Kementrian Lembaga: kemenperin

  • Petaka Driver Online Menggila, China Langsung Bereaksi

    Petaka Driver Online Menggila, China Langsung Bereaksi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Industri otomotif China sudah melampaui pesaingnya dari luar negeri, termasuk Amerika Serikat (AS), dalam pengembangan teknologi pengemudian otomatis (automatic vehicles/AV).

    Pasalnya, AS memiliki regulasi yang ketat dalam mengizinkan perusahaan menguji coba AV di jalanan, umumnya untuk bisnis taksi otomatis (robotaxi).

    Sejauh ini, baru Waymo yang sudah menggelar layanan robotaxi komersil di jalanan AS. Tesla baru melakukan uji coba skala kecil di Austin, Texas.

    Padahal, di China sudah banyak robotaxi yang ‘menjajah’ jalanan berbagai daerah. Nama-nama yang terkenal seperti WeRide, Apollo Go, Pony.ai, AutoX, dan SAIC.

    Salah satu faktornya karena regulasi di China yang cenderung lebih longgar untuk inovasi teknologi AV, maupun sistem pengemudian dengan bantuan asisten.

    Namun, China sepertinya mulai waswas dengan perkembangan yang terlalu cepat. Reuters melaporkan Beijing mulai memberi sinyal baru untuk pengembangan industri AV dan kendaraan dengan asisten teknologi.

    Pesannya, industri harus bergerak cepat, tetapi hati-hati, dikutip dari Reuters, Senin (7/7/2025).

    Regulator China baru-baru ini telah menyelesaikan peraturan keselamatan baru untuk sistem bantuan pengemudi. Beijing mempertajam pengawasan terhadap teknologi tersebut setelah kecelakaan yang melibatkan sedan Xiaomi SU7 pada Maret 2025.

    Insiden itu menewaskan tiga penumpang ketika mobil mereka menabrak beberapa detik setelah pengemudi mengambil alih kendali dari sistem bantuan pengemudian.

    Pejabat China ingin mencegah produsen mobil menjual kemampuan sistem tersebut dengan promosi berlebihan. Regulator ingin menyeimbangkan antara inovasi dan keselamatan untuk memastikan produsen mobil China tidak kalah dari para pesaing AS dan Eropa.

    Menetapkan regulasi yang jelas untuk teknologi bantuan mengemudi tanpa memperlambat kemajuannya dapat memberi industri China keunggulan atas pesaing global, kata para analis.

    Pendekatan ini sangat kontras dengan pasar AS, di mana perusahaan yang mengejar mobil otonom telah menyatakan frustrasi karena pemerintah belum menerapkan sistem regulasi untuk memvalidasi dan menguji teknologi tersebut.

    Cepat dan Hati-hati

    Markus Muessig, pimpinan industri otomotif di Accenture Greater China, mengatakan regulator dan industri China telah lama mengikuti filosofi mantan pemimpin China Deng Xiaoping.

    “Coba rasakan batu untuk menyeberangi sungai,” kata tokoh kawakan tersebut.

    Ungkapan tersebut berarti China mendukung eksplorasi teknologi baru yang belum pasti. Muessig mengatakan nilai tersebut selama ini terbukti berhasil.

    Peraturan China saat ini memperbolehkan sistem yang secara otomatis mengendalikan, mengerem, dan mempercepat kendaraan dalam kondisi tertentu, tetapi tetap mengharuskan pengemudi untuk terlibat.

    Oleh karena itu, istilah pemasaran seperti “pintar” dan “otonom” dilarang.

    Peraturan baru tersebut akan difokuskan pada desain hardware dan software yang memantau kondisi kesadaran pengemudi dan kapasitas mereka untuk mengambil kendali tepat waktu.

    Untuk melakukan hal ini, regulator meminta bantuan produsen mobil China Dongfeng dan raksasa teknologi Huawei untuk membantu menyusun peraturan baru dan telah meminta masukan publik selama periode satu bulan, yang berakhir pada Jumat (4/7) pekan lalu.

    Pada saat yang sama, pejabat pemerintah mendesak produsen mobil China untuk segera menerapkan sistem yang lebih canggih, yang dikenal sebagai assisted-driving Level 3.

    Sistem itu memungkinkan pengemudi mengalihkan pandangan dari jalan dalam situasi tertentu. Level 3 adalah titik tengah pada skala pengemudian otomatis. Mulai dari fitur dasar seperti kendali jelajah di Level 1, hingga kemampuan mengemudi sendiri dalam semua kondisi di Level 5.

    Pemerintah China telah menunjuk perusahaan milik negara, Changan, untuk menjadi produsen mobil pertama yang memulai uji validasi Level 3 pada April 2025, tetapi rencana itu dihentikan setelah kecelakaan Xiaomi, kata seorang sumber yang mengetahui proses perencanaan regulasi.

    Beijing masih berharap untuk melanjutkan pengujian tersebut tahun ini dan menyetujui mobil Level 3 pertama negara itu pada tahun 2026, kata sumber itu.

    Kementerian Perindustrian Teknologi Informasi China dan Changan tidak menanggapi permintaan komentar. Xiaomi mengatakan pihaknya bekerja sama dengan penyelidikan polisi atas kecelakaan yang melibatkan unit produknya.

    Sistem bantuan pengemudi dipandang oleh analis industri sebagai medan pertempuran besar berikutnya di pasar mobil China yang sangat kompetitif.

    Selama satu dekade terakhir, sistem Level 2 telah menjamur di China, termasuk sistem Full Self Driving milik Tesla, serta fitur Xiaomi yang terlibat dalam kecelakaan Maret lalu.

