Istri Zulkarnaen Bangga Tak Seret Nama Budi Arie dalam Sidang Judol Kominfo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Terdakwa kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara beking situs judi
online
(judol) di Kementerian Kominfo (kini Komdigi), Adriana Angela Brigita, menyatakan tak menyesal telah memilih berkata jujur dalam persidangan meski harus menghadapi risiko hukum.
Dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (6/8/2025), Brigita mengaku bangga lantaran tidak menyeret nama Budi Arie yang saat itu menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika atau Menkominfo dalam sidang kasus beking situs judol.
Dia menilai Budi Arie Setiadi tidak bersalah dalam perkara tersebut.
“Namun satu hal yang tidak saya sesali, Yang Mulia, adalah saya dapat meyakinkan suami saya untuk tidak melakukan kesaksian palsu terhadap orang yang tidak bersalah dalam perkara ini, seperti yang saya saksikan di persidangan sebelumnya,” ujar Brigita dengan suara yang sedikit meninggi.
Ia bercerita, dirinya bersama sang suami sempat ditekan untuk menyebut nama Budi Arie selama persidangan.
Namun, mereka menolak permintaan tersebut dengan alasan tidak ingin melibatkan pihak yang tidak berkaitan.
“Tentang menyeret nama Budi Arie, yang kalau saya dan suami tidak melakukannya, saya akan dipenjara. Tapi saya tidak menyesal. Saya tidak menyesal dan saya bangga dengan kenyataan saya telah melakukan kebenaran,” kata dia.
Brigita memilih tetap berkata jujur meski menduga dirinya menjadi korban kriminalisasi oleh oknum tertentu dalam proses hukum kasus ini.
Namun, Brigita memohon agar majelis hakim membebaskannya dari segala tuntutan, dengan alasan bahwa ia tidak mengetahui keterlibatan suaminya dalam bisnis beking situs judol.
Selain itu, ia meminta agar majelis hakim mempertimbangkan nasib kedua anaknya yang masih kecil, serta berharap bisa segera kembali ke rumah.
“Saya ingin dibebaskan dari segala tuntutan dan kembalikan kepada anak-anak saya. Saya hanya ingin berkumpul dan merawat anak-anak saya seperti seorang ibu yang bebas dan normal pada umumnya,” ucap dia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Brigita dengan hukuman pidana penjara selama 10 tahun serta denda sebesar Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Jaksa menilai terdakwa terbukti bersalah menyembunyikan atau menyamarkan sumber harta kekayaan yang berasal dari hasil penjagaan situs judi online.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi masa penahanan,” kata JPU dalam sidang tuntutan pada Rabu (23/7/2025).
Terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Klaster ketiga, yaitu agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai, Ana, dan Budiman.
Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol.
Diketahui, dalam perkara dengan terdakwa klaster TPPU, terdakwa dikenakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kemenkominfo
-
/data/photo/2025/08/06/68936efebbc91.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Istri Zulkarnaen Bangga Tak Seret Nama Budi Arie dalam Sidang Judol Kominfo Megapolitan 7 Agustus 2025
-

Modus Scam & Spam Kian Variatif, Literasi Digital Jadi Makin Penting
Jakarta –
Penipuan dan spam digital semakin marak, mengancam keamanan data dan finansial masyarakat. Diperlukan kewaspadaan ekstra dan literasi digital yang kuat agar kita tidak menjadi korban modus kejahatan siber yang kian canggih.
Tahun 2024 silam, hasil Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) tercatat di angka 43,34, naik tipis sebesar 0,16 dari tahun sebelumnya. Pilar ‘Keterampilan Digital’ mencatat skor 58,25, tetapi ‘Pemberdayaan’ masih stagnan di angka 25,68. Artinya, masih banyak masyarakat yang tahu cara menggunakan teknologi, tapi belum sadar bagaimana melindungi dirinya di dunia maya.
Perlu dicatat, penipuan digital tidak hanya menyasar kelompok usia lanjut. Anak muda juga rentan, terutama yang aktif di dunia maya tapi belum memahami risiko keamanan digital. Padahal, merekalah yang seharusnya jadi garda depan perlindungan data pribadi.
