Kementrian Lembaga: kemenperin

  • China Mobile International Dorong Ekosistem Digital Aman Berbasis AI untuk Indonesia Emas 2045

    China Mobile International Dorong Ekosistem Digital Aman Berbasis AI untuk Indonesia Emas 2045

    Liputan6.com, Jakarta – China Mobile International (CMI) Indonesia menegaskan perannya dalam mendukung percepatan transformasi digital nasional melalui penyelenggaraan forum strategis TechConnect+ 2025, belum lama ini.

    Kegiatan ini menjadi ruang dialog antar sektor untuk memperkuat ekosistem digital yang aman, tepercaya, dan berkelanjutan demi menyongsong visi Indonesia Emas 2045

    Forum tersebut mempertemukan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari perwakilan pemerintah, pakar keamanan siber, asosiasi industri, hingga pelaku usaha.

    Dalam kesempatan itu, CMI menegaskan transformasi perannya dari sekadar penyedia konektivitas global menjadi enabler digital yang fokus pada ketahanan siber dan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI).

    Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kementerian Perindustrian, Solehan, menekankan pentingnya infrastruktur digital yang teruji untuk mendorong implementasi Industri 4.0 di sektor-sektor strategis nasional.

    “Kesiapan infrastruktur menjadi fondasi utama bagi daya saing industri Indonesia ke depan,” ujar Solehan dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat (19/12/2025).

    Dalam kesempatan sama, Marketing Manager CMI Indonesia, David Sugandi, menyampaikan bahwa kecepatan transformasi digital harus diimbangi dengan keamanan yang kuat. Ia menilai kepercayaan digital kini menjadi faktor krusial dalam pertumbuhan ekonomi berbasis teknologi.

    “Indonesia tidak hanya membutuhkan konektivitas cepat, tetapi juga infrastruktur yang aman dan tangguh. Kepercayaan digital adalah fondasi utama. CMI berkomitmen menjadi tulang punggung yang menghubungkan Indonesia dengan dunia sekaligus menjaga kedaulatan digital nasional,” ujar David. 

  • Kepala BPOM Curhat Sulitnya Berantas Produk Pangan Ilegal di RI, Ini Sebabnya

    Kepala BPOM Curhat Sulitnya Berantas Produk Pangan Ilegal di RI, Ini Sebabnya

    Jakarta

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI baru saja mengumumkan temuan pangan ilegal dalam intensifikasi pengawasan jelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Dari hasil pemeriksaan sarana dan patroli siber, total nilai ekonomi produk pangan ilegal yang ditemukan mencapai Rp 42,16 miliar.

    Kepala BPOM RI Taruna Ikrar mengungkapkan kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari banyak pulau menjadi salah satu tantangan besar dalam pengawasan peredaran produk pangan ilegal. Ada banyak ‘jalur tikus’ yang dimanfaatkan oleh distributor atau pedagang nakal untuk menyalurkan produk ilegal mereka.

    “Jadi di Indonesia ini sangat banyak jalur tikus yang di perbatasan seperti Tarakan dan Dumai sehingga sulit diawasi sepenuhnya,” ungkap Taruna dalam konferensi pers di Kantor BPOM, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025).

    “Tingginya permintaan konsumen terhadap produk impor spesifik dari Malaysia dan Korea ditambah dengan ketidaktahuan pelaku usaha akan regulasi atau aturan, turut memicu beredarnya ini (produk ilegal),” sambungnya.

    Ia mencontohkan untuk Pulau Batam saja, ada 54 jalur tikus yang digunakan untuk mendistribusikan produk-produk ilegal.

    Selain itu, kemudahan penjualan produk secara online juga menjadi tantangan yang besar. Produk pangan ilegal menjadi lebih mudah didistribusi secara luas tanpa pemeriksaan fisik yang konvensional.

    Wilayah perbatasan lain yang menjadi sorotan adalah seperti di utara Pulau Kalimantan yang berbatasan langsung dengan Filipina. Taruna menyebut juga ada banyak produk impor ilegal masuk ke Indonesia.

    Oleh karena itu, Taruna menyebut perlu kerjasama lintas sektoral untuk mengatasi hal ini.

    “Sehingga kita punya komitmen, sudah ada MoU kerjasama kami dengan semua lintas sektoral. Dengan kepolisian, dengan TNI, termasuk Kementerian Perindustrian, Perdagangan, Bea Cukai, dan sebagainya,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Ruang Pengembangan Infrastruktur Penunjang AI Masih Luas

    Ruang Pengembangan Infrastruktur Penunjang AI Masih Luas

    Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkapkan Indonesia membutuhkan dukungan pembangunan infrastruktur untuk mendukung pengembangan kecerdasan buatan (AI).

    Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria mengatakan pemerintah telah menyusun strategi pengembangan AI yang terukur dalam tiga horizon. 

