Kementrian Lembaga: kemenperin

  • Soal Temuan Cesium 137 di Pabrik Sepatu Cikande, Pakar Ingatkan Potensi Kanker

    Soal Temuan Cesium 137 di Pabrik Sepatu Cikande, Pakar Ingatkan Potensi Kanker

    Jakarta

    Kasus dugaan paparan bahan radioaktif Cesium-137 (Cs-137) di kawasan industri Cikande, Serang, Banten, kembali menjadi sorotan setelah dua kontainer produk alas kaki asal Indonesia dikembalikan Amerika Serikat. Produk tersebut diduga terpapar radionuklida buatan yang dikenal berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

    Ketua Bidang Diplomasi dan Komunikasi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Radionuklida Cs-137, Bara Krishna Hasibuan, menjelaskan produk berasal dari perusahaan industri alas kaki di luar kawasan industri utama, tetapi masih dalam radius sekitar 5 kilometer dari sumber kontaminasi, yakni fasilitas milik PT Peter Metal Technology (PT PMT).

    “Terdapat dua kontainer suspect Cs-137 yang dipulangkan kembali ke Indonesia. Produk berasal dari industri alas kaki di Cikande, radius 5 kilometer dari sumber kontaminasi,” kata Bara dalam konferensi pers di Kemenko Pangan, Selasa (12/11/2025).

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan proses produksi di perusahaan terkait kini telah dinyatakan aman setelah mendapat surat clearance dari Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir).

    “Sudah selesai, sudah di-clearance. Tidak ada masalah,” ujar Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin, Taufik Bawazier, menanggapi kasus ini.

    Meski dinyatakan aman secara operasional, sejumlah pakar mengingatkan efek jangka panjang paparan Cesium-137. Mengingat, zat tersebut adalah radionuklida buatan yang memancarkan radiasi beta dan gamma, dengan radiasi gamma yang bisa menembus tubuh manusia dan menjadi sumber paparan eksternal berbahaya.

    Pakar global health security Dicky Budiman, menegaskan Cs-137 memiliki waktu paruh sekitar 30 tahun, sehingga kontaminasi di lingkungan dapat berlangsung sangat lama jika tidak ditangani dengan benar.

    “Radiasi gamma-nya bisa menembus tubuh dan menjadi sumber paparan eksternal. Kalau lingkungan terkontaminasi, dampaknya jangka panjang,” ujarnya.

    Secara biologis, bila masuk ke tubuh, baik terhirup, tertelan, atau lewat kulit luka, Cs-137 akan cepat terdistribusi ke jaringan lunak seperti otot. Zat ini kemudian bisa menetap di dalam tubuh selama berbulan-bulan hingga ratusan hari, menyebabkan paparan internal yang terus-menerus.

    Dicky menjelaskan jalur paparan Cs-137 bisa berasal dari:

    Paparan eksternal: akibat kedekatan dengan sumber padat terkontaminasi seperti logam atau tungku peleburan.

    Paparan internal: melalui konsumsi makanan, air, atau debu radioaktif dari lingkungan yang sudah tercemar.

    “Bahaya ini bergantung pada dosis dan lama paparan. Dosis tinggi dalam hitungan jam atau hari bisa menimbulkan sindrom radiasi akut, gejalanya mual, muntah, diare, bahkan kerusakan sumsum tulang. Dosis rendah tapi terus-menerus justru yang berbahaya karena meningkatkan risiko kanker dalam jangka panjang,” jelasnya.

    BACA JUGA:

    Efek radiasi Cs-137 terhadap tubuh manusia juga disebut Dicky terbagi menjadi tiga fase:

    Efek akut, muncul dalam hitungan jam hingga hari: mual, muntah, kelelahan ekstrem, hingga kerusakan organ vital.

    Efek subkronis, muncul dalam beberapa minggu hingga bulan: penurunan sistem imun, infeksi berulang, dan perdarahan.

    Efek kronis atau laten, baru muncul 5 hingga 20 tahun setelah paparan: berupa peningkatan risiko kanker tiroid, leukemia, kanker paru, payudara, hingga gangguan reproduksi.

    “Efek laten ini yang paling berbahaya karena muncul setelah bertahun-tahun. Itu sebabnya pemantauan kesehatan jangka panjang sangat penting,” ujar Dicky.