Forum Youth 20 (Y20) bahkan mendorong pemuda untuk berperan aktif dalam transformasi digital yang aman dan etis. Dari sektor kesehatan, ekonomi hingga tata kelola pemerintahan, anak muda dipandang sebagai pendorong utama perubahan.
“Pemberdayaan pemuda harus berada di pusat perumusan kebijakan. Seiring dengan bagaimana kita bergerak menuju pemulihan dan menciptakan masa depan yang lebih adil untuk semua,” ujar Senior Technology Advisor Bank Dunia, Lesly Goh, dikutip dari indonesia.go.id
Di tengah maraknya scam dan spam, masyarakat diminta untuk tidak lagi abai. Melek digital bukan sekadar tahu cara menggunakan aplikasi, tapi juga memahami bagaimana cara melindungi diri dari ancaman yang ada serta mengetahui apa yang harus dibagikan dan apa yang harus dijaga.
Di tengah derasnya arus digitalisasi, masyarakat Indonesia menghadapi ancaman scam (penipuan) dan spam digital dengan modus yang kian variatif, mulai dari undangan nikah palsu hingga kiriman paket fiktif. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum siap menghadapi ancaman ini.
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), indeks literasi digital Indonesia tahun 2024 hanya mencapai angka 3,78 dari skala 5. Angka ini menunjukkan masih adanya kesenjangan dalam pemahaman masyarakat terhadap penggunaan teknologi secara bijak dan aman.
Meutya Hafid, sebelumnya saat menjabat Ketua Komisi I DPR RI Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pernah mengungkapkan bahwa pembangunan infrastruktur digital belum cukup jika tidak dibarengi peningkatan literasi.
“Kita harus membangun kesadaran digital untuk meraup keuntungan dunia digital, khususnya bagi para generasi muda,” ujarnya dikutip dari indonesia.go.id.
Berdasarkan laporan Komdigi, lebih dari 1.700 konten penipuan online ditemukan pada periode 2018-2023, dengan potensi kerugian masyarakat mencapai Rp 18,7 triliun. Sementara itu, kasus spam dan penipuan digital terus meningkat di berbagai platform komunikasi, mulai dari email, SMS, hingga media sosial.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menggarisbawahi penyebab utama tingginya kasus penipuan digital yaitu kelalaian manusia. Sandiman Ahli Pertama BSSN, Muhammad Novrizal Ghiffari atau Zazal, menyebut kebiasaan oversharing menjadi pintu masuk empuk bagi pelaku kejahatan siber.
“Banyak masyarakat kita yang belum sadar pentingnya menjaga informasi pribadi. Seringkali mereka dengan mudah mengunggah data sensitive tanpa memikirkan risikonya. Ini menjadi celah bagi pelaku kejahatan siber. Intinya, jangan suka oversharing, apalagi berkaitan dengan data pribadi,” Kata Zazal, dikutip dari rri.co.id.
Pemerintah sejatinya telah meluncurkan berbagai program edukatif, salah satunya melalui Literasi Digital Nasional yang menyasar sekitar 12,4 juta peserta tiap tahunnya sejak 2021. Program ini menyediakan berbagai kelas daring dan pelatihan gratis untuk seluruh masyarakat dengan materi-materi yang didasarkan pada pilar Digital Skill, Digital Ethic, Digital Safety, dan Digital Culture.
Selain itu, Komdigi juga mengembangkan Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) untuk memetakan kesiapan digital masyarakat berbasis wilayah.
“IMDI dirancang untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang tingkat literasi dan keterampilan digital masyarakat Indonesia. Ini sangat penting untuk memastikan kita mampu mencetak talenta digital yang kompeten dan siap bersaing di era transformasi digital global,” ungkap Budi Arie Setiadi saat masih menjabat Menkominfo, dikutip dari komdigi.go.id.
