Kementrian Lembaga: Kemenkominfo

  • Menkominfo dan Mendag Kunjungi Pusat Data E1 DCI Indonesia

    Menkominfo dan Mendag Kunjungi Pusat Data E1 DCI Indonesia

    Foto INET

    Rifkianto Nugroho – detikInet

    Kamis, 21 Mar 2024 19:40 WIB

    Jakarta – Menkominfo Budi Arie Setiadi dan Mendag Zulkifli Hasan mengunjungi Pusat Data Center E1 milik DCI Indonesia. Mereka disambut Presdir DCI Indonesia Toto Sugiri.

  • Biar Internet RI Ngebut 100 Mbps, Bakti Siapkan Palapa Ring Integrasi

    Biar Internet RI Ngebut 100 Mbps, Bakti Siapkan Palapa Ring Integrasi

    Jakarta

    Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah mempersiapkan proyek infrastruktur yang akan membuat kecepatan internet Indonesia semakin kencang di masa mendatang.

    Berdasarkan laporan Speedtest Global Index yang dirilis Ookla, rata-rata kecepatan internet per Januari 2024 untuk internet mobile Indonesia mencapai 25,37 Mbps dan internet fixed broadband menyentuh 29,43 Mbps.

    Adapun, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi merencanakan untuk meningkatkan kecepatan internet Indonesia, khususnya fixed broadband, minimal 100 Mbps. Hal ini agar koneksi RI semakin bersaing, tak hanya di mancanegara tetapi juga Asia Tenggara.

    “Palapa Ring Integrasi itu sangat penting karena dengan menargetkan 100 Mbps fixed broadband, maka fiberisasi harus kita lakukan. Nah, fiberisasi ini baik teresterial maupun SKKL (Sistem Komunikasi Kabel Laut),” ujar Dirut Bakti Kominfo Fadhilah Mathar di Gedung Kementerian Kominfo, Jumat (8/3/2024).

    Sebagai informasi, pemerintah sebelumnya sudah menggelar Palapa Ring, yakni pembangunan kabel serat optik, khususnya di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T). Proyek yang dikerjakan melalui Bakti Kominfo itu terbagi ke dalam tiga paket, yaitu Paket Barat, Paket Tengah, dan Paket Timur.

    Palapa Ring yang sebelumnya masih terpisah-pisah akan disatukan melalui proyek Palapa Ring Integrasi. Tujuannya satu, kabupaten/kota di seluruh Indonesia terhubung dengan jaringan fiber optik.

    Bakti Kominfo berencana untuk menghubungkan Palapa Ring alias ‘Tol Langit’ dengan Palapa Integrasi. Foto: Screenshot

    Bakti Kominfo merencanakan pembangunan Palapa Ring Integrasi, yakni pembangunan tulang punggung sepanjang 12.083 km untuk meningkatkan utilitas dan resiliensi Palapa Ring eksisting, serta menjadi bagian dari infrastruktur tulang punggung yang terhubung ke jaringan internasional.

    Palapa Ring Integrasi akan tergelar sepanjang 12.083 kilometer yang terdiri dari 8.203 kilometer merupakan kabel darat dan 3.880 kilometer adalah kabel laut.

    “Sekarang kami sedang memperbaiki dan mengevaluasi feasibility study dari Palapa Ring Integrasi ini. Kenapa kami perbaiki tidak seperti semula? karena kami mengharapkan ada efisiensi-efisiensi dari sisi anggaran maupun optimasi dari sisi teknis ketika kita melibatkan lebih banyak pihak,” tuturnya.

    Misalnya, ia mencontohkan, saat ini Bakti Kominfo sedang berkomunikasi kembali dengan operator seluler, kemudian asosiasi seperti Apjatel dan melibatkan penyedia jasa telekomunikasi lainnya agar semua daerah Indonesia terjangkau akses internet.

    “Dan bukan hanya roadmap fiberisasi, mudah-mudahan dalam waktu tidak lama Bapak Menteri itu bisa menyampaikan beberapa hal mengenai roadmap infrastruktur digital begitu,” pungkasnya.

    (agt/fay)

  • Perpres Publisher Rights Dorong Kerja Sama Sesuai Kesepakatan Para Pihak

    Perpres Publisher Rights Dorong Kerja Sama Sesuai Kesepakatan Para Pihak

    Jakarta

    Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas (Publisher Rights) pada 20 Februari 2024. Regulasi tersebut bertujuan guna menghadirkan jurnalisme berkualitas dan menjaga keberlanjutan industri pers.