    Pada jangka pendek 2025–2027, peta jalan AI akan difokuskan pada penguatan tata kelola ekosistem, pencetakan 100.000 talenta AI per tahun, serta pembangunan infrastruktur pusat data berdaulat.

    Nezar menekankan talenta digital dan infrastruktur merupakan dua pilar utama yang tidak dapat dipisahkan dalam pengembangan AI nasional.

    “Dan yang penting yang harus kita lakukan adalah bagaimana mencari strategi yang tepat apakah pengembangan talenta ini dilakukan bersama dengan pendekatan pembangunan infrastruktur atau kita fokus terlebih dahulu dalam pembangunan talenta digital,” kata Nezar dalam Diskusi Publik “Menjelajahi Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional, Pijakan untuk Berdikari?” di Kantor Bisnis Indonesia, Kamis (18/12/2025).

    Namun demikian, Nezar menilai infrastruktur penunjang pengembangan AI di Indonesia masih belum memadai, terutama dari sisi industri hulu. 

    Menurutnya, Indonesia hingga kini belum memiliki industri strategis yang terintegrasi, termasuk di sektor semikonduktor. 

    Dia mencontohkan komoditas mineral strategis seperti nikel dan pasir silika yang melimpah di dalam negeri, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal karena minimnya hilirisasi. 

    Akibatnya, Indonesia masih mengekspor bahan mentah ke luar negeri untuk kemudian diolah dan dijual kembali ke pasar global.

    “Saya kira ini harus dihentikan, kita harus melakukan downstreaming, kita harus melakukan mineralisasi, setidaknya kita bisa masuk dalam rantai pasok global ini,” katanya.

    Nezar kemudian menggambarkan pengalamannya saat berkunjung ke sebuah pabrik semikonduktor di Batam sebagai ilustrasi tantangan industri nasional. 

    Dari kunjungan tersebut, dia melihat seluruh proses produksi di pabrik tersebut telah sepenuhnya terotomatisasi dan berbasis mesin, dengan ribuan tenaga kerja yang sebagian besar hanya berperan sebagai pengawas proses. 

    Namun, meskipun pabrik tersebut beroperasi di Indonesia, hampir seluruh komponen dan bahan baku yang digunakan berasal dari luar negeri. Dia menyoroti penggunaan gold wire dalam proses moldingchip yang seluruhnya diimpor dari Jepang, meskipun Indonesia memiliki cadangan emas yang melimpah. 

    Hal itu terjadi karena lisensi dan teknologi pembuatan gold wire untuk industri semikonduktor masih dikuasai negara lain. Kondisi tersebut menunjukkan Indonesia belum terlibat dalam rantai pasok bernilai tambah tinggi, meskipun memiliki sumber daya alam yang sangat besar. 

    Menurut Nezar, situasi inilah yang mendorong pemerintah lintas kementerian, termasuk Kementerian Perindustrian, Komdigi, dan Kementerian Investasi, untuk kembali memetakan potensi sumber daya nasional sekaligus membuka peluang kerja sama dengan negara-negara strategis, khususnya Jepang. 

    Dia menilai masih banyak peluang yang selama ini luput dimanfaatkan, termasuk pengolahan pasir silika menjadi bahan baku semikonduktor yang bernilai tinggi.

    Nezar meyakini seluruh modal dasar untuk membangun kedaulatan ekosistem AI sejatinya sudah dimiliki Indonesia, asalkan diolah melalui strategi industri yang tepat.

    “Saya kira dengan pembuatan peta jalan kecerdasan artificial ini, kita mungkin bisa maju satu step dibandingkan dengan negara-negara di Asia. Namun demikian, mau membangun software AI itu saya kira harus membuka pikiran. Kita belajar lebih banyak dengan negara-negara yang sudah mencoba membangun itu “ ungkapnya, 

    Dalam kerangka jangka menengah, pemerintah juga mendorong penguatan riset AI di sektor publik melalui penyediaan platform sandbox untuk menguji inovasi-inovasi lokal. 

    Dari sisi pembiayaan, peran lembaga pendanaan seperti Danantara dinilai akan sangat krusial. Komdigi mengarahkan pembentukan sovereign AI fund serta skema blended financing guna memastikan keberlanjutan proyek-proyek strategis nasional.

    Sebelumnya, Komdigi mengungkapkan dua regulasi terkait kecerdasan buatan, yakni peta jalan AI dan etika AI, kini tinggal menunggu tanda tangan Presiden Prabowo Subianto. Kedua regulasi tersebut akan diterbitkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres). 

    Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi Edwin Hidayat Abdullah mengatakan draf regulasi tersebut telah disampaikan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk proses lanjutan.

    “Karena akan dibuat Keppres-nya sendiri. Jadi, Keppresnya itu apa? Keppres untuk perpres-perpres yang akan ditandatangani di 2026,” kata Edwin usai peresmian AI Innovation Hub di Kampus ITB, Bandung, Jawa Barat.

