Kementrian Lembaga: Kemenkum HAM

  • Dampak DPR Sahkan RUU KUHAP Menjadi UU bagi Masyarakat dan Alasan Koalisi Masyarakat Sipil Menolak

    Dampak DPR Sahkan RUU KUHAP Menjadi UU bagi Masyarakat dan Alasan Koalisi Masyarakat Sipil Menolak

    GELORA.CO –  Pengesahan RKUHAP oleh DPR RI memicu kekhawatiran luas karena sejumlah pasal dinilai berpotensi memperluas kewenangan aparat dan mengurangi perlindungan terhadap hak-hak warga.

    Meski pemerintah menegaskan revisi KUHAP memperkuat HAM, kepastian hukum, dan restorative justice, berbagai kalangan menilai aturan baru tersebut membuka celah penyalahgunaan yang dapat berdampak langsung pada kebebasan sipil masyarakat.

    Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi Undang-Undang, meski gelombang penolakan publik menggema di media sosial dan jalan.

    Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

    Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menanggapi penolakan tersebut dengan menyebutnya sebagai hal biasa.

    “Kemudian bahwa ada yang setuju, ada yang tidak setuju itu biasa. Tapi secara umum bahwa KUHAP kali ini, yang pertama adalah mementingkan perlindungan hak asasi manusia, yang kedua soal restorative justice, yang ketiga memberi kepastian terhadap dan perluasan untuk objek praperadilan,” ujar Supratman usai sidang pengesahan RUU KUHAP di Parlemen.

    Supratman menekankan, tiga aspek utama dalam KUHAP baru didesain untuk menutup celah tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum.

    “Nah, ketiga hal itu menghilangkan kesewenang-wenangan yang mungkin dulu pernah terjadi. Dan itu sangat baik buat masyarakat, termasuk perlindungan bagi kaum disabilitas,” kata politisi Partai Gerindra itu, seperti dilansir Tribunnews.com.

    KUHAP Sebelum Revisi

    KUHAP pertama kali disahkan pada 1981 untuk menggantikan aturan kolonial Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR).

    Aturan lama tersebut dianggap bermasalah karena proses pembuktian lebih menekankan pada pengakuan tersangka, sehingga sering terjadi salah tangkap atau pengakuan di bawah tekanan.

    KUHAP 1981 hadir sebagai upaya koreksi untuk memperkuat hak asasi tersangka/terdakwa dan memperbaiki praktik peradilan pidana.

    Penolakan Publik Menggema

    Meski pemerintah menilai KUHAP baru membawa kemajuan, penolakan publik tetap kuat.

    Tagar #TolakRKUHAP dan #SemuaBisaKena ramai di media sosial, mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap potensi dampak aturan baru.

    Koalisi masyarakat sipil menyoroti sejumlah pasal kontroversial, antara lain:

    Penyadapan tanpa izin hakim → memberi kewenangan aparat melakukan penyadapan tanpa persetujuan pengadilan.Penangkapan dan penahanan → memperpanjang masa penahanan tersangka sebelum proses pengadilan.Pemeriksaan tersangka tanpa pendampingan hukum → membuka peluang tekanan pada tahap awal pemeriksaan.Penggeledahan dan penyitaan tanpa izin hakim → mengurangi kontrol yudisial terhadap tindakan aparat.Pembatasan objek praperadilan → mengurangi kontrol publik terhadap tindakan aparat.Perluasan definisi bukti elektronik → dikhawatirkan membuka ruang kriminalisasi tanpa pengawasan ketat.

    Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP dalam siaran pers 16 November 2025 menilai bahwa Revisi KUHAP yang dilakukan serampangan membuka lebar pintu bagi aparat untuk merenggut kebebasan sipil.

    “Proses pembahasan RKUHAP sejak awal tidak menempatkan suara masyarakat sebagaimana mestinya.” ujar Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan.

    Wakil Ketua YLBHI, Arif Maulana, menilai pembahasan cacat formil dan materiil.

    Dalam pernyataannya pada 12–13 November 2025, ia menegaskan bahwa Pembahasan RKUHAP oleh Panja Komisi III DPR dan Pemerintah pada 12–13 November 2025 berlangsung tanpa memperhatikan masukan masyarakat sipil. 

    Gelombang Aksi Mahasiswa Memuncak pada Hari Pengesahan

    Aksi penolakan telah berlangsung sejak awal November 2025, ketika rancangan ini masih dibahas di DPR RI.

    Menjelang pengesahan, intensitas aksi meningkat. Pada 17–18 November 2025, mahasiswa dari berbagai kampus turun ke jalan menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI.

    Aksi mencapai puncak pada hari pengesahan, Selasa 18 November 2025, berlangsung sejak pagi hingga sore.

    Massa menuntut agar pengesahan ditunda karena menilai proses pembahasan tidak transparan, terburu-buru, dan minim partisipasi publik.

    Dominasi Fraksi DPR dan Lancarnya Pengesahan

    RKUHAP diusulkan oleh pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM, kemudian dibahas bersama DPR RI.

    Arah legislasi di parlemen dinilai sejalan dengan agenda pemerintah karena fraksi DPR periode 2024–2029 didominasi oleh partai-partai pendukung pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming, seperti Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, dan PSI.