    Perpres Publisher Rights terdiri atas 19 pasal yang mengatur ketentuan umum, perusahaan platform digital, kerja sama perusahaan platform digital dengan perusahaan pers, komite, pendanaan, dan ketentuan penutup.

    Wakil Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengatakan terdapat beberapa dukungan perusahaan platform digital terhadap jurnalisme berkualitas. Hal ini meliputi, kewajiban untuk tidak memfasilitasi penyebaran dan/atau tidak melakukan komersialisasi konten berita yang tidak sesuai dengan Undang-Undang mengenai pers setelah menerima laporan melalui sarana yang disediakan oleh perusahaan platform digital.

    “Selain itu perusahaan platform digital juga diwajibkan untuk memberikan upaya terbaik untuk membantu memprioritaskan fasilitasi dan komersialisasi berita yang diproduksi oleh perusahaan pers,” ujar Nezar dalam keterangannya, Jumat (23/2/2024).

    Nezar menambahkan, perusahaan platform digital juga diwajibkan untuk memberikan perlakuan yang adil kepada semua perusahaan pers dalam menawarkan layanan platform digital.

    “Tidak hanya itu, bentuk dukungan yang dapat diberikan oleh perusahaan platform digital juga dilakukan dengan melaksanakan pelatihan dan program yang ditujukan untuk mendukung jurnalisme yang berkualitas dan bertanggung jawab,” sambungnya.

    Di samping itu, perusahaan platform digital juga diwajibkan untuk memberikan upaya terbaik dalam mendesain algoritma distribusi berita yang mendukung perwujudan jurnalisme berkualitas. Adapun hal ini sesuai dengan nilai demokrasi, kebinekaan, dan peraturan perundang-undangan.

    Terakhir, Perpres Publisher Rights mewajibkan perusahaan platform digital untuk bekerja sama dengan perusahaan pers. Namun, Nezar menegaskan pelaksanaan ketentuan kerja sama ini harus berdasar pada kesepakatan perusahaan pers dan perusahaan platform digital.

    Di sisi lain, kerja sama tersebut memiliki berbagai macam opsi, seperti lisensi berbayar, bagi hasil, berbagi data agregat pengguna berita, dan/atau bentuk lain yang disepakati kedua belah pihak.

    “Bentuk kerja sama perusahaan pers dengan platform digital bisa macam-macam, tergantung kesepakatan di antara kedua belah pihak,” ungkap Nezar.

    Adapun pengawasan kepatuhan perusahaan platform digital terhadap kewajiban yang diatur dalam Perpres Publisher Rights akan menjadi tugas komite. Dalam hal ini, komite akan dibentuk oleh Dewan Pers.

    Nezar mengatakan komite nantinya juga memiliki fungsi untuk memberikan rekomendasi kepada Menteri Komunikasi dan Informatika atas hasil pengawasan serta pelaksanaan fasilitasi dalam kegiatan penyelesaian sengketa.

    “Perlu saya tambahkan, Perpres Publisher Rights ini berlaku bagi perusahaan platform digital yang melakukan komersialisasi berita dari perusahaan pers yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers,” pungkas Nezar.

    (ncm/ega)

  • Di Hari Pers Nasional, Menkominfo Ungkap Perpres Publisher Rights Segera Disahkan Jokowi

    Di Hari Pers Nasional, Menkominfo Ungkap Perpres Publisher Rights Segera Disahkan Jokowi

    Jakarta

    Bertepatan dengan Hari Pers Nasional, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengumumkan kabar terbaru aturan publisher rights atau hak penerbit bagi perusahaan media di Indonesia.

    Pemerintah dan pemangku kepentingan telah membahas pengaturan yang berkaitan dengan kerjasama perusahaan pers dan platform digital, seperti Google, Facebook, X atau sebelumnya Twitter, hingga TikTok.

    Menkominfo Budi menyebutkan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Publisher Rights akan segera disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

    “Dalam waktu dekat, dengan seizin Tuhan Yang Maha Kuasa, dan tentu dengan kebijakan Bapak Presiden, kita akan menyambut hari baik itu akan segera datang,” ungkap Budi dalam keterangan tertulis yang diterima detikINET, Jumat (9/2/2024).