  • BYD hingga Volkswagen produksi EV di Indonesia guna hindari bea masuk

    BYD hingga Volkswagen produksi EV di Indonesia guna hindari bea masuk

    Jakarta (ANTARA) – Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Muhammad Rachmat Kaimuddin menyampaikan sejumlah produsen mobil listrik ternama, seperti BYD hingga Volkswagen, bakal memproduksi mobil listrik (EV) di Indonesia untuk menghindari bea masuk.

    “Kalau mereka nggak berproduksi di Indonesia pada 2026, mereka pajak impornya naik. Pilihannya beragam, bisa buat pabrik sendiri, bisa kerja sama dengan pabrikan assembler (perakitan) dalam negeri,” ucap Rachmat dalam diskusi publik bertajuk “Momentum Kendaraan Rendah Emisi di Indonesia: Seberapa Siap Regulasi Mengawasi?” yang digelar di Jakarta, Kamis.

    Rachmat memaparkan terdapat sembilan brand yang sudah berkomitmen untuk mulai memproduksi mobil listriknya di Indonesia, yakni Geely, BYD, Citroen, Vinfast, GWM, Volkswagen (VW), Xpeng, Maxus, dan AION.

    Pernyataan tersebut selaras dengan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani yang menyampaikan terdapat tujuh produsen kendaraan listrik yang membangun fasilitas produksi.

    Adapun ketujuh produsen tersebut, yaitu VinFast, Volkswagen (VW), BYD, Citroen, AION, Maxus, dan Geely.

    Tujuh produsen kendaraan listrik itu juga sudah melakukan investasi dengan total Rp15,4 triliun untuk memproduksi 281 ribu unit per tahun.

    Sedangkan, GWM (Great Wall Motor) sudah memiliki fasilitas perakitan di Indonesia yang berlokasi di Wanaherang, Bogor, dan Xpeng sudah memiliki pabrik perakitan di Indonesia, tepatnya di Purwakarta, Jawa Barat.

    Rachmat juga mengungkapkan bahwa BYD sudah membangun pabrik perakitannya di Indonesia.

    Dengan demikian, Rachmat menyampaikan kesembilan brand tersebut tidak akan terpengaruh oleh kewajiban untuk membayar bea masuk, selama mobil-mobil mereka tidak lagi diimpor secara utuh (CBU/completely build up), tetapi dirakit di dalam negeri (CKD/completely knocked down).

    “Jadi tidak ada alasan buat mereka (menaikkan harga),” tutur Rachmat.

    Diwartakan sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan tidak akan memperpanjang insentif untuk mobil berbasis baterai listrik (battery electric vehicle/BEV) yang dijual di pasar domestik dengan skema impor utuh (Completely Built-Up/CBU) pada tahun 2026.

    ‎Adapun pemerintah memberikan insentif untuk importasi CBU mobil listrik hingga akhir Desember 2025 berupa bea masuk dan keringanan PPnBM dan PPN, dengan ketentuan perusahaan penerima manfaat insentif ini harus melakukan produksi dalam negeri 1:1 dari jumlah kendaraan CBU yang masuk ke pasar domestik.

    Mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, para produsen wajib memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan jumlah setara kuota impor CBU. Produksi ini harus menyesuaikan aturan TKDN yang sudah ditetapkan.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Industri Pulp & Kertas Putar Otak Hadapi Tuntutan Transformasi Hijau

    Industri Pulp & Kertas Putar Otak Hadapi Tuntutan Transformasi Hijau

    Bisnis.com, JAKARTA — Industri pulp dan kertas nasional menghadapi tantangan kompleks seiring meningkatnya tuntutan global terhadap aspek keberlanjutan, dekarbonisasi, dan transparansi rantai pasok.

    Ketua Umum APKI, Liana Bratasida mengatakan pasar global kini tak hanya menilai kapasitas produksi, tetapi juga kinerja lingkungan dan komitmen industri terhadap praktik bisnis berkelanjutan.

    “Keberlanjutan bukan lagi sekadar tren, melainkan telah menjadi kewajiban kepatuhan, ekspektasi rantai pasok global, sekaligus keunggulan kompetitif,” kata Liana dalam keterangan resminya, Rabu (17/12/2025). 

    Meski dihadang tantangan global, industri pulp dan kertas tetap mencatat kinerja ekonomi yang solid. Pada 2025, sektor ini berkontribusi sebesar 3,68% terhadap produk domestik bruto (PDB) nonmigas. 

    Dari sisi ketenagakerjaan, industri pulp dan kertas menyerap lebih dari 288 ribu tenaga kerja langsung serta sekitar 1,2 juta tenaga kerja tidak langsung pada 2024. 