    Dengan dukungan mayoritas tersebut, pengesahan RKUHAP berjalan mulus meski ada penolakan publik.

    Dampak bagi Masyarakat

    Dengan pengesahan ini, KUHAP baru akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

    Pemerintah menekankan bahwa aturan baru memperkuat perlindungan HAM, kepastian hukum, dan penerapan restorative justice.

    Namun di sisi lain, keresahan publik tetap menguat.

    Banyak yang mempertanyakan bagaimana implementasi aturan baru ini di lapangan dan apakah mekanisme pengawasan akan cukup kuat untuk mencegah potensi penyalahgunaan kewenangan aparat.

  • Usai Diputus MK Soal Larangan Polisi Rangkap Jabatan, Polri Bentuk Tim Pokja

    Usai Diputus MK Soal Larangan Polisi Rangkap Jabatan, Polri Bentuk Tim Pokja

    JAKARTA – Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengungkapkan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menggelar rapat khusus pada pagi hari untuk merumuskan langkah-langkah awal dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) larangan anggota Polri rangkap jabatan sipil.

    “Polri tentu mengapresiasi dan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi. Tadi pagi Bapak Kapolri sudah mengumpulkan para pejabat terkait untuk membahas langkah-langkah yang harus dilaksanakan,” katanya kepada media di Mabes Polri, Senin, 17 November.

    Ia mengatakan, sebagai tindak lanjut, Kapolri memerintahkan pembentukan tim pokja guna menyusun kajian cepat yang menjadi dasar pelaksanaan teknis putusan MK.

    “Polri akan membentuk tim pokja yang membuat kajian cepat terkait putusan MK tersebut, sehingga tidak menjadi multitafsir ke depan,” ucapnya.

    Tim pokja bakal bekerja secara intensif dan melakukan koordinasi lintas lembaga, termasuk dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Bakan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta MK sendiri selaku pemutus perkara.

    Selain memastikan kepatuhan terhadap aturan, kajian cepat ini ditujukan untuk menyusun langkah implementasi yang tidak menimbulkan polemik. Sandi menegaskan bahwa Kapolri memberi instruksi agar pekerjaan ini diselesaikan secepat mungkin.

    “Bapak Kapolri menyampaikan agar ini diselesaikan secepat-cepatnya. Kita berpacu dengan waktu agar semua hal bisa terselesaikan,” tandasnya.

  • Usai Diputus MK Soal Larangan Polisi Rangkap Jabatan, Polri Bentuk Tim Pokja

    Usai Diputus MK Soal Larangan Polisi Rangkap Jabatan, Polri Bentuk Tim Pokja

    JAKARTA – Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengungkapkan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menggelar rapat khusus pada pagi hari untuk merumuskan langkah-langkah awal dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) larangan anggota Polri rangkap jabatan sipil.

    “Polri tentu mengapresiasi dan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi. Tadi pagi Bapak Kapolri sudah mengumpulkan para pejabat terkait untuk membahas langkah-langkah yang harus dilaksanakan,” katanya kepada media di Mabes Polri, Senin, 17 November.

    Ia mengatakan, sebagai tindak lanjut, Kapolri memerintahkan pembentukan tim pokja guna menyusun kajian cepat yang menjadi dasar pelaksanaan teknis putusan MK.

    “Polri akan membentuk tim pokja yang membuat kajian cepat terkait putusan MK tersebut, sehingga tidak menjadi multitafsir ke depan,” ucapnya.

    Tim pokja bakal bekerja secara intensif dan melakukan koordinasi lintas lembaga, termasuk dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Bakan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta MK sendiri selaku pemutus perkara.

    Selain memastikan kepatuhan terhadap aturan, kajian cepat ini ditujukan untuk menyusun langkah implementasi yang tidak menimbulkan polemik. Sandi menegaskan bahwa Kapolri memberi instruksi agar pekerjaan ini diselesaikan secepat mungkin.

    “Bapak Kapolri menyampaikan agar ini diselesaikan secepat-cepatnya. Kita berpacu dengan waktu agar semua hal bisa terselesaikan,” tandasnya.

  • Sinergi Tiga Lini Pengawasan Menjaga Marwah IMIPAS

    Sinergi Tiga Lini Pengawasan Menjaga Marwah IMIPAS

    Jakarta

    Tepat pada hari Rabu, 19 November 2025, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) melangkah dalam perjalanan satu tahun dan menjadi bagian tak terpisahkan dari Kabinet Merah Putih. Usia satu tahun ini bagaikan membuka halaman pertama buku besar tata kelola Kementerian baru. Beragam kebijakan dan sistem dibangun untuk memperkuat fondasi “Guard and Guide” dalam menjaga gerbang kedaulatan negara dan keamanan masyarakat. Fondasi ini jua menunjukkan kesempatan kedua bagi Warga Binaan melalui pendekatan pembinaan yang humanis.