    Menurut Budi dalam penggodokan aturan Publisher Rights ini melalui proses diskusi dan pembahasan berlangsung dengan baik untuk mencari titik temu atas perbedaan-perbedaan yang ada.”Saya mengapresiasi konsistensi rekan-rekan sekalian dalam mengawal proses yang sangat panjang ini. Kami telah mendiskusikan hal ini, dan pemerintah sepakat bahwa regulasi ini perlu disahkan sesegera mungkin,” jelasnya.

    Menkominfo menegaskan untuk mewujudkan keberlanjutan media dan jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan semua pihak. Melalui Rancangan Perpres Publisher Rights ini diharapkan akan ada payung hukum yang menjadi acuan bersama.

    “Kita ingin memastikan bahwa kerja sama antara perusahaan pers dan platform digital dapat terwujud dan memberi manfaat optimal, dengan kepastian payung hukum di dalamnya,” ucap Budi.

    Disampaikan Menkominfo Budi, Pemerintah juga menyiapkan langkah mitigasi agar pasca pengesahan regulasi, semua pihak bisa menjalankannya dengan optimal.

    “Kita sudah cukup optimis dan Pemerintah berkomitmen untuk memastikan mitigasi dan solusi ini betul-betul bisa berjalan,” tegasnya.

    (agt/agt)

  • Bjorka Percepat Pengesahan RUU PDP?

    Bjorka Percepat Pengesahan RUU PDP?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang sudah sah menjadi Undang-undang pada Selasa (20/9) diduga terkait dengan pembocor data Bjorka.

    Pasalnya, pengesahan itu berdekatan waktunya dengan kemunculan Bjorka yang membocorkan data-data sejumlah pejabat publik. Apakah Bjorka mempercepat pengesahan tersebut?

    Pendiri platform analisis media sosial Drone Emprit Ismail Fahmi menyinggung andil Bjorka terhadap proses pengesahan RUU PDP.

    “Thanks to Bjorka, sehingga RUU PDP jadi disahkan segera,” kicau dia, dengan melampirkan emoticon tersenyum, di akun Twitter-nya, Kamis (22/9).

    Sebagai bukti, dia melampirkan tangkapan layar proses pembahasan RUU PDP yang berlarut-larut. 

    Pembahasan RUU PDP ini dimulai dengan pengiriman Surat Presiden Nomor R-05/Pres/01/2020 tentang Pelindungan Data Pribadi yang menugaskan Menkominfo, Menkumham, dan Mendagri membahas bersama-sama dengan DPR, 24 Januari 2020.

    Setidaknya delapan Pembicaraan Tingkat I (untuk mencari kesepakatan soal RUU di tingkat komisi dengan wakil pemerintah) dilalui sejak itu.

    [Gambas:Twitter]

    Setelah Pembicaraan Tingkat I terakhir pada 29 Mei 2022, Bjorka beraksi membocorkan data-data dan meledek Pemerintah mulai Agustus. Pada awal September, Komisi I DPR dan Pemerintah sepakat membawa RUU PDP ke Paripurna.

    “Sebagaimana kita dengar semua tadi 9 fraksi menyetujui, pemerintah juga menyetujui agar RUU PDP ini dibawa pada pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU,” ujar Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (7/9).

    Pada 20 September, RUU PDP pun naik ke Pembicaraan Tahap II alias pengesahan di Sidang Paripurna DPR.

    Rapat Paripurna pun berlangsung di Gedung DPR RI pada Selasa (20/9). Pada Rapat itu, semua anggota DPR yang hadir setuju RUU PDP menjadi Undang-undang.

    “Selanjutnya kami akan menanyakan kepada setiap fraksi apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?” tanya Wakil Ketua DPR Lodewijk F. Paulus dalam rapat tersebut.

    “Kok pas momentumnya,” ucap akun @RTifany18, mengomentari unggahan Ismail.

    Bahkan, akun @ayoo_berlibur berspekulasi, “apakah mungkin bjorka bagian dari ini?”.

    Terpisah, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD membantah spekulasi itu.

    “UU PDP ini kan sudah lama ditunggu. Jadi itu tidak ada kaitannya dengan kebocoran data, karena ini jauh sebelum ribut-ribut soal Bjorka,” kata Mahfud di Surabaya, Rabu (21/9).

    Mahfud menyebut, sebelum disahkan, UU PDP sudah melewati pembahasan panjang dan komprehensif oleh pemerintah dan DPR RI. H itu berlangsung selama dua tahun lebih.

    “Dan ini sudah dua tahun lebih dibahas dan sudah diundangkan kemarin,” kata dia.