    “Kasus ini bukan masalah sekilas. Jika tidak ditangani dengan benar, Cs-137 bisa mencemari tanah dan air selama puluhan tahun. Ini harus jadi prioritas nasional,” tegasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: 9 Orang Terpapar Radiasi Cs-137 Sudah Pulang dari RS”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Soal Temuan Cesium 137 di Pabrik Sepatu Cikande, Pakar Ingatkan Potensi Kanker

    Soal Temuan Cesium 137 di Pabrik Sepatu Cikande, Pakar Ingatkan Potensi Kanker

    Jakarta

    Kasus dugaan paparan bahan radioaktif Cesium-137 (Cs-137) di kawasan industri Cikande, Serang, Banten, kembali menjadi sorotan setelah dua kontainer produk alas kaki asal Indonesia dikembalikan Amerika Serikat. Produk tersebut diduga terpapar radionuklida buatan yang dikenal berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

    Ketua Bidang Diplomasi dan Komunikasi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Radionuklida Cs-137, Bara Krishna Hasibuan, menjelaskan produk berasal dari perusahaan industri alas kaki di luar kawasan industri utama, tetapi masih dalam radius sekitar 5 kilometer dari sumber kontaminasi, yakni fasilitas milik PT Peter Metal Technology (PT PMT).

    “Terdapat dua kontainer suspect Cs-137 yang dipulangkan kembali ke Indonesia. Produk berasal dari industri alas kaki di Cikande, radius 5 kilometer dari sumber kontaminasi,” kata Bara dalam konferensi pers di Kemenko Pangan, Selasa (12/11/2025).

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan proses produksi di perusahaan terkait kini telah dinyatakan aman setelah mendapat surat clearance dari Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir).

    “Sudah selesai, sudah di-clearance. Tidak ada masalah,” ujar Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin, Taufik Bawazier, menanggapi kasus ini.

    Meski dinyatakan aman secara operasional, sejumlah pakar mengingatkan efek jangka panjang paparan Cesium-137. Mengingat, zat tersebut adalah radionuklida buatan yang memancarkan radiasi beta dan gamma, dengan radiasi gamma yang bisa menembus tubuh manusia dan menjadi sumber paparan eksternal berbahaya.

    Pakar global health security Dicky Budiman, menegaskan Cs-137 memiliki waktu paruh sekitar 30 tahun, sehingga kontaminasi di lingkungan dapat berlangsung sangat lama jika tidak ditangani dengan benar.

    “Radiasi gamma-nya bisa menembus tubuh dan menjadi sumber paparan eksternal. Kalau lingkungan terkontaminasi, dampaknya jangka panjang,” ujarnya.

    Secara biologis, bila masuk ke tubuh, baik terhirup, tertelan, atau lewat kulit luka, Cs-137 akan cepat terdistribusi ke jaringan lunak seperti otot. Zat ini kemudian bisa menetap di dalam tubuh selama berbulan-bulan hingga ratusan hari, menyebabkan paparan internal yang terus-menerus.

    Dicky menjelaskan jalur paparan Cs-137 bisa berasal dari:

    Paparan eksternal: akibat kedekatan dengan sumber padat terkontaminasi seperti logam atau tungku peleburan.

    Paparan internal: melalui konsumsi makanan, air, atau debu radioaktif dari lingkungan yang sudah tercemar.

    “Bahaya ini bergantung pada dosis dan lama paparan. Dosis tinggi dalam hitungan jam atau hari bisa menimbulkan sindrom radiasi akut, gejalanya mual, muntah, diare, bahkan kerusakan sumsum tulang. Dosis rendah tapi terus-menerus justru yang berbahaya karena meningkatkan risiko kanker dalam jangka panjang,” jelasnya.

    BACA JUGA:

    Efek radiasi Cs-137 terhadap tubuh manusia juga disebut Dicky terbagi menjadi tiga fase:

    Efek akut, muncul dalam hitungan jam hingga hari: mual, muntah, kelelahan ekstrem, hingga kerusakan organ vital.

    Efek subkronis, muncul dalam beberapa minggu hingga bulan: penurunan sistem imun, infeksi berulang, dan perdarahan.

    Efek kronis atau laten, baru muncul 5 hingga 20 tahun setelah paparan: berupa peningkatan risiko kanker tiroid, leukemia, kanker paru, payudara, hingga gangguan reproduksi.

    “Efek laten ini yang paling berbahaya karena muncul setelah bertahun-tahun. Itu sebabnya pemantauan kesehatan jangka panjang sangat penting,” ujar Dicky.