    Namun, pada awal perjalanannya, Kementerian ini masih dihantui dua tantangan besar yang menggerogoti fondasinya yaitu fraud (penggelapan) dan korupsi. Bagaikan kanker, keduanya tumbuh diam-diam di dalam organisasi, menyebar melalui budaya permisif, menormalisasikan penyimpangan integritas, dan kerap bersembunyi di balik sistem yang tampak sehat.

    Berdasarkan data Inspektorat Jenderal per 26 Oktober 2025, 480 pegawai tercatat melakukan pelanggaran disiplin dan 240 pegawai di antaranya harus menjalani pembinaan mental di Nusakambangan. Data tersebut tidak hanya menyajikan angka-angka bisu, melainkan juga cerminan bahwa penyakit lama juga belum sembuh. Jika penyakit ini dibiarkan, tujuan luhur dalam mewujudkan pelayanan Imigrasi dan Pemasyarakatan yang bersih dan berkeadilan hanyalah sebuah jargon semata.

    Warisan Masa Lalu yang Masih Membayangi

    Di satu tahun pertamanya, Kementerian ini kini tengah berhadapan dengan penilaian Indeks Reformasi Birokrasi (RB) dan salah satu komponen penilaian terbesar dari RB adalah Sistem Penilaian Integritas (SPI) oleh KPK. Sebagai Kementerian baru, baseline Kemenimipas merujuk pada nilai SPI Kementerian Hukum dan HAM yang sebelumnya menunjukkan fluktuasi. Maknanya, modal awal Kementerian ini belum sepenuhnya stabil dalam pengendalian integritas. Dengan demikian, Kemenimipas berada di garis start yang rapuh pascatransformasi.

    Selain itu, rendahnya Indeks Efektivitas Pengendalian Korupsi (IEPK) memberi beberapa catatan krusial, antara lain, (1) belum tersedianya kebijakan antikorupsi yang menjadi rujukan pengendalian; (2) pelaksanaan penilaian risiko yang terbatas baik dari sisi kualitas maupun keberlanjutan; serta (3) belum adanya rencana tindak pengendalian risiko korupsi sebagai panduan perbaikan secara sistematis.

    Sering kali kita menganggap fraud dan korupsi lahir dari lemahnya integritas individu pegawai. Padahal, jika berkaca dari catatan nilai SPI dan IEPK, fondasi tata kelola kita belum benar-benar kuat dan mekanisme pengendalian belum bergerak seirama. Kejahatan kerah putih memang tidak semata-mata beban dari pelaku perseorangan, tetapi juga bisa membentuk sistem dan lingkaran setan yang perlu diputus total.

    Model Tiga Lini sebagai Manifestasi GRC

    Di sinilah peran Governance, Risk, Compliance (GRC) menjadi penting. Konsep ini bukan sekadar rangkaian istilah teknis, melainkan kerangka kerja yang terintegrasi dalam memastikan (1) seluruh aktivitas organisasi selaras dengan tujuan strategis; (2) risiko dikelola secara terukur, serta (3) kepatuhan ditegakkan berdasarkan nilai dan aturan yang berlaku.

    Kita tentu berharap konsep GRC tidak berdiri di atas menara gading atau sekadar menjadi diskursus tanpa eksekusi nyata. Oleh karena itu, Menteri Imigrasi Pemasyarakatan (IMIPAS), Agus Andrianto, telah menetapkan Keputusan Menteri Nomor: M.IP-27.OT.01.01 tentang Tata Kelola Pengawasan Intern dan Pedoman MIP-OT.02.02-20 Tahun 2025 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Kedua beleid tersebut menjadi manifestasi nyata konsep GRC, sekaligus upaya untuk menjawab tantangan fraud dan korupsi yang masih mendarah daging.

    Kedua regulasi ini mentransformasikan tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian intern melalui Model Tiga Lini (Three Lines Model) berdasarkan The Institute of Internal Audithors (2024). Model berjenjang dan berlapis ini menegaskan bahwa pengendalian integritas adalah tanggung jawab kolektif, bukan sekadar domain Inspektorat Jenderal sebagaimana sebelumnya.

    Pengawasan internal model tiga lini berfungsi sebagai kerangka operasional dan pengendalian organisasi Kemenimipas yang struktur organisasinya sangat luas di setiap daerah hingga pelosok perbatasan negara. Setiap lini memiliki peran dan ruang lingkupnya masing-masing secara berjenjang untuk memastikan pelaksanaan kebijakan antikorupsi serta pengelolaan risiko secara efektif. Secara umum, peran dan ruang lingkup setiap lini dapat dijabarkan sebagai berikut:

    Lini Pertama (Unit Pelaksana Teknis): Sebagai garda terdepan, berperan mencegah, mengidentifikasi risiko, menangani pengendalian langsung dan penerapan kebijakan antikorupsi.

    Lini Kedua (Unit Kepatuhan Internal): Melakukan pemantauan berkala, memonitor dan mengevaluasi keberhasilan penerapan kebijakan serta mengelola risiko-risiko yang muncul.

    Lini Ketiga (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah/Inspektorat Jenderal): Melakukan penilaian independen dan objektif atas efektivitas kontrol dan kebijakan antikorupsi, mengidentifikasi manajemen risiko yang perlu diperbaiki serta memberikan jaminan melalui audit berbasis risiko.