    Hingga pertengahan 2025, Indonesia juga masih tercatat sebagai salah satu produsen pulp dan kertas terbesar di dunia dengan kapasitas yang terus berkembang.

    “Transformasi menuju industri hijau harus menjadi prioritas bersama agar industri pulp dan kertas Indonesia tetap relevan dan berdaya saing,” ujarnya. 

    Industri pulp dan kertas dinilai mesti adaptif dan mencari solusi tantangan global berupa tekanan penurunan emisi, perubahan preferensi konsumen internasional, serta standar keberlanjutan yang makin ketat. 

    Kondisi ini mendorong APKI dan anggotanya membahas strategi penguatan efisiensi energi, penerapan ekonomi sirkular, dan percepatan adopsi teknologi rendah karbon.

    Hal tersebut menjadi isu utama dalam Rapat Kerja Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) 2025 bertema “Beyond Growth: Transforming Indonesia’s Pulp and Paper Industry Towards a Sustainable Future”.

    Dari perspektif global, Senior Product Manager Fastmarkets, Sampsa Veijalainen, menyebut bahwa pasar internasional semakin sensitif terhadap isu keberlanjutan. Investor dan pembeli global kini menempatkan intensitas emisi dan transparansi rantai pasok sebagai faktor utama dalam keputusan bisnis.

    “Secara global, permintaan untuk produk kertas dan karton akan terus tumbuh, terutama di negara-negara di Asia. Salah satu aspek penting adalah dekarbonisasi. Industri pulp dan kertas telah berkontribusi sekitar 15,55% dari total emisi sektor industri. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk mengurangi jejak karbon menjadi sangat krusial,” tutur Sampsa.

    Selain tekanan pasar, tantangan lain datang dari kebutuhan pembiayaan untuk transformasi hijau. Keterbatasan akses pendanaan dan besarnya investasi awal sebagai hambatan, sehingga diperlukan dukungan kebijakan, insentif fiskal, serta skema pembiayaan hijau yang lebih kompetitif.

    Untuk itu, pengusaha berkomitmen untuk melakukan transformasi menuju industri pulp dan kertas yang berkelanjutan dinilai menjadi kunci agar sektor ini tetap bertahan, berdaya saing, dan relevan di pasar internasional.

    Dalam hal ini, pemerintah menilai tantangan global tersebut perlu dijawab dengan kebijakan yang mendorong transformasi industri secara bertahap dan terukur.

    Dirjen Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan pihaknya mendukung industri pulp dan kertas menuju industri hijau dan rendah emisi, sejalan dengan target Net Zero Emission sektor industri dan komitmen nasional penurunan emisi gas rumah kaca.

    “Industri yang berkelanjutan bukan hanya untuk menjawab tuntutan global, tetapi juga untuk memastikan daya saing jangka panjang industri nasional. Pemerintah telah mendorong roadmap dekarbonisasi yang realistis, terukur, dan didukung kebijakan serta insentif yang kondusif,” pungkasnya. 

  • Nilai Tambah Manufaktur RI Tertinggi di ASEAN, Unggul dari Vietnam-Thailand

    Nilai Tambah Manufaktur RI Tertinggi di ASEAN, Unggul dari Vietnam-Thailand

    Jakarta

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut bahwa Indonesia mencatat capaian penting di sektor manufaktur global. Hal ini terlihat dari capaian Manufacturing Value Added (MVA) yang dirilis Bank Dunia dengan nilai MVA Indonesia tembus US$ 265,07 miliar atau Rp 4.400 triliun (kurs Rp 16.600).

    Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-13 dunia, melampaui rata-rata MVA global yang hanya US$ 78,73 miliar. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, MVA merupakan salah satu cara mengukur kinerja manufaktur sebuah negara.

    “MVA yang dicatat oleh Indonesia itu pada tahun 2024 tercatat US$ 265 miliar, jauh di atas rata-rata MVA yang dicatat oleh dunia yang hanya US$ 78,73 miliar. Dan angka ini memposisikan Indonesia pada tingkat atau peringkat ke-13 global,” sebut Agus dalam agenda Business Matching 2025 di Kemenperin, Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025).

    Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memimpin jauh di atas Thailand yang berada di urutan kedua dengan nilai US$ 128,04 miliar. Indonesia juga mengungguli Vietnam dengan angka US$ 116,38 miliar di posisi ketiga, dan Malaysia dengan nilai MVA 94,93 miliar di posisi keempat.

    “Vietnam kita lihat, jadi selama ini pengamat yang mengatakan bahwa Vietnam bla bla bla. Jadi kalau kita lihat dari data ini, sudah dengan mudah menggambarkan bahwa size ekonomi kita, size manufaktur kita, termasuk penciptaan MVA kita jauh lebih besar,” tambah Agus.