(ega/ega)
-

Video: Pantun Penutup Budi Arie saat Lepas Jabatan Menkominfo
Video: Pantun Penutup Budi Arie saat Lepas Jabatan Menkominfo
-

Apa Itu Ekonomi Digital yang Menjadi Tanggung Jawab Kemenkomdigi?
Jakarta, Beritasatu.com – Transformasi digital dalam satu dekade terakhir telah menjadi kekuatan utama yang membentuk arah baru perekonomian Indonesia. Pemerintah menempatkan ekonomi digital sebagai salah satu pilar penting menuju visi Indonesia Emas 2045.
Dalam kerangka inilah, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) memegang peranan strategis dalam mengatur dan mengembangkan ekosistem digital nasional, demi memastikan setiap elemen masyarakat dapat merasakan manfaat kemajuan teknologi secara merata dan berkelanjutan.
Secara sederhana, ekonomi digital merujuk pada aktivitas ekonomi yang ditopang oleh teknologi digital. Hal ini mencakup seluruh proses produksi, distribusi, hingga konsumsi barang dan jasa yang dilakukan melalui sistem digital.
Contohnya bisa di lihat dalam platform e-commerce, layanan keuangan berbasis aplikasi, transportasi online, dan sistem pembayaran elektronik.
Namun, ekonomi digital bukan hanya soal jual beli online. Ia juga melibatkan pemanfaatan big data, kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), internet of things (IoT), dan cloud computing dalam berbagai sektor. Pertanian, pendidikan, logistik, hingga pelayanan publik kini tengah diarahkan menuju digitalisasi menyeluruh.
Peran Kemenkomdigi dalam Ekonomi Digital
Kemenkomdigi yang menggantikan nomenklatur Kemenkominfo, merupakan lembaga utama yang bertanggung jawab dalam mengatur, mengembangkan, dan menjaga ekosistem ekonomi digital nasional. Berikut ini beberapa fokus strategisnya.
1. Pengembangan infrastruktur digital
Kemenkomdigi bertugas memastikan ketersediaan infrastruktur teknologi yang merata, termasuk jaringan internet cepat dan pusat data nasional. Akses digital yang inklusif adalah syarat utama bagi pertumbuhan ekonomi digital. Wilayah terpencil pun menjadi prioritas agar tidak tertinggal dalam transformasi ini.
2. Regulasi dan perlindungan data
Di tengah melonjaknya transaksi digital, isu privasi dan keamanan data menjadi sorotan utama. Kemenkomdigi berperan dalam merancang dan menegakkan aturan perlindungan data pribadi, termasuk implementasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), serta menindak pelanggaran dan kebocoran data di ruang digital.
3. Literasi dan talenta digital
Pembangunan ekonomi digital membutuhkan sumber daya manusia yang adaptif terhadap teknologi. Melalui program pelatihan, sertifikasi, dan edukasi publik, Kemenkomdigi mendorong peningkatan kapasitas digital masyarakat, terutama generasi muda dan kelompok rentan.
4. Dukungan terhadap UMKM digital
Salah satu agenda utama Kemenkomdigi adalah mendorong UMKM agar bertransformasi ke ranah digital. Hal ini dilakukan melalui berbagai inisiatif, seperti pelatihan digitalisasi, pendampingan bisnis daring, hingga integrasi ke dalam platform digital nasional dan e-commerce global.
5. Kolaborasi dan diplomasi digital
Dalam menghadapi dominasi platform global, Kemenkomdigi aktif menjalin kerja sama lintas negara serta menyusun kebijakan pajak digital. Diplomasi digital ini bertujuan menciptakan kesetaraan akses dan peluang bagi pelaku usaha lokal di kancah internasional.
Ekonomi digital bukan sekadar tren, melainkan strategi pembangunan masa depan Indonesia. Dengan proyeksi menciptakan jutaan lapangan kerja baru pada 2025, ekonomi digital telah menjadi perhatian serius pemerintah.
Melalui infrastruktur yang mumpuni, kebijakan yang responsif, serta sinergi lintas sektor, Kemenkomdigi diharapkan mampu menciptakan ekosistem digital yang kuat secara teknologi dan adil bagi seluruh masyarakat Indonesia.
