yang tinggi dalam menjalankan bisnis karena didukung kebijakan dan iklim usaha yang kondusif,” kata Faisol.

    Wamenperin menambahkan, pihaknya fokus dalam upaya pengembangan industri halal yang sejalan dengan inisiatif program Making Indonesia 4.0, di mana sektor industri mamin sebagai salah satu sektor dari tujuh pilar utama.

    “Kami meyakini bahwa industri halal, khususnya di sektor makanan dan minuman, memiliki kekuatan untuk mendominasi pasar internasional,” katanya.

    “Hal ini tentunya akan turut menopang pertumbuhan ekonomi dan program transformasi industri nasional,” imbuhnya.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • PMI Manufaktur RI turun, Wamenperin: Ada banyak faktor

    PMI Manufaktur RI turun, Wamenperin: Ada banyak faktor

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menilai banyak faktor yang memengaruhi turunnya Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juni 2025.

    Dalam laporan yang dirilis oleh S&P Global, Selasa, tercatat PMI Manufaktur Indonesia sebesar 46,9 pada Juni 2025, turun dari 47,4 pada Mei 2025, dan berada di bawah ambang batas netral 50,0.

    “Ada beberapa yang menjadi catatan kita,” kata Wamenperin Faisol saat ditemui di Kantor Kemenperin Jakarta.

    Ia menilai, faktor pertama adalah ketidakpastian global yang disebabkan oleh konflik di beberapa negara.

    “Memang situasi globalnya juga berat. Setelah Iran, kemudian ada Qatar, itu menambah ketidakpastian stok bahan baku dan produksi. Jadi mungkin beberapa mempertimbangkan untuk memproduksi, kalau misalnya pasarnya juga sulit, itu pasti salah satu pertimbangan,” kata Faisol.

    Selain itu, Wamenperin mengatakan diperlukan adanya sinergi lebih baik antara para pemangku kepentingan, termasuk kerja sama lintas kementerian/lembaga (K/L) dalam memitigasi kontraksi PMI Manufaktur Indonesia.

    “Koordinasi dan kerja sama antar K/L lebih intens. Kita melihat misalnya beberapa pabrik ditutup dengan alasan menyalahi aturan mengenai lingkungan, itu mengganggu kondusivitas,” kata Faisol.

    “Tapi mungkin karena perlu kerja sama, jadi kita bisa memahami betul apa yang terjadi. Mudah-mudahan bukan itu alasan PMI turun, pasti ada sesuatu yang kita sedang tunggu,” imbuhnya.

    Sementara itu, laporan S&P Global mencatat PMI di bawah 50 menunjukkan aktivitas yang berada di zona kontraksi, alih-alih ekspansi. Sejak April, skor PMI manufaktur Indonesia selalu di bawah 50.

    Penurunan pemesanan membuat produksi ikut berkurang dan langsung memengaruhi penurunan penyerapan tenaga kerja serta bahan baku.

    Saat ditanya mengenai perlu atau tidaknya intervensi pemerintah demi mendorong daya beli masyarakat, Wamenperin mengatakan kemungkinan itu bisa terjadi.

    “Kalau situasinya seperti ini, mungkin akan ada intervensi. Kita tunggu saja kalau Menko (Bidang Perekonomian) mengundang untuk membahas lebih lanjut mengenai situasi seperti ini, kami akan sampaikan,” ujar dia.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Deregulasi Impor Bisa Redam Tekanan Tarif Trump? Ini Kata Kadin

    Deregulasi Impor Bisa Redam Tekanan Tarif Trump? Ini Kata Kadin

    Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai langkah pemerintah melakukan deregulasi kebijakan dan ketentuan impor tak serta-merta dapat meredam dampak tekanan kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. 

    Wakil Ketua Umum Kadin bidang Perindustrian Saleh Husin mengatakan, hal tersebut lantaran pelonggaran impor lebih ditujukan untuk memperlancar pasokan bahan baku industri dalam negeri. 

    “Secara langsung, tidak. Deregulasi impor tidak serta-merta meredam tekanan tarif dari AS karena sifatnya lebih menyentuh sisi input domestik,” kata Wakil Ketua Umum Kadin bidang Perindustrian Saleh Husin kepada Bisnis, Senin (30/6/2025).

    Namun, Saleh tak memungkiri kebijakan pelonggaran impor secara tidak langsung bisa memperkuat daya saing ekspor produk Indonesia. Menurutnya, jika pelaku industri mendapat bahan baku lebih murah dan cepat, maka harga dan kualitas produk ekspor bisa lebih kompetitif.