    “Kasus ini bukan masalah sekilas. Jika tidak ditangani dengan benar, Cs-137 bisa mencemari tanah dan air selama puluhan tahun. Ini harus jadi prioritas nasional,” tegasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: 9 Orang Terpapar Radiasi Cs-137 Sudah Pulang dari RS”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Penyelidikan Biang Kerok Kontaminasi Cs-137 Buntu, Satgas Ungkap Alasannya

    Penyelidikan Biang Kerok Kontaminasi Cs-137 Buntu, Satgas Ungkap Alasannya

    JAKARTA – Penyelidikan kontaminasi radioaktif Cesium-137 (Cs-137) di kawasan industri Cikande, Serang, Banten, masih menemui jalan buntu.

    Pasalnya, sumber kontaminasi Cs-137 di Kawasan Cikande berasal dari scrap metal yang digunakan PT Peter Metal Technology (PMT), namun pabrik tersebut telah ditutup sejak lama.

    Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kontaminasi Cs-137 Bara Krishna Hasibuan mengungkapkan, hingga kini pihaknya belum dapat menelusuri asal usul scrap metal yang digunakan oleh PT Peter Metal Technology (PMT).

    Bara mengatakan berdasarkan hasil penelusuran Satgas, tidak ditemukan  rekomendasi impor dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Persetujuan Impor (PI) Kementerian Perdagangan scrap metal atas nama PMT.

    “Kita cek juga di data Kementerian Perindustrian mereka tidak pernah mengeluarkan Pertek, Pertimbangan Teknis. Jadi, kalau ada alat-alat berat itu sebelum dilakukan importasi, sebelum persetujuan impor dikeluarkan Kementerian Perdagangan,” ujar Bara dalam konferensi pers di Kemenko Pangan, Jakarta, Rabu, 12 November.

    “Salah satu syarat utama adalah mereka harus mendapatkan Pertimbangan Teknis dari Kementerian Perindustrian disamping juga ada rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup,” sambungnya.

    Akibatnya, lanjut Bara, pihaknya belum dapat menelusuri asal dari scrap metal yang disebut sebagai sumber kontaminasi radioaktif Cs-137 di kawasan industri Cikande itu.

    Bara bilang, investigasi yang dilakukan Bareskrim Polri juga tidak dapat menemukan asal usul radiasi tersebut.

    Karena kendala itu juga, Satgas belum bisa mewawancarai pihak manajemen PMT.

    “Kita belum bisa mewawancarai pemilik maupun pihak manajemen dari PT Peter Metal itu. Untuk betul-betul bisa melakukan root cause analysis secara menyeluruh ya kita harus bisa mengetahui dari mana mendapatkan scrap metal itu,” jelasnya.

    Kata Bara, ada dua dugaan asal scrap metal yang digunakan PMT yakni dari impor ilegal dan dalam negeri. Namun, Bara mengaku belum dapat berasumsi lebih jauh lagi.

    “Kemungkinan juga mereka membeli dari sumber di dalam negeri atau mereka mungkin kalau memang melakukan importasi secara ilegal, tapi kita tidak tahu. Kita tidak boleh melakukan asumsi karena tentu saja sekarang ini kami serahkan kepada pihak Bareskrim yang sedang melakukan investigasi,” ucapnya.

  • Mengenal Dampak Kesehatan Cs-137, Radioaktif yang Cemari Pabrik Sepatu di Banten

    Mengenal Dampak Kesehatan Cs-137, Radioaktif yang Cemari Pabrik Sepatu di Banten

    Jakarta

    Sebanyak 2 kontainer produk alas kaki dari Indonesia dikembalikan oleh Amerika Serikat karena diduga terpapar bahan radioaktif. Produk tersebut berasal dari pabrik di kawasan Cikande, Serang, Banten.

    “Terdapat dua kontainer suspect Cs-137 yang dipulangkan kembali ke Indonesia,” kata Ketua Bidang Diplomasi dan Komunikasi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Radionuklida Cs-137, Bara Krishna Hasibuan dalam konferensi pers di Kemenko Bidang Pangan, Rabu (12/11/2025).

    “Produk alas kaki tersebut berasal dari sebuah perusahaan industri alas kaki yang berlokasi juga di Cikande, namun di luar kawasan industri dengan radius 5 km dari sumber kontaminasi Cs-137 yaitu fasilitas PT PMT (PT Peter Metal Technology),” terangnya.

    Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Taufik Bawazier, mengatakan upaya penindakan sudah dilakukan terhadap paparan di perusahaan yang memproduksi sepatu untuk merk kenamaan seperti Nike hingga Adidas tersebut. Kegiatan produksi saat ini disebutnya sudah tidak mengalami gangguan.

    “Oh sudah selesai itu, sudah selesai. Nikomas Gemilang kan? Sudah ada surat dari Bapeten sudah di-clearance, nggak ada masalah,” ujar Taufik ditemui di Kompleks DPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (12/11/2025).