    Pengesahan UU PDP ini, kata Mahfud, merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam mewujudkan perlindungan data pribadi di Indonesia.

    “Jadi itu bagus dan untuk peraturan perlindungan data pribadinya. Peraturan pelaksanaannya itu kami siapkan, jadi tinggal jalan,” klaimnya.

    Seperti diketahui, Bjorka membocorkan data-data yang berkaitan dengan Indonesia. Salah satunya ialah 1,3 miliar data registrasi SIM card yang diklaim dibobol dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

    Akun yang mengaku berbasis di Polandia itu juga membocorkan data-data pribadi pejabat publik mulai dari Menkominfo Johnny G Plate, Ketua DPR Puan Maharani, Menteri BUMN Erick Thohir, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketua PSSI Mochammad Iriawan, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, hingga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, hingga Mahfud MD.

    (lth/lth)

  • Menkominfo Ungkap Beda Pembangunan SBY dan Jokowi

    Menkominfo Ungkap Beda Pembangunan SBY dan Jokowi

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengungkapkan perbedaan antara Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden ketujuh RI Joko Widodo dalam hal pembangunan.

    “Pak Presiden SBY membangun, Pak Presiden Joko Widodo, dalam kabinetnya, melakukan akselerasi pembangunan untuk memberikan kontinuitas dan keberlangsungan pembangunan nasional kita,” ujar dia, dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (20/9).

    Menurutnya, “setiap pemerintahan memiliki tantangan dan peluangnya masing-masing.” 

    Plate, yang juga menjabat Sekretaris Jenderal Partai NasDem ini, mengatakan dalam 10 tahun pemerintahannya (2004-2009, 2009-2014) SBY “telah berhasil membangun 189,2 kilometer dalam tol, proyek pembangunan 24 bandara, 14 bendungan, dan pembangunan infrastruktur infrastruktur fisik lainnya”. 

    Sementara, lanjut dia, Pemerintahan Jokowi sudah membangun setidaknya 1.540 km jalan tol, 29 bandara, dan sembilan konstruksi dan 12 bendungan yang ditargetkan selesai 2023.

    Selain itu, kata Plate, ada pembangunan 27 Bendungan yang targetkan selesai di 2024, “terlepas dari pandemi Covid-19 dan perubahan geopolitik strategis di wilayah Ukraina.

    Tak ketinggalan, Menkominfo mengungkapkan hingga saat ini sepanjang 227.000 KM Jalan Desa telah dibangun yang didukung dengan 1,3 juta meter jembatan di seluruh Indonesia.

    Ia juga menyinggung pembangunan tambak perahu, posyandu, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), fasilitas mandi cuci kakus (MCK), hingga drainase. 

    “Pembangunan infrastruktur yang telah dirintis pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, pembangunan infrastruktur dilakukan secara akseleratif dengan tetap menjaga keseimbangan antara belanja perlindungan sosial bagi masyarakat rentan melalui berbagai program dan insentif di dalam APBN,” ucap Plate.

    Masalah beda pembangunan antara kedua rezim memanas usai Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan 70 persen sampai 80 persen proyek infrastruktur yang diresmikan Jokowi dimulai sejak era SBY, yang merupakan ayahnya.

    “Kadang-kadang saya speechless juga mengatakannya. Tapi kenapa sih, kita tidak kemudian mengatakan terima kasih telah diletakkan landasan, telah dibangun 70 persen, 80 persen, sehingga kami tinggal 10 persen tinggal gunting pita. Terima kasih Demokrat, terima kasih SBY, begitu,” ungkap AHY di Rapimnas Partai Demokrat di JCC, Jakarta, Kamis (16/9).

    Setelah itu, perang wacana antara kedua kubu memanas.

    Partai NasDem sendiri tengah diisukan dekat dengan Demokrat menyusul foto bareng antara AHY, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Ketum NasDem Surya Paloh, serta Wakil Presiden RI kesepuluh Jusuf Kalla yang diunggah Kepala Bappilu DPP Demokrat Andi Arief di Twitter, Minggu (18/9).

    (can/arh)

    [Gambas:Video CNN]

  • 5 Poin Penting UU PDP: Jerat Lembaga Lalai Hingga Hak Hapus Data

    5 Poin Penting UU PDP: Jerat Lembaga Lalai Hingga Hak Hapus Data

    Jakarta, CNN Indonesia

    Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) memuat sejumlah poin penting terkait data pribadi warga. Pentingkah bagi warga?