    Dia menekankan bahwa strategi merespons tekanan tarif dari AS harus lebih komprehensif, mencakup perundingan bilateral, diversifikasi pasar ekspor, dan percepatan implementasi perjanjian perdagangan bebas dengan mitra lain seperti Uni Eropa agar Indonesia tidak terlalu bergantung kepada pasar AS.

    Terlepas dari kebijakan tarif Trump, Saleh menuturkan bahwa deregulasi ketentuan impor secara umum sejalan dengan kebutuhan sektor riil, terutama sektor industri pengolahan yang sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku dan barang modal.

    Terlebih, Saleh mengungkap pelaku industri menghadapi tantangan berupa kelangkaan pasokan, keterlambatan logistik, dan tingginya harga input dalam beberapa tahun terakhir.

    “Dengan pelonggaran aturan impor, kelancaran pasok bisa lebih terjamin, yang pada gilirannya mendukung produktivitas dan kontinuitas operasional,” ujarnya.

    Selain itu, Saleh menilai deregulasi ini berpotensi menggairahkan dunia usaha karena dapat menurunkan biaya produksi, mempercepat proses bisnis, dan memberikan fleksibilitas bagi pelaku industri dalam memilih sumber bahan baku dan barang modal.

    “Namun, kepastian regulasi dan konsistensi kebijakan sangat penting. Dunia usaha perlu kejelasan jangka menengah-panjang tentang kebijakan ini,” imbuhnya.

    Menurutnya, jika ada kepastian dan transparansi, maka investasi baru dan perluasan usaha bisa terdorong lebih cepat.

    Di samping itu, Kadin juga mengingatkan bahwa kebijakan ini tetap harus dibarengi dengan langkah mitigasi bagi industri dalam negeri, agar tidak terdisrupsi oleh masuknya barang impor yang sejenis.

    Untuk diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) resmi mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 (Permendag 8/2024) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dengan menerbitkan sembilan Permendag baru berbasis klaster. Pencabutan regulasi ini seiring dengan adanya deregulasi kebijakan dan ketentuan impor.

    Kemendag menerbitkan Permendag Nomor 16–24 Tahun 2025. Adapun, Permendag baru ini mulai berlaku dalam 2 bulan ke depan.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan, Kemendag akan membagi Permendag berdasarkan klaster untuk memudahkan jika terjadi perubahan ke depan.

    “Permendag ini kami bagi berdasarkan klaster untuk memudahkan apabila nanti terjadi perubahan karena Permendag sifatnya dinamis dan kita harus cepat mengikuti perubahan yang ada,” terang Budi dalam konferensi pers Deregulasi Kebijakan Impor dan Deregulasi Kemudahan Berusaha di kantor Kemendag, Jakarta, Senin (30/6/2025).

    Pertama, Kemendag menerbitkan Permendag Nomor 16 Tahun 2025 (Permendag 16/2025) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Permendag Nol. 16/2025 ini akan mengatur Ketentuan Umum Impor.

    Selanjutnya, Kemendag membagi Permendag berdasarkan klaster sektor atau komoditas. Pembagian Permendag per klaster bertujuan untuk memudahkan regulasi ke depan.

    “Jadi ini [Permendag] per klaster untuk memudahkan apabila nanti kita ada perubahan-perubahan berikutnya,” terangnya. 

    Perinciannya, pertama, Permendag Nomor 17 Tahun 2025 (Permendag 17/2025) yang mengatur tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.

    Kedua, Permendag Nomor 18 Tahun 2025 (Permendag 18/2025) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan. Ketiga, Permendag Nomor 19 Tahun 2025 (Permendag 19/2025) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Garam dan Komoditas Perikanan.

    Keempat, Kemendag juga menerbitkan Permendag Nomor 20 Tahun 2025 (Permendag 20/2025) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Bahan Kimia, Bahan Berbahaya, dan Bahan Tambang. Kelima, Permendag Nomor 21 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Elektronik dan Telematika.

    Keenam, Permendag Nomor 22 Tahun 2025 (Permendag 22/2025) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Industri Tertentu. Ketujuh, Permendag Nomor 23 Tahun 2025 (Permendag 23/2025) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Konsumsi.

    Kedelapan, Permendag Nomor 24 Tahun 2025 (Permendag 24/2025) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Dalam Keadaan Tidak Baru dan Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun.