    Apa Itu Cesium dan Cs-137?

    US Environmental Protection Agency (EPA) menyebut, Cesium merupakan logam putih keperakan dengan simbol kimia ‘Cs‘ yang bersifat lunak dan memiliki titik lebur yang rendah sehingga mencair di suhu ruang. Logam ini mudah berikatan dengan klorida, membentuk serbuk kristal.

    Bentuk atau isotop radioaktif yang umum ditemukan adalah Cs-137 atau Cesium-137, yang dihasilkan dari fisi nuklir untuk keperluan medis maupun alat ukur. Cs-137 juga dihasilkan sebagai byproduct atau produk sampingan dari proses fisi di reaktor nuklir maupun uji coba senjata nuklir.

    Ada di Mana Saja?

    Dalam jumlah kecil, Cs-137 digunakan untuk kalibrasi alat-alat pendeteksi radiaso seperti Geiger-Mueller. Dalam jumlah besar, Cs-137 bisa ditemukan dalam:

    Peralatan terapi radiasi medis untuk mengobati kankerAlat ukur industri untuk mendeteksi aliran benda cair yang melewati pipaPeralatan industri lainnya untuk mengukur ketebalan material seperti kertas ataupun logam.

    Apa Dampak Paparan Cs-137 bagi Kesehatan?

    Paparan eksternal Cs-137 dalam jumlah besar bisa menyebabkan luka bakar, penyakit radiasi akut, dan bahkan kematian. Kondisi yang memungkinkan terjadinya paparan dalam jumlah besar antara lain detonasi atau ledakan nuklir atau kecelakaan nuklir yang besar.

    Dalam kondisi normal, paparan Cs-137 dalam jumlah besar tidak ditemukan di lingkungan.

    Dampak kesehatan dari paparan Cs-137 bisa meningkatkan risiko kanker karena keberadaan radiasi gamma energi tinggi. Paparan internal baik terhirup maupun tertelan menyebabkan material radioaktif terdistribusi ke jaringan lunak, terutama otot sehingga meningkatkan risiko kanker.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: 9 Orang Terpapar Radiasi Cs-137 Sudah Pulang dari RS”
    [Gambas:Video 20detik]
    (up/up)

  • Rapat Bareng DPR, Pengusaha Baja Minta Alat Deteksi Radioaktif Dipasang di Border

    Rapat Bareng DPR, Pengusaha Baja Minta Alat Deteksi Radioaktif Dipasang di Border

    JAKARTA – The Indonesian Iron and Steel Association (IISIA) mengusulkan agar pemasangan alat pendeteksi radiasi atau radiation portal monitor (RPM) dilakukan di border atau area perbatasan yang berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Keuangan).

    Usulan tersebut disampaikan menyusul kebijakan pemerintah yang mewajibkan pelaku industri peleburan logam memasang alat pendeteksi radioaktif di masing-masing fasilitas usaha.

    Direktur Eksekutif IISIA Harry Warganegara mengatakan, langkah pemerintah untuk memperketat pengawasan bahan baku logam, terutama scrap impor, sebenarnya dapat dipahami. 

    Akan tetapi, kata dia, pemasangan alat deteksi seharusnya dilakukan di titik masuk barang, bukan di area industri.

    “Kami siap memasang alat pendeteksi itu. Tapi, seharusnya ini dipasang di border, sehingga kalau ada apa-apa, ketahuan ada radioaktif bisa dire-export,” ujar Harry dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI bersama Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 November.

    Harry menjelaskan, kebutuhan bahan baku menjadi tantangan utama industri baja nasional untuk menuju produksi baja hijau (green steel). 

    Indonesia saat ini mengimpor sekitar 1,2 juta ton scrap setiap tahun, sementara pasokan domestik hanya mampu memenuhi 30-40 persen kebutuhan.

    Namun, pasokan scrap impor sempat terhambat setelah muncul temuan material radioaktif pada salah satu perusahaan peleburan di Cikande, Banten, yakni PT Peter Metal Technology (PMT). 

    Dampaknya, impor scrap langsung dihentikan sementara waktu.

    “Kami memahami ada situasi terjadi di Cikande dan akibatnya adalah scrap itu disetop. Kami sudah melayangkan surat ke Kemenperin, KLH dan (Kementerian) Perdagangan, sudah direspons. Kami diberikan waktu tiga bulan untuk memasang RPM atas CEMS yaitu alat untuk mendeteksi radioaktif,” katanya.

    Meski begitu, Harry menekankan, proses pengadaan alat tersebut memerlukan waktu. 