-

Data Bocor di Internet, Kemenkomdigi Bisa Disalahkan? Cek Faktanya!
Jakarta, Beritasatu.com – Dalam beberapa tahun terakhir, publik Indonesia terus dikejutkan oleh berbagai kasus kebocoran data pribadi, mulai dari informasi pengguna kartu SIM hingga akses ke layanan digital milik pemerintah.
Setiap insiden memicu pertanyaan besar di kalangan masyarakat, sejauh mana Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) bertanggung jawab terhadap pelanggaran tersebut?
Sebagai penyelenggara sistem elektronik (PSE) sektor publik, Kemenkomdigi, yang sebelumnya dikenal sebagai Kemenkominfo, memiliki peran penting dalam sistem pengawasan data nasional. Namun, memahami batasan dan kewenangannya perlu merujuk pada dasar hukum yang berlaku, khususnya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Peran Kemenkomdigi dalam UU Perlindungan Data Pribadi
Dalam Pasal 1 ayat 4 UU PDP, pemerintah, termasuk kementerian, diklasifikasikan sebagai pengendali data pribadi. Hal ini menandakan bahwa Kemenkomdigi wajib menerapkan prinsip-prinsip perlindungan data, termasuk menjaga kerahasiaan informasi pribadi dan memberikan pemberitahuan dalam waktu maksimal 3×24 jam apabila terjadi insiden kebocoran.
Jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, Kemenkomdigi maupun PSE terkait dapat dikenakan sanksi administratif, seperti teguran tertulis, penghentian sementara proses, pemutusan akses sistem, hingga denda administratif maksimal 2% dari pendapatan tahunan.
Penanganan Kasus oleh Kemenkomdigi
Berdasarkan data resmi, Kemenkomdigi telah menangani 94 kasus kebocoran data pribadi sejak 2019 hingga pertengahan 2023. Dari jumlah tersebut 62 kasus melibatkan PSE swasta, 32 kasus berkaitan dengan PSE pemerintah, 25 kasus telah memperoleh usulan perbaikan, dan 19 kasus mendapatkan teguran administratif resmi.
Langkah-langkah tersebut menunjukkan Kemenkomdigi menjalankan peran administratifnya sesuai mandat regulasi. Namun, proses ini belum menyentuh aspek investigasi forensik atau penegakan hukum yang bersifat pidana.
Jika akar penyebab kebocoran adalah serangan siber, kewenangan investigasi secara teknis tidak berada di tangan Kemenkomdigi. Tugas tersebut menjadi tanggung jawab Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Dalam struktur nasional, BSSN berwenang menangani insiden siber secara teknis, sementara Kemenkomdigi berperan sebagai pengelola sistem dan penyampai informasi publik, serta kepolisian dan kejaksaan menangani aspek hukum pidana dan perdata.
Dengan demikian, peran Kemenkomdigi terbatas pada pemberian sanksi administratif dan penyampaian notifikasi kepada publik, bukan pada pemidanaan pelaku.
Kemenkomdigi tidak memiliki kewenangan menetapkan sanksi pidana terhadap pelanggar data. Berdasarkan UU PDP dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019, kementerian hanya dapat memberikan teguran, melakukan pemblokiran sementara, menghentikan akses sistem, dan menyampaikan laporan ke publik.
Sementara itu, penyidikan, penahanan, dan penuntutan hukum terhadap pelaku kebocoran, baik dalam aspek kriminal maupun perdata merupakan domain dari Polri, kejaksaan, atau pihak yang merasa dirugikan secara langsung. Landasan hukum yang digunakan termasuk Pasal 26 UU ITE dan Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum.
Di samping UU PDP dan PP Nomor 71/2019, terdapat aturan tambahan, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Regulasi tersebut mewajibkan semua penyelenggara sistem, termasuk pemerintah, untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas. Namun, hingga pertengahan 2025, belum ada PP atau Perpres yang secara khusus mengatur mekanisme ganti rugi dan jalur penyelesaian sengketa bagi korban kebocoran data.