    “Selasa, 20 September 2022, merupakan tonggak sejarah kemajuan perlindungan data pribadi di Indonesia,” klaim Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, di kantornya, Selasa (20/9).

    “Pemerintah bersama-sama dengan DPR RI telah mengesahkan legislasi primer yang menjadi payung hukum utama pelindungan data pribadi di indonesia, yakni UU Pelindungan Data Pribadi,” lanjut dia.

    Benarkah segenting yang diungkapkan Plate? Mari simak beberapa poin perundangan baru ini:

    1. Pengumpul, Pembocor, Pengguna Data Pribadi

    Peretas, pembocor, dan pengguna, serta pemalsu data pribadi dapat terancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau pidana denda hingga Rp6 miliar.

    Rinciannya, pertama, pengumpul data pribadi via jalur ilegal, baik itu peretasan, pembelian dari pihak lain, bisa kena hukuman maksimal 5 tahun bui dan/atau denda Rp5 miliar. (Pasal 67 ayat (1))

    Kedua, pengungkap data pribadi orang lain bisa dipenjara 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp4 miliar. (Pazal 67 ayat (2))

    Ketiga, pengguna data pribadi yang bukan miliknya dipenjara 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar. (Pazal 67 ayat (3))

    Keempat, pemalsu data pribadi bisa dibui maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp6 miliar. (Pazal 68)

    2. Pidana jumbo bagi korporasi

    Lain cerita jika pengakses, pengumpul, pengguna, dan pemalsu data pribadi adalah sebuah perusahaan.

    Menurut pasal 70 ayat 1, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan atau korporasi.

    Adapun pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda dengan nilai 10 kali lipat dari denda terhadap individu.

    “Pidana denda maksimal Rp4-6 miliar, dan pidana penjara maks 4-6 tahun,” kata Menkominfo Johnny G Plate, Selasa (20/9).

    Selain itu, korporasi dapat dijatuhi berbagai pidana tambahan, mulai dari perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan hasil dari tindak pidana, pembekuan seluruh atau sebagian usaha korporasi, dan pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu.

    Kemudian, penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan korporasi, melaksanakan kewajiban yang telah dilalaikan, dan pembayaran ganti kerugian.

    Lalu, pencabutan izin dan/atau pembubaran Korporasi.

    3. Denda bagi korporasi-BUMN lalai

    UU PDP mengatur beberapa kewajiban Pengendali Data Pribadi. Apa itu?

    Pasal 1 ayat (4) menjelaskan Pengendali Data Pribadi adalah setiap orang, badan publik, dan organisasi internasional yang bertindak sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam menentukan tujuan dan melakukan kendali pemrosesan Data Pribadi.

    Dengan kata lain, semua pihak yang mengelola data pribadi, mulai dari lembaga negara seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika, operator seluler, hingga perusahaan asing seperti Google, terikat aturan ini.

    Apa saja kewajiban mereka?

    Pertama, wajib melindungi dan memastikan keamanan Data Pribadi dengan melakukan penyusunan dan penerapan langkah teknis operasional (Pasal 35 RUU PDP).

    Kedua, wajib menjaga kerahasiaan Data Pribadi dalam pemrosesannya (Pasal 36).

    Ketiga, wajib melakukan pengawasan terhadap setiap pihak yang terlibat dalam pemrosesan Data Pribadi di bawah kendali Pengendali Data Pribadi (Pasal 37).

    Keempat, wajib melindungi Data Pribadi dari pemrosesan yang tidak sah (Pasal 38).

    Kelima, wajib mencegah Data Pribadi diakses secara tidak sah (Pasal 39).

    Apa sanksinya jika abai terhadap kewajiban itu? RUU PDP mencantumkan konsekuensinya pada Pasal 57, yakni sanksi administratif.

    Bentuknya berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan Data Pribadi, penghapusan atau pemusnahan Data Pribadi, dan/atau denda administratif.

    Berapa besar denda administratifnya? Pasal 57 ayat (3) menyebut bahwa “Sanksi administratif berupa denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d paling tinggi 2 (dua) persen dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran”.

    Pihak yang berhak menjatuhkan sanksinya adalah lembaga PDP dengan rincian ketentuan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

    Hak hapus data hingga dapat pemberitahuan kebocoran di halaman berikutnya…

    4. Lembaga wajib beri tahu bocor data

    Pengendali Data Pribadi, baik pemerintah atau swasta, wajib mengabari warga atau pelanggan yang terdampak kebocoran data.