    Menurut dia, pihaknya tidak menolak untuk memasang alat deteksi tersebut. 

    Namun, secara waktu, pemasangan di kawasan industri dinilai akan terlambat apabila ditemukan unsur radioaktif setelah scrap tiba di area industri. 

    Menurut Harry, kondisi itu membuat perusahaan tidak bisa lagi mengekspor kembali material terkontaminasi.

    “Kalau radioaktifnya ditemukan di pabrik anggota kami, itu sudah tidak bisa di-re-export. Solusinya adalah dikubur. Kalau dikubur berarti radioaktif itu ditanam di bumi Indonesia, bukan dikembalikan ke negara asal. Ini yang kami khawatirkan,” tuturnya.

    Harry bilang, sebenarnya Bea Cukai telah memiliki alat pendeteksi radioaktif di Pelabuhan Tanjung Priok.

    Namun, fasilitas itu dinilai belum mencukupi karena belum tersedia di seluruh pelabuhan tempat scrap impor masuk.

    “Bea Cukai memang punya di Priok, tapi apakah alat itu aktif 24 jam dan apakah semua scrap diperiksa? Karena scrap tidak hanya masuk lewat Priok, ada pelabuhan lain belum punya alat itu,” pungkasnya.

  • Impor Scrap Baja Dilonggarkan Bersyarat Usai Polemik Kontaminasi Radioaktif

    Impor Scrap Baja Dilonggarkan Bersyarat Usai Polemik Kontaminasi Radioaktif

    Bisnis.com, JAKARTA — The Indonesian Iron and Steel Association (IISIA) mengungkap pemerintah telah memberikan kelonggaran untuk impor scrap metal atau besi tua yang sebelumnya sempat disetop lantaran temuan kontaminasi radioaktif Cesium-137 (Cs-137). 

    Direktur Eksekutif IISIA Harry Warganegara mengatakan pemerintah memberikan waktu tiga bulan bagi industri baja, selaku pengguna bahan baku berupa scrap, untuk memasang alat pendeteksi radioaktif seperti Radiation Portal Monitor (RPM) di fasilitas peleburan. 

    “Untuk memasang itu perlu waktu karena barangnya juga impor, paling cepat 3 bulan, nah jadi kami pun meminta bahwa kalau 3 bulan kami nggak bisa impor scrap, berarti kan berhenti produksi, akhirnya diizinkan dikasih tambahan waktu 3 bulan,” kata Harry saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (12/11/2025).

    Jika dalam 3 bulan pelaku usaha peleburan belum memasang alat pendeteksi tersebut, maka izin impor scrap tidak dikeluarkan. Hal tersebut tentunya dapat berakibat ke operasional pabrik. 

    Harry menerangkan bahwa pihaknya menyepakati keputusan tersebut. Meskipun, dalam pemasangannya dibutuhkan investasi tambahan sebesar Rp3,5 miliar-Rp5 miliar. 

    “Kami ikut permintaan pemerintah memasang alat itu, hanya saja pada saat kami bersimulasi, misalnya ini ya, ternyata terdeteksi ini nggak bisa diapa-apain, kan pertanyaannya apakah bisa kita re-ekspor? nggak bisa, karena sudah keluar dari wilayah kepabeanan,” tuturnya. 

    Menurut dia, mestinya alat pendeteksi radioaktif berada di wilayah kepabeanan atau kawasan border yang dikelola Bea Cukai. Dengan begitu, jika impor scrap terdeteksi radioaktif, maka barang tersebut bisa dikembalikan ke negara asalnya. 

    Sementara, jika ditemukan paparan ketika sudah berada di kawasan fasilitas peleburan, maka barang tersebut tak bisa dikembalikan ke negara asal. Pihaknya telah bertanya ke Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) jika ditemukan lagi barang terkontaminasi radioaktif maka barang tersebut ‘ditanam’. 

    “Pertanyaan ditanam dimana? kan belum ketahuan, alangkah baiknya, kalau tempat pencegahan pertama itu di border, kami pasang alat kami peleburan, tapi itu jangan dijadikan tempat pendeteksi awal jadikanlah tempat itu pendeteksi lanjutan,” jelasnya. 

    Adapun, saat ini industri membutuhkan 2 juta ton scrap atau logam bekas untuk kebutuhan produksi baja. Dalam hal ini, scrap dari lokal baru bisa memasok 600.000 ton, sementara sisanya diimpor. 

    Ditemui terpisah, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Setia Diarta mengatakan pihaknya tengah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk memastikan kebutuhan bahan baku baja yang diimpor bisa tetap diizinkan. 