Akibatnya, terjadi kekosongan hukum dalam implementasi hak-hak korban, yang membuat banyak kasus berakhir tanpa kepastian ganti rugi. Situasi ini mempertegas perlunya pembentukan lembaga perlindungan data pribadi yang independen, seperti yang disarankan dalam beleid UU PDP.
Dalam konteks kebocoran data pribadi, penting dipahami Kemenkomdigi hanya memiliki fungsi administratif, bukan fungsi penegakan hukum. Tanggung jawab mereka mencakup edukasi dan sosialisasi perlindungan data, pemberian teguran administratif, pemblokiran sistem yang bermasalah, dan penyampaian informasi publik kepada masyarakat.
Namun, penegakan hukum pidana, investigasi teknis mendalam, dan pengenaan ganti rugi berada di tangan lembaga lain, seperti BSSN, kepolisian, dan kejaksaan.
Untuk menciptakan sistem yang adil dan akuntabel, regulator utama yang dibutuhkan ke depan adalah badan independen pelindung data pribadi yang memiliki wewenang penuh atas investigasi, penindakan, dan kompensasi. Hanya dengan kerangka hukum yang lengkap, hak atas privasi dan keamanan digital rakyat Indonesia dapat terlindungi secara menyeluruh.
-

Trump Minta Data Pribadi RI Ditaruh di AS, Bagaimana Nasib Bisnis Data Center?
Bisnis.com, JAKARTA – Data pribadi penduduk Indonesia terancam ‘digadaikan’ dalam kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat (AS) yakni terkait tarif impor resiprokal.
Sebaimana diketahui, Presiden Donald Trump mengumumkan kesepakatan dagang bersejarah antara AS dan Indonesia di berbagai sektor, termasuk di sektor digital terkait proses pengolahan data pribadi.
Di sektor tersebut, Donald Trump lewat keterangan resmi Gedung Putih menyebut AS dan RI menghapus hambatan perdagangan digital dengan berencana merampungkan komitmen mengenai perdagangan digital, jasa, dan investasi.
Sejumlah komitmen diambil oleh Indonesia, salah satunya memberikan kepastian atas kemampuan memindahkan data pribadi keluar dari wilayah Indonesia ke AS melalui pengakuan bahwa AS memberikan perlindungan data yang memadai menurut hukum Indonesia.
Namun, perlindungan data yang dijanjikan AS diragukan banyak pihak, termasuk Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI). Ketua Umum ACCI, Alex Budiyanto mengatakan AS berbeda dengan Eropa yang telah memiliki aturan pelindungan data pribadi atau General Data Protection Regulation, seperti di Indonesia.
Negeri Paman Sam belum memiliki regulasi pasti yang mengatur hal tersebut, sehingga perusahaan yang memperjualbelikan atau bocor datanya, tidak dapat diberi sanksi.
Ilustrasi data center / JIBI
“AS belum punya undang-undang federal untuk perlindungan data pribadi. Jadi, harusnya data kita tidak boleh masuk ke sana,” kata Alex kepada Bisnis, Rabu (23/7/2025).
Dia mengatakan AS hingga saat ini belum punya UU PDP versi mereka. AS hanya meminta data pribadi Indonesia untuk dikelola di sana tanpa ada jaminan perlindungan hukum.
Artinya, jika terjadi pelanggaran di AS, Indonesia tidak punya instrumen hukum untuk menuntut atau menghukum.
“Di Indonesia ada UU-nya, di Eropa ada GDPR. Tapi di AS? Tidak ada. Makanya ini jadi masalah,” kata Alex.
Sementara itu, Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja mengingatkan bahwa perlindungan data adalah inti dari keamanan dan ketahanan siber nasional.
Pada era digital, data pribadi sudah menjadi tulang punggung di hampir seluruh sektor – mulai dari perbankan, kesehatan, hingga energi. Kemudahan transfer data lintas negara yang tak diatur dengan jelas pada akhirnya mengabaikan eksistensi UU PDP dan menurunkan kedaulatan digital Indonesia.
