Kementrian Lembaga: kemenperin

  • Babak Baru Penghiliran Nikel, Izin Baru Smelter Dibatasi

    Babak Baru Penghiliran Nikel, Izin Baru Smelter Dibatasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akhirnya membatasi izin investasi baru untuk pembangunan smelter nikel yang hanya memproduksi produk antara (intermediate) tertentu di Indonesia. Kebijakan ini dinilai dapat mendorong pengembangan penghiliran nikel ke tahap lebih lanjut.

    Adapun, pembatasan izin smelter baru itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Beleid ini mensyaratkan bagi industri pembuatan logam dasar bukan besi tidak membangun smelter yang khusus memproduksi produk intermediate, seperti nickel matte, mixed hydroxide precipitate (MHP), feronikel (FeNi), dan nickel pig iron (NPI).

    “Dalam hal menjalankan kegiatan pemurnian nikel dengan teknologi pirometalurgi [RKEF], memiliki dan menyampaikan surat pernyataan tidak memproduksi NPI, FeNi, dan nickel matte,” demikian tertulis dalam lampiran 1.F 3534 beleid tersebut dikutip Minggu (9/11/2025).

    Masih dalam lampiran yang sama, pemerintah juga membatasi investasi baru pembangunan smelter dengan teknologi hidrometalurgi atau berbasis high pressure acid leach (HPAL) yang hanya memproduksi MHP. Adapun, MHP umumnya menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

    Jika mengacu pada klasifikasi bisnisnya, smelter yang dimaksud termasuk dalam kategori industri manufaktur. Artinya, bukan yang terintegrasi dengan pertambangan. Dengan kata lain, aturan ini berlaku untuk perusahaan smelter nikel yang mendapat izin usaha industri (IUI) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

    Menanggapi kebijakan tersebut, Ketua Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) Arif Perdana Kusumah mengamini bahwa pembatasan izin smelter baru yang memproduksi produk antara itu dirancang untuk membuka peluang investasi baru. Ini khususnya demi mengundang investor untuk memproduksi produk hilir lebih lanjut seperti baja tahan karat, nikel sulfat, atau bahkan barang jadi.

    Menurutnya, investasi smelter yang memproduksi produk jadi, akan menciptakan nilai tambah yang lebih besar bagi industri nikel di Indonesia.

    “Melalui peraturan pemerintah ini [PP Nomor 28 tahun 2025], pemerintah Indonesia masih memperbolehkan proyek pengolahan dan pemurnian nikel baru sepanjang badan usaha tersebut tidak hanya bertujuan menghasilkan produk antara, tetapi juga mengembangkan produk akhir lebih lanjut,” ujar Arif kepada Bisnis, Minggu (9/11/2025). 

    Namun demikian, pihaknya meminta pemerintah memberikan pengecualian untuk sejumlah proyek smelter yang sedang dibangun. Artinya, smelter yang saat ini sedang dibangun masih diperbolehkan untuk diteruskan hingga rampung.

    Arif menuturkan, saat ini, beberapa perusahaan anggota FINI telah memulai pembangunan smelter sebelum PP Nomor 28 tahun 2025 tersebut berlaku. Menurutnya, proses pembangunan ini telah berlangsung cukup lama. Perusahaan juga telah menggelontorkan dana investasi yang signifikan.

    Oleh karena itu, FINI juga mengadvokasi para anggotanya yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan smelter.

    “Kami memohon agar pemerintah memberikan pengecualian terhadap ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025, dengan mempertimbangkan kesiapan produksi dan proses konstruksi atau pengembangan yang telah dilakukan,” katanya.

    Dia menyebut bahwa permohonan ini semata-mata untuk menjaga produktivitas industri hilir mineral nikel dan menciptakan iklim investasi yang kondusif dan berkeadilan.

    Menjaga Keekonomian Nikel

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar menilai kebijakan pemerintah itu sudah tepat karena memang jumlah smelter existing sudah berlebih.

    Dia mengatakan, pembatasan smelter penting untuk menjaga pasokan dan memperbaiki harga nikel di tingkat global. Maklum, belakangan harga nikel kini anjlok hampir 40% dibandingkan dengan 5 sampai 7 tahun lalu, dari level US$38.000 per ton menjadi US$15.000 per ton.

    Anjloknya harga nikel itu tak lepas dari maraknya smelter di Tanah Air. Sayangnya, menjamurnya smelter tidak diimbangi dengan permintaan yang stabil di pasar global.

    Alhasil, beberapa smelter pun tumbang tahun ini. Berdasarkan catatan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), setidaknya terdapat empat smelter besar investasi dari China di wilayah Sulawesi yang menyetop sebagian atau total lini produksinya.

    Empat smelter yang dimaksud yaitu PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) yang mengurangi 15-20 lini produksi nikel sejak awal 2024. Sepanjang tahun lalu, tercatat 28 smelter ditutup di berbagai wilayah, paling banyak dari PT GNI.

    Kemudian, PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) yang menghentikan beberapa lini baja nirkarat dan jalur cold rolling sejak Mei 2025. Lalu, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Konawe yang mengurangi kapasitas produksi, meski datanya tidak menyebutkan jumlah lini spesifik.

    Terbaru, PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI) yang disebut telah mengurangi kapasitas agregat dan menghentikan operasional sementara sejak 15 Juli 2025. Alhasil, dikabarkan 1.200 karyawan terdampak dirumahkan.