    “Dalam hal terjadi kegagalan Pelindungan Data Pribadi (data pelanggan), Pengendali Data Pribadi (Kominfo-Operator seluler) wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis paling lambat 3 x 24 jam kepada Subjek Data Pribadi (Pelanggan) dan lembaga,” jelas Pasal 46 ayat 1 UU PDP.

    Bagian penjelasan UU ini menerangkan bahwa ‘kegagalan Pelindungan Data Pribadi’ adalah kegagalan melindungi Data Pribadi seseorang dalam hal kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan Data Pribadi, termasuk pelanggaran keamanan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, yang mengarah pada perusakan, kehilangan, perubahan, pengungkapan, atau akses yang tidak sah terhadap Data Pribadi yang dikirim, disimpan, atau diproses.

    Pemberitahuan tertulis tersebut setidaknya memuat data pribadi yang terungkap, penjelasan kapan dan bagaimana data itu terungkap, serta upaya penanganan dan pemulihan atas terungkapnya data pribadi oleh pihak pengendali.

    “Dalam hal tertentu, Pengendali Data Pribadi wajib memberitahukan kepada masyarakat mengenai kegagalan Pelindungan Data Pribadi,” demikian Pasal 45 ayat (3) UU PDP.

    Artinya, jika terjadi lagi kebocoran data registrasi SIM card, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo), operator seluler, hingga Dukcapil selaku pengendali data pelanggan wajib mengabari semua nomor yang terdampak.

    5. Warga bisa minta hapus data pribadi

    UU PDP memberi hak kepada warga untuk menarik dan menghapus data pribadinya.

    Pasal 8 menyebutkan “Subjek Data Pribadi berhak untuk mengakhiri pemrosesan, menghapus, dan/atau memusnahkan Data Pribadi tentang dirinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

    Hal tersebut dikuatkan dengan penjelasan dalam Pasal 44. Dijelaskan bahwa pengendali data pribadi wajib memusnahkan data pribadi pada sejumlah hal.

    Pertama, masa retensi (penyimpanan) telah habis dan berketerangan dimusnahkan berdasarkan jadwal retensi arsip.

    “Terdapat permintaan dari Subjek Data Pribadi,” jelas Pasal 44 ayat 1 huruf b.

    Lalu, tidak berkaitan dengan penyelesaian proses hukum suatu perkara dan/atau Data Pribadi diperoleh dan/atau diproses dengan cara melawan hukum.

    Pemusnahan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  • Plate: Perusahaan Jual Beli Data Pribadi Ilegal Didenda Rp50 Miliar

    Plate: Perusahaan Jual Beli Data Pribadi Ilegal Didenda Rp50 Miliar

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyebut korporasi atau perusahaan yang sengaja mengumpulkan hingga membocorkan data pribadi masyarakat bisa didenda maksimal Rp60 miliar.

    Hal itu diungkap Johnny mengutip aturan Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lewat rapat paripurna, Selasa (20/9).

    Hal itu merujuk pada pasal 67 dan 68 tentang pengumpulan, pengungkapan, penggunaan, serta pemalsuan data pribadi tanpa izin yang dilakukan individu. Denda maksimal bagi individu adalah Rp4 miliar hingga Rp6 miliar.

    Menurut Menkominfo, korporasi akan dikenakan denda 10 kali lipat dari individu itu. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 70 ayat 1 UU PDP. Bahwa, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan atau korporasi.

    “Dalam pasal 70 UU PDP terdapat pengenaan pidana denda 10 kali lipat dari pidana asli, beserta penjatuhan pidana tertentu lainnya, jika tindak pidana dilakukan oleh korporasi,” ujar Plate, ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (21/9).

    Siapa itu korporasi? Pasal 1 ayat (8) menjelaskan bahwa “Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.”

    Rincian denda bagi korporasi, lanjut Plate, antara lain:

    1. Memalsukan data pribadi dipidana 6 tahun atau denda sebesar Rp60 miliar.

    2. Menjual atau membeli data pribadi dipidana 5 tahun atau denda sebesar Rp50 miliar.

    3. Pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan atau harta kekayaan pembukuan seluruh atau sebagian usaha korporasi sampai dengan pembubaran korporasi.

    “Pidana denda maksimal Rp4 sampai 6 miliar, dan pidana penjara maksimal 4 sampai 6 tahun,” kata Plate.

    Apabila terjadi jual beli data pribadi yang dilakukan oleh korporasi bisa berujung pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan atau pembekuan harta kekayaan seluruh atau sebagian usaha korporasi, sampai dengan pembubaran korporasi.