“Siapa yang bisa menjamin kalau data warga Indonesia bocor di Amerika? Cara menuntutnya bagaimana?” tegas Ardi.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan pengambilan data pribadi masyarakat oleh AS harus mendapat persetujuan pemilik data pribadi.
“Persetujuan juga dibutuhkan jika data akan dibagi kepada pihak lain. Jika masyarakat sebagai pemilik data pribadi setuju, maka ada aturan berikut. Sharing data haruslah bersifat resiprokal,” kata Heru.
Respons Pemerintah
Kekhawatiran banyak pihak akan keamanan data pribadi yang bebas dipindahkan oleh AS sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto. Kepala negara menekankan negosiasi dengan AS masih terus berjalan termasuk mengenai kesepakatan yang tengah ramai dibahas oleh masyarakat saat ini.
“Ya nanti itu sedang, negosiasi berjalan terus,” kata Prabowo di JICC usai menghadiri Harlah ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Rabu (23/7/2025) malam.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan bahwa persoalan transfer data pribadi yang tercantum dalam kesepakatan bersama telah dijalankan dengan prinsip tanggung jawab negara. Menurutnya, Indonesia telah mematuhi prinsip-prinsip perlindungan data yang diminta.
“Itu sudah, transfer data pribadi yang bertanggung jawab dengan negara yang bertanggung jawab,” katanya.
Pemerintah Amerika Serikat dan Republik Indonesia menyepakati Framework for United States–Indonesia Agreement on Reciprocal Trade, atau Kerangka Perjanjian Perdagangan Timbal Balik, yang akan memperkuat hubungan ekonomi bilateral dan membuka akses pasar yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi eksportir kedua negara.
Dalam kesempata berbeda, Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menjelaskan bahwa ketentuan transfer data antarnegara tetap tunduk pada regulasi nasional, termasuk Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan aturan teknis yang berlaku.
“Keleluasaan transfer data yang diberikan kepada Amerika maupun negara mitra lainnya hanya untuk data-data komersial, bukan untuk data personal/individu dan data yang bersifat strategis,” ujar Haryo kepada wartawan, Rabu (23/7/2025).
Respons kekhawatiran sejumlah pihak terhadap potensi kebocoran atau akses bebas atas data domestik oleh pihak asing, dia mengklaim bahwa pengelolaan data pribadi maupun data strategis tetap berada di bawah pengawasan ketat sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Haryo, aspek teknis terkait kebijakan data lintas negara berada di bawah koordinasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo Digital) yang menjadi leading sector untuk pengaturan lebih rinci.
-

JPU tuntut terdakwa judol Komdigi Darmawati 12 tahun penjara
Jakarta (ANTARA) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa kasus judi daring (online/judol) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Darmawati selama 12 tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana terhadap saudara Darmawati selama 12 tahun penjara dikurangi dengan masa tahanan,” kata Jaksa Pompy Polansky Alanda dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.
JPU meminta majelis hakim untuk menyatakan Darmawati bersalah dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengelolaan situs judi online di Kementerian Komdigi.
Selain itu, jaksa juga menuntut agar Darmawati dijatuhi pidana denda sebesar Rp250 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar, maka diganti dengan tiga bulan kurungan penjara.
Dalam kasus ini terdapat empat klaster. Klaster pertama merupakan klaster koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Kemudian klaster para mantan pegawai Kementerian Kominfo yang jadi terdakwa, yakni Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Kemudian, klaster selanjutnya yakni klaster pengelola agen situs judi online. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
Kemudian, klaster Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU, yakni Rajo Emirsyah dan Darmawati.
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya telah menetapkan sebanyak 28 tersangka kasus website judol yang melibatkan oknum di Kementerian Komdigi.
Pada April 2024, suami Darmawati bernama Agus mengetahui praktik penjagaan laman judi daring agar tidak diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) atau Komdigi saat ini.