    Kemampuannya berkisar dari mengikuti kendaraan dasar di jalan raya hingga menangani sebagian besar tugas di jalan perkotaan yang sibuk, di bawah pengawasan pengemudi.

    Produsen mobil telah menekan biaya hardware ke tingkat yang memungkinkan mereka menawarkan fitur Level 2 dengan sedikit atau tanpa biaya tambahan.

    Produsen mobil nomor 1 China, BYD telah meluncurkan perangkat lunak bantuan mengemudi “God’s Eye” secara gratis di seluruh lini produknya. Lebih dari 60% mobil baru yang dijual di China tahun ini akan memiliki fitur Level 2, menurut perkiraan dari firma riset Canalys.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Momentum Reformasi Industri Nasional

    Momentum Reformasi Industri Nasional

    Jakarta

    Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel yang meletus pada pertengahan Juni lalu menyulut kekhawatiran global terhadap stabilitas pasokan energi dan kelancaran rantai logistik internasional. Selat Hormuz, yang menjadi jalur pengangkutan hampir sepertiga minyak dunia, terancam menjadi medan konflik.

    Rute dagang strategis seperti Terusan Suez juga mengalami tekanan akibat meningkatnya aksi kelompok bersenjata. Bagi Indonesia, yang selama ini masih bergantung besar pada energi dan bahan baku impor, kondisi ini menjadi pengingat keras bahwa kemandirian industri bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.

    Dampaknya sudah terasa. Harga minyak Brent naik signifikan, bergerak di kisaran USD 73–92 per barel sepanjang Juni 2025. Analis memperingatkan kemungkinan harga menembus USD 100 jika konflik bereskalasi dan Selat Hormuz benar-benar ditutup.

    Ketegangan ini mendorong volatilitas tajam pasar energi dan bahan baku industri, memicu lonjakan biaya logistik hingga 200 persen, serta memperpanjang waktu pengiriman Asia–Eropa hingga dua pekan lebih lama dari biasanya.

    Di tengah kondisi ini, data Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia menunjukkan tren yang memprihatinkan. Pada April 2025, PMI turun ke level 46,7 — kontraksi paling dalam dalam hampir empat tahun terakhir. Sempat membaik ke 47,4 pada Mei 2025, namun pada bulan Juni PMI Indonesia kembali anjlok di angka 46,9. PMI di bawah 50 menunjukkan aktivitas di bawah ambang batas kontraksi.

    Sinyal ini bukanlah alarm biasa. Ini adalah panggilan untuk melakukan evaluasi mendasar atas arah pembangunan industri nasional. Sudah terlalu lama sektor industri kita berjalan tanpa arsitektur kebijakan yang tangguh.

    Di saat negara-negara besar menggunakan krisis sebagai pendorong reformasi, kita justru masih menunggu “the new normal” untuk bergerak. Padahal, dunia telah berubah, dan kita harus berubah bersamanya.

    Amerika Serikat telah menggelontorkan lebih dari USD 300 miliar melalui Inflation Reduction Act (IRA) dan CHIPS Act hanya dalam dua tahun untuk memperkuat basis industrinya, termasuk kendaraan listrik dan semikonduktor. India lewat program Atmanirbhar Bharat berhasil menarik gelombang relokasi industri global dengan pendekatan insentif produksi dan perlindungan pasar domestik. Sementara itu, Indonesia masih mengandalkan pasar ekspor komoditas mentah dan struktur impor bahan baku yang rapuh terhadap gangguan eksternal.

    Krisis ini semestinya menjadi “momentum reformasi”. Seyogyanya Pemerintah membentuk sistem cadangan darurat industri nasional, semacam “BNPB untuk sektor industri”, yang memiliki fungsi monitoring, mitigasi, dan respons cepat terhadap gangguan rantai pasok, fluktuasi nilai tukar, maupun lonjakan biaya logistik. Sistem ini bisa berupa pusat pemantauan logistik nasional, gudang cadangan bahan baku seperti semikonduktor, pupuk, dan baja, serta dana tanggap industri yang bisa digunakan secara fleksibel di masa krisis.

    Selain itu, arah hilirisasi nasional perlu diperluas. Hilirisasi selama ini lebih difokuskan pada sektor mineral dan tambang, padahal jantung industri Indonesia ada di manufaktur padat karya seperti tekstil, makanan dan minuman, furnitur, alas kaki, dan otomotif ringan. Sektor-sektor ini menyerap jutaan tenaga kerja dan menopang konsumsi rumah tangga nasional. Namun saat ini, mereka menghadapi tekanan berat.

    Sektor otomotif dan elektronik, yang 65 persen produksinya bergantung pada impor komponen, menghadapi kelangkaan semikonduktor dengan waktu tunggu hingga 26 minggu. Potensi kerugian ekspor diperkirakan mencapai USD 500 juta.

    Di sisi lain, sektor tekstil dan alas kaki menghadapi penyusutan margin laba hingga 7 persen akibat kenaikan tajam biaya logistik dan asuransi. Situasi ini diperparah oleh membanjirnya produk impor murah dari negara produsen besar seperti Tiongkok, di tengah lemahnya proteksi pasar domestik.

    Sementara itu, industri petrokimia nasional menghadapi beban ganda. Di satu sisi, kapasitas produksi dalam negeri baru mencapai 3,5 juta ton dari kebutuhan 8 juta ton plastik per tahun. Di sisi lain, bahan baku utama seperti nafta masih 100 persen impor, dengan volume mendekati 3 juta ton per tahun. Ketika harga minyak mentah melonjak dan jalur distribusi terganggu, industri dalam negeri menghadapi tekanan luar biasa.