    Karena itu, Bisman menilai pembatasan pembangunan smelter baru menjadi hal mendesak. “Hal ini juga penting untuk menjaga kesinambungan pasokan nikel. Selain itu, juga untuk menjaga keseimbangan nilai keekonomian produk nikel,” ucapnya.

    Dia berpendapat, ke depan pemerintah perlu lebih fokus pada membangun ekosistem industri nikel serta produk turunan dari smelter.

    Di sisi lain, Bisman mengamini kebijakan baru itu dapat membuat investor gusar. Ini khususnya bagi investor yang sebelumnya berencana membangun smelter yang memproduksi MHP, FeNi, dan NPI.

    “Dampak negatifnya mungkin terkait kepercayaan investor terutama investor yang sudah siap-siap mau bangun smelter,” tutur Bisman.

    Pengendalian Izin Tambang Perlu Diperhatikan

    Sementara itu, ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat, pembatasan izin investasi pembangunan smelter nikel baru harus diiringi moratorium izin tambang.

    Menurutnya, hal ini perlu dilakukan jika pemerintah memang betul-betul ingin mengatasi oversuplai nikel. Bhima mencatat jumlah smelter nikel yang sudah berdiri saat ini sebanyak 54 unit.

    Dia menilai jumlah itu berperan dalam oversuplai produksi nikel olahan di pasar ekspor. Sementara itu, terdapat 38 smelter yang sedang dalam tahap konstruksi dan 45 smelter dalam perencanaan.

    Selanjutnya, Bhima menyebut bahwa jumlah rencana keuangan anggaran perusahaan (RKAP) yang tahun ini disetujui oleh Kementerian ESDM sudah sebanyak 292 izin, dengan total izin usaha pertambangan khusus (IUPK) seluas 866.292 hektare.

    “Dengan luasan konsesi yang begitu besar dan izin tambang yang terus bertambah, meski izin smelter baru dimoratorium, tanpa kontrol di sektor hulu hanya akan memindahkan tekanan dari industri pengolahan ke kawasan tambang,” ucap Bhima.

    Menurutnya, jika IUPK tak dibatasi, maka akan memperparah kerusakan ekologis dan konflik sosial.

    Dalam laporan bersama, Celios dan CREA mencatat total kerugian pendapatan petani dan nelayan di wilayah nikel sebesar US$234,84 juta atau sekitar Rp3,64 triliun dalam 13 tahun ke depan. Di samping itu, terdapat potensi lebih dari 3.800 kematian dini pada 2025 dan hampir 5.000 kasus pada 2030.

    Dia juga mencermati adanya kontradiksi antara moratorium izin smelter dengan rencana Danantara yang ingin membangun smelter baru.

    Menurutnya, di tengah situasi pasar yang jenuh dan harga yang terus merosot, pemerintah Indonesia justru mengumumkan akan membiayai proyek smelter nikel milik Vale Indonesia (INCO) dan GEM Co. Ltd. (China), melalui program Danantara.

    “Kontradiksi ini memperlihatkan inkonsistensi kebijakan: di satu sisi pemerintah berupaya menahan ekspansi, tetapi di sisi lain tetap mendorong investasi baru melalui skema pembiayaan negara,” kata Bhima.

  • Pameran Kemenperin Tampilkan Lompatan Industri RI

    Pameran Kemenperin Tampilkan Lompatan Industri RI

    Foto Bisnis

    Rifkianto Nugroho – detikFinance

    Sabtu, 08 Nov 2025 22:30 WIB

    Jakarta – Kemenperin menggelar pameran untuk menandai setahun industrialisasi era Prabowo-Gibran. Capaian manufaktur dan inovasi lokal dipamerkan ke publik.

  • Pemerintah Batasi Izin Smelter Nikel Baru, Sejumlah Proyek Diproyeksi Bisa Batal

    Pemerintah Batasi Izin Smelter Nikel Baru, Sejumlah Proyek Diproyeksi Bisa Batal

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah resmi membatasi izin investasi baru untuk pembangunan pabrik pemurnian atau smelter nikel yang memproduksi produk antara tertentu di Indonesia. Kebijakan ini berpotensi berdampak pada proyek-proyek yang direncanakan setelah 2027. 

    Hal ini sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

    Dalam beleid yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 5 Juni 2025 itu, pemerintah meminta komitmen perusahaan smelter untuk melanjutkan kegiatan hilirisasi yang tidak berhenti pada produk antara (intermediate) bijih nikel.

    Oleh karena itu, beleid itu juga mengatur agar industri pembuatan logam dasar bukan besi tak membangun proyek smelter baru yang khusus memproduksi produk antara nikel, seperti nickel matte, mixed hydroxide precipitate (MHP), feronikel (FeNi), dan nickel pig iron (NPI).

    “Dalam hal menjalankan kegiatan pemurnian nikel dengan teknologi pirometalurgi memiliki dan menyampaikan surat pernyataan tidak memproduksi NPI, FeNi, dan nickel matte,” demikian tertulis dalam lampiran 1.F 3534 beleid tersebut dikutip Sabtu (8/11/2025).