    Melalui keselarasan ketiga lini ini, potensi kecurangan dan pelanggaran integritas tidak hanya bisa dideteksi, tetapi juga dapat dicegah sejak awal. Apabila ketiga lini tidak selaras, tumpang tindih kewenangan akan terjadi. Di sisi lain, lini pertama bisa jadi mengalami kewalahan atau assurance fatique yang disebabkan tidak ada komunikasi antara lini kedua dan ketiga. Di samping itu, tanpa pemetaan risiko yang komprehensif dan pembagian peran yang jelas, area risiko tertentu bisa luput dari pengawasan karena tidak ada yang merasa bertanggung jawab.

    Untuk mencegah hal-hal tersebut, diskursus combined assurances yang mengintegrasikan antarlini sangat diperlukan. Harapannya, diskusi antarlini juga akan menghasilkan gambaran komprehensif dan holistik tentang efektivitas tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian serta penyusunan assurance map yang jelas.

    Kesempatan dan Tantangan Model Tiga Lini

    Kemenimipas dapat menempuh empat langkah strategis sehingga model tiga lini dapat berjalan secara efektif dan optimal. Pertama, penyusunan petunjuk pelaksana dan teknis yang jelas agar setiap lini memahami batas ruang lingkup dan tanggung jawabnya. Tanpa pedoman operasional yang tegas, peran dan penyimpangan wewenang yang tumpang tindih hanya tinggal menunggu waktu. Kedua, penguatan kapasitas harus menjadi prioritas. Tanpa pengetahuan yang cukup, semangat integritas tidak akan bisa diterjemahkan menjadi tindakan konkret. Lini pertama dan kedua perlu dibekali pelatihan dan bimbingan teknis terkait manajemen risiko dan asistensi aktif dari lini ketiga.

    Ketiga, pembelajaran eksternal benchmarking ke lembaga yang telah berhasil menerapkan model tiga lini secara efektif. Pembelajaran ini bagaikan cermin sekaligus sumber inspirasi yang nantinya akan menyesuaikan model serupa dengan konteks Kemenimipas. Keempat, komitmen kuat dan pengelolaan ego sektoral antarlini adalah harga mati. Implementasi tiga lini bukan ajang untuk menunjukkan kekuasaan atau kewenangan, tetapi ruang untuk membangun sinergi dan kolaborasi.

    Foto: Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Ika Yusanti (dok istimewa)

    Meski terkesan ideal, setiap lini masih menyisakan pekerjaan rumah bernama ego sektoral yang perlu dikikis hinga akhirnya benar-benar hilang. Ego sektoral pada level lini pengendalian tidak hanya dirasakan pada ruang kebijakan, tetapi juga getarannya sampai tataran pelaksana. Ketika lini kedua dan lini ketiga saling menjaga jarak; pegawai di lapangan ikut merasakan ketidakpastian, arahan menjadi tumpang tindih, dan mengikuti siapa yang berbicara. Efek dominonya adalah standar kerja makin tidak pasti dan pengawasan terasa seperti tekanan, bukan bimbingan. Dampaknya, kekhawatiran pegawai pun muncul karena dianggap memilih “kubu tertentu”, bukan karena mengikuti aturan yang berlaku.

    Untuk memulihkan keharmonian antarlini, ruang komunikasi harus selalu terbuka tanpa perlu ditutup-tutupi. Lini Kedua perlu menyajikan data, proses, dan pemantauan secara transparan. Sementara itu, Lini Ketiga harus menempatkan audit bukan sebagai ajang mengoreksi, tetapi sebagai mekanisme penguatan organisasi. Pertemuan rutin-yang membahas pembahasan risiko bersama, serta tindak lanjut rekomendasi yang disepakati antarlini-menjadi jembatan dalam upaya memulihkan kepercayaan, baik secara internal maupun kepada masyarakat. Dengan cara itu, model tiga lini kembali bekerja sebagai kesatuan sistem yang saling menguatkan, bukan tiga ruang yang berdiri sendiri.

    Komitmen ini harus dijalankan secara sistematis, konsisten dan terukur. Lini pertama perlu menjadikan lini kedua sebagai mitra yang memberi masukan konstruktif, sementara lini ketiga harus membangun rencana pengawasan bersama, berbagi informasi dan menghindari duplikasi. Audit internal juga harus dapat mengandalkan pekerjaan lini kedua yang berkualitas. Tanpa kolaborasi yang baik antarlini, konsep ideal hanya sekadar hitam di atas putih, tanpa dirasakan dampak dan manfaatnya di kehidupan sehari-hari.

    Akselerasi Pengawasan melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi

    Selaras dengan transformasi tersebut, Kemenimipas juga perlu bergerak menuju pengawasan berbasis teknologi informasi. Transformasi ini semakin solid jika didukung dengan digitalisasi pengawasan. Melalui manajemen risko berbasis teknologi informasi, proses pengawasan tidak lagi bergantung pada laporan manual atau intuisi semata.