    Di kawasan Asia, Indonesia masih di bawah China, Jepang, India, dan Korea Selatan untuk level Asia. Namun, Agus optimis dalam beberapa tahun ke depan Indonesia mampu menyusul MVA negara-negara lain.

    “Kalau kita lihat di layar, angka Indonesia 265 kita bandingkan dengan Brazil, Rusia, dan UK itu hampir-hampir sama. Jadi tinggal sedikit saja kita perlu melakukan berbagai upaya agar kita bisa meningkatkan peringkat kita. Sedangkan di Asia kita masih pada posisi ke-5, masih di bawah Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan India,” beber Agus.

    MVA mencerminkan besarnya nilai tambah yang benar-benar diciptakan dan tinggal di dalam negeri, bukan sekadar volume produksi. Semakin besar penggunaan produk buatan dalam negeri, semakin kuat industri nasional dan semakin besar nilai ekonomi yang berputar di Indonesia.

    (ily/ara)

  • RI Terkesan Malu-malu Lindungi Industri, Mafia Impor Luar Biasa

    RI Terkesan Malu-malu Lindungi Industri, Mafia Impor Luar Biasa

    Jakarta

    Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menilai Indonesia masih malu-malu dalam melindungi industri dalam negeri. Hal ini sangat disayangkan, mengingat banyak negara terus berlomba untuk memproteksi industri mereka.

    Menurut Agus, kondisi ini terjadi karena campur tangan mafia impor. Agus menyebut hal ini menjadi tantangan semua pihak dalam melindungi industri Tanah Air.

    “Indonesia malu-malu, terkesan malu-malu untuk melindungi industri dalam negerinya. Ini kan sangat disayangkan. Semua negara yang kita anggap negara paling terbuka, liberal, justru dia memproteksi. Kita kok malu-malu untuk memproteksi? Saya nggak tahu kenapa. Tapi kira-kira setiap malam saya tidur saya berpikir kenapa ya? Saya pikir kekuatan mafia impor itu luar biasa. Itu yang menjadi tantangan bagi kita,” kata Agus dalam Business Matching 2025 di Kemenperin, Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025).

    Agus menjelaskan, banyak negara memproteksi industri mereka dengan berbagai kebijakan seperti melalui pengenaan tarif. Menurutnya hal inilah yang seharusnya dilakukan oleh Indonesia.

    Kebijakan perlindungan yang dilakukan Indonesia salah satunya melalui kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Agus menyebut kebijakan TKDN cukup ideal karena tidak melanggar aturan perdagangan dunia, melindungi tenaga kerja dan menyerap tenaga kerja di Indonesia.

    “TKDN ini adalah upaya yang halus, cantik, yang dilakukan oleh pemerintah. Dia tidak melanggar peraturan-peraturan internasional seperti WTO. Dia melindungi industri dalam negeri dan juga pada gilirannya dia berhasil melindungi tenaga kerja dan juga mencetak tenaga kerja baru di Tanah Air,” sebut dia.

    Aturan TKDN tercantum dalam Permenperin Nomor 35 Tahun 2025 tentang Ketentuan dan Tata Cara Sertifikasi TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan. Sejauh ini 88.872 produk sudah tersertifikasi TKDN per Desember 2025, yang melibatkan sekitar 15.900 perusahaan industri.

    (ily/ara)

  • Menperin Buka-bukaan Industri Keramik Digempur Produk Impor

    Menperin Buka-bukaan Industri Keramik Digempur Produk Impor

    Jakarta

    Industri keramik khususnya tableware dan glassware nasional masih menghadapi tingkat utilisasi yang rendah akibat gempuran produk impor yang terus meningkat. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian menegaskan perlunya penguatan daya saing dan langkah strategis agar sektor ini dapat memaksimalkan kapasitas produksinya serta mempertahankan posisi di pasar domestik.

    “Kedua subsektor industri ini, menurut pandangan kami, memiliki struktur industri yang kuat, berbasis sumber daya lokal, dan memiliki potensi pasar yang terus berkembang,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/12/2025).

    Sepanjang 2024, industri keramik tableware dalam negeri memiliki kapasitas terpasang sebesar 250 ribu ton dengan utilisasi sekitar 52%. Menurut Agus, angka tersebut masih rendah disebabkan karena gempuran produk keramik dan gelas kaca impor di pasar domestik.

    “Melihat Ketua ASAKI (Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia) yang terus mengangguk saat saya menyinggung banjir impor, saya dapat menyimpulkan bahwa rendahnya angka utilisasi ini karena memang gempuran dari produk-produk impor masih terasa mengganggu industri dalam negeri kita,” tuturnya.

    Lebih lanjut, Agus menjelaskan, pangsa pasar domestik industri keramik tableware telah mencapai 78% dan hal itu merupakan capaian yang cukup baik. Namun, jika diperhatikan, tingkat konsumsi keramik per kapita di Indonesia dinilai masih sangat rendah. Oleh karena itu, angka 78% tersebut tetap perlu menjadi perhatian agar semakin banyak rumah tangga di tanah air menggunakan produk berbasis keramik.