    Di sinilah pentingnya mengembangkan bio-nafta berbasis CPO (crude palm oil), di mana Indonesia memiliki keunggulan sebagai produsen sawit terbesar dunia. Hilirisasi CPO bukan hanya soal ekspor, tetapi juga solusi strategis untuk menggantikan bahan baku fosil dalam industri petrokimia.

    Hanya saja, semua ini tidak akan berjalan tanpa reformasi kebijakan energi yang menyeluruh. Pemerintah mengalokasikan subsidi energi dalam RAPBN 2025 sebesar Rp 394,3 triliun. Namun, menurut kajian Bank Dunia, sekitar 72 persen subsidi BBM justru dinikmati kelompok masyarakat 40 persen teratas.

    Subsidi yang tidak tepat sasaran ini tidak memperkuat fondasi industri. Negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan sudah lama memiliki cadangan strategis energi setara konsumsi 200–240 hari. Indonesia? Masih nihil.

    Kita perlu merumuskan ulang kebijakan industri dan energi dalam satu ekosistem terintegrasi. Kementerian Perindustrian harus diberi mandat lebih kuat sebagai “arsitek industrialisasi nasional”, didukung oleh koordinasi lintas sektor: fiskal (Kemenkeu), investasi (BKPM), BUMN, dan perdagangan. Roadmap industri harus terintegrasi dari hulu ke hilir, dari bahan baku hingga produk jadi, dari pasar lokal hingga ekspor.

    Investasi baru yang masuk harus dipastikan membawa teknologi, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat rantai pasok dalam negeri. Infrastruktur yang dibangun pun harus mendukung kawasan industri, pusat logistik, dan pelabuhan produksi. Kita tidak hanya butuh investasi yang besar, tetapi investasi yang bermakna dan berkelanjutan.

    Terakhir, kita perlu memahami bahwa industri bukan lagi sekadar sektor ekonomi. Dalam situasi global yang penuh ketidakpastian, industri adalah alat pertahanan nasional.

    Di Amerika Serikat, kebijakan industri ditautkan langsung dengan strategi keamanan nasional. India memosisikan sektor manufakturnya sebagai pengungkit kekuatan geopolitik. Maka Indonesia pun harus menjadikan industri sebagai bagian dari sistem pertahanan non-militer — karena siapa yang menguasai pasokan energi dan pangannya sendiri, akan bertahan.

    Sejarah membuktikan hal ini. Saat industri nasional tumbang pada krisis 1998, tekanan sosial dan politik meningkat tajam. Namun saat industri bangkit pada era pasca-2004, stabilitas dan pertumbuhan berjalan beriringan. Maka menjaga industri bukan hanya menjaga ekonomi, tapi menjaga masa depan bangsa.

    Penurunan PMI selama dua bulan terakhir bukanlah kebetulan statistik. Ini adalah panggilan untuk bertindak. Pemerintah, DPR, pelaku industri, dan masyarakat harus duduk bersama membangun arah baru: sebuah peta jalan industrialisasi yang bukan hanya berorientasi ekonomi, tetapi berlandaskan pada kemandirian, keberlanjutan, dan ketahanan nasional.

    Indonesia punya segalanya: pasar domestik yang besar, tenaga kerja muda (bonus demografi), sumber daya alam yang melimpah, dan posisi geografis yang strategis. Dengan kepemimpinan nasional yang kuat di bahwa Presiden Prabowo, Indonesia seharusnya optimis bisa menjadi jangkar stabilitas kawasan lewat kekuatan industrinya. Semoga..

    Ilham Permana. Anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi Partai Golkar

    (imk/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Anggaran Kementerian Turun, Menperin Sebut RI Bisa Kehilangan Peluang Ekspor

    Anggaran Kementerian Turun, Menperin Sebut RI Bisa Kehilangan Peluang Ekspor

    Jakarta

    Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan postur anggaran Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sejak dua tahun terakhir terus mengalami penurunan. Pagu Kemenperin tahun 2025 turun signifikan sebesar 34,67% atau Rp 1,33 triliun dibandingkan tahun 2024.

    Kemudian pada tahun 2026, pagu Kemenperin kembali turun sebesar 23,13% atau Rp 582,73 miliar jika dibandingkan tahun 2025.

    “Pada tahun 2026 anggaran Kementerian Perindustrian mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar 23,13% atau turun Rp 582,73 miliar dibandingkan tahun sebelumnya atau tahun ini 2025. Fluktuasi ini tentu akan menjadi tantangan bagi kita semua, tantangan tersendiri dalam menjaga keberlanjutan pembangunan sektor manufaktur atau sektor industri agar target program prioritas akan tetap tercapai dan tercapainya secara efektif dan secara efisien,” kata Agus dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (7/7/2025).

    Agus menjelaskan, bahwa dengan adanya penurunan anggaran tahun 2026 ini akan menghambat pencapaian sembilan program prioritas Kemenperin di tahun 2026 mendatang. Misalnya, kemungkinan tidak terpenuhinya ketersediaan Sumber Daya Manusia industri yang sesuai dengan kompetensi dan standar yang dibutuhkan oleh industri.

    “Kemudian juga kemungkinan tidak tercapainya peningkatan daya saing serta perluasan kemitraan industri kecil menengah sebagai rantai pasok industri menengah besar. Dan juga tidak optimalnya program hilirisasi industri prioritas,” katanya.