Kemudian, Agus juga ikut mengoordinasikan beberapa agen penghubung dengan pemilik laman perjudian untuk melakukan pengurusan penjagaan laman judi daring.
Selama April-Oktober 2024, Agus menerima uang pembagian dan diserahkan kepada istrinya secara langsung di kontrakan kawasan Tangerang Selatan maupun transfer.
Dari uang hasil penjagaan laman perjudian itu, dipergunakan oleh terdakwa untuk membelanjakan beberapa barang mewah, mobil dan perhiasan.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Akademisi: Undang-undang platform digital berbeda dengan penyiaran
Jakarta (ANTARA) – Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara Ignatius Haryanto Djoewanto meminta undang-undang yang mengatur platform digital dibedakan dengan undang-undang yang mengatur tentang penyiaran.
“Menurut saya pengaturan soal platform digital membutuhkan undang-undang tersendiri yang berbeda dengan undang-undang penyiaran,” kata Ignatius.
Hal itu disampaikannya dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (RUU Penyiaran) Komisi I DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Sebab, kata dia, ranah dunia penyiaran dan ranah dunia platform digital adalah dua hal yang berbeda, baik keberadaannya secara teknologi ataupun juga nanti dalam hal pengaturannya.
Dia lantas menjelaskan bahwa pada umumnya pengaturan terkait dengan platform digital dilakukan atas dua hal, yakni terkait dengan perusahaan platform digital yang menyediakan jasa streaming online ataupun jasa platform media sosial, serta terkait dengan konten dalam platform digital yang harus mencerminkan konten bertanggung jawab.
Dia menuturkan pengaturan platform digital yang terkait dengan jasa streaming online dan platform media sosial mensyaratkan adanya pembagian dari pendapatan mereka untuk kepentingan nasional, misalnya untuk produksi audio visual yang mencerminkan budaya setempat.
“Agar konten-konten dalam platform mereka tidak didominasi oleh konten-konten dari luar semata, tapi juga memberikan ruang untuk identitas budaya di mana mereka hadir di sana,” tuturnya.
Untuk itu, dia menggarisbawahi pengaturan tersebut hendak mengatur keseimbangan antara regulasi dan juga inovasi.
“Pengaturan terkait dengan masalah konten juga dikembalikan pada perusahaan platform agar mengatur mereka-mereka yang menggunakan platform agar patuh pada etika, regulasi, dan kepantasan yang ada,” ujarnya.
Dia mengingatkan pula bahwa pembahasan RUU Penyiaran tidak boleh melupakan entitas lembaga penyiaran publik maupun komunitas.
“Saya kira kita tidak hanya membicarakan terkait lembaga penyiaran swasta atau berlangganan tetapi saya kira juga semua perlu diberikan kesempatan untuk didengarkan juga oleh para anggota dewan,” ucapnya.
Dia lantas meluruskan bahwa media digital tak sepenuhnya berada pada wilayah yang tanpa hukum sebab perusahaan platform digital memiliki community guidelines yang menyepakati aturan-aturan tertentu, dan perusahaan platform memiliki mekanisme untuk mencopot atau menurunkan konten yang dianggap tidak sesuai dengan community guidelines tersebut.
“Ini sering dikeluhkan oleh para pelaku industri penyiaran bahwa media penyiaran berjalan dengan penuh aturan, mulai dari undang-undang penyiaran, kode etik jurnalistik, pedoman perilaku penyiaran, dan standar program siaran. Sementara media digital seolah ranah yang tanpa hukum. Sebenarnya bagian ini tidak sepenuhnya benar,” katanya.
Selain itu, dia menyebut konten dalam platform digital juga sudah diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan sejumlah Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo).
Terakhir, dia mengemukakan pula bahwa perlu ada upaya pemerintah dan DPR dalam merespons tumbuhnya industri penyiaran dan industri pers yang sehat dalam merespons gempuran disrupsi digital saat ini.