    Masih dalam lampiran yang sama, pemerintah juga membatasi investasi baru pembangunan smelter dengan teknologi hidrometalurgi atau berbasis high pressure acid leach (HPAL) yang hanya memproduksi MHP. Adapun, MHP umumnya menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

    “Dalam hal menjalankan kegiatan pemurnian nikel dengan teknologi hidrometalurgi, memiliki dan menyampaikan tidak memproduksi mixed hydroxide precipitate [MHP],” demikian bunyi lampiran itu.

    Lebih lanjut, jika mengacu pada klasifikasi bisnisnya, smelter yang dimaksud termasuk dalam kategori industri manufaktur. Artinya, bukan pertambangan.

    Dengan kata lain, aturan ini berlaku untuk perusahaan smelter nikel yang mendapat izin usaha industri (IUI) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

    Analis Citigroup Inc., Ryan Davis dalam laporannya menyebutkan bahwa kebijakan ini berpotensi menyebabkan penundaan, bahkan pembatalan sejumlah proyek yang sedang direncanakan.

    Dia menyebut, kebijakan ini juga menegaskan niat pemerintah untuk mengatasi kelebihan pasokan nikel yang terus terjadi di dalam negeri.

    “Namun, detail implementasinya masih cair, termasuk seberapa ketat regulasi ini akan diterapkan,” tulis Davis seperti dikutip dari Bloomberg.

    Dia memperkirakan sejumlah perusahaan yang telah memperoleh IUI untuk proyek yang tengah dibangun tidak akan terdampak secara langsung. Namun, aturan baru ini bisa berpengaruh terhadap proyek yang diproyeksikan selesai setelah 2027.

    Kebijakan baru ini sebenarnya telah diterbitkan sejak Juni 2025, tetapi baru belakangan ini menjadi topik pembahasan di pasar.

  • Bupati Sidoarjo Resmi Kukuhkan Pengurus Dekranasda Sidoarjo

    Bupati Sidoarjo Resmi Kukuhkan Pengurus Dekranasda Sidoarjo

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Bupati Sidoarjo H. Subandi resmi mengukuhkan Pengurus Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Sidoarjo Masa Bakti 2025–2030 dalam acara yang berlangsung di Pendopo Delta Wibawa Sidoarjo.

    Pengukuhan tersebut turut dihadiri oleh Dirjen IKMA Kementerian Perindustrian RI dan Sekjen Dekranasda RI Ir. Reni Yanita M.Si, Direktur IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan Kementerian Perindustrian RI Budi Setiawan, S.T., M.M, Ketua Dekranasda Provinsi Jawa Timur Ibu Arumi Bachsin Emil Dardak, S.E., Ketua Dekranasda Sidoarjo dr. Hj. Sriatun Subandi, Kapolresta Sidoarjo, Dandim 0816/Sidoarjo, Sekda Sidoarjo, jajaran Forkopimda, pimpinan OPD, serta para pelaku UMKM dan perajin lokal.

    Bupati Subandi menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya kegiatan tersebut dalam suasana yang penuh semangat dan kebersamaan. Ia menegaskan bahwa pengukuhan ini merupakan penegasan komitmen dan legalitas bagi Dekranasda untuk menjalankan peran strategis dalam memajukan industri kerajinan serta ekonomi kreatif di Kabupaten Sidoarjo.

    Dengan pengukuhan ini, Dekranasda resmi menjadi mitra yang sah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam mendorong pertumbuhan sektor kerajinan dan UMKM.

    “Dekranasda memiliki tugas mulia untuk membina, mendampingi, serta membuka akses bagi para perajin, khususnya pelaku UMKM, agar dapat meningkatkan kualitas dan daya saing produknya. Dengan dukungan pelatihan, permodalan, dan pemasaran, produk-produk lokal Sidoarjo harus mampu menembus pasar nasional hingga internasional,” ujar Bupati Subandi.

    Bupati Subandi mengajak seluruh pengurus yang baru dikukuhkan untuk terus berinovasi dan bersinergi dengan berbagai pihak dalam memperkuat sektor kerajinan daerah. Menurutnya, sinergi antara Dekranasda, pemerintah daerah, pelaku usaha, perajin, dan masyarakat menjadi kunci dalam mewujudkan ekonomi daerah yang tangguh dan berdaya saing.

    “Sidoarjo memiliki potensi luar biasa. Kita punya batik khas Sidoarjo dengan motif unik, bordir yang halus dan bernilai seni tinggi, serta produk kulit Tanggulangin yang telah dikenal luas. Dengan pembinaan berkelanjutan dan dukungan akses pasar, para perajin kita bisa naik kelas dan mandiri secara ekonomi,” imbuhnya.

    Sementara itu, Ketua Dekranasda Sidoarjo dr. Hj. Sriatun Subandi yang baru dikukuhkan menyampaikan komitmen untuk menjadikan Dekranasda sebagai wadah yang aktif, inovatif, dan berdaya guna dalam memberdayakan para perajin lokal.

    “Dekranasda akan terus berupaya menjaga ciri khas budaya Sidoarjo dan mengembangkannya melalui karya-karya kreatif yang bernilai jual tinggi. Kami siap bersinergi dengan pemerintah daerah untuk mendorong UMKM agar lebih maju dan berdaya saing,” terangnya.