    Selain itu, Kemendag juga memutuskan sebanyak 10 komoditas atau 482 HS dilakukan relaksasi terkait deregulasi kebijakan dan ketentuan impor. Salah satu komoditas yang direlaksasi adalah food tray untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Untuk food tray, komoditas ini masuk ke dalam produk penunjang program nasional. Sebelumnya, food tray harus mengantongi persetujuan impor (PI) berupa peraturan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Kini, food tray sudah tidak ada lagi larangan dan pembatasan (lartas).

    Dalam hal pengaturan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan pakaian jadi, Kemendag memasukkan pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi ke dalam kebijakan dan pengaturan impor baru.

    “Sekarang ada perubahan menjadi PI, kemudian juga ditambah pertimbangan teknis dari kementerian teknis, dalam hal ini Kementerian Perindustrian dan juga ada LS [laporan surveyor],” pungkasnya.

  • Deregulasi Bisa Tutup Tumpang Tindih Kebijakan Impor?

    Deregulasi Bisa Tutup Tumpang Tindih Kebijakan Impor?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) buka suara ihwal tumpang tindih dari adanya deregulasi kebijakan yang baru meluncur, seiring dengan dicabutnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 (Permendag 8/2024) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

    Untuk diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengganti Permendag 8/2024 dengan sembilan Permendag baru.

    Salah satu Permendag baru hasil deregulasi adalah Permendag Nomor 16 Tahun 2025 (Permendag 16/2025) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Permendag 16/2025 ini akan mengatur Ketentuan Umum Impor.

    Selain itu, juga ada Permendag per komoditas yang salah satunya tertuang di dalam Permendag Nomor 17 Tahun 2025 (Permendag 17/2025) yang mengatur tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.

    Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan pihaknya akan melakukan penyesuaian seiring dengan terbitnya deregulasi dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih kebijakan.

    “Mengenai tumpang tindih kebijakan, khusus di Kementerian Perindustrian, saya kira akan ada penyesuaian jika memang dibutuhkan sesuai dengan paket deregulasi yang pertama ini yang sudah dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan,” kata Faisol dalam konferensi pers Deregulasi Kebijakan Impor dan Deregulasi Kemudahan Berusaha di kantor Kemendag, Jakarta, Senin (30/6/2025).

    Faisol menjelaskan bahwa titik masuk (entry point) akan dilakukan penyesuaian jika dibutuhkan pada proses berikutnya.

    “Hanya saja pada paket yang sekarang ini sesuai dengan yang sudah disampaikan bahwa entry point itu terutama untuk impor barang-barang jadi, khususnya yang selama ini menjadi keluhan adalah tekstil, yang paling besar dianggap sebagai penekan terhadap industri tekstil dan pakaian jadi dan produk tekstil,” ungkapnya.

    Namun, menurut Faisol, dengan adanya deregulasi kebijakan ini utilisasi di sektor tekstil akan meningkat. Terlebih, para pelaku usaha akan mendapatkan kemudahan dalam memperoleh bahan baku.

    Bahkan, Kemenperin juga berharap Indeks Kepercayaan Industri (IKI), terutama di sektor tekstil juga bisa lebih tinggi dengan adanya deregulasi kebijakan dan ketentuan impor.

    “Sehingga industrinya pun saya kira akan cukup terlindungi dalam sektor tekstil maupun sektor-sektor yang lain, yang diberikan kemudahan untuk bahan baku seperti furniture dan yang lainnya,” pungkasnya.

  • Airlangga Ungkap Arahan Prabowo soal Deregulasi Impor 10 Komoditas

    Airlangga Ungkap Arahan Prabowo soal Deregulasi Impor 10 Komoditas

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, deregulasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 (Permendag No. 8/2024) yang mengatur tentang Kebijakan dan Pengaturan impor merupakan arahan dari Presiden Prabowo Subianto untuk menghadapi ketidakpastian perekonomian dunia.

    “Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan deregulasi yang menindaklanjuti arahan Bapak Presiden, terutama untuk menghadapi ketidakpastian dan juga hal yang terjadi, unpredictable atau tidak bisa diperkirakan, terkait dengan perkembangan perdagangan dan perekonomian di dunia, di global,” kata Airlangga dalam konferensi pers Deregulasi Kebijakan Impor dan Deregulasi Kemudahan Berusaha di kantor Kemendag, Jakarta, Senin (30/6/2025).

    Airlangga menuturkan bahwa Kepala Negara meminta agar pemerintah memperkuat kondisi perekonomian dalam negeri, sekaligus memperkuat kondisi regional dengan beberapa negara Asean.