    “Ini yang kami coba koordinasi lagi dengan teman-teman k/l supaya industri tetap produksi,” tuturnya. 

  • Wanti-wanti Maraknya Truk Impor China Bikin Persaingan Tak Adil hingga PHK

    Wanti-wanti Maraknya Truk Impor China Bikin Persaingan Tak Adil hingga PHK

    Jakarta

    Mitsubishi Fuso menilai truk impor China bikin resah pabrikan yang sudah berinvestasi di Indonesia. Pabrikan yang memproduksi lokal harus memenuhi standar emisi hingga regulasi teknis kelayakan serta keselamatan, sementara truk impor bisa bebas tanpa memenuhi syarat tersebut.

    “Kami PT Krama Yudha Tiga Berlian motor tidak hanya menjual produk, kami membangun ekosistem, kami melakukan investasi untuk berkontribusi kepada Indonesia,” kata Aji Jaya selaku Sales and Marketing Director PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors di Pulomas, Jakarta Timur, Rabu (12/11/2025).

    Aji Jaya menekankan pabrikan lokal selalu mengikuti regulasi pemerintah. Sebagai contoh, PT KTB dan fasilitas produksinya, Krama Yudha Ratu Motor (KRM) telah berinvestasi untuk memenuhi standar emisi Euro4 bagi kendaraan bermesin diesel, yang diwajibkan pemerintah sejak tahun 2022.

    Ironisnya, di sisi lain, truk impor dari China dilaporkan bisa masuk ke pasar tanpa harus memenuhi persyaratan teknis yang sama. Kondisi ini menciptakan keuntungan yang tidak adil, produk impor dapat menawarkan harga jual yang lebih kompetitif.

    Diketahui kendaraan niaga berat dari China hanya memenuhi standar emisi Euro 2 dan Euro 3. Padahal, Indonesia sudah menetapkan standar emisi Euro 4 sebagai aturan wajib untuk kendaraan yang baru diproduksi.

    Aji menginginkan pemerintah segera punya solusi untuk melindungi industri dalam negeri.

    “Karena kalau kelamaan juga pasti dampaknya akan lebih besar ke kita. Bisa-bisa Pak Momon (Duljatmono, Presiden Direktur PT KRM) produksinya terus turun harus layoff karyawan, harus kurangin produksi,” jelas Aji.

    Menanggapi fenomena ini, pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu menyoroti akar masalah yang lebih kompleks, yakni adanya perbedaan yurisdiksi dan tumpang tindih regulasi, khususnya di sektor pertambangan.

    “Agak lucu juga ya, sebab yang pertambangan di bawah yurisdiksi Kementerian ESDM, sedangkan yang di jalan raya di bawah Kemenhub (Kementerian Perhubungan). Lalu yang usulkan regulasi wajibkan seluruh kendaraan beroperasi di kawasan pertambangan atau di luar jalan umum untuk memenuhi standar emisi euro4 adalah Kemenperin,” kata Yannes.

    Truk China dengan standar emisi Euro 2, Euro 3, atau bahkan truk listrik, dapat legal beroperasi di kawasan tambang. Masalah utamanya bukan sekadar “banjir truk impor ilegal”, melainkan adanya celah regulasi yang sah di sektor tertentu.

    “Hal ini disebabkan oleh sifat kendaraan tersebut yang lebih banyak dikategorikan sebagai peralatan produksi di lokasi tertutup, bukan transportasi publik atau komersial di jalan umum, sehingga tunduk pada regulasi khusus pertambangan,” jelas Yannes.

    Regulasi yang dimaksud adalah UU No. 3 Tahun 2020 (UU Minerba), yang berada di bawah yurisdiksi Kementerian ESDM (KemenESDM). Di sisi lain, APM (Agen Pemegang Merek) yang sudah berinvestasi di Indonesia–kebanyakan dari Jepang– memproduksi kendaraan yang beroperasi di jalan umum. Karena itu, mereka wajib mematuhi aturan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan memproduksi mesin berstandar Euro 4.

    “Otomatis mereka (pabrikan Jepang) hanya memiliki spek mesin Euro 4. Nah untuk pesaing truk dari China dengan harga murah yang sudah diterima pertambangan ini dinilai APM-APM yang ada (sebagai) sebuah unfairness,” papar Yannes.

    Ironisnya, lanjut Yannes, kementerian yang mengusulkan regulasi agar seluruh kendaraan di wajib memenuhi standar Euro 4 justru adalah Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

    Area tambang dianggap sebagai kawasan tertutup atau bukan jalan umum. Truk yang beroperasi di sana sering dikategorikan sebagai peralatan produksi seperti halnya ekskavator, bukan alat transportasi jalan raya. Namun Aji menyebut truk impor China saat ini makin terang-terangan, bahkan tidak hanya terlihat pada area tambang saja.