    Acara pengukuhan pengurus Dekranasda dan pembukaan Jambore Batik Jatim ke-4 Tahun 2025 berlangsung khidmat dan ditutup dengan peninjauan stan produk-produk unggulan kerajinan lokal Sidoarjo oleh Bupati bersama jajaran Dekranasda. (isa/ted)

  • Temui Menaker Yassierli, Asosiasi Garmen-Tekstil Klaim Tak Ada PHK

    Temui Menaker Yassierli, Asosiasi Garmen-Tekstil Klaim Tak Ada PHK

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Garment dan Tekstil Indonesia (AGTI) menegaskan bahwa kondisi industri tekstil dan garmen nasional tetap solid di tengah berbagai tantangan global.

    Ketua Umum AGTI Anne Patricia Sutanto menyebut tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di sektor ini, bahkan sejumlah perusahaan justru memperluas kapasitas produksi dan membuka pabrik baru.

    Hal ini dia sampaikan usai melakukan audiensi dengan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Jakarta, Kamis (6/11/2025).

    “Tidak ada pemutusan hubungan kerja. Justru banyak perusahaan yang menambah kapasitas produksi, merekrut tenaga kerja baru, bahkan membuka pabrik baru. Artinya, industri tekstil dan garmen Indonesia terus tumbuh dan bergerak maju,” ujar Anne melalui rilisnya, Jumat (7/11/2025).

    Anne mengaku bahwa dalam pertemuan tersebut asosiasi bersama kementerian membahas sejumlah langkah strategis dalam memperkuat daya saing industri tekstil dan garmen, termasuk peningkatan kompetensi tenaga kerja serta penyederhanaan regulasi lintas kementerian.

    AGTI menyatakan siap mendukung penuh program-program Kemenaker, khususnya melalui pelaksanaan program magang industri dan penyusunan kurikulum berbasis kompetensi.

    “Program magang dari Kemenaker harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kuotanya mencapai 15 persen dari total karyawan di setiap perusahaan. Ini peluang besar untuk mencetak tenaga kerja siap pakai yang sesuai kebutuhan industri,” jelas Anne.

    Selain itu, AGTI bersama Kemenaker juga berkomitmen menyusun kurikulum berstandar kompetensi nasional yang disusun secara kolaboratif antara dunia industri, akademisi, dan pemerintah. Kurikulum ini diharapkan dapat melahirkan tenaga kerja yang adaptif terhadap teknologi dan memiliki daya saing tinggi di pasar global.

    AGTI juga mendorong pembentukan Productivity Center di sejumlah Balai Latihan Kerja (BLK) seperti di Serang, Bekasi, Solo, Bandung, dan Semarang. Fasilitas ini akan difokuskan pada peningkatan keterampilan dan efisiensi tenaga kerja di sektor tekstil dan garmen.

    Selain membahas penguatan SDM, AGTI turut mengusulkan penyederhanaan proses perizinan dan pemangkasan biaya regulasi yang berkaitan dengan Kemenaker, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), serta Kementerian Lingkungan Hidup.

    Anne menegaskan, langkah-langkah tersebut diperlukan untuk memperkuat ekosistem industri tekstil dan produk tekstil (TPT) agar lebih efisien dan kompetitif, terutama di tengah implementasi berbagai perjanjian dagang internasional.

    “Dalam rangka meningkatkan daya saing seiring dengan berbagai perjanjian dagang multilateral dan bilateral yang sudah atau akan efektif, seperti EU–Indonesia FTA dan Indonesia–Canada CEPA, kami sangat optimistis terhadap masa depan industri ini,” tandas Anne.

  • Menperin Buka-bukaan Data PMI Manufaktur RI

    Menperin Buka-bukaan Data PMI Manufaktur RI

    Jakarta

    Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global tercatat naik dari posisi 50,4 pada September menjadi 51,2 pada Oktober 2025. Capaian ini menandai ekspansi manufaktur tiga bulan berturut-turut dan menunjukkan stabilitas momentum pertumbuhan industri nasional di tengah tekanan ekonomi global.

    Kementerian Perindustrian mencatat, berdasarkan komponen pembentuk PMI, pesanan baru naik dari 51,7 menjadi 52,3, sedangkan tingkat ketenagakerjaan meningkat dari 50,7 ke 51,3. Kenaikan ini mencerminkan meningkatnya kepercayaan pasar dan kapasitas produksi industri nasional.

    “Kita melihat adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja pada laju tercepat sejak Mei 2025. Ini sinyal baik karena aktivitas industri kembali mendorong penciptaan lapangan kerja,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (5/11/2025).

    Agus menambahkan bahwa peningkatan kinerja industri nasional di tengah tekanan global menunjukkan ketahanan sektor manufaktur Indonesia yang semakin kuat. Meski begitu, ekspor masih melambat akibat pelemahan permintaan di pasar utama seperti Amerika Serikat dan Eropa, kekuatan konsumsi dalam negeri menjadi motor utama pertumbuhan industri Indonesia.

    “Kemenperin juga terus menjaga daya saing industri melalui efisiensi produksi, peningkatan nilai tambah, serta program upskilling dan reskilling tenaga kerja industri,” katanya.

    Sementara itu, Agus menegaskan bahwa Purchasing Managers Index (PMI) bukan pegangan utama dalam membaca kondisi industri dan merumuskan kebijakan industri karena hanya menyajikan data makro dan belum secara detail menjelaskan kinerja per subsektor industri.

    Sebagai gantinya, Kemenperin menggunakan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang dinilai lebih komprehensif dengan sampel dari lebih banyak industri dalam negeri serta lebih akurat dalam mencerminkan kinerja manufaktur nasional.