    Sebelumnya, deret kebocoran data pribadi yang diduga berasal dari sejumlah perusahaan swasta maupun BUMN setidaknya dalam dua bulan terakhir. Di antaranya, IndiHome, Jasa Marga, PLN, Tokopedia, dan operator-operator seluler, hingga Kominfo sendiri.

    Namun, hanya Jasa Marga yang tak membantah kebocoran data itu.

    Selain itu, ada masalah penjualan data pribadi tanpa izin ke perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal, perusahaan penyalur kredit tanpa agunan (KTA), hingga judi online. Indikasinya, mereka bisa menyalurkan iklan via SMS secara masif.

    (can/arh)

    [Gambas:Video CNN]

  • Siapa yang Dimintai Tanggung Jawab Jika Ada Serangan Hacker?

    Siapa yang Dimintai Tanggung Jawab Jika Ada Serangan Hacker?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) disebut memuat mekanisme apa yang harus dilakukan saat terjadi peretasan atau kebocoran data di pengelola data.

    Mulanya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menjawab pertanyaan soal perlindungan apa yang diberikan UU PDP terhadap serangan hacker.

    “Apabila terjadi insiden data pribadi, kebocoran data pribadi, maka yang akan dilakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara data pribadi apakah mereka telah menjalankan compliance (kepatuhan) sesuai Undang-undang PDP,” ujar dia, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/9).

    “Jika tidak, mereka diberi berbagai jenis sanksi seperti yang diatur dalam UU PDP,” imbuhnya.

    UU PDP sendiri resmi disahkan oleh DPR RI pada Rapat Paripurna DPR ke-5 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (20/9). UU ini memuat 76 pasal dalam 16 bab, mendapat penambahan 4 pasal dari sebelumnya 72 pasal.

    Merujuk pada draf terakhirnya, UU PDP sendiri hanya mengenal istilah ‘Pengendali Data Pribadi’, yakni “setiap orang, badan publik, dan organisasi internasional yang bertindak sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam menentukan tujuan dan melakukan kendali pemrosesan Data Pribadi.”

    Mengenai pemeriksaan penyelanggara data yang dimaksud Johnny, Pasal 34 UU PDP menyebutkan pengendali data pribadi wajib “melakukan penilaian dampak pelindungan data pribadi dalam hal pemrosesan data pribadi memiliki potensi risiko tinggi terhadap subjek data pribadi.”

    Penilaian dampak pelindungan data pribadi tersebut dilakukan untuk mengevaluasi potensi risiko yang timbul dari suatu pemrosesan data pribadi serta upaya atau langkah yang harus dilakukan untuk memitigasi risiko, termasuk terhadap hak subjek data pribadi dan mematuhi undang-undang ini.

    Selain itu, Pengendali Data Pribadi juga wajib melakukan pelindungan dan memastikan data pribadi yang diprosesnya tetap aman sebagaimana dijelaskan pada pasal 35.

    1. Penyusunan dan penerapan langkah teknis operasional untuk melindungi data pribadi dari gangguan pemrosesan data pribadi yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    2. Penentuan tingkat keamanan data pribadi dengan memperhatikan sifat dan risiko dari data pribadi yang harus dilindungi dalam pemrosesan data pribadi.

    Jika sederet kewajiban soal keamanan ini tidak dapat dipenuhi oleh P maka pemerintah akan memberikan sanksi administratif.

    Dalam pasal 57 ayat 2, sanksi administratif yang bisa diberikan mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan data pribadi, penghapusan atau pemusnahan data pribadi, serta denda administratif.

    Terkait denda administratif, dalam pasal 57 ayat 3 disebutkan nominal denda memiliki angka maksimal dua persen dari pendapatan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran yang dilakukan PSE.

    Denda tersebut nantinya akan diberikan oleh lembaga khusus yang mengawasi perlindungan data pribadi di tanah air. Lembaga yang langsung berada di bawah presiden ini akan dibentuk lewat Peraturan Pemerintah.

    Indonesia sendiri sempat dihebohkan oleh pembocoran data yang dilakukan oleh pengguna situs BreachForums Bjorka. Salah satu bocorannya adalah data registrasi SIM card dan pelanggan IndiHome.