    Lebih lanjut, Airlangga menuturkan, Presiden Prabowo memberikan arahan agar pemerintah memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha, sekaligus untuk mendorong daya saing.

    Selain itu, menciptakan ekosistem agar penciptaan lapangan kerja terus terbentuk, serta mendorong sektor padat karya agar bisa menarik investasi dan menjaga investasi yang ada.

    “Dan dalam hal yang sama kita perlu menjaga pertumbuhan ekonomi nasional,” imbuhnya.

    Sejalan dengan arahan itu, pemerintah telah mempersiapkan beberapa regulasi, yakni melalui Keputusan Presiden (Keppres) Satuan Tugas (Satgas) Perundingan Perdagangan, Investasi, dan Keamanan Ekonomi antara Indonesia dan Amerika Serikat.

    Kemudian, Satgas Perluasan Kesempatan Kerja, Instruksi Presiden (Inpres) tentang Deregulasi Percepatan Kemudahan Perizinan Perusahaan, serta Keppres tentang Peningkatan Iklim Investasi dan Percepatan Perizinan Perusahaan.

    “Salah satu yang dideregulasi adalah revisi Permendag 36 Tahun 2023 juncto Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan Pengaturan Impor,” imbuhnya.

    Dia menjelaskan, proses penyusunan revisi dilakukan dengan usulan dari kementerian, llembaga, asosiasi para stakeholder dan juga dilakukan regulatory impact analysis dan rapat kerja teknis dilakukan.

    “Oleh karena itu, seluruhnya telah dilaksanakan dan perubahan lartas [larangan dan pembatasan] itu mencakup relaksasi 10 komoditas,” ujarnya.

    Sementara itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) merelaksasi impor 10 komoditas atau 482 HS. Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan, berdasarkan rapat koordinasi terbatas (Ratas) pada 6 Mei 2025, telah diputuskan aturan impor produk kehutanan, alas kaki, hingga food tray akan dideregulasi.

    Untuk food tray, komoditas ini masuk ke dalam produk penunjang program nasional Makan Bergizi Gratis. Sebelumnya, food tray harus mengantongi persetujuan impor (PI) berupa peraturan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Kini, food tray sudah tidak ada lagi larangan dan pembatasan (lartas).

    “Food tray. Ini adalah produk untuk menunjang program Makan Bergizi, jadi kami memberikan kemudahan untuk memperlancar program pemerintah,” kata Budi.

    Pemerintah juga melakukan deregulasi terhadap produk kehutanan dengan 441 HS, yakni tetap memerlukan dekorasi impor dari Kementerian Kehutanan.

    “Produk ini sebenarnya lebih banyak produk-produk kayu untuk kebutuhan industri atau bahan baku, ini dipermudah impornya tanpa persetujuan impor, tetapi tetap menggunakan deklarasi impor dari kementerian teknis,” ujarnya.

    Kemudian, deregulasi kebijakan dan ketentuan impor untuk bahan baku atau penolong industri, seperti pupuk bersubsidi, bahan bakar lain, bahan baku plastik.

    Untuk pupuk bersubsidi, Budi menjelaskan bahwa impor komoditas ini tidak ada lartas. “Karena sejak 2021 sudah tidak ada impor pupuk bersubsidi,” terangnya.

    Berikutnya, bahan bakar lainnya dan bahan baku plastik yang merupakan bahkan baku penolong dan bahan baku untuk industri diputuskan tidak ada lartas.

    “… sehingga kami ingin mempermudah di dalam urusan impornya atau relaksasi impornya,” tuturnya.

    Lebih lanjut, pemerintah juga memutuskan untuk melakukan deregulasi terhadap samarin, siklamat, preparat bau-bauan mengandung alkohol, bahan kimia tertentu, dan mutiara yang hanya menggunakan laporan surveyor (LS).

    Selanjutnya, alas kaki dengan 6 HS juga hanya menggunakan LS tanpa PI. “Ini [alas kaki] hanya untuk sepatu sport, biasanya sepatu sport tertentu yang memang tidak diproduksi di dalam negeri,” imbuhnya.

    Pemerintah juga melakukan deregulasi kebijakan terhadap sepeda roda dua dan roda tiga. Menurut Budi, industri di sektor ini sudah cukup bagus di dalam negeri.

    “Sepeda roda dua dan rida tiga ini juga industri kita sudah cukup bagus di dalam negeri, bahkan kecenderungan ekspor kita unutk sepeda itu terus meningkat,” tandasnya.