    Lalu, Agus juga mengungkapkan bahwa adanya potensi penurunan produktivitas industri sebesar 15-20% akibat terbatasnya intervensi teknologi melalui kegiatan restrukturisasi mesin dan juga peralatan produksi serta program implementasi teknologi 4.0.

    “Potensi kehilangan peluang ekspor dan pasar global bisa sebesar sampai 40% akibat minimnya keterlibatan kita Indonesia dalam kegiatan-kegiatan pameran atau promosi internasional,” katanya.

    Lebih lanjut, Agus juga mengatakan sulitnya mencapai target kontribusi ekonomi hijau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) imbas minimnya fasilitasi sertifikat industri hijau dan juga kurangnya pendampingan teknis.

    Selain itu, bakal mengurangnya produk-produk yang memiliki nilai TKDN di Indonesia. Dengan begitu, hal ini akan mengakibatkan dampaknya terhadap substitusi barang impor dalam pengadaan barang dan jasa khususnya di kementerian dan lembaga atau pemerintahan.

    “Kemudian juga kami kemungkinan tidak akan dapat secara optimal mendukung kesiapan pelaku industri makanan dan minuman, kosmetik dan farmasi serta barang gunaan untuk memenuhi kewajiban sertifikasi halal pada tahun 2026,” katanya.

    “Dan yang terakhir potensi hilangnya peningkatan nilai investasi dan terhambatnya peluang peningkatan tenaga kerja serta stagnansi nilai PDB sektor kawasan industri,” katanya.

    Oleh karenanya, Agus mengusulkan adanya tambahan anggaran sebesar Rp 2,05 triliun untuk tahun 2026. Penambahan anggaran ini dilakukan untuk membiayai 255 kegiatan terutama kegiatan strategis yang berdampak pada pertumbuhan industri nasional.

    “Kami mengusulkan kebutuhan tambahan anggaran untuk tahun 2026 sebesar Rp 2,05 triliun ini untuk membiayai pelaksanaan berbagai macam program tentu program-program prioritas,” katanya.

    Tonton juga “Menperin Ungkap Bata Tutup Pabrik-Jual Aset untuk Efisiensi” di sini:

    (acd/acd)

  • Kemenperin Minta Tambahan Anggaran Rp 2,05 Triliun buat Tahun Depan

    Kemenperin Minta Tambahan Anggaran Rp 2,05 Triliun buat Tahun Depan

    Jakarta

    Kementerian Perindustrian mengusulkan adanya tambahan anggaran sebesar Rp 2,05 triliun untuk tahun 2026. Penambahan anggaran ini dilakukan untuk membiayai 255 kegiatan terutama kegiatan strategis yang berdampak pada pertumbuhan industri nasional.

    Usulan tersebut disampaikan oleh Menteri Perindustrian Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (7/7/2025).

    “Kami mengusulkan kebutuhan tambahan anggaran untuk tahun 2026 sebesar Rp 2,05 triliun ini untuk membiayai pelaksanaan berbagai macam program tentu program-program prioritas,” katanya.

    Agus menjelaskan bahwa usulan tambahan tersebut dilakukan lantaran adanya penurunan anggaran yang signifikan pada tahun 2026 yaitu sebesar 23,13% atau turun Rp 582,73 miliar dibandingkan tahun 2025.

    Ia menjelaskan bahwa pagu indikatif Kemenperin pada 2026 hanya sebesar Rp 1,94 triliun. Pagu tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp 1,52 triliun, PNBP sebesar Rp 69,8 miliar, dan BLU Rp 342,4 miliar.

    Rinciannya yakni, belanja pegawai Rp 972,9 miliar, belanja operasional Rp 364,1 miliar dan belanja non operasional sebesar Rp 599,8 miliar.

    “Dalam pagu indikatif tersebut terdapat fungsi alokasi anggaran pendidikan sebesar Rp 633 miliar dan anggaran ekonomi sebesar Rp 1,3 triliun,” katanya.

    Agus merincikan pagu anggaran Kemenperin tahun anggaran 2026 berdasarkan program yakni program dukungan manajemen Rp 1,5 triliun, program nilai tambah dan daya saing industri sebesar Rp 309,9 miliar, dan program pendidikan dan pelatihan vokasi Rp 85,2 miliar.

    Dari pagu indikatif 2026 tersebut, Kemenperin menyusun sembilan program prioritas kementerian dalam rangka mendukung empat misi dalam Asta Cita. Pertama, memperkuat program pembangunan sumber daya manusia industri.

    “Ini dilakukan melalui kegiatan pendidikan vokasi industri bagi siswa dan mahasiswa serta pelatihan fokus untuk peningkatan keterampilan tenaga kerja industri,” katanya.

    Kedua, penguatan IKM sebagai rantai pasok melalui kegiatan penguatan sentra industri kecil dan juga penumbuhan wirausaha baru industri kecil dan menengah.

    Ketiga, program hilirisasi industri berbasis Sumber Daya Alam dan pengembangan industri prioritas. Keempat peningkatan produktivitas industri melalui pemanfaatan inovasi dan teknologi.

    Kelima, akselerasi ekspor produk dan jasa industri. Keenam yakni mendorong industri hijau. Ketujuh yakni peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Kedelapan pengembangan industri halal.

    “Sembilan program aglomerasi industri dan penguatan kawasan ini melalui kegiatan penyusunan regulasi pengembangan wilayah industri dan juga fasilitasi peningkatan investasi di kawasan industri,” katanya.