    (lom/cfd/arh)

    [Gambas:Video CNN]

  • Menkominfo Ungkap Sanksi Berat Kebocoran Data Korporasi di UU PDP

    Menkominfo Ungkap Sanksi Berat Kebocoran Data Korporasi di UU PDP

    Jakarta, CNN Indonesia

    Perusahaan yang mengakses dan membocorkan data pribadi secara ilegal serta lalai menjaga data pribadi pelanggan dapat terancam denda besar hingga perampasan keuntungan.

    Hal tersebut tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang sudah disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR (Pembicaraan Tingkat II), Selasa (20/9).

    Apa saja sanksinya? “Ah, baca sendiri,” timpal Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, usai Rapat Paripurna tersebut, di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/9).

    Kelalaian menjaga data

    UU PDP mewajibkan, pertama, Pengendali Data pribadi (pemerintah maupun swasta) melindungi dan memastikan keamanan Data Pribadi dengan melakukan penyusunan dan penerapan langkah teknis operasional (Pasal 35 RUU PDP).

    Kedua, menjaga kerahasiaan Data Pribadi dalam pemrosesannya (Pasal 36). Ketiga, melakukan pengawasan terhadap setiap pihak yang terlibat dalam pemrosesan Data Pribadi di bawah kendali Pengendali Data Pribadi (Pasal 37).

    Keempat, melindungi Data Pribadi dari pemrosesan yang tidak sah (Pasal 38). Kelima, mencegah Data Pribadi diakses secara tidak sah (Pasal 39).

    Jika tak menaati kewajiban itu, UU PDP mencantumkan sanksi administratif (pasal 57). Bentuknya, peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan Data Pribadi, penghapusan atau pemusnahan Data Pribadi, dan/atau denda administratif.

    Pasal 57 ayat (3) menyebut bahwa “Sanksi administratif berupa denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d paling tinggi 2 (dua) persen dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran”.

    Pihak yang berhak menjatuhkan sanksinya adalah lembaga PDP dengan rincian ketentuan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

    “[Sanksi] bervariasi mulai dari hukuman empat tahun sampai enam tahun maupun hukuman denda dari empat miliar sampai enam miliar setiap kejadian. Dan apabila terjadi kesalahan maka dikenakan sanksi sebesar 2 persen dari total pendapatan tahunannya dan bervariasi,” tutur Menkominfo.

    Akses ilegal

    Menkominfo melanjutkan korporasi juga terancam denda besar jika menggunakan data pelanggan secara ilegal. 

    “Apabila ada korporasi, orang-orang dan korporasi yang menggunakan data pribadi secara ilegal, maka sanksi jauh lebih berat berupa perampasan seluruh kegiatannya yang terkait manfaat ekonomi atas data pribadi yang dimaksud kalau ilegal,” kata Plate.

    Berdasarkan Pasal 67 UU PDP, denda besar disiapkan bagi pihak yang mengumpulkan data pribadi untuk keuntungan sendiri.

    “Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah),” demikian bunyi pasal 67 ayat 1.

    Tak hanya itu, orang yang membocorkan dan memakai data pribadi orang lain secara ilegal masing-masing terancam denda Rp4 miliar dan Rp5 miliar.

    “Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00,” demikian bunyi Pasal 67 ayat (2) UU PDP.

    “Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00,” Pasal 67 ayat (3) UU PDP.

    Sanksi berlipat disiapkan bagi perusahaan atau korporasi yang melanggar pasal-pasal di atas.

    Menurut pasal 70 ayat 1, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan atau korporasi.

    “Pidana denda yang dijatuhkan kepada korporasi paling banyak sepuluh kali dari maksimal pidana denda yang diancamkan,” jelas Pasal 70 ayat 3 UU PDP.

    Secara hitungan kasar, denda maksimal bagi korporasi pembocor data bisa mencapai Rp50 miliar.

    Selain itu, korporasi dapat dijatuhi berbagai pidana tambahan. Mulai dari perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan hasil dari tindak pidana, pembekuan seluruh atau sebagian usaha korporasi, dan pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;

    Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan korporasi, melaksanakan kewajiban yang telah dilalaikan, dan pembayaran ganti kerugian. Lalu, pencabutan izin dan/atau pembubaran Korporasi.

    “UU PDP mengatur institusi perorangan, korporasi baik di dalam negeri maupun global,” tandas Plate.

    Sebelumnya, Indonesia kerap dikritik karena tak bisa memberi sanksi berat terhadap perusahaan, terutama asing, yang mestinya bertanggung jawab dalam kebocoran data publik.

    (lom/cfd/arh)

    [Gambas:Video CNN]