    “Saya ingin mengajak semua pihak untuk cermat dan bijak menggunakan data PMI dari S&P Global tiap bulannya. PMI bulanan yang dikeluarkan lembaga tersebut didasarkan pada sampel industri lebih sedikit dibanding sampel IKI,” katanya.

    Selain itu, Agus menilai bahwa PMI S&P Global belum cukup detail menggambarkan kondisi subsektor industri. Padahal, dinamika tiap subsektor industri berbeda-beda.

    “Kemenperin menggunakan data IKI membaca situasi makro industri dan merumuskan kebijakan. Data PMI bukan data utama Kemenperin dalam membaca situasi terkini manufaktur dan juga dalam perumusan kebijakan,” pungkasnya.

    Tonton juga video “Food Tray MBG Wajib SNI Tahun Ini”

    (ara/ara)

  • Mendorong Transformasi Hijau, HKI Jajaki Model Eco-Industrial Park Tiongkok

    Mendorong Transformasi Hijau, HKI Jajaki Model Eco-Industrial Park Tiongkok

    Surabaya (beritajatim.com) – Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) mengikuti program China–Indonesia Industrial Park Green Development di Beijing dan Tianjin pada 26–30 Oktober 2025.

    Program ini mempertemukan pengambil kebijakan, pengelola kawasan industri, dan lembaga riset dari kedua negara untuk memperkuat kolaborasi menuju industrialisasi hijau dan rendah karbon.

    Kegiatan ini difasilitasi oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Global Environmental Institute (GEI), dengan dukungan Energy Foundation China serta Chinese Academy of Sciences (CAS).

    Program tersebut dirancang untuk memperdalam pemahaman tentang kebijakan dan praktik terbaik pengembangan eco-industrial park (EIP) yang telah sukses diterapkan di Tiongkok.

    Dalam kesempatan istimewa itu, delegasi Indonesia diikuti oleh perwakilan Kementerian Perindustrian, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, serta HKI. HKI diwakili oleh Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Antar Lembaga, Didik Prasetiyono.

    Didik mengikuti sejumlah rangkaian kegiatan yang dimulai di Research Center for Eco-Environmental Sciences (RCEES), Chinese Academy of Sciences, Beijing. Para peneliti dan pelaku industri berbagi praktik terbaik dalam pengelolaan energi, air, dan limbah dengan pendekatan berbasis riset dan teknologi.

    “Berbagai inovasi ditampilkan, mulai dari penerapan microgrid untuk energi hijau, sistem manajemen karbon berbasis Internet of Things (IoT), hingga konsep zero-waste industrial park. Pendekatan ini menunjukkan bagaimana Tiongkok berhasil memadukan kebijakan, riset ilmiah, dan teknologi lingkungan secara terpadu untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan,” kata Didik.

    Didik menambahkan, pada sesi kunjungan ke China Center for Information Industry Development (CCID), yang merupakan bagian dari Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi Tiongkok (Ministry of Industry and Information Technology / MIIT), delegasi Indonesia mempelajari peran riset dan data industri dalam perumusan kebijakan nasional.

    CCID, lembaga strategis di bawah MIIT, berperan penting sebagai penggerak riset, analisis data, dan kerja sama internasional yang mendukung kebijakan industri berbasis inovasi.

    “Sinergi antara pemerintah, lembaga riset, dan sektor swasta menjadi kunci keberhasilan industrialisasi berbasis pengetahuan di Tiongkok. Pola seperti ini menjadi inspirasi bagi Indonesia untuk memperkuat transformasi industri yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan digitalisasi,” ungkap kandidat doktor Program Studi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Universitas Airlangga (Unair) ini.

    Sementara itu, puncak kegiatan berlangsung di Tianjin Economic-Technological Development Area (TEDA), salah satu kawasan industri paling sukses di Tiongkok.

    TEDA mengelola lebih dari 40 ribu hektare lahan industri dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2024 mencapai sekitar RMB 258,1 miliar atau setara Rp567 triliun.

    Delegasi Indonesia diterima jajaran pimpinan TEDA dan meninjau fasilitas pengolahan air limbah berkapasitas 100.000 meter kubik per hari yang dioperasikan oleh Veolia, perusahaan lingkungan asal Prancis.

    Fasilitas tersebut dioperasikan hanya oleh tiga orang berkat sistem otomasi penuh berbasis sensor dan pemantauan waktu nyata (real-time monitoring) yang mampu menjaga efisiensi energi secara presisi.

    Didik menegaskan pentingnya sinergi riset, kebijakan, dan industri dalam mempercepat transformasi hijau. “Setiap investasi teknologi lingkungan adalah keputusan lintas generasi yang harus dirancang efisien dan adaptif untuk jangka panjang,” ujarnya.

    Ia menambahkan, pengalaman Tiongkok membuktikan bahwa transformasi hijau berhasil bila negara memiliki arah kebijakan yang jelas. Pemerintah Tiongkok menjadi penggerak utama dengan strategi transisi energi yang tegas, riset yang kuat, dan kolaborasi erat antara sektor publik dan swasta.

    Kepastian hukum, kemudahan berusaha, serta iklim investasi yang kondusif menciptakan kepercayaan dan mempercepat transformasi industri. HKI meyakini, Indonesia dapat mereplikasi arah serupa agar transformasi hijau menjadi gerakan ekonomi nasional yang nyata.