    Tonton juga “DPR Sebut Efisiensi Anggaran Tapi Utang Bertambah, Ini Kata Istana” di sini:

    (acd/acd)

  • Insentif motor listrik dapat mengurai keraguan konsumen

    Insentif motor listrik dapat mengurai keraguan konsumen

    Ilustrasi: Pengguna motor listrik saat riding bersama. (ANTARA/HO-Maka Motors)

    Insentif motor listrik dapat mengurai keraguan konsumen
    IPTEK   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 06 Juli 2025 – 15:57 WIB

    Elshinta.com – CEO & Founder Maka Motors, Raditya Wibowo menyambut baik inisiasi pemerintah Indonesia yang bakal mengetuk palu kepastian dalam pemberian subsidi untuk kendaraan listrik roda dua di Indonesia pada Agustus mendatang. Kebijakan yang nantinya dikeluarkan oleh pemerintah akan mengurai keraguan para konsumen yang memang banyak menantikan bantuan tersebut. Sehingga, mereka tidak lagi menahan diri untuk membeli motor listrik.

    “Banyak dari konsumen yang menanti juga kepastian insentif ini, sehingga mereka tidak lagi ragu dalam membeli motor listrik,” kata Raditya Wibowo, di Jakarta, Sabtu (5/7).

    Keinginan adanya kepastian insentif yang nantinya akan diberikan oleh pemerintah juga datang dari pelaku usaha di industri tersebut. Pihaknya menyatakan sangat menunggu kepastian tersebut dari pemerintah.

    “Kami dari Maka Motors sejatinya memang menunggu kepastian itu (insentif). Bahkan, mungkin tidak hanya kami tapi teman-teman di industri yang sama juga menanti kepastian tersebut,” ujar dia.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza memberikan sinyal terkait pemberian insentif sepeda motor listrik tetap akan dilanjutkan tahun ini. Faisol, saat ditemui di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin) di Jakarta, Selasa (1/7), mengungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sudah menyetujui anggaran subsidi sepeda motor listrik tahun 2025 sebesar Rp250 miliar.

    “Rapat terakhir secara langsung disetujui sebenarnya oleh Bu Menkeu (Sri Mulyani). Waktu itu cari angka (besaran subsidi) berapa, terus ada atau tidak (anggarannya),” ungkap Wamenperin.

    Namun, ia mengatakan masih memerlukan diskusi lebih lanjut bersama kementerian teknis terkait dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian soal skema insentif ini. Wamenperin mengatakan, ada sejumlah usulan skema pemberian insentif sepeda motor listrik, yaitu mengikuti skema lama dengan pemberian potongan subsidi Rp7 juta per unit yang dibeli, atau disamakan dengan pemberian insentif Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP).

    Sumber : Antara

  • Pemerintah Atur Pelabuhan Khusus Impor Tekstil, Untungkan Pengusaha?

    Pemerintah Atur Pelabuhan Khusus Impor Tekstil, Untungkan Pengusaha?

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai kebijakan pelabuhan impor khusus untuk masuknya produk impor tekstil dan produk tekstil (TPT) dapat berdampak baik dan buruh bagi pelaku usaha industri nasional. 

    Wakil Ketua API David Leonardi mengatakan pemerintah akan mengatur tempat pemasukan barang impor TPT. Adapun, kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 17/2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor TPT. 

    “Aturan ini dapat memusatkan pengawasan di pelabuhan tertentu sehingga lebih mudah diawasi Bea Cukai,” kata David kepada Bisnis, Minggu (6/7/2025). 

    Adapun, aturan yang dimaksud tercantum pada Bab IV tentang Tempat Pemasukan Barang Impor ayat (1-3). 

    Pada ayat pertama disebutkan bahwa impor atas TPT untuk pos tarif/harmonized system dan uraian Barang tertentu, Menteri dapat menentukan tempat pemasukan Barang Impor. Tempat pemasukan Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pelabuhan tujuan.

    Dalam lampiran Permendag 17/2025, impor produk tekstil sudah jadi yang diimpor oleh produsen ataupun importir umum hanya dapat dilakukan melalui pelabuhan tujuan Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, New Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, Soekarno Hatta di Makassar, Bitung di Bitung, Krueng Geukuh di Aceh Utara, dan Merak Mas di Cilegon. 

    Kemudian, produk pakaian jadi hanya dapat diimpor lewat pelabuhan darat seperti Cikarang Dry Port (Jababeka) di Bekasi, serta pelabuhan udara yaitu Kualanamu di Deli Serdang, Soekarno Hatta di Tangerang, Ahmad Yani di Semarang, Juanda di Surabaya, dan Sultan Hasanuddin di Makassar.

    Meskipun pengawasan disebut dapat lebih ketat, pengusaha melihat ada potensi kelemahan dari aturan ini, lantaran pilihan pelabuhan terbatas.

    “Artinya importir di daerah tanpa pelabuhan yang ditunjuk harus trans-shipment sehingga ongkos logistik naik,” tuturnya. 

    Kendati demikian, pihaknya tetap mengapresiasi upaya pemerintah dalam mengevaluasi aturan pengaturan impor terbaru ini sebagai revisi dari aturan relaksasi impor sebelumnya dalam Permendag 8/2024 yang kini resmi dicabut. 

    Sebagaimana diketahui, peraturan impor terbaru ini menambah persyaratan importasi TPT dengan mewajibkan penggunaan Pertimbangan Teknis (Pertek) dari Kementerian Perindustrian. 

  • Pengusaha Lokal Bikin Komponen Alphard, Ini Dia Produknya

    Pengusaha Lokal Bikin Komponen Alphard, Ini Dia Produknya

    Jakarta

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu pertumbuhan dan daya saing industri otomotif nasional melalui pengembangan industri komponen dalam negeri. Pengembangan produktivitas dan daya saing industri otomotif harus sejalan dengan pengembangan industri komponen.