    “Ada sih (di pulau Jawa), kalau di lapangan pernah lihat gitu. Cuma yang masif sih emang di mining ya,” kata Aji.

    Secara singkat Yannes menggambarkan adanya pasar dengan standar ganda, sehingga merugikan pabrikan yang telah berinvestasi untuk standar yang lebih tinggi.

    Pabrikan Jepang mayoritas sudah berinvestasi besar untuk mematuhi regulasi pemerintah, salah satunya standar emisi Euro 4 untuk kendaraan di jalan umum. Persaingan menjadi tidak adil ketika produk impor truk China bisa masuk dengan standar lebih rendah Euro 2 atau 3 dan harga lebih murah.

    “Jadi yang terbaca ada tumpang tindih dan perbedaan yurisdiksi antara Kementerian ESDM, Kemenhub, dan Kemenperin inilah yang membuat aturan kendaraan pertambangan dan industri kendaraan berat di Indonesia saat ini,” tutupnya.

    (riar/rgr)

  • Komisi VII sebut industri-industri harap pemerintah bisa batasi impor

    Komisi VII sebut industri-industri harap pemerintah bisa batasi impor

    “Banyak beberapa industri kita sebenarnya sudah cukup, produksi mereka itu sudah mencukupi untuk kebutuhan daripada dalam negeri,”

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty mengatakan bahwa sejumlah industri dalam negeri dari berbagai sektor berharap agar pemerintah bisa membatasi impor produk-produk asing guna meningkatkan daya saing industri nasional.

    Dia mengatakan bahwa sebenarnya produksi barang-barang dari industri-industri dalam negeri sebenarnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional.

    “Banyak beberapa industri kita sebenarnya sudah cukup, produksi mereka itu sudah mencukupi untuk kebutuhan daripada dalam negeri,” kata Evita usai rapat dengan Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Namun, menurut dia, masih ada beberapa industri yang belum bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri. Untuk hal itu, kata dia, barulah pemerintah bisa mempersilakan barang impor untuk masuk ke Indonesia.

    Menurut dia, harus ada evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang berkaitan dengan industri hingga soal ekspor-impor. Tentunya, dia menginginkan agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang benar-benar pro terhadap industri dalam negeri.

    “Kita ingin industri kita ini bangkit, ya kan? Jadi Pak Presiden kita kan selalu mengatakan kita ini harus, kedaulatan kita, pertahanan, baik pangan dan lain-lain. Dan tentunya kita juga ingin kita mempunyai ketahanan dan kedaulatan di sektor industri kita ke depan,” kata dia.

    Saat ini, menurut dia, para pelaku industri pun berharap ada insentif dari pemerintah. Pasalnya, industri dalam negeri bersaing dengan industri luar negeri yang mendapat dukungan penuh dari pemerintahan negara asalnya.

    “Jadi, juga mereka-mereka industri kita juga mengharapkan dukungan yang sama dari insentif fiskal, kemudahan-kemudahan perizinan dan lain-lain,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menperin tak permasalahkan relokasi pabrik asal tak kurangi produksi

    Menperin tak permasalahkan relokasi pabrik asal tak kurangi produksi

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan tidak mempersoalkan terkait relokasi pabrik selama tetap berada di Indonesia, serta tidak mengurangi kapasitas produksi.

    “Relokasi pabrik selama dia masih di wilayah NKRI, selama dia tidak mengurangi kapasitas produksi, artinya kalau dia tidak mengurangi kapasitas produksi, dia tidak mengurangi jumlah tenaga kerjanya, maka sebagai pembina industri kami tidak terlalu memiliki masalah dengan relokasi,” kata Menperin ditemui di Jakarta, Rabu.

    Disampaikan Menperin, para kepala daerah mesti mempelajari alasan industri tertentu dari daerah lain merelokasikan pabriknya.

    “Bagi investor salah satu komponen atau faktor dalam mewujudkan produk-produk yang kompetitif, itu adalah bagaimana mengefisienkan yang disebut dengan cost of production (biaya produksi),” kata Menperin.

    Biaya produksi, kata Menperin, memiliki banyak faktor, seperti tenaga kerja, biaya listrik, atau bahan baku dengan harga yang relatif lebih kompetitif

    Sebelumnya, Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Septian Hario Seto mengatakan 27 pabrik baru akan dibuka di Jawa Tengah pada sektor garmen dan industri alas kaki (footwear).