    Seluruh pengendalian dilaksanakan berbasis data dan analitik yang memungkinkan identifikasi risiko yang lebih presisi, pemantauannya real-time, serta hasilnya transparan dan dapat diverifikasi. Teknologi digital juga akan mengakselerasi kecepatan proses pengawasan, menguatkan akuntabilitas, dan menghasilkan data yang mendukung setiap keputusan. Sistem informasi manajemen risiko pun tidak hanya menciptakan pengawasan yang lebih modern, tetapi juga lebih terpercaya serta akan menjadi fondasi integritas di Kemenimipas.

    Penguatan pengawasan berbasis teknologi informasi sejatinya merupakan investasi jangka panjang bagi Kemenimipas. Dengan keandalan data dan sistem yang terintegrasi, tata kelola risiko dapat dikendalikan secara sistematis dan terukur, sekaligus menjadi landasan dalam menjaga marwah integritas institusi secara berkelanjutan.

    Karena Preventif Lebih Kokoh daripada Kuratif

    Pada akhirnya, keberhasilan model tiga lini tidak diukur dari banyaknya pegawai yang ditindak dan dijatuhi hukuman disiplin, tetapi sejauh mana seluruh jajaran benar-benar menghidupkan integritas dalam praktik sehari-hari. Inti pengendalian risiko bukanlah menghitung jumlah pelanggaran, melainkan mencegah dan membudayakan kepatuhan. Upaya pencegahan dan deteksi dini menjadi garda yang harus paling diandalkan serta dikelola secara berkelanjutan.

    Prinsipnya sederhana, tetapi fundamental: prevention is stronger than punishment. Ketika setiap lini bekerja serempak, membaca sinyal risiko lebih cepat, dan menyusun rencana mitigasinya; organisasi tidak hanya berhasil menindak pelanggaran, tetapi mampu mencegah sebelum tumbuh menjadi masalah. Inilah esensi pengawasan modern yang ingin diwujudkan oleh Kemenimipas.

    Jika semangat “Guard and Guide” benar-benar ingin diwujudkan, Kementerian harus terlebih dahulu menuntun dirinya sendiri-keluar dari jebakan formalitas dan ego sektoral-untuk menjaga gerbang integritas dengan tegas dan membimbing pelanggar melalui semangat pemulihan kembali. Dengan demikian, Kementerian ini tidak sekadar menjadi penjaga kedaulatan dan keamanan negara, tetapi juga penjaga integritas bagi seluruh aparat yang hidup dan berkehidupan di dalamnya.

    Ika Yusanti. Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan

    Halaman 2 dari 4

    (isa/isa)

  • Universitas Jantung Pembangunan Berbasis Riset dan Inovasi

    Universitas Jantung Pembangunan Berbasis Riset dan Inovasi

    JAKARTA – Universitas Indonesia (UI) resmi meluncurkan kegiatan Universitas Indonesia Innovation Festival (UIIF) 2025 di Mall Semanggi, Jakarta Selatan, pada Kamis, 13 November 2025. Acara ini diresmikan langsung oleh Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si, dan dihadiri oleh Project Director UIIF, Apt. Indah Handayani, S.Farm., serta Ketua Tim Kerja Kerjasama Dalam Negeri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Erni Purnamasari.

    Dalam sambutannya, Prof. Hamdi menegaskan bahwa negara-negara maju membangun perekonomian mereka melalui riset dan inovasi. Karena itu, Indonesia harus meninggalkan ketergantungan terhadap ekspor sumber daya alam mentah dan mulai memperkuat sektor berbasis pengetahuan.

    “Kita tidak lagi menjual barang dalam keadaan mentah. Ini yang harus kita gelorakan. Universitas memang jantungnya pembangunan berbasis riset dan inovasi,” ujar Prof. Hamdi.

    Ia menjelaskan bahwa Universitas Indonesia saat ini memiliki lebih dari 400 laboratorium dan kelompok riset unggulan yang berisi periset di berbagai bidang strategis. Menurutnya, UI telah memiliki database periset dan riset unggul yang siap dihubungkan dengan dunia industri untuk mendorong hilirisasi hasil penelitian.

    “Datanya sudah ada semua. Jadi, kita punya database periset-periset unggul untuk bidang-bidang yang nanti bisa menghasilkan produk siap industri — mulai dari membuat prototipe, uji coba, hingga siap diindustrialisasi,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Prof. Hamdi menjelaskan bahwa UI mengusung dua pendekatan dalam memajukan riset, yakni Technology Push dan Demand Pull. Konsep Technology Push berfokus pada menawarkan hasil riset untuk dihilirisasi, sementara Demand Pull dilakukan dengan memetakan kebutuhan industri agar para peneliti dapat menghadirkan solusi yang relevan.

    “Kita bisa tawarkan hasil riset ke industri, atau kita tanya langsung ke industri: Anda butuh apa? Nanti kita pertemukan dengan para peneliti. Semua hasil riset ini nantinya diharapkan dapat memperkuat ekonomi nasional,” tutur Prof. Hamdi.

    Sementara itu, Project Director UIIF 2025, Apt. Indah Handayani, S.Farm., menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mempromosikan hasil riset Universitas Indonesia kepada masyarakat luas, terutama generasi muda.