    Menurut Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi, hal ini mengingat produk industri alat-alat kendaraan bermotor merupakan bagian dari rantai pasok bagi original equipment manufacturer (OEM).

    “Peningkatan penggunaan komponen dalam negeri pada sektor industri otomotif dapat membantu memperkuat kemandirian industri otomotif nasional, menciptakan industri komponen otomotif lokal yang kuat, mengurangi ketergantungan pada impor suku cadang, dan menciptakan lapangan kerja di sektor tersebut,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/7/2025).

    Komitmen untuk mendukung substitusi impor dan penguatan industri komponen otomotif dalam negeri ditunjukkan melalui kerja sama strategis antara salah satu unit kerja di bawah BSKJI, yaitu Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kulit, Karet, dan Plastik (BBSPJIKKP) dengan PT Yogyakarta Presisi Teknikatama Indonesia (PT YPTI).

    Selama bulan Mei 2025, kedua pihak berhasil memproduksi komponen rubber part untuk kendaraan Welcab Alphard, yang terdiri atas delapan jenis artikel rubber-part. Dalam kesempatan itu, Andi mengapresiasi PT YPTI untuk komitmennya mendukung Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN).

    “Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya peningkatan pemanfaatan bahan baku karet nasional sekaligus mendorong penguasaan teknologi manufaktur komponen otomotif berbasis kebutuhan khusus,” tuturnya.

    Welcab merupakan varian mobil Toyota Alphard yang dirancang untuk memberikan kemudahan mobilitas bagi penyandang disabilitas maupun lansia, dengan sistem tempat duduk yang dapat berotasi dan keluar-masuk kendaraan secara otomatis.

    Kebutuhan akan komponen khusus seperti rubber part yang presisi dan berkualitas tinggi menjadi krusial dalam memastikan fungsi optimal dan keamanan kendaraan tersebut.

    Oleh karenanya, BBSPJIKKP berperan penting dalam mendukung proses teknis pembuatan komponen ini, mulai dari pembuatan formula sesuai spesifikasi otomotif, pencampuran bahan karet (komponding), hingga proses pencetakan dan kontrol mutu produk akhir.

    Apalagi, BBSPJIKKP memiliki fasilitas laboratorium dan produksi yang cukup lengkap serta sumber daya manusia berpengalaman di bidang rekayasa material karet.

    “Sebanyak delapan artikel komponen berhasil diproduksi, yang keseluruhannya dirancang supaya kompatibel dengan sistem automatic rotating seat pada Welcab Alphard. Seluruh komponen tersebut memenuhi standar teknis yang ditetapkan PT YPTI dan telah melalui proses verifikasi mutu secara ketat,” ungkap Andi.

    Sementara itu, Kepala BBSPJIKKP Hagung Eko Pawoko menyampaikan, kerja sama ini adalah bentuk konkret dari peran BBSPJIKKP dalam menjembatani kebutuhan industri dengan kemampuan rekayasa dalam negeri.

    “Kami berkomitmen untuk terus memperluas dukungan teknis kepada industri, terutama dalam pengembangan komponen berbasis material lokal seperti karet, yang selama ini menjadi salah satu unggulan Indonesia,” ujarnya.

    Kegiatan ini sekaligus menunjukkan sinergi yang baik antara pemerintah dan pelaku industri dalam meningkatkan daya saing produk nasional. “Dengan keberhasilan produksi komponen Welcab Alphard ini, BBSPJIKKP membuktikan kapasitasnya sebagai lembaga penyedia layanan teknis industri yang adaptif dan responsif terhadap kebutuhan dunia usaha,” imbuh Hagung.

    Pembuatan Welcab Alphard rubber-part ini bukanlah produk rubber-part pertama yang dibuahkan dari kerja sama BBSPJIKKP dan PT YPTI. Sebelumnya, pada tahun 2021-2023 keduanya telah bekerja sama dalam produksi rubber-part untuk Toyota Sienta Welcab.

    Sebagai informasi, PT YPTI merupakan satu-satunya produsen welcab dari dalam negeri. Selama ini welcab yang beredar di Indonesia diimpor dari Jepang, China, dan Swedia.

    Menurut Hagung, kerja sama ini tidak hanya berkontribusi pada pemenuhan kebutuhan komponen otomotif dalam negeri, tetapi juga berpotensi mengurangi ketergantungan terhadap impor komponen serupa.

    (ily/hns)

  • Tom Lembong Dituntut 7 Tahun Penjara Terkait Kasus Korupsi Importasi Gula – Page 3

    Tom Lembong Dituntut 7 Tahun Penjara Terkait Kasus Korupsi Importasi Gula – Page 3

    Dalam kasus tersebut, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp578,1 miliar, antara lain, karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antara kementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

    Surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada para pihak itu diduga diberikan untuk mengimpor gula kristal mentah guna diolah menjadi gula kristal putih, padahal Tom Lembong mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.

    Tom Lembong juga disebutkan tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.

     

  • Kemenperin perkuat kemandirian bahan baku susu dan kakao bagi industri

    Kemenperin perkuat kemandirian bahan baku susu dan kakao bagi industri

    Jadi kita standarnya itu sudah sangat tinggi untuk yang sudah didigitalisasi

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perindustrian terus memperkuat kemandirian bahan baku susu dan kakao bagi industri melalui perbaikan sistem inbound material, termasuk digitalisasi dan kolaborasi erat dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya.

    Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan upaya digitalisasi telah diterapkan pada sektor susu, khususnya di tempat penerimaan, yang berhasil menurunkan kontaminasi secara signifikan dan menghasilkan standar kualitas tinggi bagi bahan baku susu nasional.

    “Nah untuk susu ini kita sudah masuk ke digitalisasi tempat penerimaan susu. Dan itu hasilnya cukup bagus karena kontaminannya dapat diturunkan luar biasa. Jadi kita standarnya itu sudah sangat tinggi untuk yang sudah didigitalisasi,” kata Putu ditemui di sela Pre-Event Specialty Indonesia 2025 di Jakarta, Kamis.

    Sementara itu di sektor kakao, Kemenperin menginisiasi program pembinaan bagi petani menjadi dokter kakao.

    Dia menuturkan, hasil program Dokter Kakao menunjukkan peningkatan produksi dalam negeri dan pendapatan petani, serta memperluas jangkauan ke daerah seperti Poso, Aceh, dan rencana di Cianjur bersama Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO).

    “Jadi komitmen yang sudah kita dapatkan karena hasil Doktor Kakao ini sangat bagus, jadi sekarang sudah bisa senyum karena kakaonya sudah makin meningkat. Sekian persen dia meningkat dari dalam negeri,” ucapnya.

    Kemenperin mencatat, kebutuhan bahan baku industri nasional mencapai 300 ribu ton kakao dan 4 juta ton lebih untuk susu dalam per tahun, dengan pemenuhan domestik baru mencapai 50 persen kakao, dan 20 persen untuk susu.

    Di tempat yang sama, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menyoroti bahwa permasalahan utama sektor industri makanan dan minuman berada di sektor hulu, khususnya keterbatasan bahan baku, yang menyebabkan sebagian harus diimpor untuk memenuhi tingginya permintaan ekspor.

    Ia menekankan pentingnya mendorong pelaku usaha agar mampu mengembangkan ketersediaan bahan baku dalam negeri, melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk kementerian, lembaga, serta perguruan tinggi.

    Menurutnya, kampus memiliki peran strategis karena memiliki studi dan riset sehingga dapat mempercepat pencarian solusi atas keterbatasan bahan baku nasional.

    Faisol menyebutkan dua bahan baku utama yang masih banyak diimpor, yaitu kakao dan susu, yang menghadapi tantangan tersendiri akibat menurunnya produksi kakao dan sulitnya pengembangan sapi perah karena faktor iklim dan bibit.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Sambas
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pertaruhan Kinerja Manufaktur Hadapi Gejolak Perang Dagang & Geopolitik

    Pertaruhan Kinerja Manufaktur Hadapi Gejolak Perang Dagang & Geopolitik

    Bisnis.com, JAKARTA — Produktivitas manufaktur nasional dipertaruhkan di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian dan geopolitik global. Sebab, industri pengolahan rentan dalam menghadapi ketegangan konflik perdagangan maupun perang di Timur Tengah.

    Kerentanan ini juga tercerminkan dari Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang terkontraksi 3 bulan beruntun. Terbaru, pada Juni 2025, level PMI kembalii terperosok ke level 46,9 atau turun dari Mei 2025 di level 47,4 dan April di angka 46,7.

    Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, dampak tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia sebesar 32% dapat menekan kinerja ekspor produk lokal hingga 2,83%.

    “Tetapi kita memiliki peluang beberapa komoditas, misalnya peralatan utilitas kendaraan bermotor, pertambangan, itu positif, tetapi tekstil, komputer, alas kaki, logam, peralatan listrik, itu negatif,” kata Tauhid dalam KTT Indef 2025, Rabu (2/7/2025).

    Komoditas yang kinerja ekspornya diproyeksi masih tumbuh tersebut lantaran memiliki daya saing yang masih kuat untuk berkompetisi dengan negara lain yang dikenai tarif jauh lebih tinggi.

    Dalam laporan Indef, ekspor komoditas peralatan transportasi dan lainnya diproyeksi masih tumbuh 12%, utilitas dan komunikasi 5%, kendaraan bermotor dan suku cadang 5%, pertambangan 4,2%, dan lainnya.

    Sementara itu, Tauhid memperkirakan ekspor logam besi dan baja terkontraksi hingga 1,47%, pengolahan makanan 2,81%, sektor kehutanan 5,41%, produk kimia 9%, tekstil dan produk pakaian 9,16%, dan peralatan listrik 13%.

    “Sedangkan porsi kita ekspor maupun impor ke kawasan Timur Tengah itu relatif kecil ya 4,6% dan 4,1%. Ini yang memberikan efek dari perang dari Iran-Israel kecil dengan asumsi harga komoditas energi tidak melampaui batas APBN,” jelasnya.

    Kendati demikian, Kementerian Perindustrian mulai mengantisipasi risiko dari kebijakan tarif Trump dan ancaman eskalasi peran Iran dan Israel terhadap industri manufaktur nasional.

    Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengatakan, eskalasi konflik Timur Tengah dan ancaman penutupan Selat Hormuz sebagai jalur distribusi pasokan energi sangat memengaruhi produksi industri.

    “Kondisi inilah yang mengancam juga kelangsungan industri nasional kita, seperti industri padat karya, tekstil, elektronik rumah tangga, hingga komponen otomotif yang saat ini sedang menghadapi penurunan permintaan ekspor,” jelasnya dalam RDP Komisi VII DPR RI, Rabu (2/7/2025).