    “Kalau dari studi kita di DEN, ada sekitar 27 pabrik yang baru buka, ini sektornya garmen dan footwear yang penyerapan tenaga kerjanya besar itu memang di Jawa Tengah (Jateng),” ucapnya dalam konferensi pers pasca agenda OCBC Business Forum 2025: “Strategic Resilience – Growth in the Era of Uncertainty” di Jakarta, Jumat (24/10/2025).

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pengusaha Baja Minta Alat Deteksi Radioaktif Dipasang di Border Bea Cukai

    Pengusaha Baja Minta Alat Deteksi Radioaktif Dipasang di Border Bea Cukai

    Bisnis.com, JAKARTA — The Indonesian Iron and Steel Association (IISIA) mengusulkan agar pemasangan alat pendeteksi radiasi atau radiation portal monitor (RPM) dilakukan di area perbatasan atau border yang berada di bawah pengawasan Bea Cukai. 

    Usulan tersebut disampaikan menyusul kebijakan pemerintah yang mewajibkan pelaku industri peleburan logam memasang alat pendeteksi radioaktif di masing-masing fasilitas usaha.

    Direktur Eksekutif IISIA Harry Warganegara mengatakan bahwa langkah pemerintah untuk memperketat pengawasan bahan baku logam, terutama scrap impor, sebenarnya dapat dipahami. Namun, pemasangan alat deteksi seharusnya dilakukan di titik masuk barang, bukan di area industri.

    “Kami bisa pasang alat pendeteksi itu, tapi seharusnya ini dipasang di border sehingga kalau ada apa-apa, ketahuan ada radioaktif, bisa langsung di re-export,” ujar Harry dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Rabu (12/11/2025).

    Harry menjelaskan, kebutuhan bahan baku menjadi tantangan utama industri baja nasional untuk menuju produksi baja hijau (green steel). 

    Indonesia saat ini mengimpor sekitar 1,2 juta ton scrap setiap tahun, sementara pasokan domestik hanya mampu memenuhi 30%—40% kebutuhan.

    Namun, pasokan scrap impor sempat terhambat setelah muncul temuan material radioaktif pada salah satu perusahaan peleburan di Cikande, Banten, yakni PT Peter Metal Technology (PMT). Dampaknya, impor scrap langsung dihentikan sementara waktu.

    “Kami memahami situasi yang terjadi di Cikande, akibatnya scrap itu disetop. Kami sudah melayangkan surat ke Kemenperin, KLHK, dan Kemendag, dan sudah direspons. Kami diberi waktu 3 bulan untuk memasang alat RPM atau CSSM sebagai detektor radioaktif,” ungkapnya.

    Meski demikian, Harry menekankan bahwa proses pengadaan alat tersebut memerlukan waktu. Dia mengungkap pihaknya tidak menolak untuk memasang alat deteksi tersebut. 

    Namun, secara waktu, pemasangan di kawasan industri dinilai akan terlambat apabila ditemukan unsur radioaktif setelah scrap tiba di area industri. Menurut Harry, kondisi itu membuat perusahaan tidak bisa lagi mengekspor kembali material yang terkontaminasi.

    “Kalau radioaktifnya ditemukan di pabrik anggota kami, itu sudah tidak bisa di-re-export. Solusinya adalah dikubur. Kalau dikubur berarti radioaktif itu ditanam di bumi Indonesia, bukan dikembalikan ke negara asal. Ini yang kami khawatirkan,” jelasnya.

    Harry menambahkan, sebenarnya Bea Cukai telah memiliki alat pendeteksi radioaktif di Pelabuhan Tanjung Priok. Namun, fasilitas itu dinilai belum mencukupi karena belum tersedia di seluruh pelabuhan tempat scrap impor masuk.

    “Bea Cukai memang punya di Priok, tapi apakah alat itu aktif 24 jam dan apakah semua scrap diperiksa? Karena scrap tidak hanya masuk lewat Priok, ada pelabuhan lain yang belum punya alat itu,” imbuhnya.

    Sementara itu, berdasarkan edaran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), perusahaan peleburan diwajibkan memasang alat deteksi radioaktif sebelum dapat kembali mengimpor scrap. IISIA menilai kebijakan ini perlu penyesuaian agar tidak menghambat aktivitas industri.

    “Kalau harus pasang dulu baru boleh impor lagi, berarti selama alat dipasang, produksi berhenti. Dampaknya bukan hanya ke perusahaan, tapi juga ke karyawan. Untungnya sekarang sudah diperpanjang waktunya,” pungkasnya.