    “Melalui UI Innovation Festival ini, kami ingin memperlihatkan bahwa banyak potensi di Indonesia yang bisa dikembangkan lewat riset dan inovasi untuk menghasilkan nilai ekonomi,” ujarnya.

    Indah juga menekankan pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) agar hasil riset dan inovasi dalam negeri dapat terlindungi serta bersaing secara global.

    “Supaya kita bisa berkembang dan tidak kalah dengan negara lain. Banyak produk luar yang mematenkan inovasinya, jadi produk-produk Indonesia juga harus kuat dengan perlindungan HKI,” tegasnya.

    Hal senada disampaikan Ketua Tim Kerja Kerjasama Dalam Negeri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, yang menilai perlindungan kekayaan intelektual sangat penting untuk mendukung kemandirian inovasi nasional.

    Kegiatan UI Innovation Festival (UIIF) 2025 berlangsung selama tiga hari, mulai 13 hingga 15 November 2025, menampilkan beragam hasil riset unggulan Universitas Indonesia yang diharapkan dapat menjadi jembatan antara dunia akademik, industri, dan masyarakat dalam memperkuat ekosistem inovasi di Indonesia.

  • 30 Pegawai Imigrasi Ponorogo Raih Penghargaan Nasional Anugraha Wira Wibawa Dharmesti

    30 Pegawai Imigrasi Ponorogo Raih Penghargaan Nasional Anugraha Wira Wibawa Dharmesti

    Ponorogo (beritajatim.com) – Kinerja gemilang jajaran Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Ponorogo kembali mendapat pengakuan di tingkat nasional. Sebanyak 30 pegawai menerima penghargaan Anugraha Wira Wibawa Dharmesti dari Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan atas dedikasi dan kinerja luar biasa dalam pelayanan publik.

    Penyerahan penghargaan dilakukan secara simbolis di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Jawa Timur, Surabaya. Kepala Bagian Tata Usaha dan Umum, Darori, mewakili Kepala Kanwil Ditjen Imigrasi Jatim, menyerahkan langsung penghargaan kepada enam perwakilan pegawai berprestasi dari Kantor Imigrasi Ponorogo.

    Dalam arahannya, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto menegaskan pentingnya menjaga integritas, profesionalisme, dan kolaborasi lintas sektor dalam memperkuat transformasi pelayanan publik.
    “Penghargaan ini bukan sekadar bentuk apresiasi, melainkan pengingat agar kita terus berkomitmen memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat,” kata Agus, Kamis (6/11/2025).

    Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor M.IP-510.SA.05.03 Tahun 2025, satu pegawai Imigrasi Ponorogo menerima Anugraha Wira Wibawa Dharmesti Lokatara atas prestasi luar biasa dalam membantu penangkapan DPO warga negara Amerika Serikat dalam kasus penculikan.

    Sementara itu, 29 pegawai lainnya menerima Anugraha Wira Wibawa Dharmesti Pratama karena kontribusi mereka dalam pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Penilaian diberikan berdasarkan capaian pada aspek Pelayanan Publik Ramah Kelompok Rentan dan Pelayanan Publik Berbasis Hak Asasi Manusia (P2HAM) tahun 2024.

    Prestasi ini semakin menegaskan dedikasi Kantor Imigrasi Ponorogo dalam memberikan pelayanan prima. Tahun sebelumnya, instansi ini telah meraih predikat WBBM dari Kementerian PANRB, penghargaan Pelayanan Publik Ramah Kelompok Rentan Terbaik 2024, serta Unit Kerja Pelayanan Publik Berbasis HAM dari Kementerian Hukum dan HAM.

    Pada tahun 2025, Kantor Imigrasi Ponorogo juga dipercaya mewakili Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam Lomba Kabupaten Sehat Tingkat Nasional kategori Tatanan Perkantoran Sehat, serta mengikuti Kompetisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Perkantoran 2025. [end/beq]

  • Kemenkum Jatim Pastikan Pendampingan Hukum untuk Percepatan Pembangunan Pesantren Al Khoziny Sidoarjo

    Kemenkum Jatim Pastikan Pendampingan Hukum untuk Percepatan Pembangunan Pesantren Al Khoziny Sidoarjo

    Surabaya (beritajatim.com) – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Jawa Timur menegaskan komitmennya memberikan pendampingan hukum dalam percepatan pembangunan Pesantren Al Khoziny di Kabupaten Sidoarjo. Langkah ini disampaikan langsung oleh Kepala Kanwil Kemenkum Jatim, Haris Sukamto, dalam Rapat Koordinasi Persiapan Pembangunan Pesantren Al Khoziny yang digelar di Kantor Pertanahan Sidoarjo, Rabu (5/11/2025).

    Rapat yang dihadiri sejumlah instansi terkait ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto yang direncanakan akan melakukan ground breaking pembangunan pada 25 November 2025. Dari Kanwil Kemenkum Jatim turut hadir Kadiv Pelayanan Hukum Raden Fadjar Widjanarko dan Plt. Kabid AHU R. Prasetyo Wibowo.