“Kita mendengar banyak keluhan dari mereka yang bekerja dalam industri penyiaran ketika iklan makin merosot, sementara iklan digital berkembang dengan pesat. Ada pola konsumsi masyarakat yang berubah, dari penggunaan media analog menjadi media digital,” paparnya.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Coreng Citra Presiden Prabowo, Budi Arie Harus Ditertibkan
GELORA.CO -Presiden Prabowo Subianto diminta untuk menindak tegas para pembantunya di Kabinet Merah Putih yang membuat gaduh.
Terutama menteri-menteri yang dinilai mencoreng citra Kepala Negara lantaran terseret kasus pengamanan judi online (Judol) seperti Menteri Koperasi yang juga mantan Menkominfo Budi Arie Setiadi.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul, kepada RMOL, Sabtu 19 Juli 2025.
“Presiden Prabowo ini kan mendambakan iklim politik yang teduh, tidak gaduh, tapi track record gara-gara judi online ini yang menjadi masalah akut harus diberantas sekarang juga, ini menimbulkan kegaduhan,” kata Adib.
Menurut Adib, jika Presiden Prabowo tidak menertibkan Budi Arie yang dalam persidangan kasus pengamanan judi online kerap muncul, maka akan mendorong citra Presiden Prabowo.
“Saya kira ini harus menjadi sebuah catatan bagi Presiden tertibkan awak-awak kabinet dari hal-hal yang betul-betul dinanti oleh publik penyelesaiannya,” pungkasnya
-

Telkomsel Berharap Regulasi Sanksi Satu NIK Tiga Nomor Dirancang Secara Adil
Bisnis.com, JAKARTA— PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) mendukung langkah Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam memperkuat regulasi satu NIK untuk maksimal tiga nomor prabayar sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No. 5 Tahun 2021.
Vice President Corporate Communications and Social Responsibility Telkomsel, Saki H. Bramono berharap agar penyusunan regulasi lanjutan, terutama yang mengatur mekanisme sanksi, dapat dilakukan secara adil dan konsisten bagi seluruh pelaku industri
“Guna menciptakan industri telekomunikasi yang lebih sehat dan berkelanjutan,” kata Saki kepada Bisnis pada Kamis (17/7/2025).
Saki mengatakan pembatasan tersebut pada prinsipnya penting dalam upaya menjaga keamanan data dan tata kelola identitas digital masyarakat. Namun, dia juga menyoroti perlunya ruang fleksibilitas bagi pelanggan yang memiliki kebutuhan riil atas kepemilikan multi-nomor.
“Misalnya individu yang menggunakan beberapa nomor untuk keperluan pribadi dan bisnis, atau mewakili pihak lain dalam keluarga yang belum memiliki identitas digital mandiri,” tambahnya.
Untuk itu, Telkomsel mendorong agar pendekatan kebijakan dilakukan secara human-centric dan disertai sosialisasi yang inklusif.
Saki mengatakan pihaknya percaya dengan pendekatan yang human-centric serta sosialisasi yang inklusif dari seluruh pemangku kepentingan, kebijakan ini dapat diterapkan secara bertahap tanpa mengurangi kenyamanan pelanggan.
Saki menekankan Telkomsel juga telah melakukan berbagai langkah proaktif untuk memastikan validitas data pelanggan, di antaranya verifikasi identitas melalui akses ke database Dukcapil, penyediaan saluran registrasi dan pemutakhiran data yang mudah melalui aplikasi MyTelkomsel, UMB, dan GraPARI, serta edukasi digital kepada masyarakat.
“Telkomsel turut mendukung migrasi bertahap ke teknologi e-SIM untuk keamanan dan efisiensi yang lebih baik,” tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengatakan aturan soal pembatasan registrasi sebenarnya sudah tercantum dalam Permenkominfo No. 5 Tahun 2021. Namun, beleid tersebut belum mengatur mengenai sanksi terhadap operator yang melanggar.
“Permen itu belum mengatur sanksi ya, ini yang sedang kami exercise. Mungkin kami akan keluarkan Permen baru yang mengatur sanksi bagi operator selular yang tidak mematuhi itu,” kata Meutya dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI, Senin (7/7/2025).