    Tak hanya kinerja ekspor yang terganggu, sentimen pasar global dan ketidakpastian perdagangan ini juga memengaruhi keputusan investasi. Dia menyebutkan, terdapat investasi senilai Rp1 triliun yang masih tertahan, serta utilitas produksi dan stabilitas tenaga kerja yang terganggu.

    Ancaman Terhadap Pasar Domestik

    Dalam hal ini, Faisol mewanti-wanti fenomena trade diversion atau pengalihan perdagangan yang dilakukan banyak negara dari AS ke pasar yang lebih mudah diakses, termasuk Indonesia.

    Untuk diketahui, AS merupakan pasar utama dari tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki Indonesia dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 40,6% dan 34,2% pada 2024. Artinya, nyaris setengah dari ekspor TPT dan sepertiga ekspor alas kaki bergantung pada permintaan AS. Adapun, 95% ekspor TPT ke AS merupakan produk pakaian jadi yang merupakan industri padat karya.

    “Posisi ini mencerminkan bahwa produk TPT dan alas kaki Indonesia memiliki daya saing global. Namun, rentan karena perubahan peta pasokan global yang dipicu ketegangan geopolitik dan tarif masing-masing negara,” jelasnya.

    Di sisi lain, Faisol melihat pangsa pasar China di AS mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada 2020, produk TPT China masih menguasai pasar AS hingga 38,4%. Namun, pada 2024 hanya dapat mencapai 25,6%.

    Hal serupa juga terjadi pada produk alas kaki, di mana pangsa pasar China di AS turun dari 42% pada 2020 menjadi 36,1% pada tahun lalu. Kondisi ini yang membuat pemerintah mewaspadai adanya potensi dumping produk China ke Indonesia.

    Apalagi, terdapat kondisi peningkatan nilai impor TPT dari China ke Indonesia yang mencapai 8,84%, sedangkan impor produk alas kaki naik melonjak hingga 30,89% pada Januari hingga April 2025.

    Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) impor produk tekstil (HS 60-63) dari China ke Indonesia tercatat senilai US$834 juta pada Januari-April 2025 atau meningkat dari periode yang sama tahun lalu senilai US$309,7 juta.

    Hal serupa juga terjadi pada produk alas kaki (HS 64) yang nilai impornya dari China tercatat mencapai US$199,4 juta pada Januari-April 2025 atau meningkat dari periode yang sama tahun lalu senilai US$152,36 juta.

    “Oleh karena itu pemerintah perlu mengambil langkah strategis melindungi pasar domestik sekaligus memanfaatkan peluang expands to export yang terbuka di pasar global,” jelasnya.

    Tak hanya TPT dan alas kaki, Faisol juga menyoroti produk dari sektor industri agro, yang juga merupakan industri padat karya, saat ini terdapat indikasi adanya pengalihan pasar produk China dari Amerika.

    Pada Januari-April 2025, terlihat bahwa ekspor produk agro China ke Amerika turun sebesar US$1,17 miliar atau sekitar 7%. Sementara itu, pada saat yang sama Indonesia justru mencatat lonjakan impor produk agro dari China sebesar US$477.000 meningkat sekitar 30%.

    “Sekurang-kurangnya terdapat tujuh pos HS yang menunjukkan kenaikan impor yang signifikan. Mulai dari HS23 yaitu limbah industri makanan dan pakan ternak naik sekitar 11%, HS03 ikan dan krustasea, dan HS18 kakao dan olahan melonjak impornya lebih dari 100%. Lonjakan tertinggi terjadi pada produk perikanan yaitu sekitar 105,4%,” jelasnya.

    Di sisi lain, dampak kebijakan tarif yang diberlakukan Amerika berpotensi menimbulkan efek trade diversion ataupun dumping produk baja dan aluminium dari China ke pasar lain termasuk Indonesia.

    Apalagi, AS secara khusus menetapkan tarif impor produk baja dan aluminium yang semula 25% menjadi 50% sejak 4 Juni 2025. Peningkatan tarif ini secara spesifik diterapkan terhadap produk baja yang tercakup HS 73 produk aluminium (HS 76).

    Di satu sisi, secara proporsi ekspor produk baja Indonesia ke Amerika memang hanya 0,6%, sementara ekspor aluminium 0,54%. Hal ini menunjukkan bahwa produk ini bukan merupakan produk unggulan dari Indonesia ke Amerika.

    Ekspor baja Indonesia justru lebih dominan ke Australia yang porsinya mencapai 48,20% jauh lebih tinggi dibanding ke Amerika. Sementara itu, untuk aluminium, China menjadi tujuan utama ekspor Indonesia yang share-nya mencapai 32,20% kemudian baru diikuti oleh Amerika.

    “Ini yang mengkhawatirkan kita mengingat Indonesia memiliki ketergantungan impor baja dan aluminium yang tinggi terutama dari China,” imbuhnya.

    Adapun, impor baja Indonesia dari China mencapai 51,40% dengan nilai sekitar US$2,17 miliar dan impor aluminium dari China sebesar 46,10% atau sekitar US$1 miliar.

    “Tentu, kita harus mitigasi dengan monitoring secara intensif perkembangan perdagangan produk baja dan aluminium di border kita. Langkah ini bertujuan untuk mengantisipasi dan merespon secara cepat jika terjadi lonjakan impor yang tidak wajar melalui mekanisme anti-dumping maupun safeguard demi melindungi industri dalam negeri,” tegasnya.

    Industri Berbenah

    Tak hanya perlindungan pasar, industri nasional perlu mempersiapkan diri menghadapi berbagai guncangan konflik geopolitik saat ini. Meski mulai mereda, risiko eskalasi perang Timur Tengah tetap harus diantisipasi.