    Dalam pertemuan tersebut, Haris Sukamto menjelaskan bahwa Kemenkum Jatim telah menelusuri data awal Yayasan KH Abdul Mujib Abbas Al Khoziny yang terdaftar sejak 2016 melalui SK AHU-0001972.AH.01.04 Tahun 2016. Namun, karena yayasan belum memenuhi kewajiban pelaporan beneficial ownership, status hukumnya kini terblokir.

    “Kami akan memberikan pendampingan penuh agar status hukum yayasan dapat segera dipulihkan. Ini penting supaya seluruh proses administrasi pembangunan pesantren bisa berjalan tanpa hambatan,” ujar Haris.

    Ia menegaskan bahwa Kemenkum Jatim siap memfasilitasi percepatan pembukaan blokir dan penyempurnaan dokumen pendirian yayasan. Langkah ini diharapkan menjadi dasar hukum yang sah bagi pengelolaan lahan serta pelaksanaan bantuan pemerintah di lokasi pesantren.

    Kepala Kantor Pertanahan Sidoarjo, Nursuliantoro, mengapresiasi perhatian langsung Kemenkum Jatim terhadap persoalan hukum yang dihadapi pihak pesantren. “Rapat ini menjadi penting karena berkaitan dengan kesiapan pelaksanaan ground breaking oleh Presiden,” ujarnya.

    Sementara itu, Pengasuh Pesantren Al Khoziny, Kyai Muchammad Ubaidillah, menyampaikan bahwa pihaknya tengah berupaya memenuhi seluruh persyaratan hukum dan administratif dengan bantuan notaris Ismaryani. Ia berharap dukungan lintas instansi, termasuk Kemenkum Jatim, dapat mempercepat proses legalisasi dan relokasi pesantren ke lokasi baru di Jalan Antartika, Desa Siwalanpanji.

    Sebagai tindak lanjut, Kemenkum Jatim akan berkoordinasi dengan notaris dan pihak-pihak terkait untuk memastikan yayasan dapat segera diaktifkan kembali dengan nama baru, Yayasan Al Khoziny Buduran Sidoarjo. Selain itu, surat permohonan pelepasan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) juga akan diteruskan ke pemerintah pusat.

    Melalui langkah ini, Kemenkum Jatim menegaskan perannya bukan sekadar regulator, tetapi juga fasilitator percepatan pemajuan hukum bagi lembaga pendidikan keagamaan di daerah. [uci/beq]

  • Projo Tak Punya Nyali jadi Parpol

    Projo Tak Punya Nyali jadi Parpol

    GELORA.CO -Banyak pihak bertanya-tanya mengapa Projo, relawan politik yang selama ini dikenal paling solid dan identik dengan Joko Widodo, tak juga bertransformasi menjadi partai politik. 

    Padahal, dengan basis loyalitas dan jaringan relawan di berbagai penjuru tanah air, modal politik Projo terbilang sangat besar.

    Pengamat politik Adi Prayitno menilai, keputusan Projo untuk tidak mendirikan partai bukan tanpa alasan. Menurutnya, membentuk partai politik membutuhkan keberanian dan tekad yang luar biasa.

    “Mendirikan partai politik tentu butuh nyali besar, keberanian besar, inovasi besar. Karena partai politik adalah instrumen yang jejaringnya secara legal formal akan terdeteksi dan diketahui publik,” kata Adi lewat kanal Youtube miliknya, seperti dikutip redaksi di Jakarta, Selasa, 4 November 2025.

    Ia menjelaskan, partai politik secara administratif harus terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM serta memiliki struktur organisasi hingga tingkat kabupaten dan kota. Selain itu, tujuan partai adalah berkompetisi dalam pemilu, sesuatu yang bukan perkara mudah.

    “Itu butuh nyali besar yang saya kira tidak gampang dimiliki oleh siapapun,” lanjutnya.

    Dalam konteks ini, Adi menyebut wajar jika publik bertanya-tanya mengapa Projo yang kerap mengklaim diri sebagai relawan politik paling solid dan militan belum menjadikan kekuatan organisasinya sebagai partai politik.

    “Kalau ini yang terjadi, tentu ini soal nyali,” tegas Adi. 

  • DJP dan Kejaksaan Ungkap Skema Pencucian Uang Terpidana Pajak Rp58,2 Miliar

    DJP dan Kejaksaan Ungkap Skema Pencucian Uang Terpidana Pajak Rp58,2 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat bersama Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh terpidana TB, pelaku penggelapan pajak yang telah divonis bersalah. Kasus ini kini resmi dibawa ke pengadilan.

    Terpidana TB diketahui menjalankan berbagai skema pencucian uang atas hasil tindak pidana di bidang perpajakan, antara lain dengan menempatkan uang tunai ke sistem perbankan, mengonversi ke mata uang asing, mentransfer dana ke luar negeri, serta membelanjakannya dalam bentuk aset.

    Sebagai bagian dari proses hukum, aset senilai sekitar Rp58,2 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana pajak telah dilakukan pemblokiran dan penyitaan, meliputi uang dalam rekening bank, obligasi, kendaraan, apartemen, dan bidang tanah.

    TB sebelumnya terbukti sebagai salah satu beneficial owner dari Wajib Pajak PT UP. Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 5802 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 19 September 2024. TB dijatuhi hukuman penjara tiga tahun dan denda sebesar Rp634,7 miliar.

    Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) setelah MA membatalkan vonis bebas pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 3 Agustus 2023. Pengungkapan kasus TPPU menjadi tindak lanjut dari vonis tersebut, menyusul penelusuran aset hasil kejahatan pajak yang dilakukan lintas yurisdiksi.

    DJP menjelaskan bahwa keberhasilan pengungkapan kasus ini merupakan hasil sinergi lintas lembaga penegak hukum, dengan melibatkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kepolisian (Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri), serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    Upaya itu turut didukung Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Kementerian Hukum dan HAM RI. Selain itu, DJP juga berkoordinasi dengan otoritas perpajakan dari Singapura, Malaysia, British Virgin Islands, dan sejumlah negara lainnya, mengingat adanya transaksi keuangan lintas negara dalam perkara ini.

    Untuk menindaklanjuti hasil penyidikan, DJP menempuh mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) atau Timbal Balik dalam Masalah Pidana dengan pemerintah Singapura. Langkah ini ditempuh untuk meminta penyitaan aset dan dana yang diduga disembunyikan oleh terpidana TB di luar negeri.

    Mekanisme MLA tersebut menjadi bagian dari upaya penegakan hukum lintas yurisdiksi sekaligus memperkuat kerja sama internasional dalam pemulihan aset negara yang berasal dari tindak pidana perpajakan.

    DJP menegaskan, kolaborasi penegakan hukum ini merupakan bentuk komitmen menjaga penerimaan negara dan menegakkan keadilan bagi wajib pajak yang patuh. 

    “Tidak ada ruang bagi pelaku tindak pidana pajak untuk menikmati hasil kejahatannya, dan seluruh langkah penegakan hukum ini diambil demi memastikan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan berintegritas,” ujar Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Jakarta Pusat Muktia Agus Budi Santosa dalam keterangannya, Jumat (31/10/2025).

  • Terbongkar! Modus Cuci Uang Rp 58 M dari Kasus Pajak Lintas Negara

    Terbongkar! Modus Cuci Uang Rp 58 M dari Kasus Pajak Lintas Negara

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kanwil DJP Jakarta Pusat bersama Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta berhasil mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh terpidana TB senilai Rp 58,2 miliar. TB sebelumnya telah divonis bersalah dalam perkara penggelapan pajak.

    Terpidana TB diketahui melakukan berbagai skema pencucian uang atas hasil tindak pidana di bidang perpajakan, antara lain dengan menempatkan uang tunai ke sistem perbankan, mengonversi ke mata uang asing, mentransfer dana ke luar negeri, serta membelanjakannya dalam bentuk aset.

    Sebagai bagian dari proses penegakan hukum, sejumlah aset senilai sekitar Rp 58,2 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana pajak telah dilakukan pemblokiran dan penyitaan, mencakup uang dalam rekening bank, obligasi, kendaraan, apartemen, dan bidang tanah.

    “Kasus baru ini kini telah resmi dibawa ke pengadilan,” tulis DJP lewat keterangan tertulis, Sabtu (1/11/2025).

    Terkait aset dan dana yang diduga disembunyikan oleh Terpidana TB di luar negeri, DJP saat ini sedang menempuh mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) atau Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura untuk meminta penyitaan aset terkait.

    Terpidana TB sebelumnya terbukti sebagai salah satu Beneficial Owner dari Wajib Pajak PT UP. Ia telah dijatuhi hukuman berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 5802 K/Pid.Sus/2024 tanggal 19 September 2024, yang telah berkekuatan hukum tetap.

    Mahkamah Agung juga telah menjatuhkan hukuman penjara selama tiga tahun serta denda sebesar Rp 634,7 miliar, setelah membatalkan vonis bebas pada pengadilan tingkat pertama di PN Jakarta Pusat tanggal 3 Agustus 2023.

    Keberhasilan pengungkapan kasus TPPU ini merupakan hasil sinergi lintas lembaga penegak hukum antara DJP, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kepolisian (Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri), serta PPATK, dengan dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Kementerian Hukum dan HAM RI.

    Selain itu, DJP juga berkoordinasi dengan otoritas perpajakan dari Singapura, Malaysia, British Virgin Islands, dan beberapa negara lainnya, mengingat adanya transaksi keuangan lintas negara dalam perkara ini.

    Sebagai informasi, ada pada tahun 2023 silam DJP Jakarta Pusat telah menyerahkan tersangka tindak pidana perpajakan berinisial TB kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (29/3). Dirinya dikabarkan menyebab kerugian negara hingga Rp 317 miliar.

    Adapun pelanggaran pidana yang dimaksud terkait Wajib Pajak PT Uniflora Prima (PT UP) yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan untuk tahun 2014. Sedangkan tersangka TB sendiri merupakan beneficial owner atau penerima manfaat dari PT UP.

    Sementara itu, dijelaskan bahwa kasus ini bermula pada 2014 saat PT UP menjual asetnya sebesar US$ 120.000.000 yang hasil penjualannya dilarikan ke luar negeri. Akibat dari aksi tersebut mengakibatkan kerugian negara setidaknya Rp 317 miliar.

    (shc/fdl)