    Selain itu, subsektor glassware atau kemasan kaca dalam negeri memiliki kapasitas produksi mencapai 740 ribu ton per tahun, dengan utilisasi di angka 51%, serta pangsa pasar domestik sekitar 65%. Kinerja ekspor industri ini sepanjang 2024 mencapai US$ 97 juta (setara Rp 1,6 triliun) atau 128 ribu ton (22% dari total produksi), dengan negara tujuan utama adalah Filipina, Brazil, dan Vietnam.

    “Permintaan pasar domestik dan pasar ekspor produk keramik dan kaca yang terus tumbuh, menunjukkan peluang pengembangan industri ceramic-tableware dan glassware nasional sangat prospektif. Namun demikian, di saat yang sama kita harus waspada terhadap penetrasi bahkan lonjakan impor produk sejenis di waktu mendatang,” ujar Agus.

    Untuk itu, Kemenperin menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib pada produk keramik untuk melindungi industri nasional dari banjir produk impor yang tidak memenuhi standar mutu, kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar US$ 7 per MMBTU, sertifikasi Produk Halal sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024, dan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

    “Ini bukan soal keramik, tapi kemarin kami mendapatkan laporan bahwa ditemukan masuknya produk kabel impor tidak ber-SNI,bahkan produk impor ilegal tidak ber-SNI itu masuk ke dalam meja pemerintah,” tegasnya.

    Oleh karena itu, Agus meminta kepada seluruh pelaku industri melaporkan setiap dugaan penyimpangan agar pemerintah khususnya Kemenperin dapat melakukan penindakan.

    Agus mengajak pelaku industri dalam negeri khususnya sektor keramik dan kaca untuk memperkuat dan memperluas langkah korporasi strategis, melalui adopsi teknologi terbaru untuk meningkatkan riset dan pengembangan produk, serta inovasi desain produk, sebagai panduan arah pengembangan teknologi industri, serta akselerasi transformasi industri manufaktur.

    Untuk memperkuat daya saing industri ceramic-tableware dan glassware, Kemenperin telah menginisiasi Peta Jalan Making Indonesia 4.0, yang pelaksanaannya juga mencakup industri ceramic tableware dan glassware. Transformasi ini dilakukan melalui empat langkah, yaitu efisiensi proses produksi dan upgrade teknologi, penerapan green technology, modernisasi pabrik dengan digitalisasi, serta inovasi desain orisinal yang mengangkat identitas Indonesia.

    (ara/ara)

  • RI Terkesan Malu-malu Lindungi Industri, Mafia Impor Luar Biasa

    RI dan Rusia Siap Bangun Industri Perkapalan

    Jakarta

    Kerja sama industri antara Indonesia dengan Rusia terus menunjukkan perkembangan pesat dan semakin strategis. Hal ini disampaikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat menghadiri pertemuan bilateral dan membuka gelaran Indonesia Russia Business Matching yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) di Moskow awal Desember 2025.

    Indonesia dan Rusia tengah menjajaki penyelesaian dua dokumen penting kerja sama industri. Dokumen tersebut meliputi MoU on Cooperation in the Field of Shipbuilding (Kerja Sama di Bidang Perkapalan) dan MoU on Cooperation in the Field of Scientific Research on the Safe Use of Chrysotile Asbestos (Kerja Sama di Bidang Penelitian Ilmiah tentang Penggunaan Asbes Krisotil).

    Salah satu MoU, yakni riset keselamatan penggunaan chrysotile asbestos, telah ditandatangani Menperin RI bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan Federasi Rusia Anton Alikhanov di Moskow, 8 Desember 2025.

    “Kami berharap, MoU lainnya dapat segera diselesaikan sehingga memberikan kejelasan kerangka kolaborasi bagi industri besar maupun IKM kedua negara,” tuturnya, dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/12/2025).

    Hubungan kedua negara telah bergerak ke arah yang lebih substantif dan komprehensif, khususnya dengan pertemuan antara Presiden RI Prabowo Subianto dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Kremlin, yang memperkuat koordinasi bilateral serta membuka ruang kerja sama strategis yang lebih luas.

    Agus mengungkapkan, selama ini perkembangan kerja sama ekonomi kedua negara sangat positif. Pada 2024, total perdagangan bilateral nonmigas mencapai US$ 3,9 miliar, dengan tren peningkatan sebesar 18,69% sejak 2020. Hingga Oktober 2025, nilai perdagangan kedua negara telah meningkat menjadi US$ 4,04 miliar.

    Di sisi lain, investasi Rusia di Indonesia juga mencatat pergerakan yang konsisten. Pada 2024, total investasi mencapai US$ 262,7 juta, sementara hingga September 2025, investasi Rusia telah mencapai US$ 147,2 juta.