    Kunjungan ini menjadi tonggak penting bagi penguatan ekosistem industri hijau di Indonesia. HKI menilai, kemitraan dengan lembaga-lembaga Tiongkok seperti CAS, CCID-MIIT, dan TEDA dapat menjadi katalis percepatan implementasi Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan (KIBL) yang tengah digagas Kementerian Perindustrian.

    Langkah ini sejalan dengan visi pemerintah menuju Net Zero Emission 2060 dan peta jalan Making Indonesia 4.0. Kawasan industri akan menjadi simpul utama industrialisasi hijau yang berdaya saing global sekaligus menopang pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. (tok/ian)

  • Usai Datangi Purbaya, Ini Kata Bos Pengusaha Tekstil Soal Upah Minimum

    Usai Datangi Purbaya, Ini Kata Bos Pengusaha Tekstil Soal Upah Minimum

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pembahasan kenaikan upah minimum tahun 2026 belum resmi dimulai, meski buruh sudah mulai menyuarakan harapannya. Sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 51/2023, pengumuman besaran kenaikan upah minimum tahun dilakukan pada tanggal 21 November setiap tahunnya.

    Namun, jadwal itu bisa saja dipercepat atau mundur tergantung tanggal 21 November jatuh pada hari apa. Atau jika pemerintah memiliki kebijakan khusus. Seperti untuk kenaikan upah minimum tahun 2025, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan langsung pada 29 November 2024 lalu.

    Di sisi lain, suara buruh saat ini masih terpecah. Ada yang menuntut kenaikan 8,5-10,5%. Ada juga yang meminta besaran kenaikan jangan dipukul rata untuk menghindari gap upah minimum yang semakin besar antardaerah di Indonesia.

    Lalu bagaimana dari pihak pengusaha?

    Usai menemui Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Selasa (4/11/2025), Ketua Umum Asosiasi Garment dan Textike Indonesia (AGTI) Anne Patricia Sutanto mengaku, upah minimum jadi salah satu topik yang disampaikan dalam pertemuan itu.

    “Iya, tadi kita juga sampaikan. Prinsipnya, upah minimum tuh selalu harus dicap dengan produktivitas dan efisiensi. Karena ketika ngomong daya saing, di sisi konsumen kan dari sisi kualitas, kuantitas, juga dari sisi harga,” katanya kepada wartawan.

    “Kita harapannya juga pekerja dalam hal ini kan inginnya juga sustainability dari lapangan kerjanya. Untuk sustainability dari lapangan kerja kan balik-baliknya adalah bagaimana kita bisa, walaupun naik pun, bisa memikirkan penambahan produktivitas dan efisiensi,” tambahnya.

    Karena itu, dia berharap, para pekerja, termasuk Serikat Pekerja, dan juga pemerintah, tetap mempertimbangkan hal daya saing dalam menetapkan kenaikan upah.

    “Upah minimum harus memperhatikan, bukan hanya gengsi satu buah serikat, tapi lebih ke arah lapangan kerja. Berapa banyak yang akan dibentuk yang akan ada dengan adanya penambahan upah minimum,” ucapnya.

    “Nyata kan tahun lalu waktu upah minimum dipaksakan di 6,5, terus ada beberapa daerah kena upah minimum sektoral. Bukannya kita bertambah lapangan kerja tapi ya semua kan udah tahu datanya. Jadi tolong kali ini put egonya, kita bagi semuanya yang menjadi penentu upah minimum,” cetus Anne.

    Dengan mengesampingkan ego, sambungnya, akan dilihat apakah tahun depan akan ada penambahan lapangan kerja atau tidak.

    “Kalau ada penambahan lapangan kerja berarti memang kita kan gak boleh egois, kita harus sama-sama duduk sama rendah berdiri sama-sama tinggi. Kenapa? Karena butuh lapangan kerja lebih banyak daripada yang saat ini sedang bekerja. Next generation kan perlu lapangan kerja,” tukasnya.

    “Kalau calon pengusaha yang mau masuk Indonesia atau mau berkembang di Indonesia sudah takut kenaikan upah minimum, Bapak Ibu yang jadi pengusaha mau gak menambah lapangan kerja? Ini kan common sense yang kita harus pikirkan masuk akal apa nggak,” ucapnya.

    Di sisi lain, Anne menegaskan, dalam pertemuan dengan Menkeu Purbaya tersebut, para pihak sepakat mendorong upaya untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, bersatu dalam ekonomi Pancasila.

    “Kalau seluruh mitra kami yaitu pemerintah, pengusaha dan juga pekerja bersatu di dalam ekonomi Pancasila, pastinya kita bisa meningkatkan potensi kita 2 kali lipat dan tidak impossible. Sangat mungkin kita akan melebihi negara-negara yang saat ini menjadi pesaing kita. Yang penting kita bersatu makanya kita put ekonomi Pancasila, karena sila ketiga kita kan Persatuan Indonesia,” sebutnya.

    “Kita mengimbau semua stakeholders garmen dan tekstil, sayangilah industri padat karya ini. Karena ini memberi transformasi industri yang baik. Karena pekerja kita kan nggak usah selalu harus lulusan S1, S2. Ada bagus, nggak ada pun kita bisa upayakan dalam industri 4.0 yang merupakan program dari Kementerian Perindustrian,” kata Anne.