    “Angka-angka tersebut menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi dari pelaku industri Rusia terhadap stabilitas ekonomi dan potensi pengembangan industri di Indonesia,” ujar Agus.

    Agus menambahkan, dialog intensif untuk menyelesaikan berbagai hambatan teknis antara pelaku industri Indonesia dan Rusia menjadi faktor penting dalam kelancaran hubungan dagang dan investasi. Salah satu tantangan utama adalah biaya logistik akibat jarak geografis yang cukup jauh.

    Oleh karena itu, ia mengapresiasi penyelenggaraan Working Group on Trade, Investment and Industry ke-6 pada 1112 Maret 2025 sebagai bagian dari Sidang Komisi Bersama Indonesia Rusia yang dilaksanakan pada April 2025 di Jakarta. Forum tersebut telah menghasilkan sejumlah kesepakatan teknis yang mencakup isu industri, penguatan rantai pasok halal, perdagangan, logistik, standardisasi, sertifikasi, pertanian, hingga sektor finansial.

    Lebih lanjut, Agus menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap percepatan penyelesaian dan penandatanganan Indonesia Eurasian Economic Union Free Trade Agreement (IEAEU FTA). Menurutnya, perjanjian ini akan membuka akses pasar yang lebih luas bagi pelaku industri Indonesia melalui peningkatan daya saing tarif dan pengurangan hambatan non-tarif.

    “Kami berharap perjanjian ini dapat segera ditandatangani dan menjadi instrumen penting untuk memperkuat ketahanan rantai pasok serta memperluas penetrasi produk industri nasional di kawasan Eurasia,” tegas Agus.

    Dalam konteks kerja sama multilateral, Indonesia juga menyatakan komitmen kuat dalam mendukung program-program di bawah naungan BRICS. Salah satu fokus penting adalah partisipasi Indonesia dalam BRICS Centre for Industrial Competences (BCIC).

    Kerja sama itu akan menitikberatkan pengembangan berbagai sektor seperti digitalisasi industri, teknologi mobilitas baru, transportasi tanpa awak, pengembangan sumber daya manusia industri, pemberdayaan industri kecil dan menengah (IKM), transformasi digital, kecerdasan buatan, dan bioindustri.

    “Kami menilai BCIC merupakan platform strategis bagi transfer teknologi dan percepatan modernisasi industri nasional menuju industri yang cerdas, hijau, dan inklusif,” imbuhnya.

    Promosi industri strategis

    Rangkaian agenda bilateral ini diperkuat dengan penyelenggaraan IndonesiaRussia Business Matching, yang dihadiri oleh pejabat tinggi Rusia serta pelaku industri dari kedua negara. Forum ini dirancang untuk mempromosikan sektor-sektor industri strategis Indonesia dan memperkenalkan proyek investasi prioritas, sekaligus membuka peluang joint manufacturing dan alih teknologi dengan perusahaan Rusia.

    Kegiatan ini diikuti oleh 19 peserta dari sembilan perusahaan Indonesia yang mewakili kawasan industri, perusahaan teknologi, serta asosiasi komoditas. Dari pihak Rusia, hadir 51 peserta yang berasal dari sektor pertambangan, telekomunikasi, elektronik, mesin industri, jasa keuangan, hingga teknologi keamanan. Berbagai paparan disampaikan oleh Duta Besar RI untuk Rusia dan Belarus, perwakilan KADIN Komite RusiaBelarus, Himpunan Kawasan Industri (HKI), serta unit teknis Kemenperin.

    Business Matching tersebut menghasilkan capaian konkret berupa penandatanganan nota kesepahaman antara HKI dan dua lembaga Rusia. Komitmen dengan Foreign Trade Center (FTC) Rusia mencakup fasilitasi peluang investasi, penyelenggaraan roadshow, kunjungan industri, misi dagang, hingga pertukaran informasi yang akan mempermudah investor Rusia memasuki kawasan industri Indonesia.

    Sedangkan MoU kedua, yang dilakukan dengan Association of Industrial Parks (AIP) Rusia, berfokus pada peningkatan daya saing kawasan industri melalui pertukaran informasi pengembangan kawasan serta koordinasi kunjungan lapangan terstruktur di Indonesia maupun Rusia.

    Keseluruhan hasil ini menegaskan bahwa Indonesia dan Rusia tidak hanya memperkuat dialog kebijakan, tetapi juga menghasilkan langkah konkret di tingkat dunia usaha. Kami optimistis, pertemuan bilateral dan kegiatan Business Matching ini akan memperkuat posisi kedua negara sebagai mitra strategis dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan tangguh menghadapi dinamika global, ungkap Agus.

    Agus juga menyoroti kesiapan Indonesia untuk tampil sebagai Partner Country pada perhelatan INNOPROM 2026, pameran industri terbesar yang akan berlangsung pada 69 Juli 2026 di Rusia. Ia menyampaikan bahwa partisipasi Indonesia dalam pameran tersebut merupakan peluang strategis untuk memperkenalkan kekuatan industri manufaktur nasional kepada pasar Rusia dan global.

    “Kami meminta dukungan Pemerintah Rusia agar keterlibatan Indonesia sebagai Partner Country dapat berjalan optimal. INNOPROM 2026 akan menjadi momentum penting untuk mempertemukan pelaku industri kedua negara serta menciptakan peluang kolaborasi baru,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ada/ara)

  • Pengusaha Kritik Kebijakan RI Bikin Goyah Perundingan Tarif AS

    Pengusaha Kritik Kebijakan RI Bikin Goyah Perundingan Tarif AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) mengkritisi kebijakan teknis yang tak kunjung dibenahi pemerintah sehingga muncul sinyal pembatalan hasil perundingan tarif perdagangan dengan Amerika Serikat (AS). 

    Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, mengatakan pihaknya menyoroti larangan transshipment oleh AS terhadap barang-barang impor. Alhasil, surat keterangan asal (SKA) produk harus jelas dan dapat diverifikasi kebenarannya. 

    Larangan transshipment yang dimaksud yaitu upaya importasi produk dari China melalui Indonesia atau negara lainnya untuk dikirim ke AS. 

    “Salah satu concern pemerintah AS kan terkait transshipment, dan Kemendag belum memperlihatkan adanya perbaikan tata cara penerbitan SKA yang dapat menghindari terjadinya transshipment,” kata Redma kepada Bisnis, Sabtu (13/12/2025). 

    Kebijakan ini juga penting untuk menjaga laju importasi ke pasar domestik. Terlebih, saat ini industri tertekan lantaran produk impor yang membanjiri pasar dengan harga murah sehingga daya saing produk lokal turun. 

    Dukungan serupa juga dibutuhkan terkait rekomendasi impor dari Kementerian Perindustrian berupa pertimbangan teknis (Pertek) yang menjadi salah satu syarat dikeluarkannya perizinan impor oleh Kemendag. 

    “Sama hal nya dengan Pertek yang diminta agar transparan, tapi belum juga ada perbaikan dari Kemenperin,” jelasnya. 

    Dalam hal ini, pihaknya menilai bahwa penguatan pasar domestik menjadi hal utama di tengah isu negosiasi perjanjian tarif dagang Amerika Serikat (AS) dan Indonesia yang dikabarkan terancam batal.

    Redma menyebut pihaknya masih meyakini pemerintah masih berupaya mencari titik temu kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.

    “Kami percaya pemerintah, dalam hal ini tim negosiasi, masih bekerja agar tidak terjadi pembatalan,” kata Redma.

    Namun, apabila terjadi pembatalan, maka kondisi industri tekstil disebut akan semakin berat. Apalagi, kondisi saat ini saja sudah banyak pabrik yang terdampak hingga gulung tikar.

    Dalam situasi ini, pihaknya menekankan bahwa Indonesia memiliki pasar domestik yang dapat menjadi jaminan bagi produk lokal, terutama bagi yang selama ini mengandalkan ekspor ke AS.

    “Tapi lagi-lagi agenda perlindungan pasar domestik selalu terkendala oleh birokrasi proimpor yang selalu ingin memberikan kemudahan impor bagi para importir dengan alasan kebutuhan bahan baku, padahal kapasitas bahan baku kita sangat cukup,” tegasnya.

    Sebelumnya, Reuters melaporkan kesepakatan dagang antara RI-AS yang diumumkan pada Juli 2025 terancam batal setelah Pemerintah Indonesia disebut menarik kembali sejumlah komitmen yang sebelumnya telah disepakati.

    Informasi tersebut disampaikan seorang pejabat AS pada Selasa (9/12/2025) yang berbicara kepada Reuters dengan syarat anonim.

    “Mereka [Indonesia] menarik kembali apa yang kami sepakati pada Juli,” kata pejabat tersebut, tanpa memberikan rincian mengenai komitmen spesifik mana yang kini dipersoalkan dari Indonesia.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama tim delegasi Indonesia akan bertolak ke Amerika Serikat (AS) di tengah terancam batalnya kesepakatan dagang antara Indonesia dengan AS. Dia akan terbang pada pekan depan guna memfinalisasi dokumen kerja sama tersebut.

    Airlangga menegaskan bahwa kunjungan ini bertujuan untuk menyelesaikan proses legal drafting yang ditargetkan rampung pada Desember ini, sesuai dengan joint statement yang telah disepakati kedua negara pada 22 Juli lalu.

    “Nama dokumennya [dokumen kesepakatannya] ART, Agreement on Reciprocal Tariff,” ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (12/12/2025).