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pengusaha Semen Lebih Khawatir Aturan Tarif Karbon Australia Ketimbang CBAM Eropa

    Pengusaha Semen Lebih Khawatir Aturan Tarif Karbon Australia Ketimbang CBAM Eropa

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Semen Indonesia (ASI) tidak mengkhawatirkan penerapan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang diterapkan Uni Eropa tahun depan. Alih-alih Eropa, industri lokal kini cemas dengan kebijakan serupa yang akan diterapkan Australia.  

    Ketua ASI Lilik Unggul Raharjo mengatakan Eropa bukan menjadi pasar utama ekspor semen nasional. Namun, Australia masuk dalam 3 besar tujuan ekspor produk semen Indonesia. 

    “Kita ekspor dua jenis produk, clinker [setengah jadi] dan semen. Ekspor terbesar untuk clinker ke Bangladesh, lalu Taiwan dan Australia,” kata Lilik saat ditemui Bisnis di Kantor ASI, dikutip pada Minggu (2/11/2025). 

    Lilik menerangkan bahwa ekspor ke Eropa tidak menjadi pilihan lantaran biaya transportasi yang mahal. Alhasil, produk semen RI kalah bersaing dengan negara-negara lain seperti Turki maupun Timur Tengah. 

    Dalam catatan ASI, volume ekspor clinker sekitar 10,9 juta ton, sementara semen jadi hanya sekitar 1 juta ton. Adapun, ekspor clinker ke Australia mencapai 1,1 juta ton atau 10% dari total ekspor per tahun. 

    “Nah, Australia ini, mereka akan menerapkan kebijakan serupa [CBAM] tahun 2027, disebut carbon leakage tariff,” tuturnya. 

    Kedutaan Besar Australia disebut telah memberikan pengumuman terkait kebijakan tersebut dan memperkenalkan skema perhitungannya. Kendati demikian, kebijakan tarif tambahan berbasis karbon itu juga belum final. 

    Lilik menuturkan bahwa pemerintah Australia tengah mempersiapkan pengumuman launching kebijakan tersebut. Namun masih menunggu pemilihan umum dan peresmian pemerintahan baru. 

    “Tapi tarifnya diperkirakan sekitar AU$30 per ton CO₂. Kami sudah mengimbau anggota untuk bersiap,” imbuhnya. 

    Dalam hal ini, pihaknya telah menyelesaikan penyusunan roadmap dekarbonisasi bersama Kementerian Perindustrian dan ITB. Bahkan sebelum itu, beberapa perusahaan besar sudah melakukan inisiatif pengurangan emisi. 

    Dia menyebutkan bahwa saat ini rasio clinker factor dari produksi industri sudah turun ke 68% dari level awal 90%–95%. Artinya, terdapat penurunan emisi cukup signifikan.

    “Selain itu, kami melakukan fuel switching dari batubara ke bahan bakar alternatif seperti biomassa, RDF, dan limbah industri,” jelasnya. 

    Efisiensi energi juga terus ditingkatkan. Secara total, emisi per ton semen sudah turun sekitar 21% dibandingkan tahun 2010. Penggunaan bahan bakar alternatif kini mencapai 11% dari total nilai kalor, naik dari 3% pada 2010.

    Di sisi lain, pihaknya juga telah memproduksi blended cement atau semen hijau, yaitu dengan menurunkan porsi clinker. Pembuatan clinker disebut menghasilkan CO₂ tinggi, sehingga pengurangannya membuat proses lebih ramah lingkungan. 

    “Saat ini sekitar 71% produk kita sudah berupa semen hijau, sisanya 29% masih OPC [ordinary portland cement]. Targetnya, seluruh produksi menjadi semen hijau pada 2050,” terangnya. 

    Lebih lanjut, Lilik menyoroti sejumlah tantangan dalam upaya dekarbonisasi industri semen. Dari sisi regulasi, misalnya aturan spesifikasi proyek infrastruktur yang masih mengacu pada OPC. 

    Padahal, pasar umum sudah sangat menerima, sekitar 70% semen kantongan yang beredar di pasaran meripakan semen hijau. Dari sisi harga dan kualitas, tidak ada perbedaan signifikan.

    “Kami sedang ajukan terkait regulasi agar proyek-proyek pemerintah juga menggunakan semen ramah lingkungan,” tuturnya. 

    Pihaknya juga mendorong kemudahan izin untuk penggunaan bahan bakar alternatif dan kebijakan nilai ekonomi karbon yang sedang disiapkan untuk diberikan insentif seperti carbon credit. 

    “Kami juga berharap ada insentif investasi karena untuk menurunkan emisi butuh biaya besar. Total kebutuhan investasi nasional untuk mencapai target penurunan emisi 2030 diperkirakan sekitar Rp3 triliun,” pungkasnya.

  • Kemendag: Impor Pakaian Bekas Ilegal Diduga Berasal dari Korea, Jepang, China

    Kemendag: Impor Pakaian Bekas Ilegal Diduga Berasal dari Korea, Jepang, China

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkap sebagian besar pakaian bekas impor ilegal yang ditindak pemerintah diduga berasal dari Jepang, China, dan Korea Selatan.

    Seperti diberitakan Bisnis, pemerintah melalui Kemendag telah menindak barang impor ilegal, termasuk produk pakaian bekas dalam karung (balpres) sebanyak 21.054 bal selama satu tahun masa pemerintahan Prabowo—Gibran. Nilainya mencapai Rp120,65 miliar.

    Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag Moga Simatupang menyatakan hasil pemeriksaan menunjukkan asal barang pakaian bekas (balpres) yang ditindak tersebut masuk melalui jalur tidak resmi dan didistribusikan ke pasar lokal tanpa izin impor.

    Adapun, hasil pemeriksaan menunjukkan penanggungjawab barang balpres asal impor ilegal tersebut bukan merupakan importir.

    “Asal barang pakaian bekas [balpres] yang ditindak diduga sebagian besar berasal dari negara Korea, Jepang, dan China,” kata Moga kepada Bisnis, dikutip Minggu (2/11/2025).

    Lebih lanjut, Moga menyatakan pemerintah telah mengenakan sanksi berupa penutupan lokasi usaha, sebagaimana diatur dalam Pasal 424 jo Pasal 428 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

    Kemudian, sambungnya, terhadap barang tersebut telah diberikan perintah pemusnahan barang berdasarkan Pasal 87 Ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

    “Sehingga penanggungjawab barang melaksanakan pemusnahan atas barang balpres ilegal tersebut atas biaya sendiri dengan disaksikan oleh petugas pengawas,” lanjutnya.

    Moga menambahkan selama satu tahun masa pemerintahan Prabowo—Gibran, sebagian besar barang impor ilegal yang masuk ke Indonesia berisi pakaian jadi bekas yang diselundupkan dan dijual di pasar domestik.

    “Barang impor ilegal yang beredar di pasaran dapat merugikan pelaku usaha dalam negeri, khususnya UMKM di dalam negeri yang memproduksi barang serupa,” terangnya.

    Di sisi lain, Moga menyampaikan pemerintah telah melakukan larangan impor pakaian bekas yang diberlakukan sejak 2015 untuk melindungi industri tekstil dalam negeri, serta kesehatan dan keselamatan masyarakat.

    Hal itu sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

    Adapun untuk menekan masuknya pakaian bekas, Kemendag akan memperkuat pengawasan lintas instansi bersama aparat penegak hukum. Upaya ini juga didukung oleh desk penyelundupan nasional yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

    “Selain itu, perlu juga upaya edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha agar tidak memperjualbelikan pakaian bekas impor ilegal,” tambahnya.

    Sebelumnya, berdasarkan perhitungan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), estimasi konservatif potensi kerugian negara akibat masuknya impor baju bekas ilegal berada di kisaran Rp600 miliar—Rp 1 triliun per tahun. Estimasi ini merupakan industri berbasis metodologi trade-remedy, bukan klaim asumtif.

    Adapun, estimasi tersebut mengacu data penindakan Bea Cukai dan simulasi penerimaan fiskal. Perinciannya, data penindakan Bea Cukai menunjukkan sekitar 21.000 bal pakaian bekas ilegal bernilai sekitar Rp120 miliar dalam satu tahun, serta umumnya barang yang tertangkap hanya di kisaran 10%–20% dari total arus masuk.

    Sekretaris Jenderal API Andrew Purnama mengatakan peredaran baju bekas ilegal terhadap industri tekstil dan garmen berdampak dari hilir ke hulu, mulai dari garmen lokal yang kehilangan pesanan, pabrik kain menurunkan kapasitas, pemintal dan penenun mengurangi jam kerja, hingga turunnya permintaan industri serat dan benang.

    Andrew mengungkap, berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) 2024, industri tekstil dan garmen menyerap lebih dari 3,9 juta pekerja. “Jadi ketika utilitas pabrik turun, yang terdampak bukan hanya pabrik, tetapi pendapatan rumah tangga para pekerja,” kata Andrew kepada Bisnis, Kamis (30/10/2025).

    Di sisi lain, dia juga menyoroti budaya thrifting di Indonesia yang saat ini bergeser. Dia mengungkap, di negara lain, thrifting adalah kegiatan sosial untuk mereka yang benar-benar tidak mampu membeli baju baru, bahkan banyak yang berbasis charity alias sangat rendah atau gratis.

    Namun di Indonesia, sambung Andrew, thrifting justru berubah menjadi tren bagi konsumen yang sebenarnya mempunyai daya beli. Dia menyebut kondisi ini membuat produk lokal semakin tersisih. Padahal, dia menerangkan pakaian yang diproduksi oleh industri kecil menengah (IKM) lokal masih sangat terjangkau, yakni di kisaran Rp50.000–Rp200.000.

    “Membeli produk lokal berarti menghidupkan pekerja lokal. Kita bisa membeli ponsel belasan juta, tetapi sering merasa keberatan membeli baju lokal di bawah Rp100.000–Rp200.000, pola pikir ini yang perlu diubah,” tambahnya.

    API menilai pemerintah perlu memperbaiki sederet kebijakan untuk mencegah masuknya impor baju bekas ilegal. Pertama, di hulu (perbatasan), yakni dengan memperkuat pengawasan dan memutus jalur importir besar, bukan hanya razia di pasar.

    Kedua, konsistensi regulasi. API meminta agar pemerintah memastikan implementasi Permendag 17/2025 dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27/2025 (Permenperin 27/2025) berjalan stabil.

    Ketiga, dampak sosial. Andrew menyarankan agar pedagang thrift kecil harus dibina, bukan dipidanakan. Serta keempat, melalui edukasi publik dengan mengembalikan makna thrifting sebagai kegiatan sosial, bukan gaya hidup bagi yang mampu.